Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial ... - UNDP
Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial ... - UNDP
Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial ... - UNDP
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Konflik, <strong>Kohesi</strong> <strong>Sosial</strong> dan Perdamaian di Sulawesi Tengah dan Maluku Utara<br />
yang terjadi. Ketika situasi mulai tak terkendali<br />
di akhir tahun 1999, serangkaian faktor<br />
memotivasi para pemuda untuk terlibat dalam<br />
konflik, termasuk diantaranya rendahnya latar<br />
belakang pendidikan, kurangnya informasi<br />
positif dan berimbang, dan tekanan untuk<br />
bergabung dalam peperangan dari masyarakat<br />
dengan budaya paternalistik yang kuat. Konflik<br />
memberikan kesempatan bagi pemuda untuk<br />
membuktikan bahwa mereka bukan lagi anakanak.<br />
Dalam situasi emosional yang tidak<br />
stabil di mana solidaritas kelompok dan<br />
kejantanan diterjemahkan menjadi kekerasan.<br />
Anak muda tetap rentan untuk dimanfaatkan<br />
lagi oleh kelompok-kelompok yang<br />
berkepentingan untuk menimbulkan konflik,<br />
dan ada rasa tidak percaya yang besar pada<br />
para pemuda terhadap para orang tua di<br />
Maluku Utara. Hal ini tidak didukung oleh sifat<br />
paternalistik pemerintah dan lembaga lain yang<br />
biasanya tidak memberikan perhatian serius<br />
kepada anak muda.<br />
Organisasi-organisasi pemuda (KNPI,<br />
Karang Taruna) sebagian besar dibentuk oleh<br />
elit pemerintah lokal dan nasional, seringkali<br />
memiliki tujuan-tujuan politik ketimbang sosial<br />
sehingga tidak terlalu memiliki kegiatan<br />
berbasis masyarakat kecuali pada waktu-waktu<br />
perayaan nasional. Organisasi-organisasi<br />
perempuan seperti PKK dan Posyandu, meski<br />
juga dibentuk oleh pemerintah, mempunyai<br />
kegiatan yang lebih teratur. Organisasiorganisasi<br />
pelajar oleh sebagian besar<br />
responden yang diwawancarai diyakini tidak<br />
memberikan keuntungan bagi para pelajar<br />
kecuali mengurangi waktu belajar mereka. Di<br />
Maluku Utara pascakonflik, kurangnya<br />
organisasi sejati yang mewakili dan memenuhi<br />
minat serta kebutuhan para pemuda telah<br />
membuat mereka merasa terabaikan dan<br />
lemah. Ditambah sempitnya kesempatan kerja<br />
dan rekreasi, hal ini menimbulkan bahaya<br />
laten. Di lain pihak, anak mudalah yang<br />
bertanggung jawab atas sejumlah inisiatif<br />
pemulihan dan rekonsiliasi non-formal<br />
pascakonflik, dan tim pengkaji menemukan<br />
sejumlah proses rekonsiliasi non-formal atas<br />
inisiatif lokal di tingkat desa. Misalnya, di desa<br />
Soakonora kecamatan Jailolo, sekelompok<br />
pemuda mengatur pembangunan sebuah<br />
lapangan olahraga dengan dukungan moral<br />
dari para pemimpin desa dan dukungan<br />
finansial dari penduduk desa. Menurut mereka,<br />
lapangan olahraga ini adalah media yang<br />
sangat penting untuk menumbuhkan kembali<br />
kohesi sosial karena warga akan<br />
memanfaatkannya untuk kegiatan-kegiatan<br />
bersama di tingkat desa.<br />
Kaum muda memiliki potensi untuk<br />
menghasilkan gagasan segar untuk masa depan<br />
Maluku Utara dan Poso, apabila mereka diberi<br />
dukungan dan kesempatan untuk itu. Mereka<br />
Pemuda di Maluku Utara: Dari Rekonsiliasi ke Olahraga Bermotor<br />
Pemuda di Maluku Utara telah mengambil inisiatif menyegarkan kembali gerakan Baku Dapa, yang dimulai oleh TNI di<br />
Tobelo dan Galela di akhir tahun 2000 untuk mendorong rekonsiliasi melalui para pemimpin masyarakat, tokoh agama dan<br />
pemuda, tetapi kurang ditindaklanjuti setelah pertemuan pertama. Pemuda setempat mengambil inisiatif untuk membentuk tim<br />
rekonsiliasi yang terdiri dari tujuh orang dari Tobelo dan Galela untuk membahas sejauh mana semangat gerakan Baku Dapa<br />
dapat dibawa ke tempat umum seperti pasar dan jalan. Sebagai hasil upaya ini, gerakan Baku Dapa dilaksanakan oleh para<br />
pemuda yang menggemari olahraga seperti motocross dan sepak bola serta pertunjukan kesenian antar lingkungan.<br />
Olahraga bermotor, khususnya, telah memberikan wadah bagi para pemuda dari latar belakang yang berbeda-beda untuk<br />
berkumpul. Dalam situasi pasca konflik yang sulit ini, banyak laki-laki muda sekarang bekerja sebagai pengemudi ojek dan<br />
betor (becak motor) di ibukota-ibukota kabupaten seperti Tobelo, Jailolo, Labuha dan Ternate. Dengan bertambahnya jumlah<br />
pengemudi ojek dan betor, Kanwil Departemen <strong>Sosial</strong> Halmahera Utara meluncurkan program yang bertujuan membantu<br />
pemuda membuka bengkel layanan motor. Berangkat dari situ, lima orang pemuda yang membuka bengkel reparasi<br />
mempunyai gagasan membentuk tim balap motor tingkat kecamatan, yang akan saling mengundang dalam kompetisi balap.<br />
Kompetisi ini melibatkan banyak peserta dan penonton dari seluruh kabupaten, yang membantu memperbaiki hubungan<br />
masyarakat.<br />
Tahun lalu, kompetisi diselenggarakan atas dukungan kepolisian setempat dan dealer motor di Tobelo. Acara tersebut sangat<br />
sukses dan tim-tim balap baru pun terbentuk sejak saat itu. Minat pada balap motor pada gilirannya telah memberikan dampak<br />
yang menguntungkan bagi perkembangan bengkel-bengkel reparasi motor melalui bertambahnya kebutuhan akan pengecatan,<br />
pemeliharaan, dan suku cadang. Terlebih lagi, keberadaan tim-tim balap dan bengkel-bengkel ini menggeser topik<br />
perbincangan dari konflik dan balas dendam ke motor dan kepemudaan. Bengkel-bengkel motor sekarang tidak hanya<br />
berfungsi sebagai tempat motor tetapi juga tempat para pemuda membicarakan beragam topik, mulai dari musik dan narkoba<br />
hingga kesempatan bisnis.<br />
29