Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial ... - UNDP
Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial ... - UNDP
Menuju Pembangunan Damai: Membangun Kohesi Sosial ... - UNDP
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Konflik, <strong>Kohesi</strong> <strong>Sosial</strong> dan Perdamaian di Sulawesi Tengah dan Maluku Utara<br />
kelompok dan kerjasama antar komunitas yang<br />
lebih kuat.<br />
Sejak konflik terjadi, orang Islam sebagian<br />
besar kembali ke ibukota kecamatan, yaitu<br />
Pandajaya, walapun sedikit yang telah kembali<br />
menempati rumah-rumah mereka sebelumnya<br />
di desa-desa terpencil atau Pendolo. Responden<br />
melaporkan bahwa hubungan sehari-hari antara<br />
berbagai kelompok sangat positif dan sebagian<br />
besar telah kembali normal. Kebalikan dengan<br />
daerah-daerah lain, sama sekali tidak ada rasa<br />
tidak aman, dan masyarakat bebas bergerak,<br />
termasuk larut malam. Kegiatan pasar telah<br />
sebagian besar kembali beroperasi, meski tidak<br />
seintensif sebelumnya. Pedagang Muslim<br />
berjualan di Pendolo pada hari-hari pasar dan<br />
pembeli Kristiani telah kembali berbelanja di<br />
pasar Pandajaya. Sekolah-sekolah negeri telah<br />
kembali membaur walaupun mungkin tidak<br />
seluas sebelumnya. Juga dilakukan upaya<br />
untuk sengaja mengikutsertakan perwakilan<br />
minoritas di pemerintahan setempat.<br />
Contohnya, Badan Perwakilan Desa (BPD) di<br />
Meko, sebuah desa Kristen, memiliki anggota<br />
Islam dan Hindu Bali.<br />
Menurut informan setempat, ada sejumlah<br />
hubungan antar kelompok yang berpotensi<br />
untuk mempererat ikatan antarkomunitas<br />
namun tidak dimanfaatkan dengan baik.<br />
Misalnya, PKK, kelompok arisan perempuan,<br />
dan kelompok tani, belum kembali beroperasi<br />
sepenuhnya atau terbatas dalam desa-desa atau<br />
dusun-dusun tertentu. Akan tetapi, sejumlah<br />
struktur dan hubungan ini mungkin cocok<br />
untuk ikatan seperti itu. Satu-satunya<br />
pengecualian utama dalam kurangnya ikatan<br />
kelompok ini adalah adanya Forum<br />
Komunikasi Pemuda Pamona Selatan yang<br />
baru dibentuk, yang menggabungkan kaum<br />
Islam maupun Kristen. Didirikan pada bulan<br />
Oktober 2002 melalui usaha sejumlah<br />
profesional muda, termasuk salah satu peserta<br />
Malino (Jhonli Pasangka), Forum Komunikasi<br />
tersebut tampaknya murni inisiatif masyarakat<br />
akar rumput. Forum ini memiliki 40 anggota<br />
inti dan perwakilan daerah di masing-masing<br />
dari 23 desa yang terdapat di kecamatan<br />
tersebut. Kegiatan yang telah dilakukan antara<br />
lain rapat gabungan, termasuk acara<br />
pendiriannya, yang menghasilkan 10 pokok<br />
“kesepatakan” lokal. Walaupun oleh petugas<br />
Kabupaten Poso dipandang sebagai bentuk<br />
FKAUB lokal, Forum Komunikasi tersebut<br />
belum menerima pendanaan pemerintah.<br />
Kecamatan Morowali – Lembo<br />
Beteleme, terletak 130 kilometer di sebelah<br />
tenggara Tentena di kecamatan Lembe.<br />
Merupakan pusat perdagangan yang sibuk di<br />
sepanjang jalan yang menghubungkan Poso<br />
dan Makasar dengan kota-kota yang agak<br />
besar, Kolonedale dan Bungku, kota-kota yang<br />
saat ini terletak di wilayah Morowali, sebagai<br />
kabupaten baru yang didirikan pada tahun<br />
2000. Dengan sekitar 5.000 penduduk,<br />
Beteleme merupakan pusat administratif<br />
Kecamatan Lembo (total penduduk 16.000<br />
jiwa). Kira-kira 90 persen dari populasi<br />
kecamatan ini adalah suku asli Mori, yang<br />
beragama Kristen, dengan sisanya terdiri dari<br />
penganut Protestan dari Manado, Katolik dari<br />
Flores, Hindu Bali, dan pendatang Islam dari<br />
Jawa, Lombok, dan daerah-daerah lain di<br />
Sulawesi.<br />
Beteleme sendiri secara umum terhindar<br />
dari dampak konflik di Poso. Walaupun begitu<br />
serangan pembakaran di bulan Oktober 2003<br />
telah menimbulkan ketegangan. Kehidupan<br />
dikabarkan kembali “normal” dan kejadian<br />
tidak berkembang menjadi kerusushan yang<br />
meluas di hari berikutnya. Hal ini terutama<br />
karena ada tanggapan yang efektif dari<br />
kepolisian dan peran positif yang dijalankan<br />
oleh tokoh-tokoh masyarakat yang<br />
membuahkan penyelesaian damai. Pejabat,<br />
tokoh agama, dan juga penduduk setempat<br />
menghargai kepolisian yang memberikan<br />
respon yang cepat dan efektif dalam melacak<br />
dan menahan para tersangka pelaku. Sementara<br />
pemimpin-pemimpin resmi maupun tidak<br />
resmi di Beteleme, sepertinya menjalankan<br />
peran publik yang penting dalam menegaskan<br />
kembali pentingnya kerjasama antar kelompok<br />
dan meyakinkan penduduk agar tidak<br />
terprovokasi untuk melakukan pembalasan<br />
tanpa pandang bulu terhadap kelompokkelompok<br />
lain. Tindakan-tindakan ini berhasil<br />
menjaga ketenangan kota dan tokoh Islam<br />
Beteleme juga telah berulang kali menolak<br />
usaha-usaha golongan “garis keras” dari luar<br />
untuk menanamkan pijakan di kota tersebut. 19<br />
19 Upaya-upaya ini tidak 100 persen efektif,<br />
sebagaimana ditegaskan dengan insiden Oktober:<br />
keikutsertaan “kelompok Lombok” dalam serangan<br />
25