12.07.2015 Views

islam - Democracy Project

islam - Democracy Project

islam - Democracy Project

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

DEMOCRACY PROJECTii / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTABDURRAHMAN WAHIDISLAMKUISLAM ANDAISLAM KITAAGAMA M ASYARAKAT NEGARA DEMOKRASIPENYUNTING DAN KATA PENGANTAR:DR. M. SYAFI’I ANWARPENYELARAS AKHIR:AHMAD SUAEDY, RUMADI, GAMAL RERDHIDESAIN COVER: M. N OVI, WIDHI CAHYALAY-OUT: HANUNG SETO, M. ISNAINI “A MAX’S”EDISI DIGITALREDESAIN COVER DAN LAY-OUT: PRIYANTOREDAKSI: ANICK HTJAKARTA 2011ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / iii


DEMOCRACY PROJECTiv / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTpemilihan presiden 2004. Hanya untuk tidak meloloskan diamenjadi calon presiden, KPU merekayasa sebuah aturan yanganeh bin diskriminatif dengan melanggar UUD 45 danperundangan-undangan yang ada, yang di masa depan yangpanjang, mungkin baru akan terasa bahwa hal itu akan menjadiproblem besar bangsa Indonesia untuk menegakkan demokrasidan kedaulatan hukum. Meskipun ia selama ini selalu menjadipembela orang lain, ia tidak ambil pusing -ketika dirinyamenjadi korban, tak ada yang membantu atau membelanya.Wahid dalam esai-esainya ini melakukan pembelaan mulaidari Inul Daratista yang dikeroyok oleh para seniman terkemukadi Jakarta dengan alasan agama, Ulil Abshar Abdalla aktivis IslamLiberal yang divonis hukuman mati juga dengan alasan agamaIslam oleh para ulama terkemuka, Abu Bakar Ba’asyir yang menjaditertuduh secara semena sebagai dalang teroris sebelum proseshukum, sampai ancaman untuk menutup pesantren Al-Mukmindi Ngruki, Solo, tempat Ba’asyir mengajar oleh Polisi, karenadianggap sarang teroris.Wahid juga melakukan pembelaan terhadap rakyat Irak danSaddam Hussein dalam berhadapan dengan kejahatann PresidenAmerika Serikat George W. Bush Jr., rakyat Palestina yang terusmenerus menjadi bulan-bulanan Israel, serta rakyat tertindas dinegara-negara berkembang atas dominasi kapitalis dunia dalamglobalisasi. Dan tentu saja, rakyat kecil yang menjadi korbankebijakan pemerintah sendiri. Mereka adalah rakyat Aceh yangterpaksa memilih bergabung dengan GAM, sebagian rakyat Papuayang terpaksa bergabung dengan OPM, serta rakyat Ambonyang menjadi korban rekayasa kekerasan. Begitu juga pemelukagama minoritas, selalu menjadi subjek pembelaannya.Satu hal yang dihindari Wahid -yang memproklamirkan dirisebagai pengikut setia Mahatma Gandhi- adalah kekerasan,termasuk yang dilakukan dari pihak korban. Hanya kalau orangIslam diusir dari rumahnya yang sah dengan semena-mena, kataWahid menurut hukum Islam, mereka baru boleh melakukankekerasan.vi / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTDi samping itu, Wahid juga menghindari satu sudut pandangsaja dalam melihat banyak hal, termasuk agama. Judulutama buku ini memperlihatkan bahwa pluralitas diutamakantermasuk dalam melihat Islam: “Islam ku, Islam Anda, Islam Kita”.Tak ada satu Islam, Islam adalah multi wajah, wajah manusiawi.Pluralitas dalam melihat Islam dan kehidupan, dengan bersandarpada etika dan spiritualitas, itulah yang diusulkan Wahid,termasuk untuk mengelola dunia yang terus bergerak ke arahglobalisasi ini: untuk perdamaian abadi dan saling menghormatiantar bangsa dan antar manusia.The Wahid Institute dengan senang hati mempersembahkanesai-esai ini yang ditulis Wahid pasca lengser dari kursi kepresidenan.Wahid Institute berhutang budi kepada banyak pihak,terutama kepada harian dan majalah yang tulisan-tulisannya dimuatdalam kumpulan ini; juga kepada mereka yang secara tekunmencatat, menyimpan dan memperbaiki jika perlu, atas semuanaskah ini. Juga kepada Abdurrahman Wahid sendiri yang denganrela memberikan naskah ini untuk diterbitkan. Terakhir rasaterima kasih yang besar disampaikan kepada Dr. M. Syafi’iAnwar Direktur ICIP (International Center for Islam and Pluralism),yang dalam kesibukannya menyelesaikan disertasi doktornya,masih menyempatkan diri untuk membaca, menseleksi danmemberikan saran perbaikan serta mensistematisasi danmemberi kata pengantar buku ini.Terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang tidakbisa disebut satu per satu. Kami hanya bisa mengucapkan semogaamal ibadah bapak ibu sekalian diterima oleh Allah Swt. Amiiin.Selamat membaca,Jakarta, Maret 2005THE WAHID InstituteISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / vii


DEMOCRACY PROJECTviii / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITAMEMBINGKAI POTRET PEMIKIRAN POLITIKKH ABDURRAHMAN WAHIDOLEH M. SYAFI’I ANWARPada mulanya adalah sebuah pertemuan. Tepatnyapertemuan antara saya dan KH Abdurrahman Wahid(Gus Dur) tanggal 11 Oktober 2001 di rumahnya, di kawasanCiganjur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Waktu itu sayamenemuinya untuk keperluan wawancara dalam rangka penulisandisertasi yang sedang saya tulis pada Departement ofIndonesian Studies, University of Melbourne, Australia. Harimasih pagi, kira-kira pukul 8 ketika saya datang ke rumah GusDur. Tapi sepagi itu deretan orang yang antri untuk bertemu GusDur sudah cukup panjang. Gus Dur baru selesai mandi pagiketika saya datang. Segera saja Mas Munib, ajudan Gus Durmemberitahukan bahwa saya sudah datang. Begitu diberitahusaya sudah datang, Gus Dur segera bertanya “Mana Mas Syafi’i?.”Segera saya pun menghampiri dan menyalaminya. “Wawancaranyadi mobil saja, ya Mas ...sambil jalan-jalan ...,” ujarnya denganrileks.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / ix


DEMOCRACY PROJECTTentu saja saya agak sedikit terkejut dengan tawaran mantanpresiden RI ke-empat ini, meskipun senang juga karena GusDur bersedia meluangkan waktunya di tengah kesibukannyamelayani ummat. Bagi seorang mantan wartawan seperti saya,tak ada masalah di mana pun tempat wawancara. Yang pentingadalah kesediaan narasumber untuk diwawancara. Namun yangsedikit agak merisaukan saya justru pergi ke luar naik mobil denganGus Dur itu. Saya khawatir, orang-orang yang ingin bertemudan sudah cukup lama menunggu itu akan kecewa karenamereka mengira Gus Dur akan pergi, sementara mereka sudahcukup lama menunggu. “Tapi bagaimana dengan orang-orangyang sudah cukup lama menunggu itu. Nanti mereka kecewakarena mengira Gus Dur akan pergi. Wawancara di sini juganggak apa-apa,” kata saya. “Ah, ndak ada masalah. Mereka kanbisa menunggu, Munib sudah memberi tahu mereka, dan merekamaklum. Lagi pula Anda kan datang dari Australia dan waktuAnda di sini tidak banyak,” kata Gus Dur. Akhirnya saya puntak dapat menolak ajakannya. Bersama sopirnya, kami berduaberkeliling naik mobil, berputar-putar di kawasan Ciganjur danPasar Minggu.Selama hampir satu jam sopir membawa kami berputarputardi kawasan tersebut, sementara saya sibuk merekam danmencatat hasil wawancara. Kadang-kadang kami berdua tertawatergelak-gelak, terutama kalau Gus Dur membuat joke-joke yangsegar tentang berbagai soal politik mutakhir. Gus Dur menjawabsemua pertanyaan yang saya ajukan, disertai dengan argumenargumenyang kaya wawasan, bahkan dengan banyak kutipanayat-ayat suci al-Qur’an dan Hadits Nabi yang menjadi landasanjawabannya. Ketika sopir menghentikan mobil di rumah GusDur, wawancara pun belum selesai dan dilanjutkan kembali dirumah. Tapi saya segera membatasi diri untuk tidak berlamalamalagi karena mempertimbangkan banyaknya orang yangsudah antri. Sewaktu hendak pulang, Gus Dur berkata: “Mas,saya ingin mempercayakan kepada sampeyan untuk mengedit danmemberi pengantar untuk kumpulan artikel saya. Ini kumpulanx / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTartikel saya era pasca lengser. Anda kan wartawan, jadi bisamenggunting-gunting kumpulan tulisan itu.”Sejenak saya tertegun dengan permintaan dan ungkapanGus Dur itu. Bagaimana pun saya merasa surprise dengan apayang diungkapkan Gus Dur. Bukan apa-apa, di satu sisi sayamerasa mendapat kehormatan dengan kepercayaan itu. Tapi disisi lain, saya merasa bahwa tugas mengedit dan memberi pengantaruntuk buku kumpulan tulisan Gus Dur juga bukan pekerjaansederhana. Masalahnya bukan saja karena waktu sayayang terbatas, tapi juga karena saya merasa bukan tokoh yangpas untuk mengedit dan memberi pengantar untuk tokoh sekaliberGus Dur. Meskipun sebagai mantan wartawan mungkinsaya banyak memperoleh informasi tentang sepak terjang seorangGus Dur, baik sebagai tokoh nasional maupun news maker, tetapiitu tidak berarti saya paham dengan apa yang dilakukan. Apalagipernyataan dan tindakan Gus Dur terkadang nyleneh dan kontroversial,bahkan tidak jarang menimbulkan polemik dan perdebatanantara mereka yang setuju dan tidak. Jangankan saya yangberlatar belakang Muhammadiyah, bahkan di kalangan NahdlatulUlama (NU) sendiri pun, pikiran dan sepak terjang Gus Durtak selamanya bisa dipahami kalangan nahdliyin.Terus terang pada awalnya saya khawatir, jangan-janganediting dan kata pengantar yang akan saya lakukan nanti justrutidak berhasil memotret jalan pikiran yang sebenarnya atau otentisitasdari latar belakang ucapan dan tindakannya. Apalagi bagisebagian besar warga nahdliyin, Gus Dur adalah figur yang dihormati,betapapun nyleneh dan kontroversialnya ucapan dantindakannya. Bukan saja karena ia adalah cucu pendiri NU HadratusSyaikh KH. Hasyim Asy’ari, tapi juga karena Gus Duradalah ulama-intelektual NU terkemuka dan berwawasankosmopolitan. Seorang tokoh yang berhasil membawa NU menembusdan membebaskan batas-batas orientasi, visi, danwawasan tradisionalisme NU untuk masuk ke wacana modern,liberal, dan kosmopolitan sambil tetap menjaga kelestariantradisi klasik Islam. Melalui Gus Dur, NU sebagai organisasiISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / xi


DEMOCRACY PROJECTIslam tradisional yang telah “mendunia” dan diperhitungkandunia luar. 1Namun demikian, sebagai orang Muhammadiyah dan jugamantan wartawan, saya barangkali termasuk orang yang percayabahwa Gus Dur adalah Gus Dur. Ia memang dilahirkan oleh sejarahsebagai tokoh terkemuka, tetapi ia bukan seorang wali ataufigur yang can do no wrong. Ia tetap manusia biasa yang punyakekuatan dan kelemahan, dan tentu saja ia bisa salah dalamberfikir atau bertindak. Sekalipun kita mungkin tidak setuju terhadapgagasan dan sepak terjangnya, tetapi kita tetap harus fairuntuk menilai kontribusinya dalam pemikiran politik Islam diIndonesia. Bagi saya, Gus Dur bersama-sama dengan intekletualMuslim lainnya telah memberikan kontribusi yang penting bagiperkembangan pemikiran politik Islam di Indonesia. 2Karena itu ketika dia menawari untuk mengedit dan memberikata pengantar kumpulan tulisannya untuk dijadikan buku,secara spontan saya menerimanya. Pada saat itu saya cuma berkeyakinanbahwa kepercayaan dari seorang Gus Dur kepada sayatentu dengan pertimbangan tersendiri. Menariknya, ketika tawaranGus Dur itu saya diskusikan dengan teman-teman, merekadengan segera menganjurkan agar tawaran itu saya terima. Salahsatu di antara sahabat saya yang memberikan dorongan agar sayamengerjakan pekerjaan editing dan memberi kata pengantaruntuk kumpulan tulisan ini adalah Dr. Haidar Bagir, MAintelektual muda Muslim alumnus Universitas Harvard, yang1Lihat Greg Barton dan Greg Fealy, eds., Nahdlatul Ulama, TradisionalIslam and Modernity in Indonesia, Clayton, Victoria: Monash Asia Institute,1966; Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, terj. Jakarta Paramadina,1999. Khusus tentang pemikiran dan kiprah Abdurrahman Wahid, lihat.hal.325-430 dan hal.488-501.2Saya telah menulis analisis tentang pemikiran politik Nurcholish Madjid,Abdurrahmad Wahid, M. Amien Rais, A. Syafi’i Maarif, MoeslimAbdurahman, Kuntowijoyo, dan lain-lain dalam buku saya Pemikiran danAksi Islam Indonesia, Jakarta: Paramadina, 1995.xii / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTjuga Direktur Penerbit Mizan. “Dengan mengedit danmemberikan kata pengantar yang kritis terhadap kumpulantulisan Gus Dur, Anda bisa berperan untuk menjadi semacam“perantara” bagi simbiose intelektual di antara kalangan NU danMuhammadiyah,” ujar Haidar.Ucapan Haidar itu mengingatkan saya pada Dr. GregBarton, sahabat lama saya yang juga menjadi dosen di DeakinUniversity, Australia. Dalam bukunya, Barton menyebut sayayang waktu itu menjadi Pemimpin Redaksi Majalah MingguanBerita Ummat, sebagai orang yang berusaha menjembatanihubungan Gus Dur dengan tokoh-tokoh modernis Muslim, terutamaAmien Rais. Greg Barton mungkin sedikit berlebihan ketikamenyebutkan peran saya sebagai perantara untuk menjembatanihubungan Gus Dur dengan tokoh-tokoh Islam modernis,walaupun saya bisa memahami apa yang dia maksud. 3 Yang jelassaya merasa dekat dengan siapa saja, baik dengan tokoh-tokohMuhammadiyah maupun NU dan sejumlah cendekiawan Muslimlainnya. Karena sebagai wartawan, saya merasa nyaman danakrab dengan berbagai tokoh dari kedua ormas terbesar di Indonesiaitu, seperti Gus Dur, Mas Amien Rais, Bang Syafi’i Ma’arif,Gus Mus (KH Mustafa Bisri), Dr. Fahmi Saefuddin, M. DawamRahardjo, Kang Muslim Abdurrahman, dan lain-lain. Tentu sayajuga merasa akrab dengan Cak Nur, Bang Hussein Umar, dantokoh-tokoh cendekiawan lintas agama. Lepas dari perbedaanpendapat dan visi mereka dalam pergumulan ide dan percaturanpolitik, saya merasa merasa berhutang budi secara intelektualkepada mereka semua.Adalah sejarahwan Prof. Dr. Taufik Abdullah yang jugamemberikan dorongan positif kepada saya untuk mengedit danmemberikan kata pengantar buku Gus Dur ini. “Itu suatu kehor-3Lihat Greg Barton, Biografi Gus Dur, Yogyakarta: LkiS, 2002, hal..313-314.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / xiii


DEMOCRACY PROJECTmatan. Anda tak perlu ragu untuk untuk melakukannya. Sayasendiri merasa dekat dengan Gus Dur, sekalipun tidak semuapikiran dan tindakan politiknya saya setujui. Tapi kita harus jujur,jernih, dan bijak dalam menilai pikiran dan tindakan seseorang,”ujarnya ketika kami bertemu di National University of Singapore,tahun 2004 yang lalu.Dengan dorongan para sahabat dan para senior itulah, suntingandan kata pengantar untuk kumpulan tulisan ini sayakerjakan.Memperkuat Substansi IslamJudul buku ini, Islam ku, Islam Anda, Islam Kita” diambil darisalah satu artikel yang ditulis Gus Dur. Ia dipilih karena dapatmenggambarkan pengembaraan intelektual Gus Dur dari masake masa. Sebuah pengembaraan intelektual yang bukan saja tidaklinear, tetapi juga berproses. Itu terlihat misalnya dalam pengakuanGus Dur sendiri, yang melihat Islam sebagai agama yangtengah mengalami perubahan-perubahan besar. Diakui oleh GusDur bahwa di masa mudanya, di tahun-tahun 1950-an, iamengikuti jalan pikiran Ikhwanul Muslimun, sebuah kelompokIslam “garis keras” yang pengaruhnya juga sampai ke Jombang,Jawa Timur. Bahkan Gus Dur juga ikut aktif dalam gerakan IkhwanulMuslimun di kota kelahirannya itu. Lalu pada tahun 1960-an, Gus Dur tetarik untuk mendalami nasionalisme dan sosialismeArab di Mesir dan Irak, tepatnya ketika ia menjadi mahasiswadi Universitas Al-Azhar, Kairo dan Universitas Baghdad, Irak.Pengalaman menimba ilmu di kedua negara tersebut tentu berpengaruhterhadap perkembangan pemikirannya. Namunsetelah kembali ke Indonesia di tahun 1970-an, Gus Dur melihatperkembangan dan dinamika baru Islam yang berbeda dengandi Timur Tengah. Ia melihat realitas bahwa Islam sebagai jalanhidup (syari’at) bisa belajar dan saling mengambil berbagai ideologinon-agama, bahkan juga pandangan dari agama-agamalain.xiv / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTSelanjutnya Gus Dur mengatakan, pengembaraanintelektual itu menghasilkan dua hal sekaligus: pengalamanpribadinya tidak akan pernah dirasakan atau dialami oleh oranglain, sementara mungkin saja pengalaman Gus Dur punya kesamaandengan orang lain yang punya pengembaraan sendiri.Persoalan apakah pengembaraan Gus Dur itu berakhir pada ekletismeyang berwatak kosmopolitan, sementara pengembaraanorang lain berakibat sebaliknya, tidaklah menjadi soal bagi GusDur. Sebab pengalaman pribadi seseorang tidak akan pernahsama dengan orang lain. Orang justru harus bangga dengan pikiran-pikirannyasendiri yang berbeda dengan orang lain.Berangkat dengan pandangan semacam itu, Gus Dur menyimpulkanbahwa Islam yang dipikirkan dan dialaminya adalahIslam yang khas, yang diistilahkan sebagai “Islam ku”. TetapiGus Dur menyatakan, “Islam ku” atau “Islamnya Gus Dur” perludilihat sebagai rentetan pengalaman pribadi yang perlu diketahuioleh orang lain, tetapi tidak dapat dipaksakan kepada orang lain.Sementara yang dimaksud dengan “Islam Anda”, lebih merupakanapresiasi dan refleksi Gus Dur terhadap tradisionalisme atauritual keagamaan yang hidup dalam masyarakat. Dalam konteksini, Gus Dur memberikan apresiasi terhadap kepercayaan dantradisi keagamaan sebagai “kebenaran” yang dianut oleh komunitasmasyarakat tertentu yang harus dihargai. Menurut Gus Dur,“kebenaran” semacam itu berangkat dari keyakinan, dan bukandari pengalaman. Keberagamaan semacam itu diformulasikanoleh Gus Dur sebagai “Islam Anda” yang juga perlu dihargai.Adapun perumusan tentang “Islam Kita” lebih merupakan derivasidari keprihatinan seseorang terhadap masa depan Islam yangdidasarkan pada kepentingan bersama kaum Muslimin. Visi tentang“Islam Kita” menyangkut konsep integratif yang mencakup“Islam ku” dan “Islam Anda”, dan menyangkut nasib kaum Musliminseluruhnya. Dalam konteks ini, Gus Dur menyadariadanya kesulitan dalam merumuskan “Islam Kita”. Itu karenapengalaman yang membentuk “Islam ku” berbeda bentuknyadari “Islam Anda”, yang menyebabkan kesulitan tersendiriISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / xv


DEMOCRACY PROJECTdalam mencari formulasi atas “Islam Kita”. Tetapi persoalanmendasar dalam konteks “Islam Kita” itu terletak pada adanyakecenderungan sementara kelompok orang untuk memaksakankonsep “Islam Kita” menurut tafsiran mereka sendiri. Dengankata lain, mereka ingin memaksakan kebenaran Islam menuruttafsirannya sendiri. Monopoli tafsir kebenaran Islam seperti ini,menurut Gus Dur bertentangan dengan semangat demokrasi.Dari uraian yang secara agak panjang dipaparkan di sini,menjadi jelas kiranya bahwa perjalanan intelektual seorangAbdurrahman Wahid lebih merupakan “proses menjadi” (processof becoming), daripada “proses adanya” (process of being). Yangmenarik dan hampir jarang diketahui adalah, bahwa seorang GusDur yang kita kenal sebagai pemikir liberal itu, di masa mudanyajuga tertarik pada pemikiran Ikhwanul Muslimin yang umumnyasangat konsen dengan ideologisasi Islam. Tetapi setelah melaluipendidikan dan pengalaman pribadi, akhirnya mengantarkannyamenjadi cendekiawan Muslim liberal, yang secara sadar menolakkonsepsi atau gerakan yang mengusung tema-tema yang berorientasipada ideologisasi Islam. Penjelasan ini cukup pentingkarena ia bisa menjadi semacam perspektif bahwa pendidikan,bacaan, dan pengalaman seseorang bisa merubah pandanganhidup dan pemikirannya. Namun demikian, yang perlu dicatatadalah bahwa seseorang tidak seharusnya memonopoli ataumemaksakan penafsirannya kepada orang.Benang merah yang sangat penting dari pemikiran Gus Duradalah penolakannya terhadap formalisasi, ideologisasi, dansyari’atisasi Islam. Sebaliknya, Gus Dur melihat bahwa kejayaanIslam justru terletak pada kemampuan agama ini untukberkembang secara kultural. Dengan kata lain, Gus Dur lebihmemberikan apresiasi kepada upaya kulturalisasi (culturalization).Itu terlihat dengan jelas, misalnya, dari serial tulisannya yangberjudul “Islam: Ideologis Ataukah Kultural”. Ketidak setujuanGus Dur terhadap formalisasi Islam itu terlihat, misalnya terhadaptafsiran ayat Al Qur’an yang berbunyi “udhkuluu fi al silmikaffah”, yang seringkali ditafsirkan secara literal oleh para pen-xvi / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTdukung Islam formalis. Jika kelompok Islam formalis yang menafsirkankata “al silmi” dengan kata “Islami”, Gus Dur menafsirkankata tersebut dengan “perdamaian”. Menurut Gus Dur,konsekuensi dari kedua penafsiran itu punya implikasi luas.Mereka yang terbiasa dengan formalisasi, akan terikat kepadaupaya-upaya untuk mewujudkan “sistem Islami” secara fundamentaldengan mengabaikan pluralitas masyarakat. Akibatnya,pemahaman seperti ini akan menjadikan warga negara non-Muslimmenjadi warga negara kelas dua. Bagi Gus Dur, untuk menjadiMuslim yang baik, seorang Muslim kiranya perlu menerimaprinsip-prinsip keimanan, menjalankan ajaran (rukun) Islam secarautuh, menolong mereka yang memerlukan pertolongan, menegakkanprofesionalisme, dan bersikap sabar ketika menghadapicobaan dan ujian. Konsekuensinya, mewujudkan sistemIslami atau formalisasi tidaklah menjadi syarat bagi seseoranguntuk diberi predikat sebagai muslim yang taat.Masih dalam konteks formalisasi, Gus Dur juga menolakideologisasi Islam. Bagi Gus Dur, ideologisasi Islam tidak sesuaidengan perkembangan Islam di Indonesia, yang dikenal dengan“negerinya kaum Muslim moderat”. Islam di Indonesia, menurutGus Dur, muncul dalam keseharian kultural yang tidak berbajuideologis. Di sisi lain, Gus Dur melihat bahwa ideologisasi Islammudah mendorong umat Islam kepada upaya-upaya politis yangmengarah pada penafsiran tekstual dan radikal terhadap tekstekskeagamaan. Implikasi paling nyata dari ideologisasi Islamadalah upaya-upaya sejumlah kalangan untuk menjadikan Islamsebagai ideologi alternatif terhadap Pancasila, serta keinginansejumlah kelompok untuk memperjuangkan kembalinya PiagamJakarta. Juga langkah-langkah sejumlah pemerintah daerah danDPRD yang mengeluarkan peraturan daerah berdasarkan“Syari’at Islam”. Menurut Gus Dur, upaya-upaya untuk“meng-Islamkan” dasar negara dan “men-syari’atkan”peraturan-peraturan daerah itu bukan saja a-historis, tetapi jugabertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Mengutippendapat mantan Hakim Agung Mesir, Al-Ashmawi, upayaISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / xvii


DEMOCRACY PROJECTsyari’atisasi semacam itu menurut ilmu fiqh termasuk dalamtahsil al-hasil (melakukan hal yang tidak perlu karena sudahdilakukan).Penolakan Gus Dur terhadap formalisasi, ideologisasi, dansyari’atisasi itu mendorongnya untuk tidak menyetujui gagasantentang negara Islam. Seperti sudah sering dinyatakannya, GusDur secara tegas menolak gagasan negara Islam. Sikapnya inididasari dengan pandangan bahwa Islam sebagai jalan hidup(syari’at) tidak memiliki konsep yang jelas tentang negara. GusDur mengklaim, sepanjang hidupnya ia telah mencari dengansia-sia makhluk yang bernama negara Islam itu. “Sampai hariini belum juga saya temukan. Sehingga saya sampai pada kesimpulanbahwa Islam memang tidak memiliki konsep tentangbagaimana negara dibuat dan dipertahankan”. Dasar yang dipakaioleh Gus Dur ada dua. Pertama, bahwa Islam tidak mengenalpandangan yang jelas dan pasti tentang pergantian kepemimpinan.Itu terbukti ketika Nabi Muhammad wafat dan digantikanoleh Abu Bakar. Pemilihan Abu Bakar sebagai pengganti Rasulullahdilakukan melalui bai’at oleh para kepala suku dan wakilwakilkelompok ummat yang ada pada waktu itu. SedangkanAbu bakar sebelum wafat menyatakan kepada kaum Muslimin,hendaknya Umar bin Khattab yang diangkat mengantikan posisinya.Ini berarti, sistem yang dipakai adalah penunjukkan. SementaraUmar menjelang wafatnya meminta agar penggantinyaditunjuk melalui sebuah dewan ahli yang terdiri dari tujuh orang.Lalu dipilihlah Utsman bin Affan untuk menggantikan Umar.Selanjutnya, Utsman digantikan Ali bin Abi Thalib. Pada saatitu, Abu Sufyan juga telah menyiapkan anak cucunya untukmenggantikan Ali. Sistem ini kelak menjadi acuan untuk menjadikankerajaan atau marga yang menurunkan calon-calon rajadan sultan dalam sejarah Islam.Kedua, besarnya negara yang diidealisasikan oleh Islam,juga tak jelas ukurannya. Nabi Muhammad meninggalkanMadinah tanpa ada kejelasan mengenai bentuk pemerintahankaum Muslimin. Tidak ada kejelasan, misalnya, negara Islamxviii / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTyang diidealkan bersifat mendunia dalam konteks negarabangsa(nation-state), ataukah hanya negara-kota (city-state).Dari paparan tersebut di atas, cukup jelas kiranya ke arahmana alur pemikiran politik Gus Dur. Dalam konteks ini, sebagaiwarga Muhammadiyah yang mengamati perkembangan pemikiranpolitiknya, pada tahun 1995 lewat buku Pemikiran dan AksiIslam Indonesia, saya mengelompokan pemikirannya ke dalamtipologi pemikiran substantif-inklusif. 4 Jika dalam aksi atau tindakanpolitiknya, mungkin saya bisa punya persepsi lain, dalamhal pemikiran politik saya tetap berpendapat bahwa pemikiranpolitik Gus Dur sampai sekarang tetap tidak berubah. Untuk itu,ada baiknya jika terlebih dahulu kita memahami paradigma pemikiranpolitik Islam yang berkembang di dunia kaum Muslimin.Paradigma itu adalah (1) substantif-inklusif, dan (2) legal-eksklusif.Dalam paradigma pemikiran politik Islam yang substantifinklusif,secara umum ditandai dengan keyakinan bahwa Islamsebagai agama tidak merumuskan konsep-konsep teoritis yangberhubungan dengan politik. Adapun ciri-ciri yang menonjolpada pemikiran substantif-inklusif ada empat. Pertama, adanyakepercayaan yang tinggi bahwa Al Qur’an sebagai kitab suciberisikan aspek-aspek etik dan pedoman moral untuk kehidupanmanusia, tetapi tidak menyediakan detil-detil pembahasan terhadapsetiap obyek permasalahan kehidupan. Argumen utamadari pendukung paradigma ini adalah, bahwa tak ada satu pundari ayat Al Qur’an yang menekankan bahwa ummat Islamharus mendirikan negara Islam. Mereka berpendapat bahwaAl Qur’an memang memuat kandungan etika dan panduanmoral untuk memimpin masyarakat politik, termasukbagaimana menegakkan keadilan, kebebasan, kesetaraan,demokrasi, dan lain-lain. 5Kedua, pendukung paradigma substantif-inklusif meyakini4M. Syafi’i Anwar, op. cit., hal. 155-162.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / xix


DEMOCRACY PROJECTbahwa missi utama Nabi Muhammad bukanlah untuk membangunkerajaan atau negara. Tetapi seperti halnya para nabilainnya, yakni mendakwahkan nilai-nilai Islam dan kebajikan.Dengan demikian missi Nabi Muhammad tidak perlu diartikansebagai langkah untuk membangun negara atau sistem pemerintahantertentu. Meminjam ungkapan pemikir Mesir HusainFawzi al-Najjar, concern utama Nabi Muhammad ketika menyebarkanIslam adalah lebih tertuju pada upaya untuk mempersatukanpara pemeluk Islam (al- wihda al-ijtimai) daripada membangunsebuah negara atau sistem pemerintahan. 6 Kenyataankemudian terbukti bahwa sesudah Nabi Muhammad wafat,diperlukan waktu beberapa hari untuk melakukan musyawarahdan memutuskan siapa penggantinya, yang kemudian terpilihAbu Bakar. Sementara pergantian kepemimpinan para sahabatNabi Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali semuanya melaluisistem dan mekanisme yang berbeda.Ketiga, para proponen paradigma substantif-inklusif berpendapatbahwa syari’at tidak dibatasi atau terikat oleh negara.Demikian pula syari’at tidak berkaitan dengan gagasan-gagasanspesifik yang berkaitan dengan pemerintahan atau sistem politik.Karena Islam dipandang semata-mata sebagai agama dan5Husain Fawzi al-Najjar, al_Islam wa al-Siyasa: Bahth fi Usul al-Nazariyyaal-Siyasiyya wa Nizam al-hukm fi al-Islam, Cairo: Dar al-Sha’b, 1977, hal. 74,dikutip dari Bassam Tibi, “The Idea of an Islamic State and the Call for theImplementation of the Shari’a”, sebagian dimuat dalam Middle EastInformation Center dari The Challenge of Fundamentalism: Political Islam andthe New World Disorder. Available at http://middleeastinfo.org/article4480.html, pp.1-16. Untuk pembahasan lebih mendalam soal paradigmaini, lihat misalnya, Qamaruddin Khan, Political Concepts in the Qur’an, Lahore:Islamic Book Foundation, 1982, hal..75-76; Fazlur Rahman, Islam, New York,Chicago, San Francisco: Holt, Rinehart, and Winston, 1966, hal. 101;Mohammed Arkoun, “The Concept of Authority in Islamic Thought,” dalamKlauss amd Mehdi Mozaffari (eds.), Islam: State and Society, London: CurzonPress, 1988, hal. 70-71, M. Din Syamsuddin, “Islamic Political Thought andCultural Revival in Modern Indonesia”, Studia Islamika, Vol. 2, No.4, 1995,hal. 51-68.6Husain Fawzi Al Najjar, op. cit.xx / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTbukannya sebuah sistem yang berkaitan dengan tertib negara,syari’at seharusnya tidak diletakkan ke dalam domain negara,tetapi tetap diletakkan dalam kerangka sistem keimanan Islam.Menurut Al Ashmawi, mantan hakim agung Mesir yang jugadikenal sebagai pemikir progressif Islam terkemuka, bahkan AlQur’an sendiri menetapkan bahwa syari’at adalah sumber dariorientasi etika Islam dan tidak berhubungan dengan ajaranyang berkaitan dengan bentuk-bentuk negara. Syari’at adalahsebuah jalan dan gerak langkah yang selalu dinamis danmembawa manusia pada tujuan –tujuan yang benar danorientasi– orientasi etis yang mulia. 7Keempat, refleksi para pendukung paradigma substantifinklusifdalam bidang politik pada dasarnya adalah melakukanupaya yang signifikan terhadap pemikiran dan orientasi politikyang menekankan manifestasi substansial dari nilai–nilai Islam(Islamic injuctions) dalam aktivitas politik. Bukan saja dalam penampilan,tetapi juga dalam format pemikiran dan kelembagaanpolitik mereka. Dalam konteks Indonesia, paradigma ini cenderunguntuk mengetengahkan eksistensi dan artikulasi nilai–nilaiIslam yang intrinsik, dalam rangka mengembangkan wajah kulturalIslam dalam masyarakat Indonesia modern. Proses kulturalisasitelah melahirkan kompetisi di antara berbagai kekuatankultural, dan Islam hanyalah satu diantara kekuatan kulturalyang bersaing itu. Agar supaya Islam dapat memenangkan persainganitu, proses Islamisasi haruslah mengambil bentuk kulturalisasidan bukannya politisasi. 8Sementara itu, paradigma legal-eksklusif mempunyai ciriciriumum sebagai berikut. Pertama, paradigma legal-eksklusifdalam pemikiran politik Islam meyakini bahwa Islam bukanhanya agama, tetapi juga sebuah sistem hukum yang lengkap,7Al-Ashmawi, Usul al-Shari’a, Cairo: Maktabat Madbuli, 1983), hal. 53and 93, dikutip dari Bassam Tibi, op. cit.8M. Syafi’i Anwar, op. cit., hal. 144-145. Bandingkan dengan M. DinSyamsuddin, op. cit.hal. 51-68.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / xxi


