27.12.2014 Views

Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial ... - UNDP

Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial ... - UNDP

Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial ... - UNDP

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Konflik, <strong>Kohesi</strong> <strong>Sosial</strong> dan Perdamaian di Sulawesi Tengah dan Maluku Utara<br />

3. <strong>Kohesi</strong> <strong>Sosial</strong> di Maluku Utara dan Sulawesi Tengah<br />

Sudah jelas bahwa konflik kekerasan telah<br />

menyebabkan rusaknya kohesi sosial dalam<br />

masyarakat dan komunitas Maluku Utara dan<br />

Sulawesi Tengah. Namun yang kurang terlihat,<br />

adalah sifat dari dampak tersebut pada kohesi<br />

sosial dan keragaman ketahanan masyarakat<br />

dari satu desa dengan desa lainnya, serta<br />

beberapa faktor yang mempengaruhinya.<br />

Bagian ini membahas bagaimana konflik<br />

mempengaruhi kohesi sosial di berbagai daerah<br />

yang berbeda di Maluku Utara dan Sulawesi<br />

Tengah, dan upaya masyarakat untuk<br />

memulihkannya kembali. Bagian ini<br />

melukiskan gambaran keragaman pengalaman<br />

dan potensi untuk mempererat kohesi sosial,<br />

pemulihan dan rekonsiliasi di masa mendatang.<br />

3.1 <strong>Kohesi</strong> <strong>Sosial</strong> dan Segregasi di<br />

Maluku Utara<br />

Umumnya, Maluku Utara lebih dicirikan<br />

oleh segregasi ketimbang kohesi sosial.<br />

Melalui penggunaan identitas keagamaan<br />

selama konflik, agama menjadi saling<br />

bertentangan dan identitas agama semakin<br />

mengeras di kedua belah pihak. Secara umum,<br />

orang yakin bahwa konflik kekerasan komunal<br />

tidak akan muncul kembali di Maluku Utara<br />

dalam waktu dekat. Responden memberi<br />

contoh kerusuhan terakhir yang terjadi pada<br />

bulan April 2004 di Ambon, yang tidak<br />

memicu ketegangan di Maluku Utara. 15 Secara<br />

khusus, Pemerintah Maluku Utara<br />

menyelenggarakan dialog tingkat provinsi,<br />

sebuah tindakan proaktif yang memainkan<br />

peranan penting dalam mengurangi ketegangan<br />

dan mencegah terjadinya konflik kekerasan.<br />

Di desa-desa di Ternate, di mana kedua<br />

kelompok agama hidup bersama sebelum<br />

terjadinya konflik, saat ini terjadi keterpisahan.<br />

Di Ternate, terdapat ketidakpercayaan yang<br />

kuat terhadap kaum muda. Hal ini sebagai<br />

akibat konflik sebelumnya di mana oknum<br />

pemuda berlaku sebagai provokator dan pelaku<br />

kekerasan. Pada kasus kecamatan Tobelo dan<br />

Galela, misalnya, masyarakat mengaku<br />

memiliki tingkat kepercayaan, asosiasi, dan<br />

kegiatan bersama yang tinggi sebelum konflik,<br />

15<br />

Alasan utama yang diberikan adalah bahwa<br />

masyarakat telah jenuh dan tidak yakin bahwa<br />

kekerasan akan memberikan mereka manfaat apapun.<br />

namun hubungan sosial dan kepercayaan<br />

tersebut telah jauh berkurang walaupun banyak<br />

pengungsi telah kembali ke tempat tinggalnya<br />

masing-masing. Kegiatan olahraga seperti<br />

sepakbola di Jailolo dan bola voli di Kao atau<br />

Malifut, dulu merupakan bentuk asosiasi<br />

populer antar komunitas. Sayangnya<br />

perkumpulan semacam ini tidak berlanjut lagi<br />

setelah konflik. Yang menarik, di desa-desa di<br />

mana hukum adat masih kuat, seperti pada<br />

desa-desa adat di Kecamatan Sahu dan Jailolo<br />

(Halmahera Barat), kepercayaan dan asosiasi<br />

antar kelompok masih dapat ditemukan dan<br />

kohesi sosial tetap terjaga bahkan setelah<br />

terjadinya konflik. Meskipun, sistem adat<br />

cenderung memiliki keterbatasan dan hanya<br />

berlaku untuk urusan internal komunitas.<br />

Bukti yang ditemukan selama pengkajian<br />

di ketiga kabupaten ini, mengindikasikan<br />

kurang adanya integrasi setelah kepulangan<br />

dan bahwa membangun hubungan sosial antar<br />

kelompok yang terlibat dalam konflik belum<br />

mendapat perhatian yang cukup. Seperti yang<br />

dikatakan seorang pekerja sosial yang<br />

berpengalaman, “keadaan tampak<br />

dinormalkan di sebagian besar tempat, tapi<br />

keadaan belum kembali normal”. Secara<br />

umum pengungsi telah kembali ke daerah<br />

mereka masing-masing, meskipun mereka<br />

pindah ke desa-desa tetangga yang memiliki<br />

kesamaan latar belakang agama. Fasilitas<br />

umum seperti sekolah-sekolah saat ini secara<br />

efektif hanya dinikmati oleh penduduk dengan<br />

satu latar belakang agama saja. Masalahmasalah<br />

sosial lainnya juga muncul seiring<br />

dengan kembalinya para pengungsi sehingga<br />

menimbulkan ketegangan, khususnya jika<br />

mereka berasal dari suku atau agama yang<br />

berbeda.<br />

Beragamnya dampak konflik di Maluku<br />

Utara terhadap kohesi sosial di satu daerah<br />

dengan daerah lainnya memerlukan<br />

pengamatan yang lebih dalam lagi. Bagian<br />

berikut ini menyediakan pandangan yang lebih<br />

rinci mengenai kohesi sosial di tiap-tiap daerah<br />

yang dikunjungi tim kajian untuk mengetahui<br />

lebih jelas pengaruh konflik serta upaya untuk<br />

pemulihan dan rekonsiliasi.<br />

16

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!