HTTP://WWW.TEMPOINTERAKTIF.COM
Jejak hitam hakim TIPIKOR daerah - Home Page
Jejak hitam hakim TIPIKOR daerah - Home Page
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
LIPUTAN KHUSUS<br />
Indonesianis<br />
KEGIATAN Colombo<br />
Plan pada 1962 menjadi<br />
awal Profesor Yang<br />
Seung-yoon mengenal<br />
bahasa Indonesia dan<br />
Malaysia. Dia ingat saat itu tidak<br />
dapat menemukan literatur yang<br />
bisa menggambarkan Indonesia<br />
dengan baik. ”Kami belajar seperti<br />
orang berjalan mengikuti sinar kecil<br />
di kegelapan malam,” ujar guru<br />
besar studi Malaysia-Indonesia di<br />
Hankuk University of Foreign Studies<br />
(HUFS) itu.<br />
Dua tahun kemudian, pada 1964,<br />
untuk pertama kalinya, HUFS,<br />
yang berada di wilayah Dongdaemun,<br />
Seoul, membuka Jurusan<br />
Khusus Budaya dan Sastra Indonesia.<br />
Lantaran keterbatasan sumber<br />
daya dan literatur, para sukarelawan<br />
Colombo Plan turun tangan<br />
mengajar mahasiswa.<br />
Sistem dan materi pengajarannya<br />
sangat sederhana. Kebanyakan<br />
menggunakan buku yang diadopsi<br />
dari kamus militer milik Amerika<br />
Serikat. ”Pada masa awal, buku pelajarannya<br />
penuh dengan kata-kata<br />
yang dipakai kamus militer, misalnya<br />
markas besar di mana, Sersan<br />
Mayor sedang apa,” ujar Profesor<br />
Yang.<br />
Setahun berikutnya, HUFS melebur<br />
Jurusan Bahasa Indonesia dan<br />
Malaysia dalam satu payung di bawah<br />
Fakultas Bahasa-bahasa Timur.<br />
Melalui jurusan ini, para mahasiswa<br />
mempelajari berbagai hal<br />
tentang negara-negara Asia Tenggara,<br />
baik dari segi bahasa maupun<br />
agama, antropologi, politik, dan<br />
manajemen.<br />
Pada awal dibuka, Studi Indonesia-Malaysia<br />
kurang diminati karena<br />
mahasiswa Korea berkiblat ke<br />
Amerika, Jepang, dan Eropa. Namun,<br />
kini, Jurusan Cina dan Asia<br />
Tenggara, khususnya Indonesia, telah<br />
menggeser posisi jurusan tiga<br />
negara itu. Hingga 2011, HUFS berhasil<br />
meluluskan 3.000 sarjana Studi<br />
Indonesia-Malaysia.<br />
”Mereka kini kebanyakan bekerja<br />
dan memiliki perspektif positif tentang<br />
Indonesia,” ujar Profesor Koh<br />
Young-hoon, pengajar budaya dan<br />
sastra Indonesia di HUFS. ”Mereka<br />
yang mengambil studi ini memang<br />
DOKUMENTASI HUFS<br />
Berawal dari<br />
Kamus Militer<br />
KAJIAN INDONESIA BERKEMBANG PESAT DI KOREA. DIDORONG KESADARAN AKAN<br />
PENTINGNYA PASAR DAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA.<br />
Kampus Hankuk<br />
University of<br />
Foreign Studies.<br />
ingin menjadi diplomat di Indonesia,”<br />
dia menambahkan.<br />
Jumlah mahasiswa Korea dari tahun<br />
pertama hingga tahun terakhir<br />
yang mengambil Jurusan Studi Indonesia-Malaysia,<br />
menurut Profesor<br />
Koh, mencapai 300 orang. Sepuluh<br />
persen dari mahasiswa itu<br />
tinggal di Indonesia untuk bekerja<br />
atau melakukan bisnis.<br />
Dengan menganggap Indonesia<br />
sebagai negara yang penting, secara<br />
otomatis para mahasiswa akan<br />
mempelajari segala hal tentang Indonesia.<br />
”Seseorang yang bisa menerima<br />
budaya negara lain berarti<br />
memiliki kesamaan pandangan hidup,”<br />
ujarnya. Profesor Yang Seungyoon<br />
menyatakan para mahasiswa<br />
ini dengan sendirinya menjadi Indonesianis.<br />
Menurut Profesor Yang, banyak<br />
faktor yang mempengaruhi perspektif<br />
mahasiswa Korea mempelajari<br />
Studi Indonesia-Malaysia.<br />
Salah satunya kesadaran mahasiswa<br />
Korea akan pentingnya pasar<br />
dan sumber daya alam di Indonesia.<br />
”Korea tidak memiliki sumber<br />
alam, mau produksi barang jualnya<br />
124 | TEMPO 20 NOVEMBER 2011