Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial ... - UNDP
Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial ... - UNDP
Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial ... - UNDP
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Konflik, <strong>Kohesi</strong> <strong>Sosial</strong> dan Perdamaian di Sulawesi Tengah dan Maluku Utara<br />
5. Kesimpulan dan Saran – Kerangka Kerja untuk Dukungan<br />
5.1 Tanggapan Pascakonflik untuk<br />
memperkuat <strong>Kohesi</strong> <strong>Sosial</strong><br />
Sebagai tujuan umum dalam pekerjaan<br />
kohesi sosial, agen pelaku perlu<br />
mepertimbangkan dua pendekatan: (1)<br />
bagaimana menjalin (atau mengembalikan)<br />
hubungan yang efektif dan (2) bagaimana<br />
membantu masyarakat mengatasi rasa tidak<br />
puas, ketidakadilan atau ketidaksetaraan.<br />
Pendekatan pertama jauh lebih sesuai dengan<br />
perencanaan pembangunan dan konsep proyek<br />
pada umumnya, namun pendekatan yang<br />
kedua juga tidak kalah penting, meskipun<br />
menantang dan secara politis lebih sensitif.<br />
Dalam pendekatan yang pertama, yaitu<br />
menjalin hubungan untuk meningkatkan<br />
interaksi, ada kecenderungan untuk terfokus<br />
pada peningkatan jumlah peserta, atau<br />
penerima manfaat. Hal yang seringkali<br />
terlewatkan adalah kebutuhan untuk menyusun<br />
program tersebut sehingga dapat menjalin<br />
(kembali) hubungan antara para pelaku penting<br />
atau agen atau unsur masyarakat yang<br />
berpengaruh – dan tidak hanya jumlah<br />
penduduk keseluruhan. Selain itu, penyusunan<br />
program dapat menargetkan perubahan di<br />
tingkat individu atau pribadi. Tantangannya<br />
adalah memastikan bahwa perubahan juga<br />
terjadi di tingkat sosial politik pada saat yang<br />
bersamaan, yang tentunya lebih kompleks. 28<br />
Lebih lanjut, penyusunan program kohesi<br />
sosial yang bertujuan mengubah sikap, dan<br />
pada akhirnya perilaku manusia, membutuhkan<br />
penyusunan program jangka panjang.<br />
Secara umum, agen pelaku perlu lebih<br />
berhati-hati dalam memilih dan menggali<br />
prioritas dalam memperkuat kohesi sosial.<br />
Tidak hanya karena meningkatnya kejenuhan<br />
akan upaya-upaya rekonsiliasi yang bersifat<br />
dari atas ke bawah, tapi juga karena<br />
memperkuat kohesi sosial tidak berhubungan<br />
secara langsung dengan upaya pencegahan<br />
munculnya kekerasan baru. <strong>Kohesi</strong> sosial yang<br />
lebih kuat mungkin membantu menghentikan<br />
penyebaran kekerasan di beberapa daerah,<br />
tetapi faktor lain, terutama peranan<br />
kepemimpinan pemerintahan dan angkatan<br />
bersenjata, dalam hal ini lebih menentukan.<br />
Pada akhirnya, terlalu banyak “uang gampang”<br />
yang dialirkan untuk upaya rekonsiliasi<br />
beresiko timbulnya terlalu banyak kegiatankegiatan<br />
bermutu rendah.<br />
Dinamika di belakang konflik dan pola<br />
kohesi sosial berbeda dari satu wilayah ke<br />
wilayah yang lain, bahkan terkadang dari satu<br />
desa ke desa lain. Ini adalah tantangan penting<br />
dan membutuhkan pendekatan dengan<br />
pengambilan keputusan setempat berdasarkan<br />
pemahaman yang jelas atas konteks lokal.<br />
Kajian ini juga menunjukkan perlunya<br />
penanganan terhadap penyebab rasa tidak<br />
percaya terhadap pemerintah (struktural) dan<br />
juga hubungan antar golongan di antara desadesa,<br />
dengan suku dan agama yang berbedabeda,<br />
untuk meningkatkan ketahanan<br />
masyarakat terhadap hasutan dan konflik.<br />
Cara kerja terbaik bagi organisasi eksternal<br />
adalah melalui kerjasama dengan mitra lokal<br />
untuk mendukung inisiatif kohesi sosial dan<br />
rekonsiliasi di tingkat kecamatan dan<br />
kabupaten. Penyusunan program dapat dimulai<br />
dengan analisis lokal mengenai sebab-sebab<br />
konflik, identifikasi kemampuan untuk<br />
membangun perdamaian, dan tindakan untuk<br />
mendukung perdamaian serta pembangunan.<br />
<strong>Membangun</strong> kohesi sosial membutuhkan<br />
kerjasama dengan mitra untuk mendukung<br />
kelompok dan pemerintah setempat, menjalin<br />
kerjasama serta kepercayaan antara berbagai<br />
golongan yang berbeda, dengan menggunakan<br />
keahlian membangun perdamaian di Indonesia.<br />
Penyebab ketegangan struktural perlu<br />
ditangani secara khusus. Hal ini mungkin<br />
dilakukan melalui reformasi kebijakan lokal<br />
dan proses pemberdayaan kelompok-kelompok<br />
lokal untuk mengindentifikasi permasalahan<br />
struktural yang berpotensi menyebabkan<br />
konflik, serta memperjuangkan perubahan.<br />
28 Lihat Mary B. Anderson dan Lara Olson,<br />
“Confronting War: Critical Lessons for Peace<br />
Practitioners,” Reflecting on Peace Practices<br />
Project, Cambridge, MA: Collaborative for<br />
Development Action, Inc., 2002, pp. 55-56 dan p.<br />
65 ff.<br />
36