Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial ... - UNDP
Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial ... - UNDP
Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial ... - UNDP
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Konflik, <strong>Kohesi</strong> <strong>Sosial</strong> dan Perdamaian di Sulawesi Tengah dan Maluku Utara<br />
Malifut ingin memanfaatkan dana tersebut<br />
untuk membangun kembali gedung-gedung<br />
sekolah beserta fasilitas-fasilitasnya.<br />
Untungnya, tim tersebut sepakat untuk<br />
mendistribusikan dua miliar rupiah untuk<br />
kecamatan Kao dan satu miliar rupiah untuk<br />
kecamatan Malifut.<br />
Akses Atas Pekerjaan dan <strong>Kohesi</strong> <strong>Sosial</strong><br />
Di Tobelo, lebih dari empat ratus orang bekerja<br />
memuat kapal di pelabuhan. Enam puluh persen di<br />
antaranya adalah penduduk lokal dari Tobelo,<br />
sedangkan empat puluh persen sisanya adalah bekas<br />
pengungsi yang lari ke Morotai, Tobelo Selatan,<br />
Weda, Galela, dan Loloda. Akibat konflik, total<br />
aktivitas di pelabuhan telah berkurang dari rata-rata<br />
harian seberat 250 ton per hari dimuat dan dibongkar<br />
sampai hanyan 30 ton per hari. Akibatnya, pelabuhan<br />
tersebut hanya memperkerjakan seratus pekerja<br />
harian, sementara sisanya bekerja hanya dua kali<br />
sebulan. Namun demikian, pekerja-pekerja harian ini<br />
kebanyakan penduduk lokal beragama Kristen dari<br />
Tobelo, sedangkan banyak dari pekerja yang bekerja<br />
dua kali sebulan beragama Islam, yang merasa<br />
didiskriminasi. Meski pelabuhan dapat dijadikan<br />
tempat bagi warga Kristen dan Islam untuk<br />
bekerjasama, menjalin persahabatan, dan<br />
memperbaiki hubungan antar komunitas, situasi saat<br />
ini menunjukkan bahwa pelabuhan juga menjadi<br />
tempat penyebab munculnya ketegangan sosial<br />
ketimbang kohesi sosial, yang seharusnya segera<br />
ditangani oleh Pengelola Pelabuhan.<br />
Kajian ini tidak menemukan adanya<br />
banyak perkumpulan antarkelompok atau<br />
kelompok-kelompok dalam kedua komunitas<br />
tersebut sebelum terjadinya konflik pada tahun<br />
1999. Satu-satunya perkumpulan yang<br />
dikemukakan seorang tokoh pemuda Kao<br />
adalah pertandingan bola voli tahunan, namun<br />
ini berhenti ketika konflik dimulai. Salah satu<br />
tokoh masyarakat yang diwawancarai<br />
mengemukakan tingginya rasa enggan untuk<br />
duduk bersama.<br />
Kecamatan Tobelo – Galela<br />
Meskipun masayarakat bebas bergerak<br />
antara Galela dan Tobelo, jelas terdapat<br />
ketegangan antara penganut Islam dan Kristen<br />
di sana. Di kota Tobelo, aktivitas sehari-hari<br />
dapat menyembunyikan perasaan yang<br />
terpendam namun masyarakat mengatakan<br />
bahwa mereka merasakan ketegangan itu saat<br />
mereka keluar dari kota. Seorang tokoh agama<br />
Kristen di desa Soakonora kecamatan Galela<br />
mengemukakan bahwa meskipun Ia dapat<br />
pergi ke ladangnya dan bekerja di dalam desa<br />
Muslim, ia belum ingin membangun rumahnya<br />
kembali karena masih merasa tidak aman. Di<br />
desa Duma, seorang petani menyatakan pada<br />
tim kajian bahwa ia merasa aman untuk<br />
kembali ke desanya walaupun baru menjalin<br />
sedikit hubungan dengan petani setempat, yang<br />
jarang menjalin hubungan kembali dengannya.<br />
Seorang petani lainnya menjelaskan bahwa<br />
sebelum konflik ia dibantu oleh organisasi<br />
setempat yang memperkenalkannya pada<br />
metode-metode pertanian baru, sedangkan<br />
petani lain dari desa yang sama namun berbeda<br />
agama mengeluh bahwa ia sama sekali tidak<br />
menerima bantuan apapun. Anggapan bahwa<br />
bantuan hanya diberikan pada salah satu<br />
kelompok dalam masyarakat dan tidak untuk<br />
kelompok lainnya merupakan sumber<br />
kebencian dan ketegangan yang dalam.<br />
Di Galela dan Tobelo, pihak militer dan<br />
pemerintah daerah membentuk tim rekonsiliasi<br />
yang terdiri dari tokoh masyarakat dan agama<br />
untuk memfasilitasi rekonsiliasi. Tim<br />
rekonsiliasi ini dikatakan menggunakan<br />
pendekatan rekonsiliasi dari atas-ke-bawah<br />
karena para pemimpin melakukan pertemuan,<br />
mengambil keputusan, dan baru setelah itu<br />
memberitakannya ke desa-desa. Tim<br />
rekonsiliasi berfungsi baik untuk menghentikan<br />
pertempuran namun belum jelas apakah<br />
mereka dapat menumbuhkan kepercayaan di<br />
antara masyarakat. Tim rekonsiliasi juga telah<br />
mencoba menggunakan simbol rumah adat<br />
sebagai medium untuk mempersatukan<br />
masyarakat, namun recana untuk membangun<br />
rumah adat yang melambangkan kesatuan<br />
masyarakat ini belum diselesaikan. Secara<br />
keseluruhan, membangun kohesi sosial tetap<br />
menjadi prioritas di wilayah Tobelo-Galela.<br />
Kecamatan Jailolo and Sahu<br />
Situasi di Kecamatan Jailolo dan Sahu<br />
ditandai oleh kepercayaan dan kerjasama<br />
sampai taraf tertentu, yang dihasilkan dari<br />
kegiatan ekonomi dan kegiatan sehari-hari. Di<br />
Sahu, ikatan adat dan kekeluargaan berlaku<br />
sebagai medium kohesi sosial di dalam dan<br />
antara desa-desa. Perkumpulan keagamaan,<br />
adat, olahraga, dan pemuda cukup eksis. Di<br />
sana terdapat beberapa perkumpulan<br />
antarkelompok di desa-desa, termasuk yang<br />
bersifat keagamaan, adat, dan pemuda, yang<br />
sudah melanjutkan kegiatan rutinnya.<br />
Walaupun demikian, terdapat perasaan anti-<br />
Makian yang kuat antara penduduk setempat.<br />
18