DEMOCRACY PROJECTsebuah ideologi universal dan sistem yang paling sempurnayang mampu memecahkan seluruh permasalahan kehidupanummat manusia. Para pendukung paradigma legal-eksklusifsepenuhnya yakin bahwa Islam adalah totalitas integratif dari“tiga d” : din (agama), daulah (negara), dan dunya (dunia).Konsekuensinya, seperti dikemukakan oleh Nazih Ayubi,paradigma ini didisain untuk mengaplikasikan semua aspekkehidupan, mulai dari soal remeh temeh masalah keluargahingga menjangkau semua permasalahan ekonomi, sosial,politik, dan sebagainya.Kedua, dalam realitas politik, pendukung paradigma legaleksklusifmewajibkan kepada kaum Muslimin untuk mendirikannegara Islam. Paradigma ini menghendaki agar ummat Islamselalu menjadikan kehidupan Nabi Muhammad dan para sahabatnya(khulafa ar rasyidun) dalam mengatur tatanan kemasyaratan,dijadikan sebagai referensi utama dan modal untuk mewujudkan“negara Islam yang ideal”, dan menganjurkan penolakansistemik terhadap konsep-konsep politik Barat. Akibatnya,paradigma ini mendorong ummat Islam untuk memperkuat identitasdan ideologi mereka sebagai “alternatif” terhadap sistemsistemyang dipandang sebagai bertentangan dengan Islam.Ketiga, para pendukung paradigma ini meyakini bahwasyari’at harus menjadi fundamen dan jiwa dari agama, negara,dan dunia tersebut. Syari’at dengan demikian diinterpretasikansebagai Hukum Tuhan (Divine Law), dan harus dijadikan sebagaidasar dari negara dan konstitusinya, serta diformalisasikan kedalam seluruh proses pemerintahan, dan menjadi pedoman bagiperilaku politik penguasa. Selanjutnya, paradigma ini juga menegasikanadanya kedaulatan rakyat, tetapi lebih yakinterhadap kedaulatan Tuhan, yang implementasinya harusdidukung oleh syari’at. Konsekuensinya, paradigma inimenerapkan visi dan missi yang menegaskan dan mewajibkansetiap Muslim untuk menegakkan syari’at, apa pun yang akanterjadi, sebagai alternatif terhadap sistem-sistem dunia yangberlaku.xxii / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTKeempat, dalam konteks politik paradigma legal-eksklusifmenunjukkan perhatian terhadap suatu orientasi yang cenderungmenopang bentuk-bentuk masyarakat politik Islam yang dibayangkan(imagined Islam polity); seperti mewujudkan suatu “sistempolitik Islam,” munculnya partai Islam, ekspresi simbolis danidiom-idiom politik, kemasyarakatan, budaya Islam, serta eksperimentasiketatanegaraan Islam. Dalam konteks Indonesia, pendukungparadigma legal-eksklusif sangat menekankan ideologisatau politisasi yang mengarah pada simbolisme keagamaan secaraformal.Dengan memahami kedua paradigma pemikiran politik Islamtersebut di atas, kita akan bisa memahami alasan Gus Dur menolakformalisasi, ideologisasi, dan syari’atisasi Islam tersebut diatas. Jelas kiranya bahwa sebagai pemikir Islam substantif-inklusif,kritik-kritiknya banyak diarahkan kepada pada pendukungparadigma legal-eksklusif, yang banyak dianut oleh kelompokIslam radikal, fundamentalis, maupun kelompok-kelompokrevivalis lainnya. Mengenai hal ini, cukup menarik kiranyapandangan John L.Esposito, guru besar kajian agama danhubungan internasional dari Georgetown University,Washington, tentang Gus Dur. Berikut pandangan Espositotentang Gus Dur yang saya kutip agak panjang dari naskahaslinya, sebagai berikut:“Wahid believes that contemporary Muslims are at criticalcrossroad. Two choices or paths confront them: to pursuea traditional, static legal-formalistic Islam or to reclaim andrefashion a more dynamic cosmopolitan, universal,pluralistic worldview. In contrast to many“fundamentalists” today, he rejects the nation that Islamshould form the basis for the nation-state’s political orlegal system, a nation he characterizes as a Middle Easterntradition, alien to Indonesia. Indonesian Muslims shouldapply a moderate, tolerant brand of Islam to their dailyISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / xxiii


DEMOCRACY PROJECTklaim mereka. Di negeri-negeri Muslim pelanggaran beratterhadap hak asasi manusia justru banyak terjadi. Jadi apa yangmereka klaim itu tidak sesuai dengan kenyataan. Tetapi,pemikiran yang tergolong berani tentang hak asasi manusiajustru disuarakan oleh Gus Dur tentang ketidak sesuaianpandangan fiqh/ hukum Islam dengan deklarasi universal hakasasi manusia. Jika deklarasi HAM mengakui kebebasan untukberpindah agama, hukum Islam sebaliknya memberikanancaman hukuman yang keras terhadap mereka yangberpindah agama atau murtad. Menurut hukum Islam yangsampai sekarang masih dianut oleh sebagian besar kaumMuslimin, orang yang murtad dapat dihukum mati. Lalu apakata Gus Dur? “Kalau ketentuan fiqh seperti ini diberlakukandi negeri kita, maka lebih dari 20 juta jiwa manusia Indonesiayang berpindah agama dari Islam ke Kristen sejak tahun 1965haruslah dihukum mati,” tandasnya.Pendapat Gus Dur di atas cukup tajam dan berani. Namunsayangnya Gus Dur kurang memberikan elaborasi yang lebihsubtil tentang ketentuan fiqh yang dikritiknya itu. Padahal seandainyaia memberikan elaborasi lebih dalam tentang soal itu,kritiknya mungkin akan lebih mengena. Dalam konteks ini, sayateringat Ibrahim Moosa, seorang pemikir Islam progresif asalAfrika Selatan. Menurut Moosa, hukum Islam klasik memangmelarang orang Islam pindah agama ke agama lain. Ketentuanini merupakan pelanggaran terhadap pasal 18 deklarasi hakasasi manusia (HAM) universal yang menghendaki adanyasuatu kebebasan berpikir, berbuat dan beragama, termasuk didalamnya hak untuk mengubah agama dan kepercayaan.Padahal, ketentuan hukum Islam, perpindahan agama adalahmurtad (riddah) dan menurut mayoritas madzhab orang yangmurtad itu diancam dengan sanksi hukuman mati. 10Namun menurut Moosa, pandangan seperti ini berasal darikesepakatan ulama masa pertengahan yang menganggapmurtad sebagai perlawanan terhadap agama dan hukumannyaISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / xxv


DEMOCRACY PROJECTtelah ditetapkan dalam hukum. Sementara para pemikir Islamprogresif, termasuk Moosa tentunya, berpendapat bahwamurtad tidak berarti perlawanan terhadap agama dan sebagaisesuatu yang dapat diberi sanksi. Selanjutnya Moosaberpendapat, ketentuan tentang murtad tersebut tidaklahbersumber pada Al Qur’an, tetapi dari Hadits. Namun Moosaberpendapat bahwa Hadits tersebut dapat diragukankesahihannya karena kemungkinan terjadi kesalahan transmisiatau pemahaman. Pada akhirnya, Moosa menyimpulkan,semangat ajaran Al Qur’an memberikan kebebasan yang luasbagi seseorang untuk memilih kepercayaannya. 11Contoh lain yang dikemukakan oleh Gus Dur adalah soalperbudakan (slavery) yang banyak menghiasi Al Qur’an danHadits. Sekarang, perbudakan tidak akui bangsa Muslim manapun,sehingga ia lenyap dari perbendaharaan pemikiran kaumMuslimin. Karena itu Gus Dur berpendapat, ummat Islam mautak mau harus melakukan ijtihad untuk merubah ketentuan fiqhyang sudah berabad-abad diikuti itu. Dengan berpijak pada firmanAllah dalam ayat suci Al Qur’an yang menyatakan, “Kulluman ’alayha fâ nin. Wa yabqâ wajhu rabbika” (Tiada yang tetapdalam kehidupan kecuali wajah Tuhan), Gus Dur lalu merujukpada ketentuan ushul fiqh yang berbunyi, al-hukmu yadûru ma’a‘illatihi wujûdan wa ‘adaman (hukum agama sepenuhnyatergantung kepada sebab-sebabnya, baik ada ataupun tidakadanya hukum itu sendiri). Apa yang dilakukan Gus Dursebenarnya adalah sebuah usaha untuk memberikan substansiasibagi fiqh itu sendiri, dengan tetap berpijak pada fundamen yangtelah digariskan oleh tujuan yang termaktub dalam nilai-nilaisyari’at (maqâshid al-syarî’ah).10Ibrahim Moosa, Islam Progressif: Refleksi Dilematis tentangHak Asasi Manusia, Modernitas,dan Hak-Hak-Hak PerempuanDalam Islam, (terj), Jakarta: ICIP, 2004, hal. 38.11Ibid., hal. 40-41.xxvi / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTApresiasi Gus Dur terhadap hak asasi manusia ternyatabukan dalam konsep saja, tetapi juga implementasinya dalampraktek, termasuk di Indonesia. Itu sebabnya Gus Dur jugamenyuarakan pembelaan terhadap sejumlah kasus tertentuyang menyangkut hak asasi manusia seperti hak-hak kaumminoritas, penghormatan terhadap non-Muslim, hingga kasuskasusyang dipandangnya sebagai “ketidakadilan” sejumlahkelompok kaum Muslimin terhadap saudara sesama Muslimlainnya. Ia, misalnya, tanpa ragu membela Ulil Abshar-Abdala,intelektual muda NU yang juga tokoh muda “Islam liberal”.Seperti diketahui, sejumlah ulama atau aktifis Islam tertentuyang menilai pemikiran Ulil telah sesat dan keluar dari Islam,dan karena itu layak dihukum mati. Yang menarik, sejumlahulama dan tokoh NU sendiri juga ada yang menilai pemikiranUlil telah sesat. Menanggapi adanya kecaman terhadap Ulilitu, Gus Dur berprinsip bahwa perbedaan pendapat harusdihargai dan tidak seharusnya melahirkan ancaman ataukekerasan. Oleh karena itu ia mengkritik keras mereka yangdengan gampang melayangkan tuduhan-tuduhan berat kepadaUlil, dan mengatakan bahwa fatwa hukuman mati itu samasekali tidak berdasar.Demikian pula dalam kasus Inul Daratista. Perempuan lugudan sederhana ini dicerca keras oleh sebagian tokoh agama, majelisulama dan seniman karena “goyang ngebor” nya yang dianggapmelanggar batas-batas kesusilaan umum. Seperti biasa,para tokoh agama dan ulama itu menggunakan justifikasifatwa-fatwa keagamaan untuk melarang Inul tampil di depanpublik. Sementara itu, seorang seniman besar semacam H.Rhoma Irama, atas nama menjaga kesucian seni dan“moralitas” seniman juga ikut menggempur Inul. WalaupunInul membela diri dengan mengatakan bahwa “goyang ngebor”nya adalah bagian dari kreativitas dan improvisasi seni danusaha untuk mencari sesuap nasi, para ulama, tokoh Islam,dan H. Rhoma Irama tetap tidak bisa menerima alasannya. AtasISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / xxvii


DEMOCRACY PROJECTnama agama dan moralitas seni, mereka menghangatkan opinipublik yang menista si “Ratu Ngebor”, Inul Daratista. Begitugencarnya kecaman dan cercaan terhadap perempuan luguanggota Fatayat NU yang pintar mengaji ini, sehingga hampirhampirsaja Inul putus asa dan menyerah. Dan kalau saja Inulmenyerah, dapat diduga karirnya sebagai penyanyi akan tamat.Itu berarti, ia akan kehilangan nafkah yang menjadi tulangpunggung kehidupan keluarganya. Di tengah kontroversi itu,Gus Dur tampil melindungi dari gempuran kecaman danpanasnya opini publik yang menekan Inul. Pembelaan Gus Durdi dasarkan pada melindungi hak asasi “wong cilik” bernamaInul dari hegemoni elit keagamaan dan klaim atas moralitaskesenian yang agak represif. Sementara banyak tokoh agamayang tidak hirau terhadap soal atau bahkan mengambil sikapdiam, Gus Dur tampil dengan pandangan yang melawan arusdemi membela hak asasi Inul.Dari pandangan dan impressinya terhadap hak asasi manusiaitu, jelas Gus Dur sebagai tokoh Islam punya paradigmasendiri dalam memahami dan mengaktualisasikan nilai-nilaihak asasi manusia.Antara Demam Syari’at dan KapitalisasiDalam konteks ekonomi-politik, implikasi dari penolakanGus Dur terhadap ideologisasi, formalisasi, dan politisasi Islamsebagai syari’at (jalan atau petunjuk ummat manusia) terlihatdari ketidak setujuannya terhadap gagasan ekonomi Islam.Menurut Gus Dur, gagasan ekonomi Islam terlalumemfokuskan pada aspek-aspek normatif, dan kurangmempedulikan aplikasinya dalam praktek, yang justrudiperlukan bagi implementasi nilai-nilai tersebut di masyarakat.Fokus kajian ekonomi Islam, menurut Gus Dur, lebih banyakdiarahkan pada persoalan sekitar bunga bank, asuransi, dansejenisnya. Bagi Gus Dur, prinsip “ekonomi Islam” adalahpendekatan parsial yang memanfaatkan kata Islam sebagaixxviii / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTpredikat atau simbol saja. Padahal yang terpenting bukanlahnama atau simbol itu sendiri, tetapi substansinya. Untuk itu, tanparagu Gus Dur tanpa ragu mendukung “ekonomi kerakyatan”baik dalam konsepsi maupun aplikasinya. Dukungannyaterhadap ekonomi kerakyatan didasarkan pada tigapertimbangan. Pertama, dalam konsepsi Islam, orientasiekonomi haruslah memperjuangkan nasib rakyat kecil sertakesejahteraan rakyat banyak, yang dalam teori ushul fiqhdinamakan al maslahah al ammah. Kedua, mekanisme yangdigunakan untuk mencapai kesejahteraan itu tidaklahditentukan format dan bentuknya. Oleh karena itu, acuan danpraktek perdagangan bebas dan efisiensi yang dibawakan olehsistem kapitalisme tidaklah bertentangan dengan Islam, karenaIslam sendiri mengajarkan fas tabiqu al khairat (berlomba dalamkebaikan). Bahkan dalam persaingan dan perlombaan yangsehat, akan dihasilkan kreatifitas dan efisiensi yang justrumenjadi inti dari praktek ekonomi yang sehat pula. Dalambahasa Gus Dur, ummat Islam “bisa menerima pelaksanaanprinsip-prinsip Islam dalam orientasi dan mekanisme ekonomikapitalistik tanpa harus memeluk kapitalisme itu sendiri”. Yangditentang oleh Islam adalah orientasi kapitalistik yang hanyamengutamakan pengusaha besar dan pemilik modal. Sebabdalam Islam yang terpenting justru kesejahteraan rakyat secarakeseluruhan.Dalam konteks tersebut di atas, ia tidak setuju dengan pandanganyang menggeneralisasi bahwa setiap bunga banksebagai riba. Mengutip pendapat Yusuf Qardhawi, jika bungabank dipungut dari upaya non-produktif, maka ia dapatdikatakan riba. Tetapi jika bunga bank tersebut merupakanbagian dari sebuah upaya produktif, maka ia bukan riba, tetapimerupakan bagian dari ongkos produksi saja. Selanjutnya, GusDur juga mengkritik kecenderungan yang ia namakan sebagai“demam syari’at” yang kini banyak dilakukan oleh bank-bankswasta di mana pemilik sahamnya sebagian adalah non-Muslim. Menurut Gus Dur, kecenderungan seperti itu karenaISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / xxix


DEMOCRACY PROJECTkurangnya pengetahuan mereka tentang hukum Islam. Jelasbahwa Gus Dur tidak setuju dengan langkah-langkah yangmengarah pada formalisasi syari’at Islam seperti itu.Namun lepas dari ketidak setujuan Gus Dur kepada “demamsyari’at” bank-bank swasta, perkembangan bank-bankyang memanfaatkan jasa syari’at itu menurut laporan sejumlahmedia massa nasional ternyata cukup bagus. Bahkanpermodalan, likuiditas, dan kinerja bank-bank syari’atdisebutkan mengalami kenaikan yang cukup signifikan dalambeberapa tahun terakhir ini. Untuk itu, tentu saja masihdiperlukan data dan penelitian yang valid. Yakni penelitianyang memverifikasi apakah demam syari’at yang melanda bankbankkonvensional itu, bagian dari peningkatan kesadaranmasyarakat terhadap implementasi syari’at, ataukah justru halitu semacam bentuk “kapitalisasi syari’at” yang lebihdidasarkan pada motif-motif ekonomi yang tunduk padakepentingan pasar.Islam Radikal dan Pendangkalan AgamaDalam soal pandangan Islam terhadap kekerasan danterorisme, sikap Gus Dur sangat jelas: mengecam keras danmengutuk penggunaan kekerasan oleh sejumlah kelompokIslam radikal. Menurut Gus Dur, satu-satunya alasanpenggunaan kekerasan yang bisa ditolerir oleh Islam adalahjika kaum Muslimin diusir dari tempat tinggal mereka (idzaukhriju min diyarihim). Ini pun masih diperdebatkan olehsebagian ulama. Misalnya diperdebatkan, bolehkah kaummembunuh orang lain jika jiwanya sendiri tidak terancam.Tidak tanggung-tanggung, kecaman Gus Dur dialamatkankepada kelompok-kelompok Islam “garis keras” yang beberapawaktu lalu sering unjuk rasa dengan membawa pedang, celurit,atau bahan peledak lain hingga mereka yang melakukansweeping terhadap warga asing (terutama AS) dan kafe-kafeminuman di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. 12xxx / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTMenurut Gus Dur, lahirnya kelompok-kelompok Islamgaris keras atau radikal tersebut tidak bisa dipisahkan dari duasebab. Pertama, para penganut Islam garis keras tersebutmengalami semacam kekecewaan dan alienasi karena“ketertinggalan” ummat Islam terhadap kemajuan Barat danpenetrasi budayanya dengan segala eksesnya. Karenaketidakmampuan mereka untuk mengimbangi dampakmaterialistik budaya Barat, akhirnya mereka menggunakankekerasan untuk menghalangi ofensif materialistik dan penetrasiBarat. Kedua, kemunculan kelompok-kelompok Islam garis kerasitu tidak terlepas dari karena adanya pendangkalan agama darikalangan ummat Islam sendiri, khususnya angkatan mudanya.Pendangkalan itu terjadi karena mereka yang terpengaruh atauterlibat dalam gerakan-gerakan Islam radikal atau garis kerasumumnya terdiri dari mereka yang belatar belakangpendidikan ilmu-ilmu eksakta dan ekonomi. Latar belakangseperti itu menyebabkan fikiran mereka penuh denganhitungan-hitungan matematik dan ekonomis yang rasional dantidak ada waktu untuk mengkaji Islam secara mendalam.Mereka mencukupkan diri dengan interpretasi keagamaan yangdidasarkan pada pemahaman secara literal atau tekstual.Bacaan atau hafalan mereka terhadap ayat-ayat suci Al Qur’andan Hadits dalam jumlah besar memang mengagumkan. Tetapipemahaman mereka terhadap substansi ajaran Islam lemahkarena tanpa mempelajari pelbagai penafsiran yang ada,12Tindakan sweeping terhadap warga asing terutama dilakukan oleh FPI(Front Pembela Islam). Sementara itu, penting untuk dicatat sejak Soehartotumbang di Indonesia hingga sekarang muncul kelompok-kelompok Islam“garis keras” semacam Lasykar Jihad, Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI),Ikhwanul Muslimin, Hammas, Lasykar Jundullah, dan sebagainya.LasykarJihad resmi membubarkan diri tahun 2002. Hingga sekarang yang nampakmasih aktif dan terorganisir adalah FPI dan MMI. Buku yang cukup baikmengenai hal ini adalah Kamami Zada, Islam Radikal, Islam Radikal:Pergulatan Ormas-Otrmas Islam Garis Keras di Indonesia, Jakarta: Teraju,2002.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / xxxi


DEMOCRACY PROJECTkaidah-kaidah ushul fiqh, maupun variasi pemahaman terhadapteks-teks yang ada. 13Pandangan Gus Dur tersebut di atas, sebenarnya tertujukepada kelompok-kelompok yang dalam sosiologi agama bisadikategorikan sebagai neo-fundamentalisme. Ini mengingatkansaya pada analisis Fazlur Rahman yang juga dikutip oleh CakNur terhadap kebangkitan neo-fundamentalis Islam. Rahmanmenilai, keberadaan neo-fundamentalisme Islam di berbagainegeri Muslim, sebenarnya bukanlah memberikan alternatifatau tawaran yang baik bagi masa depan Islam itu sendiri. Inikarena neo-fundamentalisme sebenarnya mengidap penyakityang cukup berbahaya, yakni mendorong ke arah pemiskinanintelektual karena pandangan-pandangan literal dan tekstualyang tidak memberikan apresiasi terhadap kekayaan khasanahke-Islaman klasik yang kaya dengan alternatif pemikiran. Selainitu, Rahman menilai kelompok neo-fundamentalis umumnyamemiliki pemahaman yang superfisial, anti intelektual danpemikirannya tidak bersumber dari ruh Al Qur’an dan budaya13Untuk memahami gerakan Islam radikal atau fundamentalis Islam, adasejumlah ciri penting yang melekat dalam kelmpok ini. Ciri yang tama adalahberkaitan dengan pemahaman dan interpretasi mereka terhadap doktrin yangcenderung bersifat rigit dan literalis. Kecenderungan seperti itu, menurutmereka sangat perlu demi menjaga kemurnian doktrin Islam secara utuh(kaffah). Menurut kaum Islam radikal, doktrin-doktrin yang terdapat di dalamQur’an dan Sunnah adalah doktrin yang bersifat universal dan telah mencakupsegala aspek dalam kehidupan manusia dan berlaku tanpa dibatasi oleh ruangdan waktu. Bagi kelmpok Islam radikal fundamentalis yang penting adalahketaatan mutlak kepada wahyu Tuhan, yang berlaku secara universal. Bagikaum fundamentalis, iman dan ketaatan terhadap wahyu Tuhan sebagaimanatercantum dalam Al Qur’an dan praktek Sunnah Nabi lebih penting daripadapenafsiran-penafsiran terhadap kedua sumber utama pedoman kehidupanummat Islam itu. Kecenderungan doktriner seperti ini terutama sekalidilandasi oleh sikap untuk memahami dan mengamalkan doktrin secaramurni dan totalitas.Untuk uraian yang bagus mengenai hal ini, lihat WilliamE. Shepard, “Islam and Ideology: Towards Typology” dalam InternationalJournal of Middle Eastern Studies, No.19, 1987. Bandingkan dengan BruceLawrence, Defenders of God: The Fundamentalist Revolt Against the ModernAge, New York: I.B. Tauris, 1990, hal.40.xxxii / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTintelektual tradisional Islam. 14 Bagaimana pun pengamatan GusDur dan Fazlur Rahman itu layak untuk dipertimbangkanPribumisasi, Bukan ArabisasiDalam soal Islam dan kaitannya dengan masalah sosialbudaya, menarik kiranya untuk dikemukakan kritik Gus Durterhadap gejala yang ia sebut sebagai “Arabisasi”. Kecenderungansemacam itu nampak, misalnya, dengan penamaanterhadap aktivitas keagamaan dengan menggunakan bahasaArab. Itu terlihat misalnya dengan kebanggaan orang untukmenggunakan kata-kata atau kalimat bahasa Arab untuksesuatu yang sebenarnya sudah lazim dikenal. Gus Dur menunjukpenyebutan Fakultas Keputrian dengan sebutan kulliyatul bannatdi UIN. Juga ketidakpuasan orang awam jika tidakmenggunakan kata “ahad” untuk menggantikan kata“minggu”, dan sebagainya. Seolah-olah kalau tidakmenggunakan kata-kata berbahasa Arab tersebut, akan menjadi“tidak Islami” atau ke-Islaman seseorang akan berkurangkarenanya. Formalisasi seperti ini, menurut Gus Dur,merupakan akibat dari rasa kurang percaya diri ketikamenghadapi “kemajuan Barat” yang sekuler. Maka jalan satusatunyaadalah dengan mensubordinasikan diri ke dalamkonstruk Arabisasi yang diyakini sebagai langkah ke arahIslamisasi. Padahal Arabisasi bukanlah Islamisasi.Sebenarnya kritik Gus Dur terhadap “Arabisasi” itu sudahdiungkapkan pada tahun 1980-an, yakni ketika ia mengungkapkangagasannya tentang “pribumisasi Islam”. Ia memintaagar wahyu Tuhan dipahami dengan mempertimbangkan faktor–faktor kontekstual, termasuk kesadaran hukum dan rasakeadilannya. Sehubungan dengan hal ini, ia melansir apa yang14Fazlur Rahman, “Roots of Islamic Neo-Fundamentalism”, in Philip H.Stoddard, et.al., (eds), Change and the Muslim World, Syracuse, N.Y: SyracuseUniversity Press, 1981. pp.25-26.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / xxxiii


DEMOCRACY PROJECTdisebutnya dengan “pribumisasi Islam” sebagai upaya melakukan“rekonsiliasi” Islam dengan kekuatan–kekuatan budayasetempat, agar budaya lokal itu tidak hilang. Di sini pribumisasidilihat sebagai kebutuhan, bukannya sebagai upayamenghindari polarisasi antara agama dengan budaya setempat.Pribumisasi juga bukan sebuah upaya mensubordinasikan Islamdengan budaya lokal, karena dalam pribumisasi Islam harustetap pada sifat Islamnya. Pribumisasi Islam juga bukansemacam “jawanisasi” atau sinkretisme, sebab pribumisasiIslam hanya mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan lokaldi dalam merumuskan hukum-hukum agama, tanpa merubahhukum itu sendiri. Juga bukannya meninggalkan norma demibudaya, tetapi agar norma-norma itu menampung kebutuhan–kebutuhan dari budaya dengan mempergunakan peluang yangdisediakan oleh variasi pemahaman nash, dengan tetapmemberikan peranan kepada ushul fiqh dan qâidah fiqh.Sedangkan sinkretisme adalah usaha memadukan teologi atausistem kepercayaan lama, tentang sekian banyak hal yang diyakinisebagai kekuatan gaib berikut dimensi eskatologisnya denganIslam, yang lalu membentuk panteisme. 15Mencari PerdamaianMasalah terakhir yang dibahas Gus Dur dalam kumpulantulisan ini adalah Islam dan hubungannya dengan pedamaiandan masalah-masalah internasional. Dalam kumpulan tulisanini nampak jelas sikap Gus Dur terhadap perdamaian duniamendorong upaya-upaya ke arah perwujudan perdamaian didunia. Tanpa ragu Gus Dur mengecam invasi AS ke Irak yangkemudian berhasil menumbangkan rezim Saddam Hussein.Peperangan yang tidak seimbang itu memang berhasilmenumbangkan rezim diktator Saddam Hussein. Bahkan dalam15Abdurrahman Wahid, “Pribumisasi Islam” dalam Muntaha Azhari danAbdul Mun’im Saleh, eds, Islam Indonesia Menatap Masa Depan, Jakarta: P3M,xxxiv / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTperkembangannya kemudian, militer AS berhasil menangkaphidup-hidup Saddam Hussein. Ini mungkin tidak menjadiprediksi Gus Dur ketika ia menurunkan kolom-kolomnya dimedia massa, dan juga perhitungan para pengamat, bahwaSaddam akhirnya tertangkap dalam keadaan yang penuhdengan ironi. Tetapi masalahnya tidak akan berhenti di sana.Gus Dur pernah memperkirakan, masalah-masalah baru akanterus bermunculan, seiring dengan kondisi obyektif yang adadi Irak pasca pendudukan AS dan tentara sekutu di negeri SeribuSatu Malam itu. Dan ternyata apa yang terjadi di Irak sekarangadalah sebuah drama peperangan, pendudukan, danperlawanan yang sepertinya tak berujung.Ada beberapa hal lain tentang masalah internasional yangdisorot oleh Gus Dur, seperti kritiknya terhadap mantan PerdanaMenteri (kini Menteri Senior) Singapura Lee Kuan Yew yang dinilainyaterlalu provokatif dan mencampuri urusan dalam negeriIndonesia. Lee juga dikritik oleh Gus Dur karena pandangannyayang stereotipe dan agak misleading terhadap Islam Sunni diIndonesia. Namun Gus Dur sadar pandangan Lee yang salahterhadap Islam di Indonesia itu karena kurangnya pengetahuanmantan PM Singapura itu tentang dinamika dan perkembanganIslam di Indonesia.Memang ada masalah internasional lain yang dibahas olehGus Dur, tetapi dalam kumpulan tulisannya kali ini ia lebihmenyorot perlunya upaya-upaya untuk mengembangkan duniayang damai dan jika mungkin jauh dari peperangan dan kekerasan.Ia memang concern dengan perdamaian dunia, dan percayabahwa agama maupun tokoh-tokohnya bisa berperan aktifdalam mengusahakan perdamaian dunia. Tetapi, seperti sebuahjudul tulisannya dalam buku ini, “Dicari Perdamaian, PerangYang Didapat”. Ada nada getir dalam tulisannya itu. Danseperti halnya Gus Dur, kita juga tidak tahu akan seperti apamasa depan sejarah dunia di abad ke 21 jika perang menjadialternatif yang gampang dicetuskan, ketimbang usaha-usahakolektif untuk mewujudkan perdamaian.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / xxxv


DEMOCRACY PROJECTSebuah Bingkai PemikiranBagi mereka yang mengikuti secara intens pemikiran politikGus Dur, buku ini memang belum bisa memetakan bingkai pemikirannyadengan utuh. Bisa jadi karena cakupan persoalanyang dibahas cukup luas dan beragam, sehingga agak sulit untukmenganalisis secara terstruktur dan lebih memfokus. Demikianpula bagi pembaca yang ingin mendapatkan pembahasan yangtuntas, apalagi dengan mengidealisasikan penggunaan disiplinakademis yang ketat, jelas tidak atau belum mendapatkannya disini. Sebab buku ini adalah kumpulan kolom dan artikel yangdibatasi oleh aktualitas peristiwa, waktu penulisan, dan ketersediaanhalaman media tempat Gus Dur menuliskan gagasangagasannya.Mudah-mudahan dengan penerbitan kumpulantulisan ini akan memudahkan Anda memahami konstruk danprisma pemikiran Gus Dur yang luas itu, sekalipun itu ditulismelalui kolom-kolom lepas di berbagai media.Akhirnya dengan terus terus terang saya nyatakan bahwasekalipun buku ini memuat pemikiran penting dan visioner,tentu tidak terlepas dari kekurangan. Lazimnya sebagai sebuahkumpulan tulisan, ada sejumlah repetisi atau pengulangan baikdalam ide maupun penyajian di sana-sini. Pengulangan itudimungkinkan terjadi karena meskipun tema pokok atau topikyang diulas berbeda judulnya, substansi dan missi yangdisampaikan kemungkinan menggunakan referensi yang sama.Sementara itu, produktivitas Gus Dur sebagai penulis prolifikternyata sangat mencengangkan. Menurut penuturannya,dalam satu minggu ia menulis antara dua atau tiga kali, bahkanterkadang hingga empat kali, di media yang berbeda, baiknasional maupun lokal. Padahal kita tahu, meskipun sudahtidak menjabat sebagai presiden, kesibukan tokoh yang satuini tidaklah berkurang. Ia masih sering melakukan perjalananke luar negeri atau berbagai kota dan pelosok tanah air, baikuntuk memenuhi undangan-undangan seminar atau pertemuanxxxvi / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTinternasional, maupun untuk menjadi penceramah dalampengajian atau melakukan kegiatan sosial-politiknya sebagaiKetua Dewan Syura PKB (Partai Kebangkitan Bangsa).Toh sesibuk apa pun, Gus Dur tetap meluangkanwaktunya untuk menulis artikel. Sebuah kegiatan yang tidakmudah dilakukan banyak oleh orang. Sebagai intelektual dansekaligus pemimpin serta politisi, Gus Dur sangat menyadaripengaruh dari ide-ide dan gagasan yang dituangkannya dalambentuk tulisan. Hal lain yang tak boleh dikesampingkan adalahleverage atau pengaruh Gus Dur di mata warga nahdliyyin danpublik Indonesia lainnya.Bagaimana pun, paling tidak menurut saya selaku penyunting,tulisan-tulisan Gus Dur tetap enak dibaca dangampang dicerna. Mudah-mudahan ini bukanlah sebuahapologia karena ketidak sempurnaaan saya selaku penyunting.Wallahu alam bi al sawab.Jakarta, akhir Maret 2005ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / xxxvii


DEMOCRACY PROJECTxxxviii / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTUCAPAN TERIMA KASIHProses penyuntingan dan penerbitan buku tak mungkinterwujud tanpa bantuan dan kerjasama dengan banyakpihak. Untuk itu pertama-tama saya ingin mengucapkanterima kasih yang tulus kepada KH. Abdurrahman Wahid (GusDur) yang telah memberi kepercayaan kepada saya untukmenjadi penyunting sekaligus memberikan kata pengantar untukbuku ini. Juga kepada Mbak Sinta Nuriyah telah memungkinkansaya bisa banyak bertemu dan berbincang lama dengan Gus Durdalam beberapa tahun terakhir ini, dalam suasana kekeluargaanbersama sahabat saya Dr. Greg Barton. Kepada Mas Munib danMas Sulaiman yang acapkali membantu mengatur jadwal pertemuansaya dengan Gus Dur, saya juga mengucapkan banyakterima kasih.Terima kasih yang tulus juga saya sampaikan kepada YenniZannuba Wahid, Mas Ahmad Suaedy, Nunik, Gamal, Rifa danlain-lain dari The Wahid Institute atas kerjasamanya yang amatbaik dalam proses penyuntingan dan penerbitan buku ini. Kesabarandan pengertian mereka yang menggembirakan telahbanyak membantu saya untuk mengerjakan penyuntingan danpenerbitan buku ini. Tanpa kerja keras mereka, penerbitan bukuini mungkin akan tertunda-tunda. Akhirnya, saya perlu berterimakasih kepada teman-teman di ICIP (International Center for Islamand Pluralism), yang selalu memberikan suasana nyaman danpenuh gairah dalam kerja-kerja intelektual seperti ini. KepadaSyafiq, Ebi, Nia, dan Nur, saya mengucapkan terima kasih yangtulus. Juga kepada Putri dan Hadi yang telah membantu menyiapkanpekerjaan-pekerjaan teknis berkaitan dengan prosespenulisan kata pengantar buku ini.MSA(Penyunting)ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / xxxix


DEMOCRACY PROJECTxl / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTDAFTAR ISIPENGANTAR REDAKSI ................................................................ VPENGANTAR M. SYAFI’I A NWAR............................................... ixUCAPAN TERIMA KASIH............................................................ xxxviiDAFTAR ISI ............................................................................... xxxixBAB IISLAM DALAM DISKURSUS IDEOLOGI,KULTURAL DAN GERAKANAdakah Sistem Islami? ............................................. 1Islam: Pengertian Sebuah Penafsiran .................... 7Islam: Pokok dan Rincian ........................................ 11Islam dan Deskripsinya ........................................... 16Islam dan Formalisme Ajarannya .......................... 20Islam: Pribadi dan Masyarakat ............................... 24Islam: Sebuah Ajaran Kemasyarakatan................. 29Islam: Agama Populer Ataukah Elitis? ................. 33Islam: Apakah Bentuk Perlawanannya? ............... 37Islam: Ideologis Ataukah Kultural? (1) ................. 41Islam: Ideologis Ataukah Kultural? (2) ................. 45Islam: Ideologis Ataukah Kultural? (3) ................. 49Islam: Ideologis Ataukah Kultural? (4) ................. 53Islam: Ideologis Ataukah Kultural? (5) ................. 57Islam: Gerakan Ataukah Kultur?.......................... 61Islamku, Islam Anda, Islam Kita........................... 65ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / xli


DEMOCRACY PROJECTKaum Muslimin dan Cita-Cita .............................. 69Islam dan Orientasi Bangsa ................................... 73BAB IIISLAM NEGARA DAN KEPEMIMPINAN UMATNegara Islam, Adakah Konsepnya? ...................... 79Islam dan Perjuangan Negara Islam...................... 85Negara Berideologi Satu Bukan Dua ..................... 89Islam, Negara dan Rasa Keadilan .......................... 93Negara dan Kepemimpinan dalam Islam ........... 97NU dan Negara Islam (1) ....................................... 102NU dan Negara Islam (2)......................................... 107Islam: Perjuangan Etis Ataukah Ideologis? .......... 112Yang Terbaik Ada di Tengah ................................. 116BAB IIIISLAM KEADILAN DAN HAK ASASI MANUSIAIslam dan Hak Asasi Manusia ................................ 121Penafsiran Kembali Kebenaran Relatif ................. 127Islam dan Kepemimpinan Wanita ......................... 132Islam dan Dialog Antar Agama.............................. 135Umat Buddha dan Kesadaran Berbangsa ............. 139Islam dan Idiosinkrasi Penguasa ........................... 142Ulil dengan Liberalismenya ...................................146Haruskah Inul Diberangus? .................................... 151Inul, Rhoma dan Saya .............................................. 155Aceh, Kekerasan dan Rasa Kebangsaan ............... 160Ras dan Diskriminasi di Negara Ini ..................... 164Keadilan dan Rekonsiliasi ....................................... 168BAB IVISLAM DAN EKONOMI KERAKYATANIslam dan Orientasi Ekonomi ................................. 173Islam, Moralitas dan Ekonomi ................................ 179Islam dan Keadilan Sosial ...................................... 783xlii / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTIslam dan Masalah Kecukupan............................. 188Islam dan Kesejahteraan Rakyat ............................192Islam: Antara Birokrasi dan Pasar Bebas .............. 196Islam dan Teori Pembangunan Nasional.............. 200Islam dan Globalisasi Ekonomi.............................. 204Syari’atisasi dan Bank Syari’ah............................... 207Ekonomi Rakyat Ataukah Ekonomi Islam?.......... 212Apakah Itu Ekonomi Rakyat?................................. 217Ekonomi Ditata dari Orientasinya ......................... 223Benarkah Harus Ada Konsepnya?......................... 227Kemiskinan, Kaum Muslimin dan Parpol ............ 232Menyelesaikan Krisis Mengubah Keadaan .......... 236BAB VISLAM PENDIDIKAN DAN MASALAH SOSIALBUDAYAPendidikan Islam Harus Beragam ......................... 241Bersabar dan Memberi Maaf...................................248Berkuasa dan Harus Memimpin ............................251Tata Krama dan ‘Ummatan Wahidatan ................ 256Agama di TV dan dalam Kehidupan ..................260Arabisasi, Samakah dengan Islami? ......................264Penyesuaian Ataukah Pembaharuan Terbatas? .. 268Pentingnya Sebuah Arti ...........................................272Sistem Budaya Daerah Kita dan Modernisasi...... 276“Tombo Ati” Berbentuk Jazz .................................. 280Dicari: Keunggulan Budaya .................................... 284Keraton dan Perjalanan Budayanya ......................289Akan Jadi Apakah Para Raja? ................................. 293Islam dan Marshall McLuhan di Surabaya .......... 298Diperlukan Spiritualitas Baru ................................. 301Doktrin dan Tembang .............................................. 305BAB VIISLAM TENTANG KEKERASAN DANTERORISMEISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / xliii


