06.04.2013 Views

Pelaksanaan Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Pelaksanaan Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Pelaksanaan Desentralisasi dan Otonomi Daerah

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

pemerintah daerah untuk meningkatkan perolehan PAD dengan mengeluarkan<br />

perda baru atau meningkatkan <strong>dan</strong> memperluas jenis-jenis pungutan pajak <strong>dan</strong> tarif<br />

pelayanan, seperti tarif pelayanan kesehatan, pungutan ijin pengantarpulauan<br />

ternak, dsb. Karena perhatian pemerintah daerah lebih terfokus pada upaya untuk<br />

meningkatkan PAD, maka tidak mengherankan bila usaha meningkatkan<br />

pelayanan publik terabaikan.<br />

6. Faktor lain yang menyebabkan belum jelasnya arah <strong>dan</strong> pola kebijakan publik di<br />

daerah ini adalah karena belum tuntasnya mekanisme hubungan antara propinsi<br />

<strong>dan</strong> kabupaten. Bahwa otonomi daerah memberikan kewenangan yang besar bagi<br />

kabupaten/kota memang benar, tetapi kabupaten/kota pun seharusnya menyadari<br />

kekurangan mereka dalam melaksanakan otonomi daerah pada saat ini. Untuk itu<br />

seharusnya kabupaten/kota secara tegas menyerahkan kembali sebagian kewenangan<br />

(yang mungkin sebenarnya belum mampu mereka lakukan) kepada propinsi.<br />

7. Terdapat kesan bahwa pemda kabupaten/kota tidak mau lagi diatur oleh pemda<br />

propinsi. Beberapa contoh berikut ini dapat memperkuat a<strong>dan</strong>ya kesan tersebut.<br />

Pemda sebuah kabupaten baru, yaitu Kabupaten Limbata, menolak pejabat yang<br />

ditunjuk propinsi. Pemda Limbata beranggapan bahwa tidak ada lagi keharusan<br />

untuk “tunduk” kepada propinsi, seolah-olah mereka ingin bebas dari pengaruh<br />

propinsi. Di Kabupaten Ende, pemkab menolak penunjukan sekda dari propinsi.<br />

Mereka lebih memilih mencari pejabat setempat walaupun dengan cara terpaksa<br />

memilih calon yang belum memenuhi persyaratan kepangkatan. Pihak propinsi<br />

berusaha untuk melakukan usaha merumuskan kembali hubungan propinsi dengan<br />

kabupaten dengan melaksanakan apa yang disebut “Kesepakatan Etis” walaupun sifatnya<br />

tidak mengikat. Namun pemerintah propinsi sendiri tidak menjabarkan lebih lanjut<br />

bagaimana kesepakatan etis tersebut dapat menjadi lebih operasional. Diduga pemrop<br />

mempunyai kekhawatiran bahwa usulan mereka akan ditolak oleh kabupaten/kota.<br />

Arah <strong>dan</strong> kecenderungan kebijakan publik yang berlaku baik di tingkat propinsi <strong>dan</strong><br />

kabupaten/kota di NTT memang belum jelas. Namun demikian terdapat beberapa<br />

variasi <strong>dan</strong> nuansa antar kabupaten. Perbedaan ini lebih nampak di Kabupaten Sumba<br />

Timur yang sejak dua tahun lalu menerima bantuan teknis dari GTZ. GTZ telah membantu<br />

meningkatkan kapasitas pemerintah daerah, DPRD, <strong>dan</strong> juga LSM melalui berbagai<br />

program. Beberapa program yang dilaksanakan GTZ adalah pemberdayaan masyarakat <strong>dan</strong><br />

peningkatan kapasitas pemerintah daerah <strong>dan</strong> DPRD lewat pelatihan <strong>dan</strong> dialog.<br />

Dengan a<strong>dan</strong>ya bantuan teknis dari GTZ ini terlihat beberapa perbedaan kesiapan<br />

dalam memahami era otonomi daerah, terutama yang menyangkut “proses” perumusan<br />

kebijakan publik, antara Kabupaten Sumba Timur dengan wilayah lainnya di NTT.<br />

Misalnya, sejak TA 2001 proses perencanaan di Kabupaten Sumba Timur berlangsung<br />

dari bawah, mulai dari musyawarah di tingkat dusun <strong>dan</strong> desa sampai ke rapat<br />

koordinasi pembangunan (rakorbang) di tingkat kabupaten. Dalam musyawarah ini<br />

berbagai unsur masyarakat diun<strong>dan</strong>g untuk berbicara <strong>dan</strong> menyampaikan aspirasinya<br />

dalam menetapkan berbagai proyek pembangunan di wilayahnya. Dengan demikian<br />

proyek yang akan dilaksanakan tidak hanya sekedar merupakan daftar keinginan tanpa<br />

pertimbangan realitas di masyarakat, tetapi usulan lebih diperhatikan <strong>dan</strong> benar-benar<br />

telah mempertimbangkan keinginan masyarakat banyak.<br />

43 Lembaga Penelitian SMERU, Januari 2002

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!