06.04.2013 Views

Pelaksanaan Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Pelaksanaan Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Pelaksanaan Desentralisasi dan Otonomi Daerah

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

(5) berdasarkan Inpres No. 1 <strong>dan</strong> No. 2, 1998 Perda mengenai retribusi ternak<br />

sebenarnya sudah dihapus, tetapi kemudian dialihkan menjadi SPK. Semua<br />

ternak yang dikirim ke luar daerah dikenakan SPK. Kabupaten-kabupaten<br />

Belu, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan <strong>dan</strong> Kupang mengenakan<br />

Rp7.500/ekor, sementara Pemprop mengenakan pungutan Rp5.000/ekor. Selain<br />

itu banyak desa juga memungut sebesar Rp5.000 hingga Rp10.000/ekor.<br />

Pepehani sendiri menarik pungutan Rp500/ekor. Jasa karantina Rp4.200/ekor.<br />

Pungutan lainnya adalah pungutan liar oleh polisi (di jalan) yang besarnya<br />

rata-rata sekitar Rp1.000/ekor.<br />

(6) Kinerja birokrasi di Pemkab Sumba Timur, khususnya dalam memberikan<br />

pelayanan perijinan pengiriman ternak dinilai lebih berbelit <strong>dan</strong> banyak biaya.<br />

Sebelum otonomi daerah, prosedur perijinan jauh lebih mudah <strong>dan</strong> murah,<br />

karena ijin pengiriman ternak cukup dari Dinas Peternakan Propinsi <strong>dan</strong><br />

berlaku satu bulan, sehingga bisa digunakan untuk beberapa kali pengiriman.<br />

Biaya yang dikeluarkan untuk ijin ini juga rendah, sekedar memberikan uang<br />

rokok Rp5.000 – Rp10.000 saja. Namun di era otonomi daerah, perdagangan<br />

sapi menjadi urusan kabupaten/kota, sehingga untuk mengirim ternak ke luar<br />

daerah pengusaha harus mendapatkan surat rekomendasi dari Bupati melalui<br />

prosedur yang lebih rumit, yaitu:<br />

(a) Mengajukan permohonan ke Bagian Umum, untuk kemudian diserahkan ke<br />

Asisten II,<br />

(b) Setelah dari Asisten II dibawa lagi ke Bagian Perekonomian,<br />

(c) Dari Bagian Perekonomian kembali lagi ke Asisten II untuk mendapatkan surat<br />

rekomendasi,<br />

(d) Setelah mendapat surat rekomendasi, pengusaha harus membawa surat tersebut<br />

ke Dinas Peternakan untuk mendapat ijin karantina. Menurut pengusaha,<br />

proses ini melanggar UU tentang Karantina, karena soal karantina bukan<br />

wewenang Dinas Peternakan.<br />

(e) Ijin lain yang harus dipenuhi adalah dari Sub Bagian Ketertiban Pemda<br />

(Satuan Polisi Pamong Praja),<br />

(f) Selain itu diperlukan juga ijin dari polisi untuk mengecek keabsahan ternak<br />

yang bersangkutan apakah ternak legal atau curian (melibatkan intel, reserse,<br />

<strong>dan</strong> KP3 laut).<br />

Proses di atas membutuhkan waktu sekitar satu minggu. Akibatnya, ka<strong>dan</strong>gka<strong>dan</strong>g<br />

pengusaha harus menunda keberangkatan kapal, sehingga terpaksa<br />

membayar ganti rugi sebesar Rp1 juta untuk setiap hari penundaan (untuk<br />

kapasitas kapal 300 ekor).<br />

Pungutan resmi untuk mendapat surat rekomendasi adalah Rp25.000 per<br />

pengapalan. Di luar tarif resmi ini, pengusaha harus mengeluarkan biaya lebih<br />

besar. Semua proses di atas melibatkan sekitar 20 petugas/aparat, semuanya<br />

49 Lembaga Penelitian SMERU, Januari 2002

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!