DEMOCRACY PROJECTTerorisme Harus Dilawan ....................................... 311Terorisme di Negeri Kita ......................................... 315Bersumber dari Pendangkalan .............................. 319NU dan Terorisme Berkedok Islam ....................... 324Bom di Bali dan Islam ............................................. 331Benarkah Mereka Terlibat Terorisme? ..................336Benarkah Ba’asyir Teroris? ...................................... 341Sikap yang Benar dalam Kasus Bali ..................... 345Kepala Sama Berbulu Pendapat Lain-Lain ........... 350Tak Cukup dengan Penamaan .............................. 355Memandang Masalah dengan Jernih ................... 359Kekurangan Informasi ............................................. 364Gandhi, Islam dan Kekerasan ................................. 369Berbeda Tetapi Tidak Bertentangan ...................... 374BAB VIIISLAM PERDAMAIAN DAN MASALAHINTERNASIONALKita dan Perdamaian ................................................ 379Perdamian Belum Terwujud di Timur Tengah .. 380Dicari Perdamaian Perang yang Didapat........... 391Kita dan Pemboman Atas Irak................................ 396Saddam Hussein dan Kita ....................................... 401Adakah Perdamaian di Irak? ................................ 406Dapatkah Kita Hindarkan Perang Dunia Ke Tiga? .... 410Haruskah Ada Kesepakatan? ................................. 420Pertentangan Bukanlah Permusuhan .................... 425Indonesia-Muangthai: Sebuah KemungkinanMemperluas Kerjasama ........................................... 429Pembentukan Sebuah Forum di Bangkok ........... 433LAMPIRAN ................................................................................. 437xliv / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTBAB IISLAMDALAM DISKURSUSIDEOLOGIKULTURALDAN GERAKANISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 1


DEMOCRACY PROJECT2 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTADAKAH SISTEM ISLAMI?Dalam kitab suci al-Qur’ân disebutkan: “masuklahkalian ke dalam Islam (kedamaian) secara penuh”(udkhulû fi al-silmi kâffah) (QS al-Baqarah (2): 128). Disinilah terletak perbedaan pendapat sangat fundamental di antarakaum muslimin. Kalau kata “al-silmi” diterjemahkan menjadi kataIslam, dengan sendirinya harus ada sebuah entitas Islam formal,dengan keharusan menciptakan sistem yang Islami. Sedangkanmereka yang menterjemahkan kata tersebut dengan kata sifatkedamaian, menunjuk pada sebuah entitas universal, yang tidakperlu dijabarkan oleh sebuah sistem tertentu, termasuk sistem Islami.Bagi mereka yang terbiasa dengan formalisasi, tentu digunakanpenterjemahan kata al-silmi itu dengan kata Islami, dandengan demikian mereka terikat kepada sebuah sistem yangdianggap mewakili keseluruhan perwujudan ajaran Islam dalamkehidupan sebagai sesuatu yang biasa dan lumrah. Hal ini membawakanimplikasi adanya keperluan akan sebuah sistem yangdapat mewakili keseluruhan aspirasi kaum muslimin. Karena itu,dapat dimengerti mengapa ada yang menganggap penting perwujudan“partai politik Islam” dalam kehidupan berpolitik.Tentu saja, demokrasi mengajarkan kita untuk menghormati eksistensiparpol-parpol Islam, tetapi ini tidak berarti keharusanuntuk mengikuti mereka.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 3


DEMOCRACY PROJECTDi lain pihak kita juga harus menghormati hak merekayang justru mempertanyakan kehadiran sistem Islami tersebut,yang secara otomatis akan membuat mereka yang tidakberagama Islam sebagai warga dunia yang kalah dari kaummuslimin. Ini juga berarti, bahwa dalam kerangka kenegaraansebuah bangsa, sebuah sistem Islami otomatis membuat warganegara non-muslim berada di bawah kedudukan warga negaraberagama Islam, alias menjadi warga negara kelas dua. Ini patutdipersoalkan, karena juga akan berdampak pada kaummuslimin nominal, yang tidak menjalankan ajaran Islam secarapenuh. Kaum muslim seperti ini, -sering disebut muslim nominalatau abangan-, tentu akan dinilai kurang Islami jikadibandingkan dengan mereka yang menjadi anggota/wargapartai/organisasi yang menjalankan ajaran Islam secara penuh,yang juga sering dikenal dengan nama “kaum santri”.*****Apabila terdapat pendapat tentang perlunya sebuah sistemIslami, mengapa lalu ada ketentuan-ketentuan non-organisatorisyang harus diterapkan di antara kaum muslimin oleh kitab sucial-Qur’ân? Sebuah ayat menyatakan adanya lima syarat untukdianggap sebagai “muslim yang baik”, sebagaimana disebutkandalam ayat-ayat di kitab suci al-Qur’ân, yaitu menerima prinsipprinsipkeimanan, menjalankan ajaran (rukun) Islam secara utuh,menolong mereka yang memerlukan pertolongan (sanak saudara,anak yatim, kaum miskin dan sebagainya) menegakkanprofesionalisme dan bersikap sabar ketika menghadapi cobaandan kesusahan.Kesetiaan kepada profesi itu, digambarkan oleh kitab sucial-Qur’ân dengan istilah, “mereka yang memenuhi janji yangmereka berikan” (wa al-mufâna bi ‘ahdihim idâ ‘âhadû) (QS al-Baqarah (2): 176). Adakah janji yang lebih nilainya daripada janjikepada profesi masing-masing, yang disampaikan ketika4 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTmembacakan janji prasetia pada waktu menerima sebuahjabatan?Kalau kelima syarat di atas dilaksanakan oleh seorangmuslim, tanpa menerima adanya sebuah sistem Islami, dengansendirinya tidak diperlukan lagi sebuah kerangka sistemikmenurut ajaran Islam. Dengan demikian, perwujudan sebuahsistem Islami tidak termasuk menjadi syarat bagi seseorang untukdianggap “muslim yang taat”. Ini menjadi titik sengketa yangsangat penting, karena di banyak tempat telah tumbuh pahamyang tidak mementingkan arti sistem.Maka ketika NU (Nahdlatul Ulama) menyatakan deklarasiberdirinya PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), tanpa menyebutkanbahwa partai tersebut adalah partai Islam, penulis dihujani kritiktajam selama berbulan-bulan dari mereka yang menginginkanpartai tersebut dinyatakan sebagai partai Islam. Ini dilakukanoleh mereka yang tidak menyadari, bahwa NU sejak semula telahmenerima kehadiran upaya berbeda-beda dalam sebuah negaraatau kehidupan sebuah bangsa.Dalam Muktamar NU tahun 1935 di Banjarmasin, muktamarharus menjawab sebuah pertanyaan: wajibkah bagi kaummuslimin mempertahankan kawasan yang waktu itu bernamaHindia Belanda (sekarang Indonesia) yang diperintah oleh orangorangnon-muslim (para kolonialis Belanda)? Jawab Muktamarsaat itu; wajib. Karena di kawasan tersebut, yang di kemudianhari bernama Indonesia, ajaran Islam dapat dipraktekkan dalamkehidupan sehari-hari oleh warga bangsa secara bebas, dandahulu ada kerajaan-kerajaan Islam di kawasan itu. Dengan demikian,tidak harus dibuat sistem Islam, dan dihargai perbedaancara dan pendapat di antara kaum muslimin di kawasantersebut.*****Diktum Muktamar NU di Banjarmasin tersebut, memung-ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 5


DEMOCRACY PROJECTkinkan dukungan pimpinan NU kepada mendiang PresidenSoekarno dan Hatta untuk memimpin bangsa ini. Demikianpula, pembentukan badan-badan formal Islam bukanlah satusatunyamedium bagi perjuangan Islam untuk menerapkanajaran di bumi nusantara. NU yang resminya sebagai organisasikemasyarakatan Islam dan bukannya lembaga politik, dapatsaja menyalurkan aspirasinya tentang pelaksanaan ajaran Islamdi kawasan tersebut melalui Golkar (Golongan Karya) yangbukan sebagai organisasi Islam resmi. Perbedaan jalanperjuangan antara yang menganut paham lembaga Islamsebagai sistem di satu pihak, dan mereka yang tidak inginmelaksanakan perjuangan melalui jalur-jalur resmi Islam,dihargai dan diterima oleh para pendukung Ibn Taimiyyahbeberapa abad yang lalu.Lalu, bagaimana dengan adagium yang dikenal Islam;“Tiada agama tanpa kelompok, tiada kelompok tanpa pimpinan,dan tiada pimpinan tanpa ketundukan” (lâ dîna illâ bi jamâ’ah, walâ jamâ’ata illâ bi imâmatin, wa lâ imâmata illâ bi-ithâ’ah). Bukankahini sudah menunjukkan adanya sebuah sistem, maka jawabannyabahwa tidak ada sesuatu dalam ungkapan tersebut yang menunjukkansecara spesifik adanya sebuah sistem Islami. Dengandemikian, setiap sistem diakui kebenarannya oleh ungkapan tersebut,asal ia memperjuangkan berlakunya ajaran Islam dalamkehidupan sebuah bangsa/negara.Karena itu penulis berpendapat, dalam pandangan Islamtidak diwajibkan adanya sebuah sistem Islami, ini berarti tidakada keharusan untuk mendirikan sebuah negara Islam. Ini pentinguntuk diingat, karena sampai sekarang pun masih ada pihakpihakyang ingin memasukkan Piagam Jakarta ke dalam UUD(Undang-Undang Dasar) kita. Dengan klaim mendirikan negarauntuk kepentingan Islam jelas bertentangan dengan demokrasi.Karena paham itu berintikan kedaulatan hukum di satu pihakdan perlakuan sama pada semua warga negara di hadapanUndang-Undang (UU) di pihak lain. {}6 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTISLAM:PENGERTIAN SEBUAH PENAFSIRANPara santri yakin bahwa kekuasaan menjatuhkan azabdan memberikan pahala atas sebuah perbuatan, beradadi tangan Allah Swt. Dalam hal ini, berlaku sebuahadagium yang didasarkan atas kitab suci al-Qur’ân dan HaditsNabi Saw. Adagium itu berbunyi: “memberikan pahala danmenurunkan siksa adalah sifat Allah” (yushîbu wa yu ‘âdzibu manyasyâ). Dalam hal ini, kendali atas keadaan sepenuhnya beradadi tangan Allah Swt.Dalam konteks ini pula, sebuah pengertian baru haruslahdipertimbangkan: sampai di manakah peranan negara dalammenjatuhkan hukuman, sebagai salah satu bentuk siksaan. Dapatkahnegara atas nama Allah memberikan hukuman sebagai bagiandari siksa di dunia? Sudahkah manusia terbebas dari siksaneraka, jikalau ia telah menjalani hukuman negara? Kalau belum,berarti ada penggandaan (dubbleleren) antara negara sebagai wakilAllah dan kekuasaan Allah sendiri untuk menetapkan hukuman.Bukankah justru hal ini bertentangan dengan hadits Nabi Saw: “hendaknya hakim jangan menjatuhkan hukuman mati jika iaragu-ragu, benarkah si terdakwa nyata-nyata bersalah?” Jelas darihadits itu bahwa kekuasaan negara ada batasnya, sedangkankekuasaan Allah tidak dapat dibatasi.Dari pengertian yang sangat sederhana ini, kita sudahdapat rnenyimpulkan bahwa sebenarnya tidak dapat sebuahISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 7


DEMOCRACY PROJECTnegara disebut sebagai negara Islam, tanpa kita harusmemperkosa hal-hal yang menjadi kewajiban negara secarawajar. Jadi, dalam masalah azab dan pahala pun kita langsungterkait dengan masalah adakah negara agama atau tidak?Jawaban yang salah akan berakibat pada konsep yang salahpula dalam hubungan antara agama dan negara. Hal inilahyang memerlukan perenungan mendalam dari kita dalammenanggapi adanya pendapat bahwa diperlukan sebuahnegara Islam, kalau diinginkan berdirinya sebuah negarateokratis bagi bangsa kita yang majemuk.***Memang benar, pemikiran yang mendalam tentang konsepsiyang jelas dalam hubungan antara negara dan agama harusada, jika diinginkan keselamatan kita sebagai bangsa yangmajemuk dapat dipelihara di kawasan ini. Kalau belum apa-apakita sudah menyuarakan adanya negara Islam, tanpa adanyakonsepsi yang jelas tentang hal itu sendiri, berarti telah dilakukansebuah perbuatan yang gegabah dan sembrono. Bukankah sikapdemikian justru harus dijauhi oleh kaum muslimin sendiri, apalagidalam hubungan antara agama dan negara? Apalagi jika adamotif-motif lain dalam mendirikan sebuah negara agama, sepertiadanya keinginan untuk berkuasa sendiri bagi partai-partaipolitik Islam, yang melihat bentuk kesatuan dan negara kita(NKRI) sebagai “kekalahan” dalam pertarungan politik di tingkatnasional.Dengan demikian, gagasaan federalisme dapat saja ditanggapisebagai aspirasi-aspirasi separatis, seolah-olah gagasanNKRI bertentangan dengan keinginan berbagai propinsi untuklebih independen dari pemerintah pusat. Sebenarnya propinsihanya menghendaki pengambilan keputusan tentang penerimaandan pengeluaran uang harus lebih banyak dilakukan di daerahdari pada di pusat. Jadi dengan demikian, yang diingini adalah8 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTfungsi federal dari pemerintahan, bukannya separatismeIndonesia untuk menjadi 7 (tujuh) negara atau republikfederatif. Kalau ada orang-orang yang menghendaki Indonesiadalam bentuk federatif menjadi tujuh republik, maka pendapatitu adalah merupakan suara minoritas yang sangat kecil, yangtidak perlu mendapatkan perhatian besar.Cara yang terbaik untuk mengetahui benar tidaknyabahwa yang menghendaki bentuk RI sebagai republik federatif,-yang bertentangan dengan gagasan Negara Kesatuan RepublikIndonesia (NKRI), adalah suara minoritas yang demikian kecil,dapat diketahui melalui pemilihan umum. Dan jika hal itudilakukan dengan pengawasan internasional, maka akanmenghasilkan mayoritas suara bagi partai-partai politik yanghanya menginginkan perampingan kekuasaan pemerintahpusat, dalam hal penunjukkan kepala daerah oleh DPRDsetempat maupun penetapan anggaran penerimaan dan belanjayang berpusat pada daerah, dan bukannya pada pemerintahpusat.***Karena ketidakmampuan memahami hal ini, maka paraeksponen konsep negara federal sebenarnya haruslah menjelaskanbahwa gagasan mereka tidak berarti menjadikan RI terkeping-kepingmenjadi sekian negara yang masing-masing berdaulat.Bahkan negara unitaris seperti Jepang dan Perancis-punmemberikan kedaulatan penuh kepada propinsi/negara bagianuntuk melaksanakan pemilihan kepala daerah dan menetapkanAnggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) masing-masing.Bahkan kepolisiannya pun ditetapkan dan diatur oleh pemerintahdaerah setempat. Jadi, independensi daerah dari pusat tidaklahberarti hilangnya kesatuan negara —yang berarti, watak negarakesatuan dapat saja menampung aspirasi-aspirasi federal. Sing-ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 9


DEMOCRACY PROJECTkatnya, negara federal bukanlah negara federatif.Langkanya penjelasan seperti ini telah menerbitkankesalahpahaman sangat besar antara partai-partai politik yangmempertahankan NKRI dan menentang negara federal di satupihak, dan eksponen gagasan negara federal yang mencurigaiNKRI. Kedua-duanya memiliki baik legitimasi maupun kepentinganmasing-masing tentang konsep negara yang dikehendaki.Sangatlah tragis untuk melihat kecurigaan yang satu terhadapyang lain dalam hal ini, dan lebih-lebih untuk menyifati gagasanNKRI sebagai gagasan nasionalistik, dan gagasan negara federalsebagai sebuah pandangan Islam. Jadi, satu sama lain salingmenyalahkan, padahal kedua-duanya saling menyepakati perlunyasebuah negara yang satu, dengan watak federal dalam artianindependensi seperti yang dimaksudkan diatas.Dari sinilah kita menjadi tahu, bahwa azab Tuhan diturunkanatas bangsa kita dalam bentuk hilangnya komunikasi dansosialisasi mengenai kedua hal di atas. Kita lalu curiga antarasatu terhadap yang lain, dan bukankah ini yang dapat dinamaiazab bagi bangsa kita? Dapat dikatakan azab, karena kelangkaankomunikasi dan sosialisasi seperti itu telah menjadikan kehidupanpolitik kita sebagai bangsa yang sangat labil. Tidak stabilnyasistem politik kita yang ada dewasa ini, jelas menjadi sebab utamabagi hilangnya stabilitas politik. Kehilangan stabilitas itu, membuatkeadaan labil, dan itu menjadi akar dari krisis multi-dimensionalyang kita alami sekarang ini. Bukankah ketidak-mampuankomunikasi dan sosialisasi politik tersebut merupakan azab dariAllah bagi bangsa kita? {}10 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTISLAM:POKOK DAN RINCIANPara penganjur “negara Islam” selalu menggunakan duabuah firman Allah Swt dalam kitab suci al-Qur’ân sebagailandasan bagi pemikiran mereka. Di satu pihak, merekaselalu mengemukakan bahwa kitab suci tersebut menyatakan;“Masukilah Islam/kedamaian secara keseluruhan” (udkhulû fî alsilmikâffah) (QS. al-Baqarah (2): 208), yang jelas-jelas harusditafsirkan dengan mengambil Islam tidaklah boleh sepotongpotongbelaka. Padahal, Islam juga menolak atas sikap mengkhususkansekelompok manusia dari kelompok-kelompok lain.Ini adalah prinsip yang mulia, namun sedikit sekali yang diperhatikankaum muslimin. Dalam hal ini, mereka dapat dinyatakan“terkena” firman Tuhan dalam kitab suci tersebut; “Tiap kelompoksangat bangga dengan apa yang dimilikinya” (kullu hizbinbimâ ladaihim farihûn) (QS al-Mu’minûn (23): 45) dengan mementingkan“milik sendiri” itu, mereka melupakan firman lain:“Dan tiadalah Ku-utus Engkau Ya Muhammad, kecuali sebagaipembawa persaudaraan bagi umat manusia” (wa mâ arsalnâka illârahmatan lî al-‘alamîn) (QS al-Anbiyâ (21): 107).Firman Tuhan berikut juga sering dijadikan landasan bagigagasan negara Islam; “Hari ini telah Ku-sempurnakan bagikalian agama kalian, Ku-tuntaskan bagi kalian pemberian nikmat-Kudan Ku-relakan bagi kalian Islam sebagai agama” (alyauma akmaltu lakum dînakum wa atmamtu ‘alaikum nikmatî waISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 11


DEMOCRACY PROJECTradhîtu lakum al-Islama dîinâ). Firman Tuhan itu diandaikan menunjukIslam sebagai sebuah sistem hidup yang sempurna, danitu hanya dapat terwujud dalam sebuah sistem kenegaraan yang“berbau agama”. Diandaikan, tanpa negara, Islam tidak dapatdiwujudkan dengan sempurna. Sebuah andaian yang justru haruskita bicarakan secara tuntas dalam tulisan ini. Kalau hal ini tidakkita lakukan, maka dasar bagi sebuah negara Islam akan goyahselamanya dan gagasan bernegara seperti itu akan kehilangankredibilitas.Dengan demikian, permasalahannya menjadi jelas bagi kitasemua. Benarkah asumsi dasar, bahwa Islam adalah sebuah sistemhidup yang sempurna, dan harus diwujudkan dalam sebuahbentuk kenegaraan tertentu? Jika jawabannya positif, kita harusmendirikan negara Islam sebagai “perintah agama” yang tidakdapat ditawar-tawar lagi. Pengingkaran terhadap perintah semacamitu, berarti pembangkangan yang harus dihukum dan ditindak.Sedangkan kelalaian untuk melaksanakannya merupakanpengingkaran terhadap kewajiban agama. Ini adalah konsekuensilogis yang harus ditanggung oleh kaum muslimin, di manapunmereka berada. Ini termasuk dalam perintah “dan berjihadlahkalian dengan harta benda kalian dan diri/jiwa kalian” (wa jâhidûbi amwâlikum wa anfusikum)(QS al-Anfal(8): 72)*****Tentu saja, kedua firman “sistemik” di atas, tidak berdirisendiri, sebagaimana dipahami oleh penganut paham negaraIslam tersebut –yang tentunya, berhak melakukan hal itu sepenuhya.Terserah pada publik untuk menilai kelengkapan keduapendekatan tersebut, mengartikan “perintah sistemik” Tuhan itusecara berdiri sendiri atau justru sebaliknya. Jika cara pendekatannegara Islam lebih mengutamakan kesendirian penggunaankedua “perintah sistemik” itu, maka timbul pertanyaan; di manakahterletak kesempurnaan Islam? Karenanya, kedua “perintah12 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTsistemik” tersebut dalam pandangan penulis artikel ini haruslahdipahami bersama-sama “perintah sistemik” lain. Hanya dengancara demikianlah dapat dicapai pengertian yang benar-benarrasional dan utuh. Cara yang pertama, jelas hanya “mau menangnyasendiri”, berdasarkan emosi dan sama sekali tidak rasional.“Perintah-perintah sistemik” lain yang dapat digunakan dalamhal ini berjumlah sangat banyak. Penulis hanya menggunakandua buah saja dalam tulisan ini. Perintah “tidak ada paksaandalam beragama, karena telah jelas mana yang lurus dan manayang palsu” (lâ ikrâha fî al-dîn, qad tabayyana al-rusydu min al-ghayyi)(QS al-Baqarah (2): 256). Perintah dalam bentuk pernyataan inidiperkuat oleh pernyataan lain dalam kitab suci “Bagi kalian agamakalian dan bagi-ku agama-ku (lakum dînukum wa liyadîn) (QSal-Kafirun (109): 6) . Jelas, kitab suci tersebut tidak menyatakanlembaga tertentu yang harus “menjamin” kelebihan agama ituatas agama lain, melainkan “diserahkan” kepada akal sehatmanusia untuk “mencapai kebenaran”.Dengan demikian, “kesempurnaan sistem” Islam sebagaiagama, tidak didasarkan pada kekuatan atau wewenang lembagatertentu, melainkan pada kemampuan akal manusia untuk melakukanperbandingan sendiri-sendiri. Dalam pandangan penulis,kesadaran pluralistik seperti inilah yang harus kita pelihara danbukannya lembaga tertentu seperti negara yang harus kita sandari.Bukankah ini sesuai dengan pernyataan Tuhan –sebagaimanayang disebutkan di atas, tentang ditutusnya Nabi kitaMuhammad Saw, untuk membawakan persaudaraan di antarasesama manusia? Pengertian berangkai yang penulis ajukan ini,tentulah terkait sepenuhnya dengan pernyataan Tuhan: “Barangsiapa mengambil selain Islam sebagai agama, tiada diterima(amal)-nya dan ia akan termasuk di akhirat “kelak” sebagai orangyang merugi (man yabtaghi ghaira al-Islâma dînan fa lan yuqbalaminhu wa hua fî al-âkhirati min al-khâsirîn)(QS Ali Imran(3):85).Pernyataan ini menunjukkan hak tiap orang untuk merasa benar,walaupun Islam meyakini kebenarannya sendiri.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 13


DEMOCRACY PROJECTJadi, apa bedanya dengan pernyataan Konsili Vatikan II(1962-1965) di bawah Paus Yohannes XXIII; “Kami para Uskupyang berkumpul di Vatikan menghormati hak tiap orang untukmencapai kebenaran abadi, walaupun tetap meyakini hal itu adadalam Gereja Katolik Roma.” Gereja tersebut merupakan lembagayang sekarang tidak berfungsi penuh sebagai negara, walaupunsecara protokoler memang demikian. Ini adalah proses sejarahdari masa lampau, yang menunjukkan perubahan signifikan dalamperanan yang diambil Vatikan –dari sebuah negara penuh,menjadi sebuah negara-protokoler. Tentu saja, ini adalah sebuahproses sejarah yang sangat menarik, karena dalam hal ini adaBapak Suci Sri Paus, yang oleh kaum Katolik dianggap tidak “terbantahkan”(infallible) sebagai pemberi tafsir dan fatwa unggul,yang tak dikenal oleh Islam.*****Dengan melihat kepada “kenyataan” tersebut, jelaslah bahwaketiadaan negara tidak berarti kaum muslimin “harus” hidupsecara individual (perorangan), melainkan mereka harus membuatkomunitas masing-masing, dan merumuskan “kewajibankewajibankolektif agama” yang mereka anut. Dengan kata lain,ber amar ma’ruf nahi mungkar (memerintahkan kewajiban agamadan mencegah larangannya) dilakukan secara persuasif oleh tiapwarga masyarakat beragama Islam, yang merasa memiliki kemampuan.Dengan demikian, terjadi keseimbangan antara hakhakdan kewajiban-kewajiban perorangan (individual) dan secarabersama (kolektif). Dalam kehidupan masyarakat Islam “kenyataan”seperti inilah yang harus terus-menerus kita sadari dalamsebuah kehidupan bersama. Dengan cara inilah, kita pahamucapan Ali Bin Abi Thalib di zaman Nabi Muhammad Saw “Tiadaagama tanpa kolektifitas, Tiada kolektifitas tanpa kepemimpinandan tiada kepemimpinan tanpa pemimpin” (lâ dîna illâ bi jamâ’atinwa lâ jamâ’ata illâ bi imâmatin wa lâ imâmata illâ bi imâmin).14 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTDi sinilah, letak kegunaan membagi perspektif pernyataandan perintah agama, yang disampaikan kepada kita melalui kitabsuci al-Qur’ân maupun ucapan Nabi Muhammad Saw, dalamartian perorangan dan bermasyarakat (individual ataupun kolektif).Perkembangan sejarah telah menunjukkan tidak ada sistemtunggal maupun menetap dalam Islam. Umpamanya saja, tidakada cara untuk menetapkan pergantian pemimpin. Dari AbuBakar ke Umar bin Khattab ke Utsman bin Affan ke Ali bin AbiThalib ke para Raja setelah mereka, kemudian para Presiden hinggapara Amir di masa kini, semuanya menjadi saksi bagi kelangkaaanadanya suksesi dalam Islam, walaupun harus adasuksesi sebagai tuntutan sejarah, tanpa disebut caranya.Begitu juga, ukuran “masyarakat Islam” tidak pernah sama.Nabi Muhammad Saw dan Abu Bakar memimpin Madinah sebagaikomunitas, Umar memimpin imperium Islam dari Persiadi timur hingga Gibraltar di barat, negara-bangsa (nation-state)di bawah imperialisme hingga kini, dan negara kota (city-state)di kawasan-kawasan teluk saat ini, semuanya memiliki legitimitasyang sama dalam pandangan Islam.Karena tanpa kesamaan dalam kedua hal di atas, yang jugadiikuti oleh keragaman yang sangat tinggi dalam kalangan masyarakat-masyarakatIslam, membuat sebuah konsep negaraIslam tidak dapat dibangun. Pilihannya, kita harus membangunmasyarakat-masyarakat Islam –yang beraneka ragam. Ini berarti,perlunya “kajian kawasan” (area studies) –sebagaimana pernahpenulis kemukakan kepada Universitas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (United Nation University) di Tokyo dalam tahuntahun1980-an, di bawah Rektor Dr. Soedjatmoko. Mudah mengatakannya,sulit membuat pusat-pusat kajian seperti itu, bukan? {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 15


DEMOCRACY PROJECTISLAM DAN DESKRIPSINYADjamil Suherman menulis beberapa cerita pendektentang dunia pesantren dengan tokoh utamanyaUmmi Kulsum. Dijelaskannya, bagaimana di pesantrenorang berbudaya tersendiri yang lepas dari budaya umum, yangada di pedesaan kita. Termasuk di dalamnya penggambaran parasantri yang mencintai buah hati mereka, tanpa boleh berhubungansama sekali. Penggambaran itu oleh para kritikus sastra,seperti H.B. Yasin, sebagai deskripsi terbaik tentang dunia pesantren.Dengan demikian, apa yang dituliskan Djamil Suhermanmenentukan pandangan kita tentang para penghuni pondokpesantren dan jaringan-jaringan mereka, dengan sistem nilai yangtak kalah dahsyatnya dari sistem nilai yang ada dalam ceritaceritasilat/kungfu dari Chin Yung, yang diterjemahkan dalambahasa kita secara terpisah oleh O.K.T atau Boe Beng Tjoe, keduaduanyamencapai dua puluh lima judul (per judul 20 jilid).“Robohnya Surau Kami”, karya A.A Navis, sebaliknyamenggambarkan realita kegundahan hati para pengikut tradisionalismeagama di Ranah Minang, karena tidak menemukanpemecahan rasional atas krisis multi-dimensional yang dihadapilembaga pondok pesantren di kawasan tersebut. Nadalebih mementingkan pembaharuan dalam karya A.A. Navis initampak jelas, dan sesuai dengan kenyataan adanya krisis keagamaanyang mendalam di Sumatera Barat. Deskripsi situasi16 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTitu oleh A.A. Navis, jelas menunjukkan dinamika lain daridunianya Djamil Suherman yang terasa sangat romantis.Perbandingan kedua karya itu saja, sudah menunjukkanpentingnya arti sebuah deskripsi dalam memaparkan situasikehidupan yang tengah digumuli.Maka, jelaslah dari perbandingan di atas, bahwa deskripsikehidupan beragama di sebuah masyarakat pada suatu waktu,sangatlah penting artinya bagi para pengamat. Romantisme pondokpesantren, dan kemurungan para pencari jawaban atas krisisyang berlarut-larut, menunjukkan dengan jelas besarnya perbedaandalam kehidupan beragama yang dijalani oleh dua buahmasyarakat yang berbeda. Menjadi kewajiban kitalah untuk sanggupmencari benang merah yang menghubungkan keduanya.Dalam film “The Singer, Not The Song”, dari tahun 50 atau60-an, John Mills yang menjadi pendeta berusaha melakukankonversi kepada agama atas diri Dirk Bogarde yang bermainsebagai bandit yang piawai. Akhirnya, ketika Bogarde dikepungoleh aparat negara dan tertembak, di saat itulah si pendeta merangkakmendekatinya dan ikut tertembak di tembus peluru. Disaat menjelang kematian mereka, Bogarde memeluk agamaKristen, karena melihat pengorbanan jiwa Pendeta Mills yangmengorbankan jiwanya untuk mengkonversikannya. Ia menjadiKristen sungguh-sungguh karena pengorbanan pendeta Millsdan bukan karena kebenaran yang dibawakan dan dikhotbahkanpendeta tersebut.Jelas dari gambaran di atas, bagi seorang Bogarde yangsudah muak dengan “kebenaran ajaran agama”, yang lebih berpengaruhatas perilakunya adalah pengorbanan dari “pembawakebenaran” itu sendiri. Dengan kata lain, setiap orang melihatsegala sesuatu dari sudut pandangan tertentu yang terkadangkita anggap tidak penting. Jadi, yang menjadi permasalahan bagikita adalah pilihan-pilihan pandangan itu sendiri, yang sangatditentukan oleh deskripsi yang dikemukakan. Jika ini kita abaikan,berarti kita melihat agama sebagai sesuatu yang tidak hidup,ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 17


DEMOCRACY PROJECTmelainkan kita hanya melihat sisi universal dan formal dariagama tersebut.Karenanya, dalam kenyataan sehari-hari kita melihat pentingnyaarti deskripsi yang diberikan atas sebuah “kebenaranagama”. Dengan melupakan hal ini, kita lalu melakukan idealisasiatas ajaran agama, bukannya melihat agama sebagai sebuahproses yang dijalani secara berbeda-beda oleh orang-orang yangberlainan, dan dengan sendirinya membawa pemahaman yangtidak sama pula. Pendekatan idealisasi universal di atas memangsangat penting, tetapi juga sama pentingnya untuk melihat bagaimanapengertian orang tentang sebuah agama dibangun darikenyataan-kenyataaan empirik dalam kehidupan kita.Kedua pendapat di atas, yaitu pendekatan empirik di satupihak dan pendekatan idealisme-universal di pihak lain, pentinguntuk sama-sama kita hayati dan kita pikirkan lebih jauh. Kepincanganuntuk melihat sebuah agama dari pendekatan formal danuniversal, akan membawakan sudut pandang ideal yang tidakmemahami hakikat agama itu sendiri. Sebaliknya, hanya menekankandiri pada aspek empirik belaka dalam mengemudikansebuah organisasi keagamaan (seperti NU dan Muhammadiyah)sama saja artinya dengan memisahkan kehidupan dunia darikehidupan akhirat.Dewasa ini, hal itu tampak nyata dalam kehidupan duabuah organisasi keagamaan Islam terbesar di negeri kita, yaituNU dan Muhammadiyah. Kedua-duanya terjebak dalam pandanganuniversal yang idealistik, yaitu bagaimana sumbersumbertekstual (adillah naqliyyah) membentuk hukum agama/fiqh secara ideal; dan dari situlah di bangun sebuah kerangkauniversal tentang “kehidupan menurut ajaran Islam”. Tentu inilebih mencerminkan kepentingan kritis, yang terkadang tidakbersinggungan dengan kepentingan sebenarnya di masyarakat.Umpamanya saja, mengenai perjudian dan hiburan malam. Yangdipentingkan adalah melarang keduanya, tanpa meghilangkansebab-sebab utama yang mendukungnya. Bagaimana judi akan18 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTterbasmi kalau ketidakpastian hukum masih merajalela? Bukankahyang kaya dan berpunya akan memenangkan perkara hukum,dan tanpa kepastian hukum, dapatkah orang kecil melakukanusaha mencari rezeki yang halal? Dengan ketidakpastian itu,herankah kita kalau ada orang berjudi untuk mencari kekayaandengan cepat?Nah, di sinilah terletak arti penting deskripsi tentang Islam.Dari manakah ia harus dilihat? Dari kenyataan hidup orang Islam(berarti deskripsi empirik), ataukah dari sudut ajaran formal (berartipendekatan ideal-formalistik) yang bersifat universal? Tergantungdari kemampuan kita menjawab hal ini dengan baik,nasib sejumlah kajian Islam di berbagai lembaga penelitiandewasa ini. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 19


