Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial ... - UNDP
Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial ... - UNDP
Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial ... - UNDP
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Konflik, <strong>Kohesi</strong> <strong>Sosial</strong> dan Perdamaian di Sulawesi Tengah dan Maluku Utara<br />
transmigrasi). Pada kejadian ini, banyak kaum<br />
lelaki Muslim dari desa tersebut terbunuh<br />
(bahkan setelah menyerah) dan kaum<br />
perempuan menjadi sasaran kekerasan seksual,<br />
dan ditahan selama beberapa hari bersama<br />
anak-anak. Berbagai serangan lain terhadap<br />
umat Muslim terjadi selama periode ini. Pada<br />
akhirnya menyebabkan kematian antara 300<br />
sampai 800 jiwa, sebagian besar umat Muslim.<br />
Perkelahian dapat ditangani setelah pihak<br />
militer mengirim sebanyak 1.500 tentara<br />
tambahan, sepuluh kendaraan lapis baja, serta<br />
satu unit pasukan tempur sebagai tambahan<br />
pada pasukan Brimob dari Jawa.<br />
• Tahap 4: Juli 2001 – Desember 2001.<br />
Kurangnya upaya rekonsiliasi yang sungguhsungguh<br />
mendukung kelanjutan terjadinya<br />
kekerasan berskala kecil, sampai para anggota<br />
kelompok militan Muslim, Laskar Jihad, tiba.<br />
Perkelahian menjadi semakin terorganisasi dan<br />
melibatkan senjata-senjata yang lebih unggul,<br />
kabarnya termasuk senjata otomatis. Berbeda<br />
dengan tahap ketiga dimana banyak umat<br />
Muslim yang terbunuh, kedatangan Laskar<br />
Jihad menyebabkan lebih banyak kematian di<br />
pihak kelompok masyarakat Kristen dan<br />
menghasilkan banyak pengungsi. Pada<br />
awalnya, pemerintah tidak melakukan apa pun<br />
untuk mencegah Laskar Jihad melibatkan diri<br />
dalam kerusuhan, bahkan saat tiba mereka<br />
bertemu dengan pejabat provinsi dan<br />
kabupaten. Laskar Jihad bekerjasama dengan<br />
penduduk Muslim dalam membakar musnah<br />
desa-desa Kristen satu per satu. Kerusuhan<br />
berakhir dengan adanya tambahan pasukan<br />
polisi dan militer. Tahap ini menunjukkan<br />
terjadinya peningkatan kekerasan yang<br />
ditunjukkan oleh pihak kepolisian dan militer<br />
melawan Laskar Jihad dan pejuang Muslim.<br />
Pada dua peristiwa yang terjadi di Mapane dan<br />
Toyado pihak keamanan (polisi dan militer)<br />
dituduh melakukan tindakan balasan yang<br />
melanggar hak asasi manusia, dan bukannya<br />
menegakkan hukum. Selama tahap ini,<br />
setidaknya 141 orang meninggal dunia, 90<br />
cedera, dan lebih dari 2.400 rumah dijarah.<br />
• Deklarasi Malino (Deklama) dan<br />
pasca Deklama. Pada bulan Desember 2001,<br />
Menteri Koordinator Politik dan Keamanan,<br />
Susilo Bambang Yudhoyono, mencetuskan<br />
kerjasama antara militer dan polisi melalui<br />
Operasi Pemulihan Keamanan yang bertujuan<br />
untuk: 1) mengakhiri kekerasan, 2) mengusir<br />
pihak luar, menyita senjata, dan menegakkan<br />
hukum, dan 3) merehabilitasi infrastruktur<br />
yang rusak dan rekonsiliasi masyarakat. Pada<br />
saat yang bersamaan, Komisi Nasional Hak<br />
Asasi Manusia (Komnas HAM) bersama<br />
pejabat teras Hankam dan kabinet memulai<br />
proses perdamaian Malino pada tanggal 19-20<br />
Desember 2001. Perwakilan dari kedua<br />
komunitas agama segera dipilih oleh pimpinan<br />
kedua kelompok masyarakat, yang<br />
mencerminkan wilayah geografis, suku,<br />
profesi, dan kompleksitas konflik. Persetujuan<br />
yang muncul dari proses tersebut terdiri dari<br />
sepuluh butir utama yang ditujukan sebagian<br />
besar untuk mengatasi sebab-sebab langsung<br />
dari tindak kekerasan dengan merujuk pada<br />
prosedur-prosedur hukum, mengakui hak-hak<br />
dan kepemilikan prakonflik, memulangkan<br />
pengungsi, dan memperbaiki infrastruktur.<br />
Mengikuti kesepakatan Deklama, dilakukan<br />
penyitaan senjata dan penegakan keamanan.<br />
Ditambah lagi dengan kejenuhan masyarakat<br />
terhadap kekerasan, situasi tersebut membantu<br />
menjaga situasi keamanan. Sebuah tekanan<br />
diberikan untuk menidaklanjuti Deklama<br />
sehingga terbentuklah Pokja Malino, sebuah<br />
kelompok kerja yang memonitor dan<br />
membantu penerapan berbagai aspek dari<br />
Deklama. Pokja dibentuk di tingkat provinsi,<br />
kabupaten, dan kecamatan untuk membahas<br />
persoalan-persoalan di bidang keamanan,<br />
hukum, rehabilitasi mental dan spiritual,<br />
rehabilitasi ekonomi, rehabilitasi fisik,<br />
pemulangan pengungsi, serta pendidikan dan<br />
kesehatan. Kategori-kategori ini kemudian<br />
diringkas menjadi kelompok-kelompok kerja<br />
tematis seperti berikut: kedamaian dan<br />
rekonsiliasi, rehabilitasi ekonomi, pendidikan,<br />
dan kesejahteraan spiritual. Setelah deklarasi,<br />
ditamgah dengan kehadiran pasukan<br />
keamanan dalam jumlah besar dan kelelahan<br />
masyarkat terhadap konflik, telah mengubah<br />
sifat dari tindak kerusuhan menjadi gerakan<br />
bawah tanah. Sebagai pengganti dari<br />
melakukan perang terbuka antar komunitas,<br />
taktik kekerasan telah bergeser menjadi<br />
metode-metode teror terarah. Banyak pihak<br />
luar yang telah angkat kaki (setelah<br />
pembubaran Laskar Jihad). Akan tetapi,<br />
peledakan dan penembakan misterius terus<br />
berlangsung. Pada bulan Oktober 2003,<br />
penembak bertopeng membunuh tiga belas<br />
orang di Poso dan Morowali, dan di bulan<br />
Maret 2004 sebuah serangan terhadap sebuah<br />
gereja telah menewaskan satu orang.<br />
Pemulangan Pengungsi<br />
Situasi keamanan di wilayah Poso dan<br />
wilayah korban konflik lainnya seperti di<br />
kabupaten Morowali dan Tojo-Una Una yang<br />
14