DEMOCRACY PROJECTISLAMDAN FORMALISME AJARANNYADalam sejarah umat manusia, selalu terdapat kesenjanganantara teori dan praktek. Terkadang kesenjangan itusangatlah besar, dan kadang kecil. Apa yang oleh pahamkomunisme dirumuskan dengan kata rakyat, dalam teoridimaksudkan untuk membela kepentingan orang kecil; tapidalam praktek justru yang dibela terbanyak adalah kepentingankaum aparatchik. Itupun berlaku dalam orientasi pahamtersebut, yang lebih banyak membela kepentingan penguasadaripada kepentingan rakyat kebanyakan. Karena itu, kitaharus berhati-hati dalam merumuskan orientasi paham ke-Islaman, agar tidak mengalami nasib seperti paham komunismetersebut.Orientasi paham ke-Islaman sebenarnya adalah kepentinganorang kecil dalam hampir seluruh persoalannya. Lihat sajakata “maslahah ‘ammah”, yang berarti kesejahteraan umum.Inilah seharusnya yang menjadi objek dari segala macamtindakan yang diambil pemerintah. Kata kesejahteraan umumdan/atau kemaslahatan umum itu tampak nyata dalamkeseluruhan umat Islam. Yang langsung tampak, umpamanya,adalah kata kunci dalam adagium fiqh: “tindakan/kebijakanseorang pemimpin atas rakyat (yang dipimpin) sepenuhnyabergantung kepada kebutuhan/kesejahteraan mereka”20 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECT(tasharruf al-imâm ‘ala al-ra’iyyah manûthun bi al-mashlahah).Adapun yang tidak langsung mengenai kebutuhan orangbanyak dapat dilihat dalam adagium lain: “menghindarkan kerusakan/kerugiandiutamakan atas upaya membawakan keuntungan/kebaikan”(dar’u al-mafâsid muqaddam ‘alâ jalbi al-mashâlih).Artinya, menghindari hal-hal yang merusak umat lebih diutamakanatas upaya membawakan kebaikan bagi mereka. Dengandemikian, menghindari kerusakan dianggap lebih berarti daripadamendatangkan kebaikan. Adagium inilah yang digunakanDr. Amien Rais untuk meyakinkan penulis untuk menerima pencalonansebagai Presiden Republik Indonesia, tiga tahun lalu.Karena ia yakin bangsa ini waktu itu belum dapat menerimaseorang wanita (Megawati) sebagai Presiden negara, hinggadikhawatirkan akan ada perang saudara jika hal itu terjadi.*****Nah, pengaturan melalui kesejahteraan/keselamatan/keutuhansesuatu, secara langsung atau tidak langsung, menjadipegangan gerakan-gerakan Islam di negeri kita semenjak dahulu.Contoh terbaik dalam hal ini adalah gugurnya Piagam Jakarta(The Jakarta Charter) dari Undang-Undang Dasar (UUD) kita. Parapemimpin berbagai gerakan Islam pada saat itu, tanggal 18 Agustus1945, setuju membuang Piagam Jakarta tersebut dari UUD‘45, agar bangsa kita yang heterogen dalam asal-usul mereka itudapat bergabung ke dalam pangkuan Republik Indonesia. Pendapatyang dipegang oleh Ki Bagus Hadikusumo dan KHA KaharMudzakir dari Muhammadiyah, Abi Kusno Cokrosuyoso dariSarekat Islam, A. Rahman Baswedan dari Partai Arab Indonesia(PAI), A. Subardjo dari Masyumi, H. Agus Salim dan A. WahidHasjim dari Nahdlatul Ulama (NU), itu jelas menonjolkan semangatpersatuan pada tingkat paling tinggi. Bahwa para ulamafiqh (Hukum Islam) tidak menolak tindakan itu, menunjukkandengan jelas bahwa keutuhan dan kesejahteraan umat dinilaiISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 21


DEMOCRACY PROJECTbegitu tinggi oleh berbagai gerakan Islam.Dengan demikian, tertolaklah anggapan bahwa Islamhanya bersandar pada formalitas belaka. Secara kultural,masuknya beberapa unsur budaya lokal ke dalam budaya Islam,atau sebaliknya, merupakan bukti kuat akan hal ini. TariSeudati yang digambarkan dengan indahnya oleh James Siegeldalam The Rope of God, mengenai kesenian daerah Aceh yangbernapaskan praktek-praktek kaum sufi itu jelas menunjukkanhal itu. Demikian pula, diciptakannya tembang Ilir-ilir olehSunan Ampel, menunjukkan bagaimana terjadi salingpengaruh-mempengaruhi yang sangat halus antara budayadaerah kita dan budaya agama yang dibawakan oleh Islam.Demikian pula, bagaimana dengan mudahnya manifestasibudaya santri dalam budaya daerah yang disebut Tabot di SumateraBarat dan Bengkulu, dengan budaya daerah setempat menjadiwahana bagi ekspresi keagamaan kaum Syi’ah di hadapantindakan-tindakan “budaya Sunni” dalam beberapa abad terakhirini, menunjukkan betapa besar dinamika budaya yang terjadi.Penggunaan “budaya adat” sebagai wahana apa yang tadinyadikenal sebagai budaya agama adalah sesuatu yang benar-benarhidup dalam perkembangan sejarahnya.*****Nah, hal inilah yang menjadi tantangan kita dewasa ini.Ayat kitab suci Al-Qur’an “dan dalam diri utusan Tuhan benarbenartelah ada contoh yang sempurna bagi orang yang mengharapkankerelaan Allah, kebahagiaan akhirat dan senantiasaingat akan tanda-tanda kebesaran Allah” (laqad kâna lakum fîrasûlillâhi uswatun hasanah li man kâna yarju Allâha wa al-yauma alâkhira wa dzakara Allâha katsîra)(QS al-Ahzâb(33):21), dapatdigunakan sebagai pengingat bagi kita akan pentingnya arti pelestarianlingkungan alam dan penjagaan kepentingan kita dalamapa yang dinamakan kasus makro.22 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTHal-hal seperti inilah yang seharusnya menjadi tekananbagi gerakan-gerakan Islam dalam membangun sebuah bangsa,justru bukannya mementingkan formalisasi ajaran-ajaranagama tersebut dalam kehidupan. Karena itu, persoalanformalisasi ideologi Islam dalam kehidupan bernegara tidakmenjadi kebutuhan utama. Justru penampilan dari agamatersebut harus terwujud tanpa formalisasi dirinya dalamkehidupan bernegara, seperti di negara ini. Dengan demikian,agama Islam menjadi sumber inspirasi bagi gerakan-gerakanIslam dalam kehidupan bernegara.Dasar perjuangan seperti inilah yang sebenarnya mengilhamijuga lahirnya partai-partai CDU (Christian DemocraticUnion, Uni Demokratik Kristen), di Jerman dan sejumlah negaralain. Inti dari pandangan seperti itu, terletak pada kesadaranbahwa agama harus lebih berfungsi nyata dalam kehidupan, daripadamembuat dirinya menjadi wahana bagi formalisasi agamayang bersangkutan dalam kehidupan bernegara. Esensi inilahyang telah ditangkap dengan sangat baik oleh berbagai gerakanIslam di negara ini semenjak beberapa puluh tahun yang lalu. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 23


DEMOCRACY PROJECTISLAM:PRIBADI DAN MASYARAKATSejarah perkembangan Islam di manapun juga, senantiasamemperlihatkan jalinan antara dua hal, yaitu sistemindividu (perorangan) dan sisi kemasyarakatan (sosial).Karenanya kedua hal itu harus dimengerti benar, kalau kitamenginginkan pengetahuan akan agama tersebut. Dalam arti,benar-benar di dasarkan pada pengertian yang mendalam. Kalauhal ini telah dilaksanakan, maka akan kita lihat beberapa kemungkinanuntuk pengembangan lebih jauh. Tentu saja ada yangmenyanggah pendirian tersebut, dengan dalih Islam telah sempurna,dan tidak memerlukan pengembangan. Dalam hal ini pendapattersebut perlu diuji kebenarannya, agar kita memperolehgambaran lengkap tentang apa yang seyogyanya dilakukan, danselayaknya tidak dilakukan. Dengan kata lain, sebenarnya kitasaat ini memerlukan skala prioritas yang lebih jelas, dalam menatapmasa depan.Karena kedua faktor dari agama langit ini (individu dansosial) memiliki kelebihan dan kekurangan, maka kita merasakanperlu adanya keseimbangan antara keduanya. Yang menambahgalaunya persoalan, adalah kenyataan, bahwa kitab suci al-Qurântidak pernah secara jelas membagi kedua masalah itu dalam kandungannya.Seluruhnya hanya bersandar pada kemampuan kitamemahami kitab suci tersebut, mana yang merupakan perintah(khittah) untuk perorangan, dan mana yang untuk masyarakat.24 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTSeluruhnya bergantung atas penafsiran kita. Umpamanya sajafirman Tuhan yang menyatakan: “Dan Ku-jadikan kalian berbangsa-bangsadan bersuku-suku bangsa agar saling mengenal”“(wa ja’alnâkum syu’ûban wa qabâ-ila lita’ârafû)” (QS al-Hujurât (49):13). Jelas di situ, yang dimaksudkan umat manusia secara keseluruhan,dan yang dikehendaki adalah kenyataan yang tidaktertulis: persaudaraan antara sesama manusia.Dalam kitab suci al-Qurân terdapat sebuah ayat yang sangatpenting yang berbunyi: Kalian kawinilah apa yang baik bagikalian, daripada dua, tiga atau empat orang wanita (tetapi) jikakalian takut tidak dapat (bersikap) adil, maka hanya seorang(istri) saja “(fa ankhû mâ thâba lakum matsnâ wa tsulâtsâ wa rubâ’awa in khiftum an lâ ta’dilû fa wâhidah)” (QS al-Nisa (4): 3). Jelas inimerupakan perkenan, bukan perintah. Karena itu, ia bersifat perorangankarena tidak dapat dilakukan generalisasi, itupun harusdirangkaikan dengan kenyataan, siapakah yang menentukanpoligami itu adil? Kalau pihak lelaki, beberapa orangpun akantetap adil, sedangkan bagi perempuan, masalah keadilan itu bersangkutpaut dengan rasa keadilan secara normal, tentu lebihbanyak kaum perempuan yang merasakan poligami itu tidak adil.*****Dengan kemampuan memilih dan membedakan mana yangbersifat individual, dari hal yang bersifat kemasyarakatan (kolektif)jelas peranan menggunakan akal dan pikiran kita menjadisangat besar. Dalam khasanah pemikiran ini, salah satu adagium“harta warisan“ yang dipakai NU sebagai patokan adalah: “memeliharaapa yang baik dari masa lampau, dan menggunakanhanya yang lebih baik yang ada dalam hal yang baru (al-muhâfadzatu’alaal-qadîmi al sâlih wa al akhdzu bi al jadîd al- aslah).Terkadang, sebuah kewajiban agama memiliki dua sisi itu,yaitu sisi individual dan sisi kolektif sekaligus, yang menjadikankita sering lupa bahwa perintah agama dapat saja memiliki keduaISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 25


DEMOCRACY PROJECTdimensi tersebut. Umpamanya saja, kewajiban berpuasa, yangsemula diperintahkan sebagai sesuatu yang bersifat individual,perintah Allah Swt: “Di perintahkan kepada kalian untuk berpuasa,seperti juga diwajibkan atas kaum-kaum sebelum kalian”(kutiba’alaikum al-shiyâm kamâ kutiba ’ala ladzîna min qablikum)(QSal-Baqarah(2):183). Perintah yang sepintas lalu bersifat individualini pada akhirnya berlaku bagi seluruh kaum muslimin, sebagaikewajiban semua orang Islam. Dengan demikian, kita harusmampu mencari yang kolektif dari sumber-sumber tertulis (dalilal-naqli).Dalam perintah Nabi yang tertulis (dalil al-naqli) saja, yangmembawakan sebuah kecenderungan baru, terkadang kita sulituntuk membedakan atau menetapkan, mana yang berwatak kolektifdan mana yang individual. Sebagai contoh, dapat dikemukakandi sini ucapan Nabi Muhammad Saw: “mencari ilmu (berlangsung)dari buaian hingga ke liang kubur” (thalabu al-ilmi minalmahdi ila al-lahdi). Memang hal itu adalah kerja terpuji, tetapi tidakjelas dalam ungkapan ini, apakah kewajiban yang timbul itu berlakuuntuk perorangan seorang muslim ataukah bagi sekelompokkolektif kaum muslimin? Jika diartikan sebagai kewajibankolektif, bagaimanakah halnya dengan mereka yang tidak bersekolah?Benarkah mereka termasuk orang-orang bersalah?Kejelasannya tidak dapat dicapai dengan ungkapan harafiyah,karena itu tidak akan tercapai kesepakatan kaum muslimintentang “kewajiban” bersekolah. Tapi apakah tanpa kesepakatanitu, lalu orang tidak berhak mendapat pendidikan? Dalam keadaantiadanya kesepakatan tentang suatu hal, maka seseorang dapatsaja mengikuti sebuah pendapat lain, sama seperti juga halnyaorang menggangap tidak adanya sebuah keharusan tentang halitu. Apakah sesuatu itu merupakan kewajiban universal ataukahkewajiban fakultatif? Dapat dikemukakan sebagai contoh mengenaihal ini, yaitu ucapan Nabi Muhammad Saw “mencintai tanahair adalah sebagian (pertanda) dari keimanan” (hubbu al-wathanmin al-iman). Tidak jelas adakah “kewajiban” mencintai tanah26 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTair menjadi tanda keimanan seseorang? Adakah ini berartikewajiban memasuki milisi untuk mempertahankan tanah air,atau bukan? Untuk itu, diperlukan penjelasan denganmenggunakan akal, sehingga sumber tertulis (dalil naqli)maupun keterangan rasional (dalil aqli) dapat digunakanbersamaan.Terkadang, sebuah ucapan yang secara harafiyah tidak menunjukansuatu arti khusus, dapat saja secara rasional diberi artisendiri oleh kaum muslimin. Contohnya, adalah ucapan NabiMuhammad Saw: “Tuntutlah ilmu pengetahuan hingga ke(tanah) Tiongkok“ (uthlub al-ilma walau fi al-shîn). Ungkapan tersebuthanya menunjuk kepada perintah menuntut pengetahuanhingga ke tanah Cina, namun para ahli hadist memberikan artilain lagi. Menurut mereka, yang dimaksudkan oleh ungkapanNabi Muhammad Saw tersebut jelas-jelas menunjukan, kewajibanmempelajari ilmu pengetahuan non-agama juga. Bukankahdi tanah Tiongkok waktu itu belum ada masyarakat muslim samasekali? Bukankah ini secara teoritik, pemberian kedudukan yangsama di mata agama, antara pengetahuan agama (Islamic studies)dan pengetahuan non-agama? Perumusan sikap oleh para ahliagama Islam tersebut, yaitu kewajiban menuntut disiplin ilmunon-agama, memberikan kedudukan yang sama diantara keduanya.Di lihat dari berbagai pengertian, seperti diterangkan di atas,jelaslah bahwa ribuan sumber tertulis (dalil naqli), baik berupaayat-ayat Kitab Suci Al-Quran maupun ucapan Nabi MuhammadSaw, akan memiliki peluang-peluang yang sama bagi pendapatpendapatyang saling berbeda, antara universalitas sebuah pandanganatau partikularitasnya di antara kaum muslimin sendiri.Dengan demikian, menjadi jelaslah bagi kita bahwa perbedaanpendapat justru sangat dihargai oleh Islam, karena yang tidakdiperbolehkan bukannya perbedaan pandangan, melainkan pertentangandan perpecahan. Kitab suci kita menyatakan: “Berpeganglahkalian kepada tali Allah secara menyeluruh, dan janganlahterpecah-belah/saling bertentangan (wa’ tashimû bi habli AllâhISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 27


DEMOCRACY PROJECTjamî’an walâ tafarraqû) (QS Ali Imran (3): 103). Ini menunjukanlebih jelas, bahwa perbedaan pendapat itu penting, tetapi pertentangandan keterpecah-belahan adalah sebuah malapetaka.Dengan demikian, nampak bahwa perbedaan, yang menjadi intisikap dan pandangan perorangan harus dibedakan dari pertentangandan keterpecah-belahan, sebagai upaya kolektif darisebuah totalitas masyarakat. Mudah untuk mengikuti ayat kitabsuci tersebut, bukan? {}28 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTISLAM:SEBUAH AJARAN KEMASYARAKATANCharles Torrey menyatakan dalam disertasinya, kitab sucial-Qurân sangat menarik bila dibandingkan dengankitab suci agama lain. Kenapa ia menyatakan demikian?Karena, seperti dikatakannya, kitab suci tersebut menggunakanperistilahan profesional untuk menyatakan hal-hal yang palingdalam dari lubuk hati manusia. Dengan demikian, al-Qurânmemberikan penghormatan yang sangat tinggi kepada profesiyang kita anut. “Barang siapa mengikuti selain Islam sebagaiagama maka amal perbuatannya tidak akan diterima (menurutIslam) dan di akhirat kelak ia akan merugi perdagangannya” (manyabtaghi ghaira al-Islâma dînan falan yuqbala minhu wahua fî alâkhiratimin al-khâsirîn) (QS ali-Imran (3): 47). Bukankah istilahmerugi, dalam dunia perdagangan merupakan istilah profesional,dalam hal ini dipakai untuk menunjuk hal yang paling dalam dihati manusia, yaitu tidak memperoleh pahala?Istilah-istilah lain dari dunia profesi juga dipakai dalampengertian yang sama oleh kitab suci tersebut. Barang siapa memberipinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik, makaia akan melipat-gandakan imbalannya” (man yuqridhillâ qardhanhasanan fayudhâ’ifahu) (QS al-Baqarah (2): 245), jelas menunjukkepada perolehan pahala, dan bukannya pengembalian kreditseperti di bumi. Hal inilah yang harus kita mengerti, jika diinginkanpemahaman lengkap terhadap kitab suci tersebut: kitab suciISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 29


DEMOCRACY PROJECTitu bukanlah dokumen politik, melainkan sebuah penggambarankehidupan yang lengkap, termasuk pemahamansejarah masa lampau.Ketika Allah berfirman: “barang siapa menginginkan panenandi akhirat kelak, akan Ku-tambahi panenannya” (man kânayurîdu harst al-âkhirati nazid lahu fi hartsihi) (QS al-Syura (42): 20),yang lagi-lagi berbicara tentang pahala di akhirat bagi perbuatankita di dunia ini. Bahwa istilah-istilah perdagangan dan pertaniandigunakan untuk keinginan manusia memperoleh pahalabagi amal perbuatannya, merupakan penghargaan yang sangattinggi atas profesi seseorang.*****Dalam sebuah ayat suci al-Qurân dinyatakan: “orang-orangyang berpegang pada janji mereka, di kala menyampaikan prasetia”(wa al-mûfûna bi ‘ahdihim idzâ ‘âhadû)(QS al-Baqarah(2):176)jelas menunjuk kepada profesionalisme seperti itu. Bukankah manusiapaling mengutamakan janji profesi ketika mengucapkanprasetia? Dikombinasikan dengan pengamatan Torrey di atasjelaslah bahwa Islam memberikan penghargaan sangat tinggikepada profesi. Hal inilah yang justru hilang dari kehidupankaum muslimin dalam beberapa abad yang silam, karena memberikantempat terlalu banyak kepada kaum penguasa, serta kebijakan-kebijakandan tindakan-tindakan mereka, alias pemberianperhatian terlalu besar porsinya kepada aspek politik dalam dirikehidupan bangsa-bangsa muslim.Sebagai akibat, perhatian atas masalah-masalah profesionalternyata kurang besar, dan dengan sendirinya pemikiran ke arahitupun menjadi sangat kecil. Pada saat yang sama, bangsa-bangsaBarat telah mencurahkan perhatiannya yang sangat besar kepadamasalah-masalah profesi. Dengan sendirinya, pertautan antaraIslam sebagai ajaran dan profesi sebagai penerapan ajaran-ajarantersebut, menjadi tidak bersambung satu sama lain. Ini30 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTmengakibatkan ketertinggalan sangat besar dalam pemahamanIslam sebagai agama kehidupan di kalangan para pemeluknya.Karenanya, diperlukan sebuah keberanian moral untuk merambahjalan baru bagi sebuah penafsiran, yang tidak lain adalahsebuah pendekatan profesional.Kita ambil sebuah firman dalam kitab suci al-Qurân: “jikakalian disapa dengan sapaan yang baik, maka sapalah denganungkapan yang lebih baik lagi” (wa idzâ huyyîtum bitahiyyatin fahayyû bi ahsana minhâ) (QS al-Nisa (4): 85), jelas-jelas memerlukanpendekatan profesional, katakanlah bagi seorang produsen barang.Artinya, kalau barang produksi anda dipuji orang lain,maka tingkatkanlah mutu produksi barang itu sebagai jawabanatas pernyataan baik yang diucapkan. Hanya dengan cara itulahseorang muslim dapat membuat interpretasi atas perbuatanperbuatankita di dunia ini.*****Kalau hal ini kita renungkan secara mendalam, jelas bahwaIslam memperlakukan kehidupan sebagaimana mestinya. Sebuahpemahaman yang benar akan menunjuk kepada kenyataan bahwaIslam bukanlah agama politik semata. Bahkan dapat dikatakanbahwa porsi politik dalam ajaran Islam sangatlah kecil,itupun terkait langsung dengan kepentingan orang banyak, yangberarti kepentingan rakyat kebanyakan (kelas bawah di masyarakat).Kalau hal ini tidak disadari, maka politik akan menjadipanglima bagi gerakan-gerakan Islam dan terkait dengan institusiyang bernama kekuasaan.Bukankah ini bertentangan dengan firman Allah dalamkitab suci al-Qurân: “apa yang diberikan Allah kepada utusan-Nya sebagai pungutan fai’ dari kaum non-Muslim (sekitar Madinah),hanya bagi Allah, Utusan-Nya, sanak keluarga terdekat,anak-anak yatim, kaum miskin dan pejalan kaki untuk menuntutilmu dan beribadat, agar supaya harta yang terkumpul tidakISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 31


DEMOCRACY PROJECThanya beredar di kalangan kaum kaya saja di lingkungankalian” (mâ afâ Allâhu min ahli al-Qurâ fa lillâhi wa rasûlihi walidzî al-qurbâ wa al-yatâmâ wa al-masâkîni wa ibni al-sabîl, kailayakûna dûlatan baina al-aghniyâ’ minkum)(QS al-Hasyr(59):7).Bukankah Islam mementingkan fungsi pertolongan kepadakaum miskin dan menderita, dan tidak memberikan perhatiankhusus tentang bentuk negara yang diinginkan?Ini tentu berarti Islam lebih mementingkan pendekatanprofesional, dan bukannya pendekatan politis dalam memandangsesuatu persoalan. Kalau saja ini dimengerti dengan baik, akanmenjadi jelaslah mengapa Islam lebih mementingkan masyarakatadil dan makmur, dengan kata lain masyarakat sejahtera, yanglebih diutamakan kitab suci tersebut daripada masalah bentuknegara. Kalaulah hal ini disadari sepenuhnya oleh kaum muslimin,tentulah salah satu sumber keruwetan dalam hubunganantara sesama umat Islam dapat dihindarkan. Artinya, ketidakmampuandalam memahami hal inilah, yang menjadi sebab kemelutluar biasa dalam lingkungan gerakan Islam dewasa ini. {}32 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTISLAM:AGAMA POPULER ATAUKAH ELITIS?Pada tahun-tahun 50-an dan 60-an, di Mesir terjadiperdebatan sengit tentang bahasa dan sastra Arab, antarapara eksponen modernisasi dan eksponen tradisionalisasi.Dr. Thaha Husein, salah seorang tuna netra yang pernah menjabatmenteri pendidikan dan pengajaran serta pelopor modernisasi,menganggap bahasa dan sastra Arab harus mengalami modernisasi,jika diinginkan ia dapat menjadi wahana bagi perubahanperubahansosial di jaman modern ini. Ia menganggap bahasadan sastra Arab yang digunakan secara klise oleh sajak-sajakpuja (al-madh) seperti bahasa yang digunakan dalam dzibâ’iyyahdan al-barzanji sebagai dekadensi bahasa yang justru akanmemperkuat tradisionalisme dan menentang pembaharuan. Daripendapat ini dan dari tangan Dr. Thaha Husein, lahirlah parapembaharu sastra dan bahasa Arab yang kita kenal sekarang ini.Nama-nama terkenal seperti Syauqi Dhaif dan Suhair al-Qalamawi muncul sebagai bintang-bintang gemerlap dalamperbincangan mengenai pembaharuan bahasa dan sastra Arab.Sejak masa itu, munculah madzhab baru bahasa Arab, yangdirasakan oleh mereka sebagai pendorong dinamika dan perubahansosial. Bahasa dan sastra Arab dari masa lampau, yanglebih berbau agama dikesampingkan oleh kebangkitan kembalibahasa dan sastra Arab masa pra-Islam (‘asr al-jâhiliyah).ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 33


DEMOCRACY PROJECTDalam pandangan ini, produk-produk dekaden harus dikesampingkan,guna memberi jalan kepada proses modernisasibahasa dan sastra Arab. Ini merupakan reaksi terhadap pahamserba agama yang merajai Timur Tengah sebelum itu. Sejalandengan tumbuhnya nasionalisme Arab (al-qawmiyyah al-arabiyyah,yang kala itu menjadi pikiran dominan di kalangan para pemikirArab. Dengan demikian, tradisionalisme yang dibawakan agama,dianggap sebagai penghalang bagi munculnya kecenderunganbaru tersebut. Karena sifatnya yang intelektual, pandangan initidak langsung diikuti oleh rakyat kebanyakan, halnya menjadipemikiran elitis dari kaum cendekiawan di negeri-negeri Arabselama dua puluh lima tahun.*****Di negeri kita, kemunculan kelompok nasionalis itu jugaberkembang, namun tidak dengan sikap memandang rendahtradisionalisme yang dibawakan oleh agama. Namun ada persamaan,dengan pandangan elitis anti-tradisionalisme bahasa dansastra Arab di kalangan bangsa-bangsa Arab, yaitu elitisme kaumcendekiawan yang tidak menyentuh pikiran-pikiran rakyatawam di negeri tersebut. Namun demikian, agama dengan tradisionalismenyatidak dipersalahkan jika menghambat kemajuan.Mungkin ini disebabkan oleh kekuatan politik organisasi tradisionalagama, seperti NU. Tradisionalisme agama yang dibawakannyajustru menyatu dengan kaum nasionalis, karena keduaduanyaharus berhadapan dengan modernisme non-ideologisyang datang dari Barat, dalam berbagai bentuk. Yang terpentingdiantaranya adalah pragmatisme yang dibawakan oleh pahamteknokrasi, yang dipermukaan berarti penyerahan diri secaratotal kepada sistem nilai yang dimiliki orang-orang Barat.Modernisasi dianggap sebagai pengikisan tradisionalismeagama dan rasa kebangsaan kaum nasionalis. Tidak heran, jikayang muncul dipermukaan adalah manifestasi tradisionalisme34 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTagama itu sendiri, digabungkan dengan semangat nasionalismeyang mengagungkan kejayaan masa lampau. Kedua kecenderunganitu menampilkan tradisionalismenya sendiri: anti-Barat,anti penuhnya rasionalisme dan penghormatan berlebihan kepadamasa lampau. Kalau hal ini diingat benar, dengan sendirinyakita lalu dapat melihat kedangkalan dua pendekatan tersebut,dan ingin mengembalikan pertimbangan-pertimbangan rasio ketempatnya semula.Manifestasi budaya dari munculnya kembali tradisionalismeagama itu, seperti terlihat dalam blantika musik kita dewasaini. Musik Arab tradisional dengan enam belas birama (bahr, pluralnyabuhur) seperti yang ada dalam sajak-sajak Arab tradisionalyang hampir seluruhnya didominasi sajak-sajak keagamaan,muncul sebagai “wakil agama” dalam blantika musik kita dewasaini. Pembaharuan bahasa dan sastra nasional, yang dirintis SutanTakdir Alisyahbana tidak sampai menyentuh akar tradisionalismeagama itu dan sebagai akibatnya kita melihat sebuah penampilanyang lucu: bahasa dan sastra nasional yang diperbaharui danberwatak kontemporer dan —pada saat yang sama, menampilkantradisionalisme agama*****Dengan memperhatikan kenyataan di atas, kita sampaikepada sebuah pertanyaan yang fundamental: haruskah kehidupanberagama kita semata-semata berwatak tradisional danadakah penggunaan rasio dalam menyegarkan kembali tradisionalismeagama itu dianggap sebagai “bahaya”? Pertanyaanini patut dipikirkan jawabannya secara mendalam, karena selamaini percampuran antara semangat kebangsaan kaum nasionalisdan tradisionalisme agama hanya membawa hasil positif di bidangpolitik belaka, bukannya di bidang budaya dan bahasa. Tradisionalismeagama tidak menyukai ideologi-agama dalam kehidupanbernegara, seperti terbukti dari penolakan atas Piagam Jakarta.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 35


DEMOCRACY PROJECTKehidupan beragama kita, yang dengan sendirinyamembawakan aspek kebudayaan dalam kebudayaan kita, bagaimanapunjuga haruslah berwatak rasional. Apa yang dikemukakanA.A. Navis dalam cerpen “Robohnya Surau Kami” adalahrasionalitas kehidupan beragama yang kita perlukan, bukannyasesuatu yang harus ditakuti. Ini tidak berarti memandang rendahtradisionalisme agama, karena elemen-elemen positif dan rasionaldari tradisionalisme itu sendiri harus kita teruskan. Tetapiunsur-unsur irrasional yang akan menghambat fungsionalisasitradisionalisme itu sendiri haruslah diganti dengan nilai-nilairasional yang akan menjamin kelangsungan tradisionalismeagama itu sendiri. Sama halnya dengan kontra-reformasi yangdijalani oleh gereja Katolik Roma, yang diperlukan untuk menjaminkelangsungan hidup tradisionalisme agamanya. Penggunaangamelan di satu sisi —misalnya, dan musik hard rock serta rap disisi lain, sama-sama rasionalnya dalam penyampaian pesan-pesangerejawi melalui misa dan sebagainya.Dengan demikian, revitalisasi tradisionalisme agama sangatdiperlukan, dalam bentuk memasukkan unsur-unsur rasional kedalamnya, hingga tradisionalisme agama itu sendiri dapat dirasakansebagai kebutuhan, baik di kalangan elitis yang diwakili paracendekiawan, maupun rakyat jelata yang mengembangkan tradisionalismeagama populis. Di sinilah terletak tantangan yangdihadapi Islam di negeri kita, dengan penduduk muslimnya yangberjumlah lebih dari 170 juta jiwa. Masalahnya sekarang, bagaimanamengembangkan modernisme agama dan tradisionalismeagama yang serba rasional, dan menghindarkan agar keduanyatidak bertubrukan secara praktis. Dapatkah kaum muslimin dinegeri ini mencapai hal itu? {}36 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTISLAM:APAKAH BENTUK PERLAWANANNYA?Pada pertengahan bulan Mei 2002, penulis menyampaikanpenilaiannya atas diri KHA. Mutamakin dalam sebuahseminar yang berlangsung di IAIN Syarif Hidayatullah,Ciputat. Pendapat itu dikemukakan dalam seminar untukmenyambut terbitnya sebuah buku tentang diri beliau, yangmemang benar-benar merupakan karya berbobot ilmiah danmelihat peranan beliau dari berbagai sudut pandang. Baik dariaspek epistemologis, kesejarahan maupun aspek sosiologis.Karya tersebut memerlukan sebuah penanganan serius yangharus diteruskan oleh para peneliti lainnya.Dalam seminar itu, penulis mengemukakan sebuah sudutpandang yang sama sekali baru dalam menilai dan memahamitokoh KHA. Mutamakin yang wafat pada abad ke 18 Masehi dandimakamkan di desa Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah. Diantaraketurunannya yang masih aktif dalam kehidupan masyarakatadalah Rois ‘Am NU (Nahdlatul Ulama), KH. A. M. SahalMahfudz dan diri penulis sendiri. Salah satu sesepuh keluargadan keturunan beliau, dengan pengaruh sangat besar semasahidup adalah KH. Abdullah Salam yang meninggal dunia tahunlalu dan dimakamkan di desa tersebut. Sebagai penghafal al-Qur’ân beliau memimpin sebuah pesantren di desa tersebut danmengembangkan asketisme yang sangat mengagumkan, dalambahasa pesantren dikenal dengan istilah akhlakul karimah.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 37


DEMOCRACY PROJECTDalam menilik riwayat KH. A. Mutamakin itu penulis jugamenggunakan Serat Cebolek yang diterbitkan Keraton AmangkuratIV dan Pakubuwono II di Surakarta, yang dibahas olehdisertasi Dr. Soebardi; juga ceritera ketoprak dan ceritera-ceriteralain, di samping berbagai tulisan kaum pesantren tentang beliaudan terutama tulisan-tulisan beliau sendiri. Yang tidak sempatpenulis gunakan, adalah tulisan Dr. Kuntowidjoyo dari UniversitasGadjah Mada (UGM) tentang KH. Rifa’i, Batang, yang menggunakanreferensi Serat Cebolek dan sebuah buku tentang beliauyang diterbitkan oleh LKiS, di Yogyakarta, tulisan Dr. Abdul Jalil,Pejabat sementara (Pjs) Rektor Institut Agama Islam Negeri(IAIN) Walisongo di Semarang.*****Penulis berpendapat, KH. A. Mutamakin telah memeloporisebuah pendekatan baru dalam hubungan antara Islam dan kekuasaannegara pada abad ke 18 Masehi, yang memerlukan penelitianmendalam dari kita, untuk memahami strategi perjuanganIslam di masa lampau, saat ini maupun masa depan. Tilikanmendalam ini diperlukan guna memungkinkan kita untuk menemukanstrategi perjuangan Islam yang tepat di negeri ini.Perjuangan umat Islam dalam abad ke 18 Masehi itu, padaintinya berupa sikap pro/menunjang pemerintah, dan sikap menentangnya.Kaum syari’ah/ fiqh (hukum Islam) pada umumnyabersikap mendukung kekuasaan, mungkin atas dasar adagiumyang terkenal: “pemimpin lalim untuk 60 tahun memerintah,masih lebih baik daripada anarki sesaat” (imâmun fâjirun lisittîna ‘âmman khairun min faudha sâ’atin). Sikap ini merupakansebuah kenyataan tidak adanya kontrol atas jalannya pemerintahan,semuanya tergantung pada kehendak sang penguasa. Parapelanggar hukum, termasuk pelanggar fiqh/hukum Islam terkenasangsi atau tidak secara legal seluruhnya tergantung sangpenguasa. Kaum fiqh itu menetapkan KH. A. Mutamakin harus38 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTdihukum, karena memasang lukisan binatang secara utuh, dansering menonton wayang dengan lakon Bima Suci/Dewa Ruci.Dengan menonton pagelaran wayang berlakon Dewa Ruci itu,ia telah melanggar syari’ah dan harus dihukum. Tetapi hukumanitu terserah pada sultan sebagai penguasa.Sebaliknya, para pemimpin tarekat dan tassawuf bersikapmenentang penguasa, merupakan pemicu pemberontakan dibeberapa tempat dalam abad tersebut. Dalam pandangan ini,penguasa dianggap menyimpang dari kebenaran formal agama,karena itu haruslah dilawan secara terbuka. Sikap ini, sebenarnyasama-sama bersifat politis, bila dibandingkan dengan sikap diatas. Hanya saja, jika yang satu menentang maka yang lain mendukung.Sikap politis inilah yang membuat penguasa waktu itubanyak menghukum mati dan menyiksa para pemimpin gerakantarekat. Cerita ulama yang mati dibakar atas perintah sultanadalah sesuatu yang memilukan di waktu itu.*****Di sini, KH. A. Mutamakin memperkenalkan pendekatanyang lain sama sekali. Ia mengutamakan pemunculan pahamalternatif terhadap kelaliman penguasa, namun tidak memberikanperlawanan secara terbuka. Dengan demikian, ia lebih mengutamakansikap memberikan contoh bagaimana seharusnya seorangpemimpin wajib bertindak dan membiarkan para ulamasebagai alternatif kultural di hadapan sang penguasa. Pendekataninilah yang di kemudian hari dikenal dengan pendekatan kulturalyang memicu perlawanan rakyat, tanpa melawan sang penguasa.Sikap ini dikecam dengan keras oleh pendekatan politis yangmenunjang penguasa dan yang menentangnya.Pendekatan kultural ini, tidak pernah jelas-jelas menentangpenguasa, tapi ia juga tidak pernah menunjang penguasa. Di masaitu, kaum syari’ah memberikan dukungan kepada penguasasedangkan pihak tarekat bersikap menentang. KH. A.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 39


DEMOCRACY PROJECTMutamakin mengembangkan sikap kultural di atas, yaknipilihan alternatif yang bersifat kultural. Di masa Orde Baru,keadaan menjadi terbalik: pihak tarekat justru menjadipenunjang dan mendukung kekuasaan, seperti terjadi padapemimpin-pemimpin tarekat pada masa itu. Sedangkan kaumsyari’at, seperti yang tergabung dalam kalangan NU/PPP(Partai Persatuan Pembangunan) menampilkan perlawanankultural terhadap kekuasaan.Sekarang, pertanyaan pokok adalah: haruskah perlawanankultural itu dikembangkan terus di masa depan, atau justru dimatikan,dan dengan demikian perjuangan seterusnya menjadiperlawanan politis saja. Jawabannya menurut penulis adalahsesuatu yang sangat komplek: bagi organisasi non-politis, sepertiNU, pendekatan yang harus diambil adalah pendekatan kulturalyang lebih didasarkan pada alternatif-alternatif yang mengutamakankebersihan prilaku di bidang pemerintahan. Sedangkanbagi organisasi-organisasi politik, seperti PKB (Partai PersatuanPembangunan), tekanan harus diletakkan pada penciptaan sistempolitik yang bersih, meliputi ketiga bidang eksekutif-legislatifyudikatif.Hanya dengan kombinasi kedua pendekatan kulturaldan politis itu dapat ditegakkan proses demokratisasi di negerikita. Sebagaimana diketahui, demokratisasi hanya dapat tegakkalau dapat diupayakan berlakunya kedaulatan hukum danadanya perlakuan yang sama bagi semua warga negara di mukaUndang-Undang. Bukankah dengan demikian, menjadi relevanbagi kita di saat ini, mengembangkan pendekatan kultural yangdahulu dirintis KH. A. Mutamakin? {}40 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTISLAM:IDEOLOGIS ATAUKAH KULTURAL? (1)Dalam acara NU (Nahdlatul Ulama)/PKB (PartaiKebangkitan Bangsa) dan beberapa pesantren diKalimantan Selatan, serta orasi budaya dalamKonferensi Besar Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU)di Samarinda, penulis melihat sebuah fenomena yang sangatmenarik. Di tiap tempat, penulis selalu disuguhi pagelaranqasidah shalawat badr, bahkan di daerah lain terjadi orangorangnon-muslim membawakannya. Ini berarti, sajak arabciptaan KH. Ali Mansyur dari Tuban, di Banyuwangi tahun1962 itu, telah menjadi khazanah budaya nasional, minimalbudaya NU/PKB. Terlepas dari penyerahan bintang NU kepadakeluarga almarhum pencipta sajak tersebut di MuktamarKrapyak, Yogyakarta, tahun 1989 itu, fakta penyebaran sajakyang ditembangkan dalam birama (bahr) tradisional tersebut,tampak jelas telah dianggap sebagai fenomena budayatersendiri tanpa disadari.Hal ini menunjukkan eratnya hubungan antara budayadan agama. Sama eratnya dengan penyampaian lagu-pujadalam qasidah dzibâ’iyah yang dibawakan jutaan orang anakanakmuda NU, setiap minggu, jelas menunjukkan bahwapenyebaran agama Islam di negeri ini antara lain dilakukandengan penyampaian budaya. Artinya, penyebaran Islam itudilakukan secara damai, tidak melalui jalan peperangan.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 41


DEMOCRACY PROJECTMemang harus diakui, kekuatan yang dimiliki kaum muslimin,melalui kekuasaan atau tidak, telah turut mendukungpenyebaran agama secara damai itu.Namun, tidak selamanya penyebaran agama secara damaiitu terkait dengan kekuasaan, seperti terlihat pada berbagai aktifitasyang dulu menyertai aliran Syi’ah di negeri kita, beberapaabad yang lalu. Secara budaya, apa yang tadinya dianggap sebagaitindakan penyebaran agama, sekarang diterima sebagai adatdi berbagai daerah. Perayaan Tabot, di Bengkulu umpamanya,dapat dikemukakan sebagai salah satu contoh. Adat yang satuini, menampilkan diusungnya Tabot/peti mati/ keranda cucuNabi Saw, Sayyidina Hasan dan Husein, yang justru menjaditanda bagi kesetiaan orang pada ajaran ahl al bait (keluarga beliau)yang menjadi titik sentral ajaran Syi’ah itu. Bahwa ia telah menjadimanifestasi budaya, menunjukkan arti kesejarahan yangsangat penting.*****Hal yang sama juga kita temui dalam penggunaan namanamadi lingkungan DPR/MPR-RI kita. Gedung yang megah itudiharuskan menggunakan nama-nama dalam bahasa Sansekerta,seperti Graha Nusantara dan sebagainya. Sedangkan DPR/MPR-RI sendiri, sebagai produk Undang-Undang Dasar (UUD), lebihmencerminkan dialog antara para pemimpin Indonesia sebelumkemerdekaan, yang menggunakan pengaruh bahasa Arab.Lihatlah kata-kata yang dipakai, seperti Dewan Perwakilan Rakyat.Ketiga-tiganya, sebelum mengalami konjugasi dalam bahasakita, adalah kata-kata dalam bahasa Arab. Baik kata dewan, wakilmaupun rakyat, berasal dari Timur Tengah. Begitu juga katapemilihan umum, dengan kata “umum” digunakan untuk halhalyang menyangkut publik, jelas berasal dari “sono”.Namun, perkembangan bahasa yang semula diambil darikata-kata Arab dan kemudian dilanjutkan dengan kata-kata42 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTSansekerta, merupakan adaptasi yang dimiliki oleh bangsa kita.Kalau itu kita kaitkan dengan perkembangan di bidang-bidanglain, akan lebih besar kemelut pengertian yang diakibatkanoleh pemakaian sehari-hari. Ambil saja kata hukum, yangberasal dari kata al-hukm dalam bahasa arab. Kata ini semuladigunakan untuk menunjuk hukum agama Islam (fiqh), namunkarena perluasan pemakaiannya yang meliputi penggunaanproduk-produk yang digunakannya, akhirnya kata yangberasal-usul Arab itu meliputi makna baru, yang memiliki artilain seperti disebutkan di atas. Al-hukm yang semula berartiaturan dan undang-undang agama (canonical law), berkembangmenjadi hukum –yang berarti undang-undang negara.Perubahan pengertian ini, disebabkan sebagian oleh perubahanarti kata law/recht, yang diambilkan dari bahasa-bahasaEropa modern. Belum lagi kalau diingat adanya bahasa-semu(meta language) dalam bahasa nasional kita, seperti disinyalir olehDr. Toety Herati Nurhadi: diamankan berarti ditangkap, hargadisesuaikan berarti dinaikkan dan sebagainya. Akibat dari penggunaanbahasa semu ini, masyarakat sempat terkotak-kotak dantimbulah isolasi antar golongan di dalamnya. Akibat dari isolasitersebut adalah munculnya jalan pintas berupa budaya kekerasan(culture of violence) yang terjadi —terutama dalam bentuk munculnyapenggunaan preman dalam kehidupan kita sebagai bangsa.******Jelaslah dengan demikian, hal pertama yang harus dilakukanadalah pembakuan arti yang kita gunakan sehari-hari. Tanpapembakuan ini, kita akan tetap rancu dalam pemikiran dan kacaudalam pengertian. Akibatnya, kita sebagai bangsa tidak tahukemana orientasi kehidupan harus diarahkan. Hal ini tampakantara lain, dalam pernyataan seorang anggota fraksi PDI-P DPR-RI bahwa ia bukanlah wakil rakyat, melainkan wakil partai. Iniberarti, kerancuan telah menelusup dalam tubuh kita sebagaiISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 43


DEMOCRACY PROJECTbangsa, menunjukkan cara berpikir yang carut marut yang kitaalami saat ini. Demokrasi kita, yang semula berartipengutamaan kepentingan rakyat banyak, diubah dengan tidakterasa kepada pemenuhan kebutuhan golongan dan ambisipribadi.Dengan demikian, kebutuhan menyamakan pandangantentang demokrasi yang ingin kita ciptakan dalam kehidupanbangsa, haruslah tetap dilanjutkan. Walaupun sudah lebih dari150 tahun, Alexis de Tocquevile menerbitkan bukunya tentangdemokrasi di Amerika Serikat, sampai hari inipun pembicaraantentang jenis-jenis dan jangkauan proses tersebut dalam kehidupanbangsa Amerika tetap berlangsung. Dengan demikian,perkembangan proses demokratisasi itu sendiri senantiasa dijagaoleh para pemikir, agar tidak menyimpang dari tujuan semula.Ini adalah sebuah hal yang sangat mendasar (fundamental),karenanya ia tidak dapat diabaikan begitu saja.Karena itu, keinginan berbagai kalangan gerakan Islam, agarPiagam Jakarta dimasukkan ke dalam pasal 29 UUD kita, haruslahterus dibicarakan. Ia menunjukkan kurang adanya pengertiandi kalangan gerakan-gerakan Islam tersebut. Bukankah pencantumanPiagam Jakarta itu dalam salah satu pasal UUD akan berartimemasukkan ideologi agama tersebut ke dalam kehidupannegara, dan dengan demikian memberikan kepadanya kedudukanresmi sebagai ideologi negara? Bukankah dengan demikian,para warga negara lain yang non-muslim dimasukkan ke dalamlingkungan warga negara kelas dua? Dan bukankah orang yangberpaham ideologisme non-agama, seperti kaum nasionalis dansosialis, juga tidak memperoleh kedudukan terhormat di negeriini? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan dasar yang harus dijawab,bila kita menginginkan kehidupan bangsa yang benar-benardemokratis di masa depan. {}44 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTISLAM:IDEOLOGIS ATAUKAH KULTURAL? (2)Pada waktu penulis berkunjung ke Pusat Persatuan MuslimTiongkok, penulis menyatakan persamaan antara kaummuslimin Tiongkok dan Indonesia. Kedua negeri inidiatur oleh Undang-Undang Dasar (UUD) yang tidak mencantumkanIslam sebagai dasar negara. Dalam struktur seperti itu,Islam tidak berfungsi sebagai hukum negara, melainkan sebagaijalan hidup masyarakat. Dalam hal ini, tentulah masyarakat sendiriyang memilih berkeyakinan Islam di Indonesia, dan masyarakatyang menentukan untuk tidak menampakkan afiliasiagamanya seperti di Tiongkok. Persamaan mendasar ini, harusdipakai selaku tali pengikat antara kedua negara itu dalamhubungan formal dan non-formal antar mereka.Namun, antara kedua negeri itu terdapat perbedaan yangsangat besar, yang sering luput dari perhatian kita. Mengingatperbedaan tersebut, maka pentinglah arti sejarah bagi pembentukanpandangan umum sebuah negeri. Hal ini sering diabaikanorang, hingga secara tidak terasa kita terjerumus kepada sikapmenyamakan hal yang tidak sama. Karenanya, dalam tulisan inidicoba untuk menyoroti hal itu, agar kita tidak terus-menerusmelakukan kesalahan. Dengan cara inilah kita melakukan koreksiatas kesalahan-kesalahan masa lampau yang diperbuat, dalammenyongsong masa depan.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 45


DEMOCRACY PROJECTSalah satu hal yang membedakan kedua negeri adalahsejarah masing-masing yang saling berbeda. Karena sejak semulaTiongkok berpenduduk sangat banyak, maka pemerintahan dikembangkanlebih seragam. Keseragaman itu dilambangkan olehsistem administrasi yang sama dan birokrasi yang tunggal di semuapropinsi, mengikuti apa yang ditetapkan di ibu Kota Nankingmaupun Beijing. Kedudukan Han Lim sebagai wadah tunggalpendidikan tenaga administrasi pemerintahan, telah ada semenjakratusan tahun yang lalu. Sementara APDN (Akademi PegawaiDalam Negeri) dan IIP (Institut Ilmu Pemerintahan) di negeri kitabaru berlangsung puluhan tahun lamanya, itupun dengan hasilyang sudah sangat menggembirakan. Di Universitas Tokyo,Jepang dan Ecole Superieur, Perancis yang berusia sedikit lebihtua juga mencatat hal yang sama.*****Perbedaan sangat mencolok antara kedua bangsa dapatditelusuri pada sejarah masing-masing. Satu sebagai negara daratan(land-based country) di Tiongkok dan satu lagi sebagai negaramaritim. Sudah tentu dengan lebih banyak keseragaman di Chinadan keragaman kerajaan-kerajaan di negeri kita. Kalau daratanTiongkok terkenal dengan sistem agraris yang berintikan sawahdan padang rumput (lengkap dengan tradisi penggembalaannya),maka perairan negeri kita justru menunjukkan ciri perbedaansangat besar dalam cara hidup masing-masing daerah. Adayang bergantung pada hasil hutan yang sangat besar, seperti diJambi dan Pulau Kalimantan, ada pula yang lebih mengandalkanperdagangan laut antar pulau, seperti terdapat dalam kebudayaanBugis dan Madura. Hanya di Jawa, Sultan Agung Hanyakrakusumadapat menegakkan cara hidup agraris lengkapdengan sistem kepegawaiannya.Namun, pengenalan antropologis antara keduanya, denganyang satu menggunakan konsep agraris dan yang kedua dengan46 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTkonsep maritim, harus diimbangi dengan analisa sosiologis, yangjuga akan menunjukkan perbedaan dan persamaan mereka.Umpamannya saja, kita tunjukkan pada kuatnya akar kekuasaanpihak yang memerintah (the ruling class). Sebenarnya, namaMandarin untuk bahasa nasional Tiongkok saat ini, diambil darinama kelompok birokrat pemerintahan yang menguasai negeriitu semenjak lebih dari 2000 tahun lampau. Kelompok birokratini sanggup bertahan, bahkan menghadapi tantangan kaumpendekar bersenjata yang menguasai pedalaman Tiongkokselama ratusan tahun terakhir ini. Sekarangpun, masih belumdiketahui bagaimana mereka hilang dalam pemerintahan dansistem politik yang ada, walaupun kekuasaan komite militer dilingkungan Partai Komunis Tiongkok masih sangat besar. Apakahkelas bersenjata itu diserap ke dalam komite militer tersebutdengan bawahan-bawahannya, juga tidak kita ketahui.Di negeri kita pun kekuasaan kaum priyayi dengan nilainilainyasendiri terasa sangat besar di masa lampau. Hanya saja,dalam beberapa puluh tahun terakhir ini, kaum agamawan muslim(dikenal dengan nama kaum santri) tampak menyelusup kedalam jantung kekuatan kaum priyayi tersebut. Jalan yang dilaluiada dua model, yaitu jalur kekuasaan politik dan jalur pengembanganprofesi. Kalau ini kita lupakan, sama saja artinya denganmembiarkan diri hidup di masa lampau tanpa mengenal hidupmasa kini dan masa mendatang.*****Jelaslah, tampak betapa besar perbedaan antara Tiongkokdan Indonesia, serta betapa besar pula persamaan antara keduanya.Kalau kita proyeksikan bayangan masa depan, sistem-sistempolitik yang dianut kedua negeri itu –di masa kini dan masa depan–akan bertambah nyata persamaan maupun perbedaan antarakedua bangsa tersebut. Bagaimana masing-masing menjawabtantangan yang dihadapi, yang datang dari proses modernisasiISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 47


DEMOCRACY PROJECTyang penuh dengan persaingan, adalah pengenalan akan duabuah proses yang sama-sama menarik untuk dikaji. Di sinilah,terasa betapa pentingnya deskripsi historis yang dikemukakanoleh kedua sistem politik yang digunakan kedua bangsa itu(ethnografi, yang sangat dikuasai oleh administrasi pemerintahankolonial Hindia-Belanda).Mengingat hal itulah perlu kita sadari betapa pentingnyacatatan-catatan historis yang dikenal oleh kedua belah pihak. Iniadalah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri dalam perjalanansejarah kedua bangsa. Bahwa perbedaan-perbedaan dari orkestrakamar(chamber orchestra) yang memang tidak sama sejarahnyaitu adalah hal yang wajar, merupakan sebuah kenyataan yangtidak dapat dibantah. Tetapi, membandingkan antar keduanya,untuk mencari pelajaran yang dapat kita gunakan untuk mengenalcara hidup kita sendiri, adalah sebuah hal yang wajar pula.Karenanya, segala macam tulisan dan rekaman suara yangmemberikan gambaran akan perjalanan sejarah kedua bangsaitu, jelas akan sangat menarik hati para pengamat. Akankah kitamenjadi sebuah bangsa yang hanya menopang dominasi masalampau, terlepas sama sekali dari konteks historis yang sedangberjalan? Ataukah justru kita menjadi bangsa yang tidak dapatmenatap masa depan sendiri, semuanya terpulang kepada kitasendiri. Di sinilah perlunya kita mengenal kedua bangsa secaralebih mendalam sebagai bangsa yang sama-sama bukan negaraagama, walaupun mempunyai perkembangan sejarah (historicaldevelopment) yang berbeda. {}48 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTISLAM:IDEOLOGIS ATAUKAH KULTURAL? (3)Beberapa partai politik masih mencantumkan Islam sebagaiasas/dasar negara, begitu juga beberapa perkumpulan lainyang non-politis. Ketika hal itu ditanyakan pada penulis,maka jawabannya adalah biar saja, karena itu adalah kehendakmereka. Dengan rasa heran, yang bertanya mengemukakan: anehsekali, Anda dari dahulu selalu menentang negara Islam, mengapakahpartai politik yang berasaskan Islam tidak Anda tolak?Bukankah ini berarti Anda menerima pandangan mereka?Bukankah kedua hal itu saling bertentangan, tapi Anda terima?Jawabannya justru karena penulis menolak negara Islam.Jadi jelas, penulis menolak negara Islam di Indonesia, tidak ditempat lain yang penduduknya homogen (berpandangan tunggal).Karena bangsa kita beraneka ragam dalam pandanganhidup, dengan sendirinya negara tidak dapat hanya melayanimereka yang berpandangan negara Islam saja. Orang muslimpun, seperti penulis yang tidak menerima negara Islam diIndonesia, harus dihargai pendapat dan sikap hidup mereka.Apalagi yang tidak beragama Islam, yang jumlahnya melebihi10 % bangsa ini. Adalah tindakan gegabah untuk menganggapkonsep negara Islam diterima kaum muslimin di negeri ini, hanyakarena mereka merupakan mayoritas penduduk.Itulah yang membuat mengapa penulis menolak gagasannegara Islam di sini, karena penulis tidak ingin menyangkalISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 49


DEMOCRACY PROJECTkebenaran yang dibawakan oleh statistik. Lain halnya denganbangsa Pakistan, yang ingin mendirikan negara sendiri karenapersamaan agama, dan untuk itu mereka berani berpindah tempatke kawasan tersebut dari daerah asal, dan di Pakistan merekamembentuk kelompok kaum pendatang (muhajirin). Dapat dimengertimengapa mereka menginginkan Republik IslamPakistan pada waktu ini, walaupun tidak sejalan dengan pikiranpenulis sendiri.*****Kembali pada masalah asas Islam bagi partai politikmaupun perkumpulan lain. Karena yang beratribut Islam adalahpartai politik dan/atau perkumpulan-perkumpulan lain, makatidak ada sangkut pautnya dengan negara. Kalau mereka memperjuangkanPiagam Jakarta, untuk dimasukkan ke dalamUndang-Undang Dasar kita, maka itu adalah hak mereka jugauntuk merubah konstitusi dan dasar negara. Ini adalah konsekuensiberdemokrasi, bahkan di Amerika Serikat pun ada orangyang ingin agar Undang-Undang Dasar-nya diubah menjadiUndang-Undang Dasar berideologi komunis. Masalahnya tinggalapakah rakyat mau menerimanya dalam pemilu atau tidak.Sikap membedakan kehidupan negara dari kehidupanperkumpulan yang seperti ini, adalah sikap sehat dan demokratisyang harus ditegakkan, kalau kita ingin mengembangkan demokrasidi negara kita. Dasar dari sikap ini adalah keyakinan rakyatbanyak yang tahu apa yang harus dilakukan, walaupun mayoritastidak berpendidikan tinggi, dan bahkan masih besar prosentasemereka yang buta huruf. Kalau dalam hal ini saja kita sudahtidak memiliki keberanian, maka mereka yang bercita-cita mendirikannegara Islam tidak memperoleh tempat untuk menyuarakankehendak, dan mereka akan menempuh jalan pemberontakanbersenjata.Karenanya, kita harus memberikan tempat bagi perbedaan50 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTpendapat dan kemerdekaan berbicara, artinya adalahkebebasan menyatakan pikiran tanpa dikekang sama sekali.Inilah yang mendasari pendapat penulis, bahwa TAP MPRSNo. 25 tahun 1966 harus dicabut. Karena TAP itu melarangpenyebaran paham Marxisme-Leninisme atau Komunisme.Sebagai sebuah paham, pikiran itu hanya dapat diperangi olehpendidikan dan penerangan, bukan oleh sebuah KetetapanMPR ataupun produk hukum apapun. Lain halnya, kalau yangdilarang adalah lembaga atau institusi seperti Partai KomunisIndonesia (PKI), karena itu dapat dilarang oleh negara, sepertihalnya kita melarang lembaga bernama Freemason (lembaga yangberpikiran bebas tanpa agama). Di sinilah diperlukan ketelitiankita, agar produk-produk kenegaraan kita tidak merugikan dirisendiri.*****Hal sekecil ini, yaitu perbedaan-perbedaan antara pahamdan lembaga harus dilakukan dengan cermat. Tanpa kecermatanseperti itu, kita dapat berjalan di arah yang salah, yaitu menindakhal yang tidak perlu diperhatikan dan membiarkan sesuatu yangmemerlukan tindakan. Inilah letaknya arti penting dari perembugan/permusyawaratan,seperti yang dibuat oleh Undang-Undang Dasar kita: Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)yang seringkali dianggap sebagai ajang percaturan kekuasaan,antara dua hal yang berjalan sendiri-sendiri. Kekurangan memahamisituasi seperti ini hanya akan memperparah keadaan, karenatimbul dari kurangnya pengetahuan yang mendalam tentangperanan pemerintah dalam menjaga kepentingan negara.Ini adalah sesuatu yang berjalan dari sebuah generasi yangdiwariskan dari generasi penerus. Joko Tingkir, umpamanya,mempunyai keturunan Kyai Haji Ahmad Mutamakin dari Kajen,Pati, yang sangat tunduk pada Amangkurat IV di Surakarta. Adasemacam kontinuitas cara yang dipertahankan dengan segalaISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 51


DEMOCRACY PROJECTkekuatan, karena Joko Tingkir alias Sultan Hadiwidjaya adalahpenguasa kesultanan Demak yang digulingkan olehSutawidjaya, pendiri dinasti Mataram yang kemudian bergelarPanembahan Senopati Ing Ngalaga Sayyidin PanatagamaKalifatullah Ing Tanah Jawi. Karena penulis masih keturunanKyai Haji Ahmad Mutamakin, berarti masih terkait denganSunan Benawa di Kendal, ayah Sunan Pakubuwana I, dengansendirinya para penguasa Mataram masih menghormatipenulis.Kenyataan inilah yang harus diperhatikan dalam mengikutisistem politik Jawa, karena kuatnya kontinuitas tradisi tersebut.Karena sistem politik Jawa masih memiliki bekasnya yang mendalamatas sistem politik nasional yang kita miliki sekarang,dengan sendirinya tali temali ini harus diperhatikan juga. Inimemperkuat pendapat penulis, bahwa kita tidak memiliki acuannegara Islam bagi sistem politik yang kita kembangkan. Karenahal ini diabaikan oleh sementara pihak dalam wujud sistempolitik kita yang ada, maka pemilu adalah satu-satunya tempatuntuk menguji kebenaran pendapat penulis ini. Menurut dugaanpenulis, kurang dari 20 % pemilih akan memberikan suara kepadapartai-partai politik yang menginginkan Islam sebagai dasarnegara. Sejarahlah yang akan menjawab, benarkah apa yangdisangkakan penulis itu akan terjadi? {}52 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTISLAM:IDEOLOGIS ATAUKAH KULTURAL? (4)Dalam upacara penganugerahan gelar Doktor HonorisCausa untuk bidang humaniora di Universitas SokaGakkai, Tokyo, baru-baru ini, penulis mengemukakandalam sambutannya bahwa sebuah tradisi baru telah di mulaidi Asia. Di samping PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) yang membawakanmoralitas keagamaan dalam kehidupan politik suatubangsa, kita lihat adanya hal sama yang dilakukan oleh partaiKomeito, yang didukung oleh gerakan Buddha terbesar di dunia,Soka Gakkai di Jepang. Hal yang sama juga dilakukan olehBharatiya Janata Party, yang dipimpin oleh Perdana MenteriIndia Atal Behari Vajpayee. Dan, didukung oleh oraganisasi Hindukenamaan di negeri itu, Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS), yangdidirikan tahun 1925, setahun sebelum NU lahir (tahun 1926).Malam harinya, sebelum pemberian gelar tersebut, penulisberkunjung ke rumah Prof. Mitsuo Nakamura, seorang ahligerakan Islam di Indonesia, yang tinggal di Ito City (sekitar duajam berkendaraan mobil dari kota Tokyo). Sebuah pertanyaanbeliau menunjuk dengan tepat problematika yang dihadapi penulis:“Anda memisahkan ideologi agama dari kehidupan negara.Mengapakah sekarang Anda justru membawa agama dalamkehidupan bernegara?” tanyanya. Ternyata, badan yang terasakecapaian akibat berkendaraan mobil ke Ito City selama dua jamitu, hilang seketika dengan pertanyaan tersebut. Inilah yangISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 53


DEMOCRACY PROJECTpenulis cari selama beberapa tahun ini, tetapi tidak pernah dirumuskannyadalam bentuk pertanyaan seperti itu.Penulis memberi jawaban, bahwa yang terjadi (dan terusterang saja, dikembangkan penulis di Indonesia melalui PKB),adalah penolakan terhadap langkanya moralitas dalam kehidupanpolitik kita dewasa ini. Jadi dengan demikian, kalau dalammasyarakat sekuler di Barat ada moralitas non-agama dalam kehidupanpolitik, di negara-negara berkembang yang belum memilikitradisi yang mapan, moralitas ditegakkan melalui dasardasaragama. Jadi, ukuran-ukuran ideologis-agama tetap tidakmemperoleh tempat dalam kehidupan bernegara karena sifatnyayang sesisi dan hanya khusus untuk kepentingan para pemelukagama tersebut. Jadi di sinilah terletak perbedaan antara moralitas danideologi, walaupun sama-sama berasal dari wahyu yang satu.*****Kenyataan ini adalah sesuatu yang penting: kita harus jelimembaca sejarah bangsa-bangsa di dunia, dalam mengambilpelajaran serta sikap yang diperlukan. Kalau di satu sisi, kita melihatmoralitas yang tinggi tanpa berdasarkan agama, seperti diperlihatkanJiang Zemin dan Zhu Rongji di Republik RakyatTiongkok (RRT) yang sepenuhnya disandarkan pada moralitassekuler yang bersifat materiil. Kita harus mampu mengembangkanmoralitas politik yang di dasarkan pada ajaran-ajaran umumsemua agama. Kejujuran, kesungguhan kerja dan pertanggungan-jawabsecara jujur kepada nasib bangsa di kemudian hari merupakansebagian saja dari moralitas umum seperti itu. Karenanya,pemakaian agama untuk menimbulkan moralitas seperti itujustru harus dihargai, dan bukannya dicurigai.Antonio Gramsci mengemukakan gagasan sosialisme yangpenuh kemanusiaan, dan di dalamnya tentu peranan besar darimoralitas yang tinggi, sebagai sebuah koreksi atas Marxisme-Leninisme yang sarat dengan ketentuan-ketentuan organisatoris54 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTbelaka. Pandangannya saat itu (sebelum 1927) dianggap sebagaipenyimpangan Komunisme di Italia, namun adanya kebangkrutandan kehancuran Uni-Soviet justru membenarkannya.Demikian pula halnya dengan Alexander Dubcek di Praha yangberani menawarkan Komunisme yang berwajah kemanusiaan.Namun, beberapa puluh tahun kemudian apa yang mereka bawakanmenjadi kenyataan: bahwa Komunisme pun harus melakukankoreksi atas peranannya dalam kebangunan manusia diakhir abad lalu dan sepanjang abad ini. Pengamatan ini sepenuhnyamengikuti apa yang diingatkan Vladimir Ilyich Lenin: “penyakitkiri ke-kanak-kanakan” (leftism infantile disease) yang dihadapikaum revolusioner manapun yaitu heroisme romantis.Mereka menganggap revolusi akan rampung ketika aku yangberjuang. Aku-isme seperti inilah yang justru merusak revolusi,karena perjuangan jangka panjang harus ditundukkan kepadakebutuhan pribadi seorang pemimpin yang tidak lama jangkahidupnya.Lawan dari aku-isme itu adalah budaya/kultur dan agama,termasuk manifestasi budaya yang sangat penting dalam sejarahumat manusia. Kalau tidak kita pahami dengan benar, perananagama tidak lagi berorientasi kultural, melainkan berorientasiinstitusional. Kegagalan memahami hal ini berarti kegagalan puladalam memahami proses demokratisasi, yang memang sejaksemula sudah tidak ideal. Sir Winston Spencer Churchill pernahmenyatakan, demokrasi banyak kelemahan dan kekurangannya,tetapi ia tetap merupakan perwujudan terbaik dari upaya umatmanusia menegakkan pemerintahan yang benar. Tanpa menghiraukanhal-hal seperti ini, maka pandangan Mao Zedong diRRT menjadi sesuatu yang tidak sehat.*****Demikianlah, terlihat betapa erat hubungan antara budaya/kultur dan politik, paling tidak untuk menampilkan kesusilaanISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 55


DEMOCRACY PROJECTpolitik (political morality) yang diperlukan oleh sistem pemerintahanmanapun di dunia ini. Kata-kata Zhu Rongji “sediakansepuluh buah peti mati, sembilan buah untuk para koruptor dansebuah lagi untuk diriku, kalau aku juga korup”, adalah ungkapanmoralitas yang diingini. Karenanya, baik itu moralitassekuler dari sebuah ideologi duniawi seperti Komunisme, maupunmoralitas agama yang digunakan dalam pengembangansistem politik, haruslah dibaca sebagai keniscayaan sebuahpemerintahan yang benar-benar bertanggung jawab pada rakyat.Di sini, kita harus belajar dari para moralis dunia, dariFir’aun Akhnaton di Mesir kuno hingga Mahatma Gandhi diIndia dalam abad ke 20, membuat rambu-rambu yang harusdigunakan dalam mengemban amanat rakyat yang kita junjungtinggi. Kegagalan memahami hal ini, hanya akan membuat seorangpenguasa mementingkan diri saja, seperti halnya KaisarNero yang membakar kota Roma untuk mencari kesenangan.Juga Kaisar Bu Tek Chian yang curiga kepada semua orangdengan anggapan mereka ingin menyingkirkan dirinya daripemerintahan, maupun Sultan Agung Hanyakrakusuma dariMataram yang bergembira dengan para dayang-dayangnya diatas Taman Sari dengan menyaksikan lawan-lawan politiknyadi makan buaya, karena tidak dapat melawan binatang-binatangbuas itu tanpa senjata.Jadi benar menurut fiqh: “tindakan dan kebijaksanaanseorang pemimpin mengenai rakyat yang dipimpin, harus terkaitlangsung dengan kesejahteraan mereka”, merupakan sebuahrambu moral yang melarang untuk menumpuk kekayaan bagidirinya sendiri. Tiap agama dan keyakinan memiliki sejumlahadagium/ketentuan seperti itu, karena itulah moralitas-agamasangat diperlukan dalam menciptakan sistem politik yang sehat.Karenanya, kita tidak perlu ragu-ragu bahwa moralitas-agamamemberikan sumbangan bagi pembentukan sistem politik yangsehat bagi sebuah bangsa. Pada tingkat inilah agama dan politikdapat dihubungkan, dan tidak pada tingkat ideologis. {}56 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTISLAM:IDEOLOGIS ATAUKAH KULTURAL? (5)Dalam perjalanan menuju Banjarmasin, di pagi hari,penulis mengikuti siaran warta berita televisi di ruangtunggu pesawat Mandala. Ditayangkan di televisi ituperingatan Tabot di Bengkulu, yang diselenggarakan untukmenghormati Syech Burhanudin yang hidup di kawasan itu padaakhir abad ke 17 dan awal abad ke 18 Masehi. Karena dijelaskandalam pemberitaan tersebut, bahwa acara tersebut juga diikutiorang-orang keturunan India, jelaslah bahwa orang-orang Syi’ahsekte Isma’illiyah adalah pembawa Islam ke Bengkulu saat itu.Sekte Syi’ah Isma’iliyah inilah yang kemudian menurunkan parapemimpin yang bernama Aga Khan di negeri itu.Walaupun kemudian ajaran Sunni tradisional menguasaiBengkulu, upacara Tabot itu tampaknya tidak juga kunjunghilang, dan sekarang bahkan menjadi bagian dari adat setempat.Dengan demikian muncul Syi’isme dalam baju adat atau kulturmasyarakat setempat di permukaan, sedangkan seluruh ajarankaum muslimin —di kawasan itu, di “sunni”kan melalui fiqh/hukum Islam. Ini berarti bahwa, manifestasi Syi’isme munculdalam bentuk budaya setempat. Sayyidina Hasan dan Husaindimulyakan dalam “ajaran” Sunni, dan dengan demikian dilepaskandari sekte Syi’isme. Ini adalah kejadian lumrah, seperti halnyapembacaan dziba’ oleh jutaan warga NU di berbagai kawasan dinegeri kita, dengan tidak lagi tampil dalam bentuk ideologis.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 57


DEMOCRACY PROJECTKedua hal tersebut di atas, yaitu munculnya Syi’isme danpembacaan dziba’ dalam bentuk budaya adalah bentuk palingkongkrit dari penampilan Islam di masa lampau di negeri ini,yakni dalam bentuk kultural bukannya ideologis. Kalau hal initidak kita mengerti dengan baik, berarti kita tidak memahamiproses masuknya Islam ke Indonesia. Inilah hal yang harus kitaperhatikan baik-baik dalam hati, jika ingin menyimak perkembanganagama tersebut di kawasan Asia Tenggara. Ketidakmampuanmemahami hal ini hanya akan menghadapkan Islam padapaham-paham lain di negeri ini, sesuatu yang jelas-jelas tidakdiingini oleh mayoritas kaum muslimin Indonesia —jika tidakdikatakan oleh mayoritas bangsa.*****Inilah yang menjadi tema utama yang harus diperhatikandalam mencermati perkembangan Islam di negeri ini, yang seringdisebut sebagai “negerinya kaum muslim moderat.” Kegagalanmengambil sikap ini, apapun alasannya (ideologis ataupun politis),jelas hanya menjadi tantangan belaka bagi kaum musliminmoderat di negeri ini. Karena kedudukan Indonesia sebagainegara berpenduduk mayoritas muslimin (sekitar 185 juta jiwa)di seluruh dunia, dengan sendirinya siapa yang menang di negeriini akan menentukan masa depan Islam; adakah ia berkembangsebagai ideologi ataukah secara kultural? Tulisan-tulisan berikutakan mencoba menelusuri perkembangan ini, tentu saja denganmemenangkan pendapat kaum moderat yang tidak mementingkanideologi. Dalam pandangan mereka, Islam muncul dalamkeseharian kultural, tanpa berbaju ideologi sama sekali.Dengan mencoba bersikap simpatik kepada pendekatanideologis, penulis bermaksud menekankan pentingnya saling pengertianantara kedua pendekatan tersebut. Terorisme berasaldari ketidakpahaman kita akan proses modernisasi yang dialamibangsa kita dalam abad ke 19 Masehi hingga saat ini, dan58 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTmungkin di masa depan. Kalau kita tidak menginginkan terorismemerajalela di negeri kita, dengan menggunakan namaIslam, tentu pendekatan ideologis ini harus benar-benar di perhatikandengan cermat.Dengan demikian, dapat disimpulkan apapun sebab-sebabyang menimbulkannya, terorisme dengan menggunakan namaIslam lebih banyak disebabkan oleh ketidakpahaman, dan bukannyasebuah proses yang tidak dapat dihindari. Ini bukan berarti,penulis meniadakan kemungkinan adanya asal-usul lain bagiterorisme yang menggunakan nama Islam yang kini sudah merajaleladi mana-mana —seperti kita saksikan di berbagai kawasandi negeri ini dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai sebuah prosessejarah, hal itu adalah sesuatu yang biasa, betapapun sakitdan susah kita dibuatnya, yang tampak dari rumah-rumah, sekolah-sekolahdan tempat-tempat umum lain yang dirusakkan,maupun jiwa yang melayang karenanya.*****Di samping hal-hal ideologis, pendekatan ini seringkaliditunggangi oleh kepentingan politis. Ini terjadi terus-menerushingga tulisan ini dikirimkan ke meja redaksi untuk diterbitkan.Kepentingan politik sesaat, untuk merebut atau mempertahankankepemimpinan negara, membuat sejumlah lingkaran kekuasaandi negeri ini —dalam beberapa tahun terakhir, untuk mendukunggerakan-gerakan ideologis Islam. Dikombinasikan dengan ketakutansebagian penguasa untuk menindak terorisme berbajuideologis itu karena kepentingan politik mereka, jadilah sikaptoleransi kepada mereka justru menjadi pendorong bagi perananpara teroris untuk menggunakan nama suci itu.William Cleveland menuliskan dalam disertasinya, beberapawaktu lalu, ia menjelaskan ideologi Islamistik dan SyakibArsalan, pemimpin sekte Druz di Lebanon yang juga adalahkakek dari Kamal Jumlad, berasal dari penolakannya atas gagasanISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 59


DEMOCRACY PROJECTnasionalisme Arab. Hal itu timbul dari ambisi pribadinva untuktetap menjadi anggota parlemen Ottoman di Turki, suatu hal yanghanya dapat dicapai kalau keutuhan Islam di bawah pemerintahanOttoman dapat dipertahankan di seluruh kawasan Arab,kalau tidak juga di tempat-tempat lain dalam dunia Islam. Tentusaja, kita dapat menolak atau menerima pendapat ini, tapi yangterpenting adalah upaya untuk mencoba mengerti asal-usul historismaupun idealistik dari gagasan itu sendiri.Disertasi itu, yang ditulis oleh paman tua Paul Cleveland,ketua Lembaga Persahabatan Amerika Serikat-Indonesia (Usindo)saat ini, mencoba mengerti alasan-alasan historis bagi pemikiranutama yang dikembangkan Syakib Arsalan, yang tentu saja berbedadari (mungkin bertentangan dengan) sebab-sebab idealistikdari Syakib Arsalan, yang dikenal sebagai penganjur Islam ideologisdengan bukunya “limâzâ ta’-akhara al-muslimûn wa taqoddamaghoiruhum” (Mengapa Kaum Muslimin Mundur dan SelainMereka Maju?), menjadi sangat penting artinya. Dari sinilah kitalalu mengerti mengapa harus diketahui sebab-sebab paham Islamideologis itu, termasuk nantinya sebab-sebab sosiologis dan sebagainya.Tulisan-tulisan dalam seri ini, bermaksud mengupassebab-sebab timbulnya “Islam ideologis” tersebut. Kalau tujuanini dapat dicapai, nama Islam dapat dijernihkan dan dipisahkandari terorisme, serta dapat dikembangkan pegangan lebih pastibagi kaum “muslimin moderat”. Mereka ini dalam pandanganpenulis adalah mayoritas kaum muslimin yang tengah disalahpahamiorang —terutama oleh kaum non-muslim.60 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTISLAM:GERAKAN ATAUKAH KULTUR ?Ketika menghadapi Hari Waisak 2546 pada 26 Mei 2002penulis mendapat undangan dari KASI (KonferensiAgung Sangha Indonesia) untuk hadir dalam acaratersebut di Balai Sidang Senayan Jakarta. Penulis menjawab akanhadir. Dan, rombongan KASI berlalu dengan hati lega. Setelahberjalan beberapa waktu penulis mendengar bahwa MegawatiSoekarnoputri sebagai personifikasi kepala negara dan pemerintahakan datang pada peringatan yang sama di Candi Borobuduroleh Walubi (Perwakilan Umat Buddha Indonesia), pada waktuyang besamaan pula. Di saat itulah ada orang yang bertanya padapenulis, akan datangkah ke acara KASI?Ketika penulis menjawab ya, segera disusul dengan pertanyaanberikut, hadirkah Anda dalam acara KASI itu yang berbedadari pemerintah? Penulis menjawab, akan hadir. Apakah alasannya?Karena penulis yakin, KASI mewakili para bhiksu danagamawan lain dalam agama Buddha di negeri kita. SedangkanWalubi adalah organisasi yang dikendalikan bukan oleh agamawan.Dengan kata lain, Walubi adalah organisasi milik orangawam (laymen). Prinsip inilah yang penulis pakai sejak awaldalam bersikap pada sebuah organisasi agama.Pada Hari Raya Waisak itu, sebelum berangkat ke BalaiSidang, penulis mendengar bahwa Megawati Soekarnoputriternyata tidak hadir di Candi Borobudur untuk keperluanISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 61


DEMOCRACY PROJECTtersebut. Namun, pemerintah diwakili Menteri Agama. Dengandemikian jelas, pemerintah mengakui Walubi sebagai perwakilanumat Buddha di negeri kita. Sedangkan di Balai Sidang hadirMenteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jacob Nuwa Wea, yangjustru tidak membidangi masalah tersebut. Dengan ungkapanlain, pemerintah justru mengutamakan Walubi sebagaiperwakilan umat Buddha dan bukannya KASI.Nah, disamping penulis, juga hadir Kardinal Dharmaatmadja,Haksu Tjhie Tjay Ing dan seseorang yang mewakiliMajelis Ulama Indonesia (MUI). Untunglah, Akbar Tandjungdatang mewakili DPR dan Ketua Bappenas Kwik Kian Gie yangbertindak selaku penasihat panitia. Namun, kesan bahwapemerintah lebih mengutamakan Walubi dan bukannya KASIsebagai perwakilan umat Buddha di Indonesia tidak dapatdihindari lagi.Sikap tidak jelas dari pemerintah itu pada dasarnya sangatmenguntungkan KASI. Dengan ungkapan lain, di hadapankekuasaan pemerintah yang tidak begitu melindunginya, ternyataKASI justru ditunjang dua pihak yang penting, pihak agamawanBuddha sendiri dan para pemuka agama-agama lain yangmenghargainya. Bukankah kedua modal itu akan memungkinkanKASI dapat bergerak lebih maju?Kejadian di atas menjadi lebih menarik lagi, jika membandingkannyadengan keadaan internal kaum muslim di negeri kita.Kalau dalam agama-agama lain seorang agamawan diangkatorganisasi tertinggi dari agama tersebut, yang biasanya didominasipara agamawan, justru dalam Islam hal itu tidak ada. Bukankahjustru Rasulullah Saw sendiri yang bersabda, “Tidak adakependetaan dalam Islam” (lâ rahbâniyyata fî al-Islâm). Karenanya,pantaslah kalau dalam Islam tidak ada agamawan yang diangkatoleh sebuah pihak yang dinilai sebagai lembaga tertinggi agamatersebut. Ini berarti, tidak ada pihak yang memiliki otoritas dalampengangkatan ulama, terserah pada pengakuan masyarakatkepada seseorang untuk dianggap sebagai ulama. Karena62 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTkekosongan seperti itu, lalu organisasi-organisasi Islam meletakkanpara wakil mereka dalam Majelis Ulama Indonesia(MUI). Apakah yang terjadi? Hilangnya keulamaan dalam artipenguasaan ilmu-ilmu agama dalam kepengurusan MUI itu sendiri.Seseorang yang hafal sepuluh ayat Al-Qur’an dan sepuluhhadis Nabi saja sudah bisa masuk dalam jajaran pimpinanharian MUI. Karena ia tidak mewakili umat, melainkan sebuahorganisasi.Karena itu, kedudukan MUI tidak tepat jika dianggap mewakiliumat, karena mereka mewakili organisasi. Maka itu, aspekpenguasaan ilmu-ilmu agama di lingkungan MUI tidak bersifatbaku, padahal merekalah pembawa tradisi kultural dalam kehidupanumat. Dalam keadaan demikian, perwakilan yang adatidak mencerminkan kelompok agamawan, melainkan hanya menampilkanperwakilan gerakan-gerakan agama, seperti Muhammadiyah,NU, dan sebagainya.Karena langkanya kohesi intern umat, cara termudah mempersatukanseluruh elemen umat adalah mencari musuh bersama:kekuatan Barat yang dianggap merusak kekuatan Islam. Makadi sinilah terletak kelemahan dan justru kekuatan yang dimilikiumat Islam. Dikatakan kelemahan, karena tidak ada kohesi dankejelasan siapa yang diterima dan tidak sebagai agamawan. Dandikatakan kekuatan, karena langkanya sikap dominan dari paraagamawan. Maka, pemikiran-pemikiran orang awam tentangagama diperlakukan sama dengan pemikiran para ahli agamaitu sendiri.Contoh konkret yang dapat dikemukakan di sini, yaitu tentangKi Panji Kusmin di awal-awal tahun 1970-an. Orang awamini dapat digambarkan (atau justru sebaliknya) sebagai pihakrepresentatif yang mewakili Islam. Bahwa kemudian tokohmuslim yang memiliki kekuatan tersendiri, walaupun tidak didukungoleh kekuatan pemerintahan, menentang pandangannyayang memandang Tuhan tidak perlu dibela siapa pun dalam kebesarannya,jelas-jelas ditentang oleh pandangan formal untukISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 63


DEMOCRACY PROJECTmembela-Nya, sangat nyata menunjukkan dikotomi tersebut.Tetapi, bagaimanapun juga harus ada standar minimalyang digunakan untuk menilai apakah seseorang dapatdianggap mewakili Islam atau tidak. Tanpa kriteria ini, hanyasituasi semrawutlah yang lahir, seperti yang terjadi sekarangini. Karena tiap orang dapat menyatakan dirinya mewakiliIslam. Di sinilah arti penting dari sabda Nabi Muhammad Saw:“Kalau persoalan diserahkan kepada bukan ahlinya, tunggulahhari kiamat,” (idzâ wusida al-amru ilâ ghairi ahlihî, fantatziri alsâ’ah).Sanggupkah kaum muslimin di negeri kita menetapkankriteria tersebut? {}64 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTISLAMKU, ISLAM ANDA,ISLAM KITASaat membaca kembali makalah-makalah yang dikirimkankepada sejumlah penerbitan, disampaikan dalam sekianbuah seminar dan dipaparkan dalam sekian banyak diskusi,penulis mendapati pandangan-pandangannya sendiri tentangIslam yang tengah mengalami perubahan-perubahan besar.Semula, penulis mengikuti jalan pikiran kaum ekstrimis yangmenganggap Islam sebagai alterntif terhadap pola pemikiran“Barat”, seiring dengan kesediaan penulis turut serta dalam gerakanlkhwanul Muslimun di Jombang, dalam tahun-tahun 50-an.Kemudian, penulis mempelajari dengan mendalam NasionalismeArab di Mesir pada tahun-tahun 60-an, dan Sosialisme Arab(al-isytirâkiyyah al-’arâbiyyah) di Baghdad. Sekembali di tanah air,di tahun-tahun 70-an penulis melihat Islam sebagai jalan hidup(syarî’ah) yang saling belajar dan saling mengambil berbagai ideologinon-agama, serta berbagai pandangan dari agama-agamalain.Pengembaraan penulis itu, menyembulkan dua hal sekaligus:di satu pihak, pengalaman pribadi penulis yang tidak akanpernah dirasakan atau dialami orang lain, dan sekaligus kesamaanpengalaman dengan orang lain yang mengalami pengembaraanmereka sendiri. Apakah selama pengembaraan itu berakhirpada ekletisme yang berwatak kosmopolitan, sedangkan padaorang lain pengembaraan mereka membawa hasil sebaliknya,ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 65


DEMOCRACY PROJECTtidaklah menjadi soal bagi penulis. Pengalaman pribadi orangtidak akan pernah sama dengan pengalaman orang lain. Dengandemikian, kita justru harus merasa bangga dengan pikiran-pikiransendiri yang berbeda dari pemikiran orang lain.Dari kenyataan itulah, penulis sampai pada kesimpulan,bahwa Islam yang dipikirkan dan dialaminya adalah sesuatu yangkhas, yang dapat disebutkan sebagai “Islam ku”, hingga karenanyawatak perorangan seperti itu patut dipahami sebagai pengalamanpribadi, yang patut diketahui orang lain tanpa memilikikekuatan pemaksa. Kalau pandangan ini dipaksakan juga, akanterjadi dislokasi pada diri orang lain, yang justru akan membunuhkeindahan semula dari pandangannya sendiri.*****Dalam berbeda pandangan, orang sering memaksakankehendak dan menganggap pandangan yang dikemukakannyasebagai satu-satunya kebenaran, dan karenanya ingin dipaksakankepada orang lain. Cara seperti ini tidaklah rasional, walaupunkandungan isinya sangat rasional. Sebaliknya, pandangan spiritualyang irrasional dapat ditawarkan kepada orang lain tanpapaksaan, dengan dalih itu pengalaman pribadi yang tidak perludiikuti orang. Kebenarannya baru akan terbukti jika hal-hal irrasionalitu benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.Tradisionalisme agama, pada umumnya, mengambil polaini dan hal itulah yang dimaksudkan oleh Marshall McLuhanseorang pakar komunikasi dengan istilah “happening”. Ini bisadilihat, misalnya, dalam setiap tahun para pemain rebana selalumemperagakan kebolehan mereka di arena Masjid Raya Pasuruan,tanpa ada yang mengundang. Kebanyakan mereka datangmengendarai truk ke kota tersebut dengan mengenakan seragammasing-masing, yang dibeli dari hasil keringat sendiri, serta taklupa membawa makanan sendiri dari rumah. Setelah bermainrebana selama lima sampai sepuluh menit, mereka pun lalu66 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTpulang tanpa mendengarkan pagelaran rebana orangrombonganlain.Hal yang sama juga terjadi dalam haul/peringatan kematianSunan Bonang di Tuban dalam setiap tahunnya. Tanpa diumumkankan,orang datang berduyun-duyun ke alun-alun Tuban,membawa tikar/koran dan minuman sendiri, untuk sekedarmendengarkan uraian para penceramah tentang diri beliau. Disini, pihak panitia hanya cukup mengundang para penceramahitu, memberitahukan Muspida dan menyediakan meja-kursi alakadarnya demi sopan santunnya kepada para undangan. Tidakpenting benar, adakah Sunan Bonang pernah hidup? Dalam pikiranpengunjung memang demikian, dan itu adalah kenyataan—yang dalam pandangan mereka “tidak terbantahkan”. Nah,“kebenaran” yang diperoleh seperti ini adalah sesuatu yang didasarkanpada keyakinan, bukan dari sebuah pengalaman. Halinilah yang oleh penulis disebutkan sebagai “Islam Anda”, yangkadar penghormatan terhadapnya ditentukan oleh banyaknyaorang yang melakukannya sebagai keharusan dan kebenaran.*****Sementara itu, dalam menelaah nasib Islam di kemudianhari, kita sampai pada keharusan-keharusan rasional untuk dilaksanakanataupun dijauhi, jika kita ingin dianggap sebagai“muslim yang baik”. Kesantrian, dalam arti pelaksanaan ajaranIslam oleh seseorang, tidak menentukan “kebaikan” seperti itu.Banyak santri tidak memperoleh predikat “muslim yang baik”,karena ia tidak pernah memikirkan masa depan Islam. Sedangkansantri yang kurang sempurna dalam menjalankan ajaran agamasering dianggap sebagai “muslim yang baik”, hanya karena iamenyatakan pikiran-pikiran tentang masa depan Islam.Pandangan seperti ini, yang mementingkan masa depanIslam, sering juga disebut “Islam Kita”. Ia dirumuskan, karenaperumusnya merasa prihatin dengan masa depan agama tersebut,ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 67


DEMOCRACY PROJECTsehingga keprihatinan itu sendiri mengacu kepada kepentinganbersama kaum muslimin. Suatu kesimpulan dalam “Islam Kita”ini mencakup “Islam ku” dan “Islam Anda”, karena ia berwatakumum dan menyangkut nasib kaum muslimin seluruhnya, dimanapun mereka berada.Kesulitan dalam merumuskan pandangan “Islam Kita” itujelas tampak nyata di depan mata. Bukankah pengalaman yangmembentuk “Islam ku” itu berbeda isi dan bentuknya dari “IslamAnda”, yang membuat sulitnya merumuskan “Islam Kita”? Disini, terdapat kecenderungan “Islam Kita” yang hendak dipaksakanoleh sementara orang, dengan wewenang menafsirkan segalasesuatu dipegang mereka. Jelas, pemaksaan kehendak dalambentuk pemaksaan tafsiran itu bertentangan dengan demokrasi.Dan dengan sendirinya, hal itu ditolak oleh mayoritas bangsa.Nah, pemaksaan kehendak itu sering diwujudkan dalam apayang dinamakan “ideologi-lslam”, yang oleh orang-orang tersebuthendak dipaksakan sebagai ideologi negeri ini. Karenanya,kalau kita ingin melestarikan “Islam ku” maupun “Islam Anda”,yang harus dikerjakan adalah menolak Islam yang dijadikan ideologinegara melalui Piagam Jakarta dan yang sejenisnya. Bisakahhal-hal esensial yang menjadi keprihatinan kaum muslimin, melaluiproses yang sangat sukar, akhirnya diterima sebagai “IslamKita”, dengan penerimaan suka rela yang tidak bersifat pemaksaanpandangan? Cukup jelas, bukan? {}68 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTKAUM MUSLIMINDAN CITA-CITASoal cita-cita kaum muslimin, tentu saja harus dipresentasikandengan mendalam. Ini sesuai dengan kenyataan,bahwa kaum muslimin terbagi dalam dua kelompok besar.Ada kaum muslimin yang menjadi gerakan Islam, ada pula yanghanya ingin menjadi warga negara tempat mereka hidup, tanpamenjadi warga gerakan apapun di dalamnya. Dalam hal ini sudahtentu harus diperkecualikan gerakan yang menyangkut seluruhwarga negara, seperti gerakan Pramuka yang menggantikangerakan kepanduan di masa lampau dalam kehidupan masyarakatIndonesia. Pengecualian ini dilakukan dengan kesadaraanpenuh karena ia menyangkut kehidupan keseluruhan wargabangsa, dan dengan demikian tidak memiliki “warna ideologisapapun.”Sedangkan jenis lainnya adalah kaum muslimin wargagerakan-gerakan Islam, apapun wujud dan bentuknya. Ada yanghanya bersifat lokal belaka, nasional, dan ada yang bersifat internasional.Yang terakhir ini dapat dilihat pada pembubaran LaskarJihad di Saudi Arabia yang secara otomatis berarti pula pembubaranperkumpulan yang bernama Laskar Jihad di Indonesia.Ini juga dapat dilihat pada pembentukan Nahdlatul Ulama (NU)di beberapa kawasan mancanegara, ataupun pembentukanIkhwanul Muslimin di sejumlah negara Timur Tengah. Karenasifatnya yang sangat heterogen, jelas tidak ada satu pihak punISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 69


DEMOCRACY PROJECTyang dapat mengajukan klaim sebagai “perwakilan Islam” dimanapun.Karena itu pula lembaga-lembaga keagamaan Islam, tidakdapat bersatu dalam sebuah kesatuan dengan memiliki otoritaspenuh. Lembaga yang mencoba mewakili ulama atau kaum muslimindengan klaim seperti itu, namun hanya menjadi salah sebuahdiantara organisasi-organisasi Islam yang ada, dalam halini, Majelis Ulama Indonesia (MUI). Lembaga ini tidak memilikisupremasi, seperti yang ada dalam agama-agama lain, sepertiKonferensi Waligereja Indonesia (KWI), Persekutuan-persekutuanGereja-Gereja Indonesia (PGI) atau Parisade Hindu Dharma.Tetapi, MUI harus berbagi tempat dengan NU, Muhammadiyahdan lain-lain. Karenanya, hanya hal-hal yang disepakati bersamaoleh sekian banyak perkumpulan itu, yang dapat dianggapsebagai nilai-nilai yang diterima umat.Ketika Rois Syuriyah NU cabang Pasuruan menyatakan“pengeboran Inul “ bertentangan dengan ketentuan agama Islam,disusul dengan fatwa MUI, timbul reaksi di kalangan para warganegara republik kita. Untuk apa kedua lembaga itu “mengurusInul” sejauh itu? Apalagi ketika H. Rhoma Irama menyatakanInul tidak boleh membawa lagu ciptaan beliau, kalangan mudasantri mentertawakannya sebagai “tindakan ketinggalan jaman”.Memang, sepertinya tidak akan cocok lagu-lagu beliau dibawakanoleh orang seperti Inul. Dalam hal ini, masyarakat mengembangkanpandangan mereka sendiri. Ketika ditanya dalam wawancaraTV, Inul menyatakan, ia “mengebor” untuk mencarimakan. Ia tidak “menutup-nutupinya” dengan berbagai istilahkeren seperti “memajukan seni” dan sebagainya melainkan, secaraberterus-terang ia mengatakan mencari makan. Kejujuranucapan seperti ini, sangat bertentangan dengan sikap palsu gaya“sok untuk kepentingan bangsa” yang diperlihatkan kebanyakantokoh-tokoh politik kita, untuk menutupi ambisi politik pribadimereka masing-masing. Mungkin inilah maksud hadits “katakanapa yang benar, walaupun pahit” (qul al-haqqa walau kanna murran).70 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTKarenanya tidak heran, jika pendapat atau kritikanberbagai macam pihak terhadap Inul, tidak memperoleh responyang berarti dari kaum muslimin sendiri. Dengan kata lain,pendapat mereka itu akhirnya memiliki pengaruh sangatterbatas, bahkan banyak badan-badan penyiaran yang tidakmendukung. Bahkan ancaman H. Rhoma Irama untukmenggerakkan sejumlah organisasi ekstrim Islam melawan Inul,dalam pandangan penulis merupakan sesuatu yang sudahketerlaluan (over acting), yang mengancam keselamatan hidupkita sebagai bangsa. Apa bedanya ancaman itu dengantindakan Front Pembela Islam (FPI) yang menyerbu rumahrumahmakan (Coffe House) di Kemang, Jakarta Selatanbeberapa tahun lalu.*****Hal ini yang tampaknya sering tidak disadari beberapatokoh Islam maupun beberapa perkumpulan kaum muslimin,yaitu kita harus merubah moralitas masyarakat dengan sabar.Agar sesuai dengan ajaran-ajaran Islam yang kita yakini kebenarannyadan menjadikan contoh sebagai wahana utama dalampembentukan moralitas yang berlaku di tengah-tengah masyarakat.Dengan tingkat kemajemukan sangat tinggi seperti yangkita miliki sekarang ini, kalau hal ini tidak kita sadari, tentu kitaakan marah dan bersikap “memaksakan” kehendak kepadamasyarakat.Ini membutuhkan sikap serba resmi (formalisme) yang belumtentu disepakati semua pihak. Mengapa? Karena ini dapatmenjurus kepada “terorisme moralitas”, dengan akibat yangsama seperti peledakan bom di Bali, di Medan maupun di lapanganterbang Cengkareng. Pelakunya harus dicari sampai dapatdan harus diganjar hukuman sangat berat, karena bersifat merusakdan mengacaukan keadaan secara umum. Tentu saja kitatidak ingin hal ini terjadi pada tokoh-tokoh yang kita kagumiISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 71


DEMOCRACY PROJECTseperti H. Rhoma Irama.Karena itu dalam pandangan penulis, perlu diperhatikanbahwa cita-cita kaum muslimin dibagi dua, yaitu antarakeinginan kaum muslim yang tidak memasuki perkumpulanIslam manapun dan cita-cita para warga gerakan Islam. Tanpaadanya perhatian terhadap perbedaan ini, maka apa yang kitaanggap penting, tidak begitu diperhatikan oleh kaum muslimyang lain. Akibatnya kita akan kehilangan hubungan.Berlakulah dalam hal ini adagium ushul fiqh (teori hukum Islamatau Islamic legal theory), Yang berbunyi “yuthalaqu al-âm wayurâdlû bihi al-khâs” (hal umum yang disebut, hal khusus yangdimaksud). Kita harus hati-hati dan sadar sepenuhnya denganapa yang kita ucapkan, agar kita memperoleh setepatnya apayang kita inginkan. Memang ini melelahkan, tapi inilahkonsekuensi dari apa yang kita upayakan selama ini.Dengan demikian, keputusan para pendiri negeri ini untuktidak mendirikan sebuah negara agama adalah keputusan yangberakibat jauh. Hal inilah yang harus kita sadari konsekuensinya.Karena ada pemisahan agama dari negara, maka hukum yang berlakubukanlah hukum Islam, tetapi hukum nasional yang belumtentu sama dengan keyakinan kita. Berarti dasar dari pembentukanhukum adalah tata cara yang kita gunakan bersama sehari-hari.Yang dapat dijadikan materi hukum bagi bangsa kita berartisesuatu yang tidak harus berdasarkan agama, yang memperolehmateri hukumnya dari wahyu yang dikeluarkan Tuhan. Dengankata lain, proses penafsiran kembali (reinterpretasi) yang selamaberabad-abad ini digunakan kaum muslimin, sebagai acuanmoral yang mereka ikuti dalam menjalani kehidupan sehari-hari.Namun ada juga yang kemudian menjadi materi hukum nasionalkita dan ada yang menjadi moralitas bangsa (setidak-tidaknyamoralitas kaum muslimin). Disamping memperjuangkan ajaranajaranIslam dan hukum formal, memang lebih berat memperjuangkanmoralitas bangsa. Tapi ini adalah konsekuensi terjauhdari pandangan kita untuk memisahkan agama dari negara. Mu-72 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTISLAMDAN ORIENTASI BANGSAYang paling banyak dilakukan orang adalah mengacaukanantara orientasi kehidupan dengan konsep sebuahbangsa. Makanya sering ada kerancuan dengan menganggapadanya sebuah konsep negara dalam Islam. Atas dasar ini,orang pandai –semacam Abul A’la Al-Maududi, menganggapideologi sebagai sebuah kerangka-pandang Islam. Karena itulah,ia lalu menganggap tidak ada nasionalisme dalam Islam, karenaIslam bersifat universal bagi seluruh umat manusia. Tentunya,ini berhadapan dengan kenyataan bahwa sangat besar jumlahkaum muslimin yang memeluk nasionalisme, seperti mendiangBung Karno. Pertanyaannya, dapatkah mereka dianggap kurangIslam dibanding ulama besar tersebut?Pendapat al-Maududi itu jelas membedakan antara merekayang menerima universalitas Islam sebagai sebuah formalitas,dengan mereka yang tidak memiliki atau mempercayai formalitasseperti itu. Pendapat ini, antara lain disanggah oleh seorang penelitidari Amerika Serikat (AS), William Cleveland. Dalam disertasinyaberjudul “Islam against the West : Shakib Arslan and thecampaign for Islamic nationalism”, Cleveland mengungkapkanbahwa teori universalitas pandangan Islam dari Shakib Arsalan(kakek Kamal Jumlad dari Lebanon, seorang pemimpin Druz),bersumber pada keanggotaannya dalam parlemen Ottoman (Ustmaniyyah)bagi landasan pandangannya mengenai universalitasISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 73


DEMOCRACY PROJECTdari ajaran formal Islam. Kalau ia tidak berpandangandemikian, ia harus ikut nasionalisme Arab, sebuah pandanganyang justru ditolaknya. Dengan demikian, universalitas daripandangan formal Islam ia jadikan teori, karena ia ingin mempertahankankedudukannya sebagai anggota parlemenOttoman tersebut.Baik karya-karya Al-Maududi maupun disertasi Clevelanddi atas, menunjukkan dua pandangan yang saling bertentangan.Tapi, kedua pandangan itu menunjukkan bahwa pandangan Al-Maududi lebih dikenal di kalangan orang-orang Perancis –sebagaigolongan l’integrist, dan di dunia Barat lain di kenal dengansebutan Islamists, yang menganggap bahwa Islam harus diwujudkansecara keseluruhan, bukan secara parsial. Pandangan inibermula dari ayat dalam kitab suci al-Qur’ân: “hari ini telah Kusempurnakanbagi kalian, agama kalian, dan Ku-sempurnakanbagi kalian pemberian nikmat-Ku, dan Ku-relakan bagi kalianIslam sebagai agama kalian” (al-yauma akmaltu lakum dîinakumwa atmamtu alaikum nikmatî wa radhîtu lakum al-Islâma dîna) (QSal-Maidah (3): 5). Menurut pandangan ini, Islam hanya akantampak dan berarti kalau ia menjadi sebuah sistem, dan itu hanyaberarti kalau dia ada secara formal. Maka, dari pikiran inilah lahirgagasan negara Islam.*****Dengan demikian, Islam dapat dibagi menjadi dua bagian:Islam formal dan tidak formal. Dalam pandangan formal, ajaranIslam yang formal selalu menjadi aturan bernegara, dalam bentukundang-undang. Ini hanya akan memberikan tempat bagi sebuahversi hukum belaka dengan versi lain yang berada di luarundang-undang (UU). Dengan demikian, yang benar adalah apayang tertera dalam rumusan UU, sedangkan yang tidak tercantumdi dalamnya tentu saja tidak dipakai. Ini sudah tentu berbedadari pandangan umum madzhab fiqh (Islamic law school).74 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTDalam pandangan mereka, orang dapat saja berbedapandangan dan rumusan aturan, tergantung dari pilihanmasing-masing. Adagium terkenal dalam hal ini adalah:“perbedaan pandangan di kalangan para Imam adalah rahmatbagi umat” (ikhtilâf al-aimmah rahmat al-ummah). Bahkan,pandangan ini memperkenankan perubahan-perubahan rumusanhukum agama dari waktu ke waktu.Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) tahun 1989 di PondokPesantren Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta, merumuskankebolehan itu dengan kata-kata: rumusan hukum agama sangattergantung kepada prinsip-prinsip yang digunakan. Jelaslah,perubahan rumusan hukum agama itu menjadi diperkenankan,karena adanya kebutuhan. Salah satu kaidah fiqh berbunyi:“kebutuhan dapat saja dianggap sebagai keadaan darurat” (alhâjatutanzilu manzila al-dharûrah). Prinsip ini memperkenankanperubahan rumusan hukum agama jika memang ada kebutuhannyata untuk itu.Karena hukum agama dalam sebuah negara Islam adalahkeputusan-keputusan hukum yang diwujudkan secara formal,hingga dengan sendirinya asas pluralitas tidak dapat dilaksanakan,dan yang ada adalah UU formal. Dan, sistem formal agamalalu menjadi lahan tawar-menawar. Karena itu, banyak pihakyang berpendapat bahwa, ajaran formal Islam selalu bersifat kakudan tidak mampu menampung perkembangan-perkembanganbaru yang terjadi. Contohnya adalah sikap para penguasa SaudiArabia yang telah membongkar tanah pusara Sayyid Ali alUraidhi, di Madinah, untuk mencegah terjadinya penyembahanberhala yang bertentangan dengan ajaran Islam. Bagi ratusan jutaorang kaum tradisionalis muslim, yang seringkali disebut orangkolot, sikap seperti itu berarti justru membuat Islam tidak bergeraksesuai dengan perkembangan zaman. Islam akan mengalamikebekuan, yang sering di sebut dengan istilah al-jumûd.*****ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 75


DEMOCRACY PROJECTKasus Sayyid ‘Uraidhi di atas, putra ketiga Ja’far Shaddieqsetelah Isma’il (diabadikan dalam nama kelompok Syi’ahIsma’iliyyah) dan Musa al-Kadzim (perintis Syi’ah Itsna ‘Asyariyahyang memerintah Iran dan menjadi kelompok mayoritasdi Irak saat ini), menunjukkan betapa besar para pengikut beliaudi seluruh dunia. Katakanlah para kelompok Sunni tradisionalis,perasaan mereka dianggap sepele saja oleh pemerintah SaudiArabia. Sikap formal yang diikuti Syeikh M. Abdul Wahab (diabadikandalam istilah-salah, Wahabbisme) membuat pemerintahSaudi Arabia menjadi formalis, merusak/menghancurkanmakam beliau di ‘Uraidhah, dekat Madinah, beberapa waktuyang lalu. Pemerintah Saudi Arabia yang –konon, katanya“melembut”, ternyata tetap tidak demikian, karena permintaankaum formalis di lingkungan kerajaan tersebut.Kejadian di atas, yang katanya ber-undang-undang dasarkitab suci al-Qurân dengan 6666 ayatnya, menunjuk dengan jelaskenyataan bahwa formalisme di negeri itu justru memacu konservativismedi kalangan para ulamanya. Kalau hal ini tidak merekaperbaiki dalam waktu dekat ini, maka di kalangan kaum muslimindi seluruh dunia akan terjadi pertentangan sangat dahsyat,yang belum pernah terjadi selama ini. Keputusan Raja Saudipertama, Abdul Aziz, di tahun 1924, untuk mengijinkan kaummuslimin melakukan ibadah haji menurut keyakinan masingmasing,telah membuat Saudi Arabia bisa diterima semuakalangan Dunia Islam. Keputusan membongkar kuburan Sayyid‘Uraidhi adalah sesuatu yang justru berkebalikan dari keluasanpandangan di atas.Pegangan golongan formalis dalam Islam adalah ayat:“masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan” (udkhulûfi al-silmi kâffah) (QS al-Baqarah (2): 208), yang berarti kalau andamenyerah kepada Tuhan, lakukan hal itu secara sungguhsungguhdan tak tanggung-tanggung. Para formalis mengartikankata “al-silmi” di sini, dengan arti Islam sebagai sistem, katakanlahsistem Islami. Namun, penafsiran ini hanya memperoleh peng-76 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTikut yang sedikit, sedangkan mayoritas kaum muslimin(terutama para ulama), memegang arti Islam sebagaipengayom. Toleransi kita diminta oleh kitab suci yang kitayakini, bahwa Islam adalah pelindung bagi semua orang,termasuk kaum non-muslim. Ini bersesuaian dengan ayat lainyang berbunyi: “tiadalah Ku-utus engkau kecuali sebagaipenyambung tali persaudaraan dengan sesama umat manusia”(wa mâ arsalnâka illâ rahmatan li al-‘alamîn)(QS al-Anbiya(21):107), dengan kata terakhir “al-‘alamîn” ini diartikanpara ahli tafsir memiliki pengertian umat manusia belaka, danbukan semua makhluk yang ada di dunia ini. Indah, pengertiantentang Islam sebagai pelindung itu, bukan? {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 77


DEMOCRACY PROJECT78 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTBAB IIISLAMNEGARA DANKEPEMIMPINAN UMMATISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 79


DEMOCRACY PROJECT80 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTNEGARA ISLAM,ADAKAH KONSEPNYA?Ada pertanyaan sangat menarik untuk diketahuijawabannya; apakah sebenarnya konsep Islam tentangnegara? Sampai seberapa jauhkah hal ini dirasakan olehkalangan pemikir Islam sendiri? Dan, apakah konsekuensi darikonsep ini jika memang ada? Rangkaian pertanyaan di atas perludiajukan di sini, karena dalam beberapa tahun terakhir ini banyakdiajukan pemikiran tentang Negara Islam, yang berimplikasipada orang yang tidak menggunakan pemikiran itu dinilai telahmeninggalkan Islam.Jawaban-jawaban atas rangkaian pertanyaan itu dapatdisederhanakan dalam pandangan penulis dengan kata-kata:tidak ada. Penulis beranggapan, Islam sebagai jalan hidup(syari’ah) tidak memiliki konsep yang jelas tentang negara.Mengapakah penulis beranggapan demikian? Karena sepanjanghidupnya, penulis telah mencari dengan sia-sia makhluk yangdinamakan Negara Islam itu. Sampai hari inipun ia belum menemukannya,jadi tidak salahlah jika disimpulkan memang Islamtidak memiliki konsep bagaimana negara harus dibuat dandipertahankan.Dasar dari jawaban itu adalah tiadanya pendapat yang bakudalam dunia Islam tentang dua hal. Pertama, Islam tidak mengenalpandangan yang jelas dan pasti tentang pergantianISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 81


DEMOCRACY PROJECTpemimpin. Rasulullah Saw digantikan Sayyidina Abu Bakar –tiga hari setelah beliau wafat. Selama masa itu masyarakat kaummuslimin, minimal di Madinah, menunggu dengan sabar bagaimanakelangkaan petunjuk tentang hal itu dipecahkan. Setelahtiga hari, semua bersepakat bahwa Sayyidina Abu Bakar-lah yangmenggantikan Rasulullah Saw melalui bai’at/prasetia. Janji itudisampaikan oleh para kepala suku/wakil-wakil mereka, dandengan demikian terhindarlah kaum muslimin dari malapetaka.Sayyidina Abu Bakar sebelum meninggal dunia, menyatakankepada komunitas kaum muslimin, hendaknya Umar Bin Khattabyang diangkat menggantikan beliau, yang berarti telah ditempuhcara penunjukkan pengganti, sebelum yang digantikan wafat.Ini tentu sama dengan penunjukkan seorang Wakil Presiden dimasa modern ini, yang harus mempersiapkan diri untuk mengisijabatan itu jika berpindah ke tangannya.Ketika Umar ditikam Abdurrahman bin Muljam dan beradadi akhir masa hidupnya, ia meminta agar ditunjuk sebuah dewanpemilih (electoral college -ahl halli wa al-aqdli), yang terdiri daritujuh orang, termasuk anaknya, Abdullah, yang tidak boleh dipilihmenjadi pengganti beliau. Lalu, bersepakatlah mereka untukmengangkat Utsman bin Affan sebagai kepala negara/kepalapemerintahan. Untuk selanjutnya, Utsman digantikan oleh Alibin Abi Thalib. Pada saat itu, Abu Sufyan tengah mempersiapkananak cucunya untuk mengisi jabatan di atas, sebagai pengantiAli bin Abi Thalib. Lahirlah dengan demikian, sistem kerajaandengan sebuah marga yang menurunkan calon-calon raja/sultandalam Islam.*****Demikian pula, besarnya negara yang dikonsepkan menurutIslam, juga tidak jelas ukurannya. Nabi meninggalkan Madinahtanpa ada kejelasan mengenai bentuk pemerintahan bagikaum muslimin. Di masa Umar bin Khattab, Islam adalah82 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTimperium dunia dari pantai timur Atlantik hingga AsiaTenggara. Ternyata tidak ada kejelasan juga apakah sebuahnegara Islam berukuran mendunia atau sebuah bangsa saja(wawasan etnis), dengan demikian tidak jelas; negara-bangsa(nation-state), ataukah negara-kota (city state) yang menjadi bentukkonseptualnya.Dalam hal ini, Islam menjadi seperti komunisme: manakahyang didahulukan, antara sosialisasi sebuah negara-bangsa yangberideologi satu sebagai negara induk, ataukah menunggu sampaiseluruh dunia di-Islam-kan, baru dipikirkan bentuk negaradan ideologinya? Menyikapi analogi negara Komunis, manakahyang didahulukan antara pendapat Joseph Stalin ataukah LeonTrotsky? Sudah tentu perdebatan ini jangan seperti yang dilakukanStalin hingga membunuh Trotsky di Meksiko.Hal ini menjadi sangat penting, karena mengemukan gagasanNegara Islam tanpa ada kejelasan konseptualnya, berartimembiarkan gagasan tersebut tercabik-tercabik karena perbedaanpandangan para pemimpin Islam sendiri. Misalnya kemelut diIran, antara para “pemimpin moderat” seperti Presiden Khatamidengan para Mullah konservatif seperti Khamenei, saat ini. Satusatunyahal yang mereka sepakati bersama adalah nama “Islam”itu sendiri. Mungkin, mereka juga berselisih paham tentang“jenis” Islam yang akan diterapkan dalam negara tersebut, haruskahIslam Syi’ah atau sesuatu yang lebih “universal”? Kalau harusmengikuti paham Syi’ah itu, bukankah gagasan Negara Islamlalu menjadi milik kelompok minoritas belaka? Bukankah syi’ismehanya menjadi pandangan satu dari delapan orang muslim didunia saja?*****Jelaslah dengan demikian, gagasan Negara Islam adalahsesuatu yang tidak konseptual, dan tidak diikuti oleh mayoritaskaum muslimin. Ia pun hanya dipikirkan oleh sejumlah orangISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 83


DEMOCRACY PROJECTpemimpin saja, yang terlalu memandang Islam dari sudutinstitusionalnya belaka. Belum lagi kalau dibicarakan lebihlanjut, dalam arti bagaimana halnya dengan mereka yangmenolak gagasan tersebut, adakah mereka masih layak disebutkaum muslimin atau bukan? Padahal mereka adalah mayoritaspenganut agama tersebut?Kalau diteruskan dengan sebuah pertanyaan lain, akanmenjadi berantakanlah gagasan tersebut: dengan cara apa diaakan diwujudkan? Dengan cara teror atau dengan “menghukum”kaum non-muslim? Bagaimana halnya dengan para pemikir musliminyang mempertahankan hak mereka, seperti yang dijalanipenulis? Layakkah ia disebut kaum teroris, padahal ia sangat menentangpenggunaan kekerasan untuk mencapai sebuah tujuan.Lalu, mengapakah ia harus bertanggungjawab atas perbuatankelompok minoritas yang menjadi teroris itu? {}84 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTISLAMDAN PERJUANGAN NEGARA ISLAMPenulis menerima sebuah permintaan dari teman-temanMILF (Moro Islamic Liberation Front), untuk menghentikanpenyerbuan tentara Philipina atas kamp-kamp mereka diPhilipina Selatan. Padahal, mereka sudah menandatangani perjanjianTripoli (Lybia) baru-baru ini yang berisikan ketentuanmemperjuangkan otonomi daerah itu bagi kaum muslimin, melaluinegosiasi dan perundingan. Ini berarti mereka telah meninggalkanperjuangan bersenjata, guna memungkinkan perundingandamai. Namun, MNLF (Moro National Liberation Front), yang dipimpinoleh Nur Misuari, menurut tentara Philipina kembalipada perjuangan bersenjata dengan cara bergerilya, untuk memperjuangkansebuah Negara Islam (NI).Ternyata, kemudian Nur Misuari dikejar-kejar, dan denganmenggunakan perahu memasuki kawasan Malaysia di Sarawak.Di tempat itu ia ditangkap oleh pihak keamanan Malaysia, laluditerbangkan ke Kuala Lumpur, dan selanjutnya diekstradisikanke Manila. Kini ia meringkuk di tahanan, dan menjalani prosespengadilan Philipina. Sekarang, pihak MILF meminta pertolonganpenulis agar tentara Philipina tidak menyerbu kamp-kampmereka, atas dasar alasan MILF juga akan memberontak sepertihalnya MNLF, dalam anggapan mereka. Penulis menjawab, tidakISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 85


DEMOCRACY PROJECTdapat melakukan hal itu, karena tidak akan didengar olehtentara Philipina; sedangkan Presiden Gloria Macapagal Arroyosaja tidak didengar oleh tentara Philipina. Apalagi orang luaryang melakukan hal itu.Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tentara Philipina,atau oknum-oknum dalam kepemimpinan formalnya, cenderunguntuk melanggar kebijakan pemerintah untuk berunding. Hal inipatut disayangkan, tetapi demikianlah kenyataan yang ada dansikap seperti itu juga dijalankan oleh oknum-oknum militeristikdalam lingkungan tentara Thailand dan Indonesia. Di Thailand,mereka cenderung mencurigai orang-orang Islam di selatan, timurdan utara negeri itu. Diabaikan kenyataan, bahwa komunitaskaum muslimin kini sudah mencapai antara 20-25% dari totalpenduduk negeri itu. Demikian juga Indonesia, ada sikap menolakberunding dengan pihak GAM dan pihak Hasan Tiro untukmerumuskan batasan-batasan otonomi khusus di Aceh, denganmenembak mati orang-orang GAM yang dianggap sebagai pengacaukeamanan yang harus ditumpas dengan kekerasan bersenjataoleh aparat keamanan.Akibatnya unsur-unsur yang tadinya menolak separatisme,mau tak mau akhirnya menjadi kaum separatis. Sedangkan pihakmoderat (kaum yang tidak keras) akhirnya dikalahkan oleh kelompok-kelompokgaris keras (kaum ekstrimis atau fundamentalis,apalagi di kalangan kaum mudanya). Kaum muslim moderatitu digambarkan oleh saingan-saingan mereka sebagai yangberhati lemah dan tunduk pada pemerintah. Dengan demikian,keadaan akan dikuasi oleh mereka yang berhaluan keras, hinggamenimbulkan kesan seolah-olah seluruh kaum muslimin di kawasanyang bersangkutan itu benar-benar telah menjadi kaumseparatis secara keseluruhan.Dengan demikian, terjadi eskalasi antara perlawanan merekadan pembalasan bersenjata atas mereka oleh aparat pemerintah,yang pada akhirnya belum tentu dapat menyelesaikan masalah.Di Aceh, misalnya, proyek DOM (Daerah Operasi Militer)86 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTberjalan bertahun-tahun tanpa ada penyelesaian, dan akhirnyadunia internasional menyalahkan negara kita sebagai pelanggarHak Asasi Manusia (HAM). Kalau Belanda saja tidak dapatmenyelesaikan penyelenggaraan pemerintahan pendudukan/kolonial selama lebih dari 350 tahun, apakah kita juga akanbermusuhan dengan rakyat sendiri di kawasan tersebut untukmasa yang sama?Karenanya, jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah pertentanganpemerintah dan kaum beragama di Philipina, Thailanddan Aceh, sebaiknya dilakukan secara berunding, agar tidak menjadisemakin berlarut-larut. Kenyataan yang demikian sederhana,memang tampak seperti mengalah kepada mereka yang berhaluankeras (kaum ekstrimis atau fundamentalis). Namun, yangdipersoalkan bukanlah mereka, tapi rakyat banyak yang menginginkanotonomi khusus melalui perundingan damai. Perundinganseperti itu mengharuskan adanya kesediaan oknumoknummiliter untuk mendengarkan dan menghormati pendapatpemerintah, dan bukan sebaliknya.*****Dengan demikian, penyelesaian yang diharapkan bukanlahpenyelesaian militer, melainkan penyelesaian politis. Sepintaslalu, sikap seperti ini tampak bagaikan mengalah, dan pihakpemerintah dikalahkan oleh aspirasi-aspirasi setempat. Dalamkenyataannya, tidak sedemikian benar yang terjadi, karena tohpada akhirnya kaum ekstrimis itu akan diserap oleh masyarakatyang memang berjiwa moderat. Hal inilah yang mendorong BungKarno menyelesaikan masalah Tengku Daud Beureueh di Aceh,yang dikenal sebagai pemimpin pemberontakan Darul Islam ditahun-tahun 50-an dengan penyelesaian secara politis. Demikianpula, diselesaikannya pemberontakan PRRI Permesta secarapolitis setelah penyerbuan oleh TNI ke kawasan Sumatera Baratdan Tomohon di Sulawesi Utara.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 87


DEMOCRACY PROJECTKalau penyelesaian politis ini tidak dilakukan, maka rakyatkebanyakan akan dimanipulir oleh kaum muda yang bergariskeras. Mereka tinggal menunjuk kepada kenyataan adanyarepresi dan penembakan oleh tentara atas penduduk yang tidakbersalah, yang nantinya akan membuat perlawanan rakyatmenjadi semakin nyata. Kalau ini terjadi, oknum-oknum militeritu akan menyerahkan persoalan kepada pemerintah yang dengansusah payah harus mengulang kembali dari awal perundingandengan mereka yang menginginkan otonomi khususbagi kawasan yang bersangkutan, dalam jumlah orang yang lebihsedikit dari semula.Karena itu, jelas bagi pihak militer yang ingin menggunakankekerasan di Philipina selatan, Thailand selatan maupun di Aceh,hendaknya segera menghentikan langkah-langkah mereka itu.Biarkan pemerintah mencari penyelesaian damai melalui perundingandengan kaum moderat yang masih berjumlah besar. Kalauterlambat, perundingan itu akan menjadi lebih sulit, dan hasilnyatidak dapat dipastikan. Demikian pula, dalam proses yang terjadiwibawa pemerintah masih tetap besar kalau penyelesaian dicapaimelalui perundingan sekarang. Dan sebaliknya, wibawa itu tentusemakin berkurang, kalau eskalasi pertentangan bersenjata tetapberjalan. Benarkah para jenderal itu berpikir hanya untuk kepentinganbangsa dan bukannya kepentingan sendiri? {}88 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTNEGARA BERIDEOLOGI SATU,BUKAN DUASelama beberapa tahun terakhir ini, ada suara-suara untukmenjadikan Islam sebagai ideologi negara, yaitu sebagaipengganti Pancasila. Menurut pandangan penulis, hal ituterjadi karena ada penyempitan pandangan mengenai Pancasilaitu sendiri, yaitu pengertian Pancasila menurut mereka yangberkuasa. Ini berarti pemahaman Pancasila melalui satu jurusanbelaka, yaitu jurusan melestarikan kekuasan. Pandangan lainyang menyatakan Pancasila harus dipahami lebih longgar, dilarangsama sekali. Dengan demikian, sebenarnya yang terjadibukanlah pertentangan tentang Pancasila itu sendiri, melainkantentang pengertian Pancasila tersebut.Menurut pandangan kekuasaan, penafsiran yang benartentang Pancasila adalah apa yang disepakati pemerintah, bukannyakritik terhadap pendekatan ini yang terasa monolit bagi rakyat.Karena dalam pandangan mereka penafsiran pemerintahhanyalah satu dari penafsiran yang ada. Untuk menetapkan manayang benar, Mahkamah Agung (MA) harus mengemukakan penafsiranlegal berdasarkan Undang-undang (UU) yang ada. Jadi,penafsiran yang tidak sejalan dengan pemerintah, belum tentusalah. Penafsiran legal-lah yang dijadikan ukuran, bukan penafsiranpemerintah.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 89


DEMOCRACY PROJECTKetika yang dianggap benar hanyalah penafsirankekuasaan dan MA takut membuat penafsiran legal yangmengikat, maka masyarakat tidak memiliki pilihan lain, kecualimencarikan alternatif bagi Pancasila yang telah dikebiri itu.Muncullah Islam sebagai alternatif penafsiran, bukannyaalternatif ideologis. Namun, karena kurangnya kecanggihan,maka Islam dikemukakan sebagai alternatif ideologis bagiPancasila, bukannya terbatas pada masalah penafsiran saja.Dalam bahasa teori hukum Islam (ushûl fiqh), hal itu dinamaipenyebutan yang mutlak umum, dengan maksud yang mutlakkhusus (yuthlaqu al-‘âm wa yurâdu bihi al-khâsh).Dengan pemaparan di atas, menjadi jelas bahwa ideologinegara kita hanyalah satu, yaitu Pancasila. Pendekatan lain, yaitumenjadikan Islam sebagai ideologi negara adalah sesuatu yangsalah. Hal itu perlu dinyatakan di sini, karena akhir-akhir iniada keraguan, bahwa sesuatu yang berdasarkan Islam sangat berbahayabagi negara kita. Ini antara lain tercantum dalam apa yangdikemukakan Lee Kuan Yew, Menteri Senior Republik Singapura,yang menyatakan bahwa dalam satu dua generasi lagi Indonesiaakan diperintah oleh teroris yang menggunakan Islam. Ini tentudapat dibaca sebagai undangan bagi Amerika Serikat, untukmenduduki Indonesia dan membagi-baginya ke dalam beberapanegara. Tentu saja, penulis boleh beranggapan bahwa hal itu dikemukakankarena Lee Kuan Yew takut dengan Indonesia yangkuat dan besar serta tidak dapat disogok. Itu akan sangat berbahayabagi Singapura, karena itu Indonesia harus dibagi-bagi kedalam beberapa republik.Namun, asumsi di balik pernyataan “Islam akan tumbuhdi negeri ini sebagai alternatif Pancasila,” adalah sesuatu yangbanyak dipakai orang. Karena itu, kita harus membatasi Islampada fungsi penafsiran yang plural dan majemuk, dengan demikiania tidak dapat menjadi ideologi negara. Dalam hal ini, Islammemiliki fungsi yang sama dengan nasionalisme, sosialisme danpandangan-pandangan lain di dunia ini. Inilah yang merupakan90 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTpembedaan antara Pancasila sebagai ideologi negara yang berwatakpluralistik, dari berbagai ideologi masyarakat yang berkembangdi negeri ini, seperti Islam, nasionalisme, sosialisme,dan lain-lain.Jelaslah, dengan uraian di atas, bahwa penghadapan Islamkepada Pancasila adalah sesuatu yang tidak dapat dibenarkan,karena menghadapkan sesuatu yang bersifat umum kepadapandangan yang bersifat khusus. Kalau itu diteruskan, berartirasionalitas telah ditinggalkan, dan hanya emosi yang mengendalikanpandangan hidup kita. Tentu kita lebih mementingkansesuatu yang rasional, bila dibandingkan dengan sesuatu yangemosional.Sebagai bangsa, tentu kita hanya mempunyai sebuah ideologinegara, tetapi dengan penafsiran kemasyarakatan yang berbeda-beda.Dengan demikian, yang diberlakukan secara formaladalah penafsiran legal yang dilakukan oleh MA. Inilah yangharus kita bangun ke depan, dan untuk itu diperlukan keberanianmoral untuk berhadapan dengan negara, atau dengan katalain menghadapi sistem kekuasaan. Kalau ini dilupakan, sudahtentu kita tidak tahu apa yang menjadi tugas kita di masa depan.Pembedaan antara ideologi di satu sisi dan penafsiran atasnya,menjadi sesuatu yang sangat menentukan bagi kehidupankita di masa depan. Beberapa minggu sebelum dilengserkan darijabatan Presiden, penulis mengusulkan pada sebuah sidangkabinet agar dibuat ketentuan DPRD Tingkat I di semua propinsidi Indonesia dapat memutuskan peraturan daerah (perda) berdasarkanSyari’ah Islâmiyah apakah bertentangan denganUndang-Undang Dasar (UUD) atau tidak, tentulah harus dilakukansecara legal oleh MA. Inilah mengapa sebabnya MA haruskuat dan berani, serta berkedudukan sama tinggi dengan badanlegislatif maupun eksekutif.Di sinilah rahasia keseimbangan antara badan-badan yudikatif,legislatif dan eksekutif harus benar-benar dijaga, sebagaisebuah hal yang mendasar bagi kehidupan kita. UUD adalahISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 91


DEMOCRACY PROJECTinstrumen satu-satunya yang mempersatukan kita sebagai bangsa,karena itu penafsiran atasnya secara legal, adalah sesuatu yangsangat penting bagi kita. Kita berideologi negara yang satu, bukannyadua. Tapi mempunyai penafsiran legal atasnya, yangdapat bervariasi dalam bentuk dan isi, walaupun hanya satu pihakyang dapat melakukannya, yaitu MA. Karena itulah, keanggotaannyaharus diputuskan bersama oleh pihak ekskutif danlegislatif. {}92 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTISLAM, NEGARADAN RASA KEADILANDalam dua sumber tekstual kitab suci al-Qurân mengenaikeadilan, tampak terlihat dengan jelas bagaimanakeadilan dapat ditegakkan, baik dari masalah prinsiphingga prosedurnya. Dari sudut gagasan, umpamanya, kitab sucial-Qurân menyatakan; “wahai orang-orang yang beriman,tegakkan keadilan dan jadilah saksi-saksi bagi Allah, walaupunmengenai diri kalian sendiri” (yâ ayyuha al-ladzîna âmanû kuunuqawwâmîna bi al-qisthi syuhadâ’a li Allâhi walau ‘alâ anfusikum) (QSal-Nisa (4): 134). Dari ayat ini tampak jelas bahwa, rasa keadilanmenjadi titik sentral dalam Islam.Sedangkan dari sudut prosedur, kitab suci al-Qurân menyatakan;“jika kalian saling berhutang, maka hendaknya kaliangunakan tanda-tanda tertulis” (idzâ tadâyyantum bidainin ilâ ajalinmusamman fa’uktubûhu)(QS al-Baqarah (2): 282). Dalam hal ini,rasa keadilan harus ditegakkan dengan bukti tertulis, sehinggatidak dapat dipungkiri oleh orang banyak. Secara prosedural,hal ini juga dijalankan dalam masyarakat berteknologi maju,sehingga kesan yang ada selama ini menyatakan bahwa Islamadalah agama yang sangat tertinggal dapat dihilangkan.Demikian pula, seorang hakim tidak dapat lepas dari tuntutankeadilan ini, seperti yang dikemukakan oleh sebuah hadits;“jika seorang hakim ragu-ragu tentang kesalahan seorangISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 93


DEMOCRACY PROJECTterdakwa, maka ia tidak boleh menjatuhkan hukuman mati,sebab ditakutkan ia dapat berbuat kesalahan.” Jadi, aspek-aspekkeadilan itu bersifat menyeluruh, meliputi prinsip, prosedur danpelaksanaannya.*****Apa yang dikemukakan di atas, adalah aspek-aspek yangterkandung dalam masalah mikro. Dalam banyak hal, keadilanmikro itu seluruhnya tergantung dari bangunan mikro sistemkemasyarakatan yang ditegakkan. Dalam hal ini, prinsip keadilanjuga dapat dilihat secara makro dalam Islam. Banyak ungkapandari sumber-sumber tertulis yang memungkinkan adanya penafsiranmakro yang berdasarkan rasa keadilan bagi umat manusia.Ungkapan dalam hadits; “tangan yang memberi lebih baik daripadatangan yang menerima” (al- yadu al ‘ulyâ khairun min al yadial suflâ), jelas menunjukkan adanya keharusan dipeliharanya keadilandalam hubungan antara negara kreditor kepada debitur.Sayangnya, hal ini justru tidak terdapat dalam tata ekonomi modernkita di seluruh dunia saat ini.Pengertian makro, juga tampak dalam keharusan bagi parapemimpin negara/masyarakat untuk menunaikan tugas membawakesejahteraan. Adagium fiqh menyatakan; “langkah dankebijakan pemimpin atas rakyat yang dipimpin terkait langsungkepada kesejahteraan rakyat yang dipimpin” (tasharruf al-imâm‘alâ al ra’îyyah manûthun bi al-mashlahah). Artinya, kesejahteraanmasyarakat itu tidak akan dapat tercapai, jika wawasan keadilantidak tercermin dalam kesejahteraan seluruh warga masyarakat,melainkan hanya untuk sebagian saja.Demikian menjadi jelas, bahwa Islam menghendaki kesejahteraanbagi seluruh anggota masyarakat dan hal itu tidak akantercapai tanpa keadilan yang terwujud secara kongkrit. Ini sangatpenting untuk diperhatikan karena kebanyakan di negeri-negerimuslim, seorang penguasa selalu menikmati kekayaan berlimpah,94 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTsementara kaum miskin tidak punya apa-apa. Akhirnya, kehidupanmereka seperti terombang-ambing di tengah banyaknyaproduk-produk murah yang dijagokan oleh para pemilik modalyang berjumlah sangat kecil. Ketimpangan situasi seperti itu,dalam kehidupan modern –secara internasional dewasa ini -menunjukkan bahwa Islam tidak menyetujui kapitalisme klasikyang didasarkan pada prinsip persaingan bebas (laises faire) dalampergaulan internasional saat ini.*****Karena itu, orientasi pembangunan negara untuk kepentinganwarga masyarakat kebanyakan, haruslah diutamakan danbukannya pengembangan sumber daya manusia yang tinggimaupun penguasaan teknis yang memadai bagi modernisasi masyarakatkaum muslimin. Dengan kata lain, bukan modernitasyang dikejar melainkan terpenuhinya rasa keadilan dalamkehidupan bermasyarakat yang harus dicapai. Kehidupan modernyang penuh kenikmatan bagi sekelompok orang bukanlahsesuatu yang dituju Islam, melainkan masyarakat sejahtera bagiseluruh penduduk. Ini adalah sebuah prinsip yang sangatmenentukan bagi kehidupan sebuah masyarakat.Dalam pengertian ini, asas keseimbangan mengharuskankita mencari sebuah tuntunan masyarakat yang benar-benarmemperhatikan kesejahteraan orang kebanyakan tanpa mengekangkelompok industrialis maupun pemilik modal untukberkembang. Di sinilah terletak kemampuan kita untuk menemukansebuah sistem yang akan menjamin untuk batas waktutertentu antara kepentingan rakyat kebanyakan dan kepentingankelompok industrialis pemilik modal. Dalam hal ini, sebenarnyatelah banyak dicoba untuk menemukan sistem yang demikianitu, namun semuanya gagal apabila hanya mengandalkan kepadaideologi-ideologi yang ada. Sistem kapitalisme, sosialisme maupunkomunisme, misalnya, telah gagal dalam upaya itu. HanyaISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 95


DEMOCRACY PROJECTkalau ada modifikasi atas ideologi yang dianut, seperti folkskapitalismus (kapitalisme rakyat), yang mencoba untukmembuat koreksi atas kapitalisme klasik yang hanyamementingkan persaingan bebas, karena tidak menganggappenting arti rakyat kebanyakan.Seringkali, koreksi-koreksi itu dilakukan dengan mencampuradukkanbeberapa ideologi di dalam sebuah wawasan yangsangat umum. Folks kapitalismus mengambil semangat egalitariandari sosialisme, sedangkan birokrasi komunisme sekarang banyakmengambil dari kapitalisme klasik, paling tidak mengenaicara-cara berkompetisi. Di sini, Islam-pun juga pernah harus melakukanhal yang sama yaitu berani mengambil cara-cara semangatideologi-ideologi lain. Belasan tahun yang lalu, ada gagasantentang “Sosialisme Islam”, yang walaupun gagal berkembangnamun tetap saja harus dihargai sebagai upaya dinamisasi agamatersebut. Begitu juga, pengertian-pengertian dasar kita harusmengalami perubahan. Dahulu, pengangguran berarti tiadanyapekerjaan bagi para warga negara, sekarang orang yang tidakbekerja dalam jumlah di bawah 3 % dianggap sudah bekerjadan jumlah tersebut tidak dinamai penganggur.Dengan arti perubahan tersebut, maka pemahaman kitamengenai hubungan antara negara dan warganya juga bersifatdinamis. Jika negara mampu mewujudkan kemakmuran warganyapada taraf tertentu, maka hal itu sudah dianggap menunaikankewajiban menciptakan kesejahteraan, karena negara mampumelindungi para warganya dengan menjamin taraf kehidupan padatitik tertentu, misalnya, melalui asuransi sosial. Ini berarti penciptaankemakmuran dan keadilan ,yang kedua-duanya dijadikan tujuanUUD 1945 sudah ditunaikan dengan baik, meski ada sejumlahwarga negara di bawah 3 % angkatan kerja yang sedang menganggur.Nah, kalau ini yang dituju oleh sebuah masyarakat Islam, untukini berarti pula Islam telah berhasil mensejahterakan warga negaratanpa menjadi sebuah sistem formal. Sangat kompleks memang,tapi cukup berharga untuk direnungkan, bukan? {}96 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTNEGARA DAN KEPEMIMPINANDALAM ISLAMSebenarnya, terdapat hubungan sangat erat antarakepemimpinan dan konsep negara dalam pandanganIslam. Penulis pernah mengemukakan sumber tertulis (dalilnaqli) bagi sebuah pandangan Islam. Adagium itu adalah “tiadaagama tanpa kelompok/masyarakat, tiada masyarakat tanpakepemimpinan dan tiada kepemimpinan tanpa sang pemimpin“(lâ dîna illâ bi jamâ’atin wa lâ tamâ’ata illâ bi imâmatin wa lâ imâmataillâ bi imâmin). Di sini tampak jelas, arti seorang pemimpin bagiIslam, ia adalah pejabat yang bertanggung jawab tentang penegakanperintah-perintah Islam dan pencegah larangan-larangan-Nya (amar ma’rûf nahi munkar). Karenanya, pemimpin dilengkapidengan kekuasaan efektif, yang jelas kekuasaan efektif inilahyang oleh Munas Ulama tahun 1957 di Medan, dinyatakan sebagai“wewenang kekuasaan efektif “ (syaukah).Karena itulah, Munas tersebut mengatakan bahwa PresidenRepublik Indonesia adalah “penguasa pemerintahan untuk sementara,dengan kekuasaan efektif” (walîyyu al-amri dharuri bial-syaukah). Maksud dari kata “untuk sementara”, karena ia adalahpengganti Imam yang dalam hal ini Kepala Pemerintahan.Namun wewenang yang dimilikinya sebagai pengganti Imamtidak berdasarkan sumber tertulis (dalil naqli), melainkan karenapertimbangan rasional (dalil aqli), yang tidak mengurangiISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 97


DEMOCRACY PROJECTkeabsahan kekuasaan itu sendiri. Kemudian kata “sementara”,artinya sebelum datangnya hari kiamat. Keputusan Munas di atas,dinyatakan berlaku bagi semua Presiden Republik Indonesia,namun oleh mereka yang “dibius” oleh konsep Negara Islam,dinyatakan hanya berlaku untuk Kepresidenan Bung Karno saja.Dengan demikian, sebuah negara yang bukan negara Islamdianggap tidak memiliki ajaran tentang konsep kepemimpinanyang Islami. Karena itu diandaikan, konsep bukan negara Islamseolah-olah tidak memiliki konsep Islam tentang kepemimpinan,dan dengan demikian konsep itu tidak memiliki keabsahan dalampandangan Islam. Ternyata setelah berjalan puluhan tahun lamanya,kini kita mengetahui kenyataan sebenarnya, yaitu bahwakelangkaan konsep Islam tentang negara, tidak berarti agamatersebut tidak memiliki pandangan tentang kepemimpinan. Pandanganini melihat kepemimpinan menurut Islam berlaku untukkepemimpinan negara (kepemimpinan formal) maupun kepemimpinandalam masyarakat (kepemimpinan non-formal). Dalamtulisan ini akan ditinjau orientasi minimalnya, karena hal-hal laindiserahkan kepada kita untuk merumuskannya.*****Dalam pandangan Islam: “orientasi seorang pemimpinanterkait langsung dengan kesejahteraan rakyat yang dipimpin”.Ini berarti, Islam tidak membeda-bedakan antara kepemimpinannegara dengan kepemimpinan masyarakat, juga mengenai bentukdan batas waktunya. Serta tidak memikirkan format kenegaraanatau kemasyarakatan yang melatarbelakangi kepemimpinanitu, apakah itu imperium dunia, republik negara bangsa ataunegara kota. Maka dari itu, sia-sia juga jika kita kaitkan langsungkepemimpinan di “Negara Islam” yang ada dengan proses demokratisasi.Karenanya, kita lihat sekarang ini kepemimpinan dalam“Negara Islam”ada yang bersifat otoriter atau demokratis, dengansistem pemerintahan Raja atau Amir, kepempinan ulama98 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTmaupun kepemimpinan para sesepuh masyarakat (communityleaders). Selama kepemimpinan itu mendatangkan kesejahteraanlangsung pada masyarakat, selama itu pula kepemimpinan yangada memiliki legitimasi dalam pandangan umat Islam.Namun di sinilah kita sering terjebak, yaitu dalam anggapankesejahteraan di atas hanya menyangkut kenyataan-kenyataanlahiriah dan angka statistik belaka, seperti kepemilikan benda,usia hidup rata-rata dan sebagainya. Sering dilupakan, masalahkesejahteraan juga menyangkut kemerdekaan berbicara danberpendapat, kedaulatan hukum dan persamaan perlakuan bagisemua warga negara di hadapan undang-undang. Hal-hal itunantinya akan menyangkut kebebasan berorganisasi, kebebasanrakyat dalam menentukan bentuk negara yang mereka ingini danbeberapa aspek kehidupan agar tercipta rasa keadilan.Proses peralihan (transisi) kepemimpinan dunia, negara danmasyarakat seperti kita lihat dewasa ini, masih menimbulkankeresahan. Keresahan ini seperti yang menghinggapi negara denganmayoritas warganya yang beragama Islam, akibat dari gagalnyaupaya-upaya terorisme yang terjadi di mana-mana denganmengatasnamakan Islam. Sebenarnya, para pakar masyarakatmuslim di seluruh dunia, harus mensosialisasikan pengenalandan identifikasi sebab-sebab utama munculnya terorisme itu. Danbukannya diselesaikan dengan penyerangan dan pengebomanseperti yang terjadi di Afghanistan dan Irak. Pengeboman itusendiri secara tidak jujur dikemukakan Presiden Amerika Serikat(AS) Geogre W. Bush Jr. sebagai upaya menurunkan diktaktorSaddam Husein dari jabatan kepresidenan di Irak. Padahal,pertimbangan-pertimbangan geopolitik internasional yangmembuat Amerika mengambil tindakan terhadap Irak. Yaitu,karena Saudi Arabia telah “menyimpang” dari politik luar negeriAS, padahal ia adalah penghasil minyak bumi (BBM) nomor satudi dunia, maka harus dicarikan kekuatan pengimbang terhadapnya.Pilihan itu jatuh kepada Irak, karena ia adalah penghasilminyak bumi kedua terbesar saat ini. Karena Irak di bawahISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 99


DEMOCRACY PROJECTkepresidenan Saddam tidak akan mungkin mengikuti politikluar negeri AS maka ia harus diganti secepatnya. Kalau Saddamdianggap sebagai “kekuatan jahat” (evil force), mengapakah halitu tidak dikenakan atas para pemimpin Saudi Arabia? Negarayang tiap tahun menghukum mati sekitar dua ribu orang yangdianggap “kaum oposan”? Standar moral ganda (double morality)seperti inilah yang digunakan para pemimpin seperti Bush saatini, yang membuat istilah “politik” berpengertian sangat buruk.Politik yang oleh mendiang Presiden AS John F. Kennedy sebagai“karya termulya”, karena menyangkut kesejahteraan (lahir danbatin) rakyat.*****Kembali pada kepemimpinan Islam, dalam Islam kepemimpinanharuslah berorientasi kepada pencapaian kesejahteraanorang banyak. Sebuah adagium terkenal dari hukum Islam adalah“kebijakan dan tindakan seorang pemimpin haruslah terkaitlangsung kepada kesejahteraan rakyat yang dipimpin” (tasharrufal-imâm ‘alâ al ra’iyyah manûthun bi al-mashlahah). Jelaslah dengandemikian kepemimpinan yang tidak berorientasi kepada hal itu,melainkan hanya sibuk dengan mengurusi kelangsungan kekuasaansaja, bertentangan dengan pandangan Islam mengenaikepemimpinan. Karenanya, dalam menilai kepemimpinan dalamsebuah gerakan, selalu diutamakan pembicaraan mengenai kesejahteraanitu, yang dalam bahasa Arab dinamakan al-mashlahahal-âmmah (secara harafiyah, dalam bahasa Indonesia berarti:kepentingan umum).Selain itu, Islam tidak mempunyai konsep yang pasti (baku)tentang bagaimana sang pemimpin ditetapkan. Kepemimpinansebuah organisasi Islam, ada yang ditetapkan melalui pemilihandalam kongres atau muktamar, tetapi masih tampak betapakuatnya faktor keturunan dalam hal ini, seperti dialami penulissendiri. Baiknya sistem ini, jika orang dengan garis keturunan100 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTyang mewarisi kepemimpinan, membentuk kehidupannyasesuai dengan konsep kemaslahatan umat. Buruknya, jikapemimpin berdasarkan garis keturunan terpilih, padahalpemimpin itu justru tidak memahami tugas dan kewajibannya,melainkan hanya asyik dengan kekuasaan dan kemudahankemudahanyang diperolehnya, maka akan menjadi lemahlahkepemimpinan tersebut. Apalagi jika kepemimpinan itu ditangan seorang penakut, yaitu pemimpin yang takut kepadatekanan-tekanan dari luar dirinya. Memang kedengarannyamudah mengembangkan kepemimpinan dalam kehidupan,tetapi sebenarnya sulit juga, bukan? {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 101


DEMOCRACY PROJECTNU DAN NEGARA ISLAM (1)Sebuah pertanyaan diajukan kepada penulis: apakah reaksiNU (Nahdlatul Ulama) terhadap gagasan Negara Islam(NI), yang dikembangkan oleh beberapa partai politik yangmenggunakan nama tersebut? Pertanyaan ini sangat menarikuntuk dikaji terlebih dahulu dan dicarikan jawaban yang tepatatasnya. Inilah untuk pertama kali organisasi yang didirikantahun 1926 ini ingin diketahui orang bagaimana pandangannyamengenai NI. Ini juga berarti, keingintahuan akan hubungan NUdan keadaan bernegara yang kita jalani sekarang ini dipersoalkanorang. Dengan kata lain, pendapat NU sekarang bukan hanyamenjadi masalah intern organisasi saja, melainkan sudah menjadi“bagian” dari kesadaran umum bangsa kita. Dengan upayamenjawab pertanyaan tersebut, penulis ingin menjadi bagian dariproses berpikir yang sangat luas seperti itu, sebuah keinginanyang pantas-pantas saja dimiliki seseorang yang sudah sejak lamatergoda oleh gagasan NI.Dalam sebuah tesis MA –yang dibuatnya beberapa tahunyang lalu, Pendeta Einar Martahan Sitompul, yang di kemudianhari menjadi Sekretaris Jenderal Gereja Huria Kristen BatakProtestan (HKBP), menuliskan bahwa Muktamar NU tahun 1935di Banjarmasin (Borneo Selatan), harus menjawab sebuah pertanyaan,yang dalam tradisi organisasi tersebut dinamai bahtsl almasâ’il(pembahasan masalah). Salah sebuah masalah yang102 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTdiajukan kepada muktamar tersebut berbunyi: wajibkah bagikaum muslimin untuk mempertahankan kawasan KerajaanHindia Belanda, demikian negara kita waktu itu disebut, padahaldiperintah orang-orang non-muslim? Muktamar yang dihadirioleh ribuan orang ulama itu, menjawab bahwa wajib hukumnyasecara agama, karena adanya dua sebab. Sebab pertama, karenakaum muslimin merdeka dan bebas menjalankan ajaran Islam,di samping sebab kedua, karena dahulu di kawasan tersebut telahada Kerajaan Islam. Jawaban kedua itu, diambilkan dari karyahukum agama di masa lampau, berjudul “Bughyah al-Mustarsyidîn”.Jawabaan di atas memperkuat pandangan Ibn Taimiyyah,beberapa abad yang lalu. Dalam pendapat pemikir ini, hukumagama Islam (fiqh) memperkenankan adanya “pimpinan berbilang”(ta’addud al-a’immah), yang berarti pengakuan akankenyataan bahwa kawasan dunia Islam sangatlah lebar di mukabumi ini, hingga tidak dapat dihindarkan untuk dapat menjadiefektif (syaukah). Konsep ini, yaitu adanya pimpinan umat yanghanya khusus berlaku bagi kawasan yang bersangkutan, telahdiperkirakan oleh kitab suci al-Qurân dengan firman Allah; “SesungguhnyaAku telah menciptakan kalian dari jenis laki-lakidan perempuan dan Ku-jadikan kalian berbangsa-bangsa danbersuku-suku bangsa, agar kamu sekalian saling mengenal” (innâkhalaqnâkum min dzakarin wa untsâ wa ja’alnâkum syu’ûban waqabâ’ila li ta’ârafû) (QS al-Hujurat (49): 13). Firman Allah inilahyang menjadi dasar adanya perbedaan pendapat di kalangankaum muslimin, walaupun dilarang adanya perpecahan diantaramereka, seperti kata firman Allah juga: “Berpeganglah kalian(erat-erat) kepada tali Allah secara keseluruhan, dan janganlahterbelah-belah/saling bertentangan” (wa’tashimû bi habli Allâhijamî’an wa lâ tafarraqû) (QS ali-Imran (3): 103).*****Dengan keputusan Muktamar Banjarmasin tahun 1935 itu,NU dapat menerima kenyataan tentang kedudukan negara dalamISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 103


DEMOCRACY PROJECTpandangan Islam –menurut paham organisasi tersebut. Yaitupendapat tentang tidak perlunya NI didirikan, maka dalam halini diperlukan sebuah klarifikasi yang jelas tentang perlu tidaknyadidirikan sebuah NI. Di sini ada dua pendapat, pertama;sebuah NI harus ada, seperti pendapat kaum elit politik di SaudiArabia, Iran, Pakistan dan Mauritania. Pendapat kedua, sepertidianut oleh NU dan banyak organisasi Islam lainnya, tidak perluada NI. Ini disebabkan oleh heterogenitas sangat tinggi di antarapara warga negara, di samping kenyataan ajaran Islam menjaditanggungjawab masyarakat, dan bukannya negara. PandanganNU ini bertolak dari kenyataan bahwa Islam tidak memiliki ajaranformal yang baku tentang negara, yang jelas ada adalah mengenaitanggungjawab masyarakat untuk melaksanakan Syari’ah Islam.Memang, diajukan pada penulis argumentasi dalam bentukfirman Allah; “Hari ini telah Ku-sempurnakan agama kalian, Kusempurnakanbagi kalian (pemberian) nikmat-Ku dan Ku-relakanIslam “sebagai” agama (al-yauma akmaltu lakum dinakum waatmamtu alaikum nikmatî wa radîitu lakum al-Islâma dînan) (QS al-Maidah (5): 3). Jelaslah dengan demikian, Islam tidak harus mendirikannegara agama, melainkan ia berbicara tentang kemanusiaansecara umum, yang sama sekali tidak memiliki sifat memaksa,yang jelas terdapat dalam tiap konsep tentang negara. Demikianpula, firman Allah; “Masuklah kalian ke dalam Islam (kedamaian)secara keseluruhan” (udkhulû fî al-silmi kâffah) (QS al-Baqarah(2): 208). Ini berarti kewajiban bagi kita untuk menegakkan ajaranajarankehidupan yang tidak terhingga, sedangkan yang disempurnakanadalah prinsip-prinsip Islam. Hal itu menunjukkan,Islam sesuai dengan tempat dan waktu manapun juga, asalkantidak melanggar prinsip-prinsip tersebut. Inilah maksud dariungkapan Islam tepat untuk segenap waktu dan tempat (al-Islâmyasluhu likulli zamânin wa makânin).Sebuah argumentasi sering dikemukakan, yaitu ungkapanKitab Suci; “Orang yang tidak ‘mengeluarkan’ fatwa hukum (sesuaidengan) apa yang diturunkan Tuhan, maka orang itu104 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECT(termasuk) orang yang kafir –atau dalam variasi lain dinyatakanorang yang dzalim atau orang yang munafiq-” (wa man lamyahkum bimâ anzala Allâhu faulâika humu al kâfirûn) (QS al-Maidah(5): 47). Namun bagi penulis, tidak ada alasan untuk melihatkeharusan mendirikan NI, karena hukum Islam tidak bergantungpada adanya negara, melainkan masyarakat pun dapat memberlakukanhukum agama. Misalnya, kita bersholat Jum’at juga tidakkarena undang-undang negara, melainkan karena itu diperintahkanoleh syari’at Islam. Sebuah masyarakat yang secara moralberpegang dan dengan sendirinya melaksanakan syari’at Islam,tidak lagi memerlukan kehadiran sebuah negara agama, sepertiyang dibuktikan para sahabat di Madinah setelah Nabi MuhammadSaw wafat.*****Inilah yang membuat mengapa NU tidak memperjuangkansebuah NI di Indonesia (menjadi NII, Negara Islam Indonesia).Kemajemukan (heterogenitas) yang tinggi dalam kehidupanbangsa kita, membuat kita hanya dapat bersatu dan kemudianmendirikan negara, yang tidak berdasarkan agama tertentu.Kenyataan inilah yang sering dikacaukan oleh orang yang tidakmau mengerti bahwa mendirikan sebuah NI tidak wajib bagikaum muslimin, tapi mendirikan masyarakat yang berpegangkepada ajaran-ajaran Islam adalah sesuatu yang wajib. Artinya,haruskah agama secara formal ditubuhkan dalam bentuk negara,atau cukup dilahirkan dalam bentuk masyarakat saja? Orang“berakal sehat” tentu akan berpendapat sebaiknya kita mendirikanNI, kalau memang hal itu tidak memperoleh tentangan, dantidak melanggar prinsip persamaan hak bagi semua warga negarauntuk mengatur kehidupan mereka.Telah disebutkan di atas tentang fatwa Ibn Taimiyyah,tentang kebolehan Imam berbilang yang berarti tidak adanyakeharusan mendirikan NI. Lalu mengapakah fatwa-fatwa beliauISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 105


DEMOCRACY PROJECTtidak digunakan sebagai rujukan oleh Muktamar NU? Karena,pandangan beliau digunakan oleh wangsa yang berkuasa diSaudi Arabia bersama-sama dengan ajaran-ajaran MadzhabHambali (disebutkan juga dalam bahasa Inggris Hambalite School),yang secara de facto melarang orang bermadzhab lain. Kenyataanini tentu saja membuat orang-orang NU bersikap reaktif terhadapmadzhab tersebut. Tentu saja hal itu secara resmi tidak dilakukan,karena sikap Saudi Arabia terhadap madzhab-madzhab non-Hambali juga tidak bersifat formal. Dengan kata lain, pertentanganpendapat antara “pandangan kaum Wahabi” yang secara defacto demikian keras terhadap madzhab-madzhab lain itu, menampilkanreaksi tersendiri yang tidak kalah kerasnya. Ini adalahcontoh dari sikap keras yang menimbulkan sikap yang sama pada“pihak seberang”.Contoh dari sikap saling menolak, dan saling tak mau mengalahitu membuat gagasan membentuk NI di negara kita (menjadiNII), sebagai sebuah utopia yang terdengar sangat indah,namun sangat meragukan dalam kenyataan. Ini belum kalaupihak non-muslim ataupun pihak kaum muslimin nominal (kaumabangan), tidak berkeberatan atas gagasan mewujudkan negaraIslam itu. Jadi gagasan yang semula tampak indah itu, padaakhirnya akan dinafikan sendiri oleh bermacam-macam sikappara warga negara, yang hanya sepakat dalam mendirikan negarabukan agama. Inilah yang harus dipikirkan sebagai kenyataansejarah. Kalaupun toh dipaksakan –sekali lagi- untuk mewujudkangagasan NI itu di negara kita, maka yang akan terjadi hanyalahserangkaian pemberontakan bersenjata seperti yang terjadidi negara kita tahun-tahun 50-an. Apakah deretan pemberontakanbersenjata seperti itu, yang ingin kita saksikan kembali dalamsejarah modern bangsa kita. {}106 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTNU DAN NEGARA ISLAM (2)Ketika berada di Makassar pada minggu ke tiga bulanFebruari 2003, penulis di wawancarai oleh TVRI di studiokawasan tersebut, yang direlay oleh studio-studio TVRIseluruh Indonesia Timur. Penulis memulai wawancara itu denganmenyatakan, menyadari sepenuhnya bahwa masih cukupkuat sekelompok orang yang menginginkan negara Islam (NI).Pengaruh almarhum Kahar Mudzakar yang dinyatakan meninggaldalam paruh kedua tahun-tahun 50-an, ternyata masih besar.Karenanya, penulis menyatakan dalam wawancara tersebut,pembicaraan sebaiknya ditekankan pada pembahasan tentangNI seperti Sulawesi Selatan itu. Penulis menyatakan, bahwa iamenganggap tidak ada kewajiban mendirikan NI, tapi ia jugatidak memusuhi orang-orang yang berpikiran seperti itu.Dalam dialog interaktif yang terjadi setelah itu, penulisdihujani pertanyaan demi pertanyaan tentang hal itu. Bahkan adayang menyatakan, penulis adalah diktator karena tidak menyetujuipemikiran adanya NI. Penulis menjawab, bahwa saya menganggapboleh saja menganut paham itu, dan berbicara terbukadi muka umum tentang gagasan tersebut, itu sudah berarti sayabukan diktator. Salah satu tanda kediktaktoran adalah tidakadanya dialog dan orang menerima saja sebuah gagasan dantidak boleh membicarakannya secara kritis dan terbuka. DariISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 107


DEMOCRACY PROJECTdialog interaktif itu dapat diketahui bahwa pengaruh luar punharus dipikirkan, seperti pengaruh dari berbagai kawasan duniaIslam yang juga di dasarkan pada kadar pengetahuan agama yangrendah.Rendahnya pengetahuan agama yang dimiliki itu, digabungkandengan rasa kekhawatiran sangat besar melihat tantanganmodernisasi terhadap lembaga/institusi ke-Islam-an,membuat mereka melihat bahaya di mana-mana terhadap Islam.Proses pemahaman keadaan seperti itu, yang terlalu ditekankanpada aspek kelembagaan/institusional Islam belaka, dapat dinamakansebagai proses pendangkalan agama kalangan kaum muslimin.Pihak-pihak lain yang non-muslim juga mengalami pendangkalanseperti itu, dan juga memberikan responsi yang salahterhadap tantangan keadaan. Kalau kita melihat pada budaya/kultur kaum muslimin dimana-mana, sebenarnya kekhawatirandemikian besar seperti itu tidak seharusnya ada di kalanganmereka. Cara hidup, membaca al-Qurân dan Hadist, main rebana,tahlil, berbagai bentuk “seni Islam” dan lain-lainnya, justru mampumenumbuhkan rasa percaya diri yang besar, dalam diri kaummuslimin.Salah sebuah pertanyaan dalam dialog interaktif itu adalahkutipan al-Qurân “Barang siapa tidak (ber) pendapat hukum denganapa yang di turunkan Allah, mereka adalah orang yangkafir “ (wa man lam yahkum bimâ anzala Allâh fa’ulâika hum alkâfirûn)(QSal-Maidah(5):44). Lalu bagaimana mungkin kita menjalankanhukum Allah, tanpa NI? Jawabnya, karena ada masyarakatyang menerapkan hal itu, dan, atau mendidik kita agarmelaksanakan hukum Allah, maka negara dapat saja ditinggalkan.Untuk memelihara pluralitas bangsa, tidak ada kewajibanmendirikan NI atau menentang mereka yang menentang adanyagagasan mendirikan NI. Netralitas seperti inilah yang sebenarnyajadi pandangan Islam dalam soal wajib adanya gagasan mendirikanNI.Netralitas ini sangat penting untuk dijunjung tinggi, karena108 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECThanya dengan demikian sebuah Negara Kesatuan RepublikIndonesia dapat didirikan. Dengan gagasan mendirikan NI, makapihak minoritas -baik minoritas agama maupun minoritas lainlainnya-,tidak mau berada dalam sebuah negara dan menjadibagian dari negara tersebut. Dengan demikian, yang dinamakanRepublik Indonesia tidak dapat diwujudkan, karena ketidaksediaantersebut. Akhirnya, Indonesia akan tidak terwujudsebagai kesatuan, karena ada negara Aceh, negara bagian Timurdan Selatan dari Sumatra Utara, negara Sumatra Barat, Jambi,Bengkulu, Sumatra Selatan, Lampung, Seluruh pulau Jawa, NTB,Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan,Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, dan sebagianMaluku yang lain-lainnya, berada di luar susunan kenegaraan,karena berdasarkan agama seperti itu.Karenanya, keputusan para wakil berbagai organisasi Islamdalam panitia persiapan kemerdekaan Indonesia untuk menghilangkanPiagam Jakarta dari Pembukaan Undang-UndangDasar 1945, pada tanggal 18 Agustus 1945 adalah sebuah sikapyang sangat bijaksana dan harus di pertahankan. Keputusan itudiikuti oleh antara lain: Resolusi Jihad, yang dikeluarkan PBNUpada tanggal 22 Oktober 1945, adalah sesuatu yang sangatmendasar: pernyataan bahwa mempertahankan wilayahRepublik Indonesia adalah kewajiban agama bagi kaum muslimin.Dengan rangkaian kegiatan seperti itu, termasuk mendirikanMarkas Besar Oelama Djawa –Timoer (MBODT) di Surabayadalam bulan Nopember 1945, adalah salah satu dari kegiatanbermacam-macam untuk mempertahankan Republik Indonesia,yang notabene bukanlah sebuah NI. Diteruskan dengan peranggerilya melawan tentara pendudukan Belanda di tahun-tahunberikutnya. Dengan peran aktif para ulama dan pesantrenpesantrenyang mereka pimpin, selamatlah negara kita dariberbagai rongrongan dalam dan luar negeri, hingga tercapainyapenyerahan kedaulatan dalam tahun 1949 - 1950.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 109


DEMOCRACY PROJECT*****Perkembangan sejarah setelah itu menunjukkan bahwaagama Islam tidak berkurang peranannya dalam kehidupanbangsa, walaupun beberapa kali usaha merubah Negara KesatuanRepublik Indonesia (NKRI) berhasil digagalkan, sepertidalam Dewan Konstituante di tahun 1956-1959. Demikian jugabeberapa kali pemberontakan bersenjata terhadap NKRI dapatdigagalkan seperti DI-TII dan APRA (Bandung 1950). Ini tidakberarti Islam dibatasi ruang geraknya dalam negara, sepertiterbukti dari kiprah yang dilakukan oleh Al-Azhar di Kairo.Siapapun tidak dapat menyangkal bangsa Indonesia adalahmemiliki jumlah terbesar kaum muslimin. Ini berbeda dari bangsa-bangsalain, Indonesia justru memiliki jumlah yang sangatbesar kaum “muslimin statistik” atau lebih di kenal dengan sebutan“muslim abangan”. Walaupun demikian, kaum muslim yangtaat beragama dengan nama “kaum santri” masih merupakanminoritas. Karena itu, alangkah tidak bijaksananya sikap inginmemaksakan NI atas diri mereka.Lalu, bagaimana dengan ayat kitab suci al-Qurân yang disebutkan diatas? Jawabnya, kalau tidak ada NI untuk menegakkanhukum agama maka masyarakatlah yang berkewajiban. Dalamhal ini, berlaku juga sebuah kenyataan sejarah yang telahberjalan 1000 tahun lamanya yaitu penafsiran ulang (re-interprensi)atas hukum agama yang ada. Dahulu kita berkeberatanterhadap celana dan dasi, karena itu adalah pakaian orang-orangnon-muslim. Sebuah diktum mengemukakan, “Barang siapamenyerupai sesuatu kaum ia adalah sebagian dari mereka” (mantasyâbaha bi qaumin fahuwa min hum). Tetapi sekarang, tidak adalagi persoalan tentang hal itu karena esensi Islam tidak terletakpada pakaian yang dikenakan melainkan pada akhlak yangdilaksanakan.Karena itu, kita lalu mengerti mengapa para wakil berbagaigerakan Islam dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia110 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECT(PPKI) memutuskan untuk menghilangkan Piagam Jakarta dariUUD 1945. Mereka inilah yang berpandangan jauh, dapatmelihat bersungguhnya kaum muslim menegakkan ajaranajaranagama mereka tanpa bersandar kepada negara. Dengandemikian, mereka menghidupi baik agama maupun negara.Sikap inilah yang secara gigih dipertahankan Nahdlatul Ulama(NU), sehingga agama Islam terus berkembang dan hidup dinegeri kita. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 111


DEMOCRACY PROJECTISLAM: PERJUANGAN ETISATAUKAH IDEOLOGIS?Pada suatu pagi selepas berjalan-jalan, penulis diminta olehsejumlah orang untuk memberikan apa yang merekanamakan “petuah”. Saat itu, ada Kyai Aminullah Muchtardari Bekasi, sejumlah aktifis NU dan PKB dan sekelompokpengikut aliran kepercayaan dari Samosir. Dalam kesempatanitu, penulis mengemukakan pentingnya arti pemahaman artiyang benar tentang Islam. Karena ditafsirkan secara tidak benar,maka Islam tampil sebagai ajakan untuk menggunakan kekerasan/terorismedan tidak memperhatikan suara-suara moderat.Padahal, justru Islam-lah pembawa pesan-pesan persaudaraanabadi antara umat manusia, bila ditafsirkan secara benar.Pada kesempatan itu, penulis mengajak terlebih dahulumemahami fungsi Islam bagi kehidupan manusia. Kata al-Qurân,Nabi Muhammad Saw diutus tidak lain untuk membawakanamanat persaudaraan dalam kehidupan (wa mâ arsalnâka illârahmatan lil ‘âlamîn) (QS al-Anbiya(21):107), dengan kata“rahmah” diambilkan dari pengertian “rahim” ibu, dengandemikian manusia semuanya bersaudara. Kata “’alamîn” di siniberarti manusia, bukannya berarti semua makhluk yang ada. Jaditugas kenabian yang utama adalah membawakan persaudaraanyang diperlukan guna memelihara keutuhan manusia danjauhnya tindak kekerasan dari kehidupan. Bahkan dikemukakan112 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTpenulis, kaum muslimin diperkenankan menggunakankekerasan hanya kalau aqidah mereka terancam, atau merekadiusir dari tempat tinggalnya (idzâ ukhriju min diyârihim).Kemudian, penulis menyebutkan disertasi doktor dariCharles Torrey yang diajukan kepada Universitas Heidelberg diJerman tahun 1880. Dalam disertasi itu, Torrey mengemukakanbahwa kitab suci al-Qurân menggunakan istilah-istilah palingduniawi, seperti kata “rugi”, “untung” dan “panen”, untuk menyatakanhal-hal yang paling dalam dari keyakinan manusia.Umpamanya saja, ungkapan “ia di akhirat menjadi orang-orangyang merugi (perniagaannya)” (wa hua fil âkhirati min al-khâsirîn)(QS Ali Imran(3):85). Begitu juga ayat lain, “menghutangi Allahdengan hutang yang baik” (yuqridhullaha qardhan hasanan) (QSal-Baqarah(2):245), serta ayat “barang siapa menginginkan panendi akhirat, akan Ku-tambahi panenannya” (man kâna yurîdu hartsaal-âkhirati nazid lahû fi hartsihi) (QS al-Syura (42):20).*****Dalam uraian selanjutnya, penulis mengemukakan pengertiannegara dari kata “daulah”, yang tidak dikenal oleh al-Qur’an. Dalam hal ini, kata tersebut mempunyai arti lain, yaitu“berputar” atau “beredar”, yaitu dalam ayat “agar harta yangterkumpul itu tidak berputar/beredar antara orang-orang kayasaja di lingkungan anda semua” (kailâ yakûna dûlatan baina alaghniyâ’iminkum)(QS al-Hasyr(59):7). Ini menunjukkan yangdianggap oleh al-Qur’an adalah sistem ekonomi dari sebuahnegara, bukan bentuk dari sebuah negara itu sendiri. Jadi, pembuktiantekstual ini menunjukkan Islam tidak memandangpenting bentuk negara. Atau, dengan kata lain, Islam tidakmementingkan konsep negara itu sendiri.Dapat disimpulkan dari uraian di atas, Islam lebih mengutamakanfungsi negara dari pada bentuknya. Dalam hal ini,bentuk kepemimpinan dalam sejarah Islam senantiasaISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 113


DEMOCRACY PROJECTmengalami perubahan. Bermula dari sistem prasetia (bai’at) darisuku-suku kepada Sayyidina Abu Bakar, melalui pergantianpemimpin dengan penunjukkan dari beliau kepada SayyidinaUmar, diteruskan dengan sistem para pemilih (ahl halli wa alaqdi)baik langsung maupun tidak, diteruskan dengan sistemkerajaan atau keturunan di satu sisi dan kepala negara atau kepalapemerintahan dipilih oleh lembaga perwakilan, serta para pemimpinyang melalui coup d’etat di sementara negara, semuanyamenunjukkan tiadanya konsep pergantian pemimpin negarasecara jelas dalam pandangan Islam.Demikian juga, Islam tidak menentukan besarnya negarayang akan dibentuk. Di zaman Nabi Saw, negara meliputi satuwilayah kecil saja –yaitu kota Madinah dan sekitarnya, diteruskandengan imperium dunia di masa para khalifah dan kemudiandinasti Umaiyyah dan Abbasyiah. Setelah itu, berdirilah kerajaankerajaanlokal dari dinasti Murabbitîn di barat Afrika hingga Mataramdi Pulau Jawa. Kini, kita kenal dua model; model negarabangsa(nation state) dan negara kota (city state). Keadaan menjadilebih sulit, karena negara kota menyebut dirinya negara-bangsa,seperti Kuwait dan Qatar.*****Dengan tidak jelasnya konsep Islam tentang pergantianpemimpin negara dan bentuk negara seperti diterangkan di atas,boleh dikatakan bahwa Islam tidak mengenal konsep negara.Dalam hal ini, yang dipentingkan adalah masyarakat (mujtama’atau society), dan ini diperkuat oleh penggunaan kata umat(ummah) dalam pengertian ini. Sidney Jones mengupas perubahanarti kata ini dalam berbagai masa di Indonesia, yang diterbitkandi jurnal Indonesia Universitas Cornell di Ithaca, New York,beberapa tahun lalu. Semuanya menunjuk pada pengertian masyarakatitu, baik seluruh bangsa maupun hanya para pengikutgerakan-gerakan Islam di sini belaka.114 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTDengan demikian, pendapat yang menyatakan adanyapandangan tentang negara dalam Islam, harus diartikan pandanganagama tersebut tentang masyarakat. Ini semua, akanmembawa konsekuensi tiadanya hubungan antara Islam sebagaiideologi politik dan negara. Dengan kata lain, Islam mengenalideologi sebagai pegangan hidup masyarakat, minimal berlakuuntuk para warga gerakan-gerakan Islam saja. Dengan demikian,negara dapat saja didirikan tanpa ideologi Islam, untuk menyantunihak-hak semua warga negara di hadapan Undang-UndangDasar (UUD), baik mereka muslim maupun non-muslim.Tanpa menyadari hal ini, kita secara emosional akan mengajukantuntutan akan adanya sebuah ideologi Islam dalam kehidupanbernegara. Ini berarti, warga negara non-muslim akanmenjadi warga negara kelas dua, baik secara hukum maupundalam kenyatan praktis. Sedangkan Republik Indonesia tanpamenggunakan ideologi agama secara konstitusional dalamhidupnya, menghilangkan kesenjangan itu. Dengan tidak menggunakanagama sebagai ideologi politik, yang berakibat padapemilahan warga negara muslimin dari non-muslimin, maka,terjadilah proses alami kaum muslimin dalam memperjuangkanideologi masyarakat yang mereka ingini melalui upaya menegakkanetika Islam, bukannya ideologi Islam. Bukankah ini lebihrasional? {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 115


DEMOCRACY PROJECTYANG TERBAIK ADA DI TENGAHJudul diatas diilhami oleh sabda Nabi Muhammad Saw: “Sebaik-baik persoalan adalah yang berada ditengah “ (khairual-umûr ausâthuha). Ia juga mencerminkan pandangan agamaBuddha tentang “jalan tengah” yang dicari dan diwujudkan olehpenganut agama tersebut. Walaupun demikian, judul itu dimaksudkanuntuk mengupas sebuah buku karya tokoh Syi’ah terkemukaDr. Musa Al Asy’ari, “Menggagas Revolusi KebudayaanTanpa Kekerasan” –dalam sebuah diskusi di kampus UniversitasDarul Ulum Jombang, beberapa waktu lalu. Katakanlah sebagaisebuah resensi, yang juga semacam analisa terhadap kecenderunganumum mengambil “jalan tengah” yang dimiliki bangsakita, dan mempengaruhi kehidupan di negeri ini.Dalam kenyataan hidup sehari-hari, sikap mencari jalantengah ini, akhirnya berujung pada sikap mencari jalan sendiridi tengah-tengah tawaran penyelesaian berbagai persoalan yangmasuk ke kawasan ini. Namun, sebelum menyimpulkan hal itu,terlebih dahulu penulis ingin melihat buku itu dari kacamatasejarah yang menjadi jalan hidup banyak peradaban dunia. Kalaukita tidak pahami masalah tersebut dari sudut ini, kita akanmudah menggangap “jalan tengah” sebagai sesuatu yang khasdari bangsa kita, padahal dalam kenyataannya tidaklah demikian.Bahwa bangsa kita cenderung untuk mencari sesuatu yang116 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTindependen dari bangsa-bangsa lain, merupakan sebuah kenyataanyang tidak terbantahkan. Mr. Muhammad Yamin, umpamanyamenggangap kerajaan Majapahit memiliki angkatan lautyang kuat dan menguasai kawasan antara pulau Madagaskar dilautan Hindia/Samudra Indonesia di Barat dan pulau Tahiti ditengah-tengah lautan Pasifik, dengan benderanya yang terkenalMerah Putih. Padahal, angkatan laut kerajaan tersebut hanyalahfatsal (pengikut) belaka dari Angkatan Laut Tiongkok yangmenguasai kawasan perairan tersebut selama berabad-abad. Kitatentu tidak senang dengan klaim tersebut karena mengartikankita lemah. Tetapi kenyataan sejarah berbunyi lain, Australia,misalnya, yang menjadi dominion Inggris, secara hukum dan tatanegara, memiliki indenpendensi sendiri terlepas dari negara induk.*****Penulis melihat, bahwa sejarah dunia penuh dengan penyimpangan-penyimpanganseperti itu. Umpamanya saja, sepertidi tunjukan oleh Oswald Spengler dalam “Die Untergang desAbendlandes”(The Decline of The West). Buku yang menggambarkankejayaan peradaban Barat dalam abad ke 20 ini ternyata mulaimengalami keruntuhan (Untergang). Filosof Spanyol kenamaan,Ortega Y Gasset, justru menunjuk kepada tantangan darimassa rakyat kebanyakan dalam peradaban modern terhadapkarya-karya dan produk kaum elit, seperti tertuang dalam bukunyayang sangat terkenal “Rebellion of the Masses” (PemberontakanRakyat Kebanyakan).Kemudian itu semua, disederhanakan oleh Arnold JacobToynbee dalam karya momentumnya yang terdiri dari 2 jilid,“A Study of History”. Toynbee mengemukakan sebuah mekanismesejarah dalam peradaban manusia, yaitu tantangan (challenges)dan jawaban (responses). Kalau tantangan terlalu berat, sepertitantangan alam di kawasan Kutub Utara, seperti yang dialamibangsa Eskimo, maka manusia tidak dapat memberikan jawabanISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 117


DEMOCRACY PROJECTmemadai, jadi hanya mampu bertahan hidup saja. Sebaliknya,kalau tantangan harus dapat diatasi dengan kreatifitas, sepertitantangan banjir sungai yang merusak untuk beberapa bulan dankemudian membawa kemakmuran melalui kesuburan tanahuntuk masa selanjutnya, akan melahirkan peradaban tepi sungaiyang sangat besar, seperti ditepian Nil, Tigris, Euphrat, Gangga,Huang Ho, Yang Tse Kiang, Musi dan Brantas. Lahirnya pusatpusatperadaban dunia ditepian sungai-sungai itu, merupakanbukti kesejahteraan yang tidak terbantah.Jan Romein, seorang sejarawan Belanda, penulis buku “AeraEropa” ia menggambarkan adanya PKU I (Pola KemanusiaanUmum pertama, Eerste Algemeene Menselijk Patron). PKU I itu,menurut karya Romein tersebut memperlihatkan diri dalam tradisionalismeyang dianut oleh peradaban dunia dan kerajaankerajaanbesar waktu itu, berupa masyarakat agraris, birokrasikuat dibawah kekuasaan raja yang moralitas yang sama di manamana.Dalam abad ke-6 sebelum masehi, terjadi krisis moralbesar-besaran yang ditandai dengan munculnya nama-nama LaoTze dan Konghucu di China, Budha Gautama di India, Zarathustradi Persia dan Akhnaton di Mesir. Mereka para moralishebat ini mengembalikan dunia kepada tradisionalismenya, karenamemperkuat “keseimbangan”. Sebaliknya, para filosof YunaniKuno, membuat penyimpangan pertama terhadap PKU kesatuitu, dengan mengemukakan rasionalitas sebagai ukuran perbuatanmanusia yang terbaik. Penyimpangan-penyimpangan PKU Iini diikuti oleh penyimpangan-penyimpangan lain oleh Eropaseperti kedaulatan hukum Romawi (Lex Romanum) pengorganisasiankinerja, Renaissance (Abad Kebangkitan), Abad Pencerahan(Aufklarung), Abad Industri dan Abad Ideologi. Dengan adanyapenyimpangan itu, Eropa memaksa dunia untuk menemukanPKU II (Tweede Algemeene Menselijk Patron), yang belum kita kenalbentuk finalnya.*****118 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTNah, kita menolak teokrasi (negara agama) dansekularisme, dengan mengajukan alternatif ketiga berupaPancasila. Kompromi politik yang dikembangkan kemudian(dan sampai sekarang belum juga berhasil) sebagai ideologibangsa, menolak dominasi agama maupun kekuasaan antiagama dalam kehidupan bernegara kita. Karena sekularismedipandang sebagai penolakan kepada agama -dan bukannyasebagai pemisahan agama dari negara-, maka kita merasakanperlunya mempercayai Pancasila yang menggabungkan silapertama (Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa), dansila-sila lain yang oleh banyak penulis dianggap sebagaipenolakan atas agama.Buku yang ditinjau penulis ini, sebenarnya adalah upayadari jenis yang berupaya menyatukan “kebenaran agama” danilmu pengetahuan sekuler (dirumuskan sebagai kemerdekaanberpikir oleh pengarangnya). Jelas yang dimaksudkan adalahsebuah sintesa baru yang terbaik bagi kita dari dua hal yang salingbertentangan. Apakah ini merupakan sesuatu yang berharga,ataukah hanya berujung kepada sebuah masyarakat (dan negara)“yang bukan-bukan”? {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 119


DEMOCRACY PROJECT120 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTBAB IIIISLAMKEADILANDAN HAK ASASI MANUSIAISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 121


DEMOCRACY PROJECT122 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTISLAM DAN HAK ASASI MANUSIATulisan-tulisan yang menyatakan Islam melindungi HakAsasi Manusia (HAM), seringkali menyebutkan Islamsebagai agama yang paling demokratis. Pernyataan itu,seringkali tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Justru dinegeri-negeri muslim-lah terjadi banyak pelanggaran yang beratatas HAM, termasuk di Indonesia. Kalau kita tidak mau mengakuihal ini, berarti kita melihat Islam sebagai acuan ideal namunsama sekali tidak tersangkut dengan HAM. Dalam keadaandemikian, klaim Islam sebagai agama pelindung HAM hanyaakan terasa kosong saja, tidak memiliki pelaksanaan dalampraktek kehidupan.Di sisi lain, kita melihat para penulis seperti Al-Maududi,seorang pemimpin muslim yang lahir di India dan kemudianpindah ke Pakistan di abad yang lalu, justru tidak mempedulikanhubungan antara Islam dan HAM. Baginya, bahkan hubunganantara Islam dan Nasionalisme justru tidak ada. Nasionalismeadalah ideologi buatan manusia, sedangkan Islam adalah buatanAllah Swt. Bagaimana mungkin mempersamakan sesuatu buatanAllah Swt dengan sesuatu buatan manusia? Lantas, bagaimanakahharus diterangkan hubungan antara perkembangan Islamdalam kehidupan yang dipenuhi oleh tindakan-tindakan manusia?Al-Maududi tidak mau menjawab pertanyaan ini, sebuah sikapISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 123


DEMOCRACY PROJECTyang pada akhirnya menghilangkan arti acuan yangdigunakannya.Bukankah Liga Muslim (Muslim League) yang didukungnyaadalah buatan Ali Jinnah dan Liaquat Ali Khan, yang kemudaianmelahirkan Pakistan, tiga kali berganti nama antara RepublikPakistan dan Republik Islam Pakistan? Bukankah ini berarti campurtangan manusia yang sangat besar dalam pertumbuhan negerimuslim itu? Dan, bagaimanakah harus dibaca tindakanPervez Musharraf yang pada bulan lalu telah memenangkan kepresidenannegeri itu melalui plebisit, bukannya melalui pemilu?Dan bagaimana dengan tuduhan-tuduhannya, bahwa parapemuka partai politik, termasuk Liga Muslim, sebagai orangorangyang korup dan hanya mementingkan diri sendiri?*****Banyak negeri-negeri muslim yang telah melakukanratifikasi atas deklarasi universal HAM, yang dikumandangkanoleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam tahun 1948. Dalamdeklarasi itu, tercantum dengan jelas bahwa berpindah agamaadalah Hak Asasi Manusia. Padahal fiqh/hukum Islam sampaihari ini masih berpegang pada ketentuan, bahwa berpindah dariagama Islam ke agama lain adalah tindak kemurtadan (apostasy),yang patut dihukum mati. Kalau ini diberlakukan di negeri kita,maka lebih dari 20 juta jiwa manusia Indonesia yang berpindahagama dari Islam ke Kristen sejak tahun 1965, haruslah dihukummati. Dapatkah hal itu dilakukan? Sebuah pertanyaan yang tidakakan ada jawabnya, karena hal itu merupakan kenyataan yangdemikian besar mengguncang perasaan kita.Dengan demikian menjadi jelas, bahwa di hadapan kitahanya ada satu dari dua kemungkinan: menolak deklarasiuniversal HAM itu sebagai sesuatu yang asing bagi Islam, sepertiyang dilakukan Al-Maududi terhadap Nasionalisme atau justrumerubah diktum fiqh/hukum Islam itu sendiri. Sikap menolak,124 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECThanya akan berakibat seperti sikap burung onta yang menolakkenyataan dan menghindarinya, dengan bersandar kepadalamunan indah tentang keselamatan diri sendiri. Sikap sepertiini, hanya akan berarti menyakiti diri sendiri dalam jangka panjang.Dengan demikian, mau tak mau kita harus menemukanmekanisme untuk merubah ketentuan fiqh/hukum Islam, yangsecara formal sudah berabad-abad diikuti. Tetapi disinilah terletakkebesaran Islam, yang secara sederhana menetapkan keimanankita pada Allah dan utusan-Nya sebagai sesuatu yangtidak bisa ditawar lagi. Beserta beberapa hukum muhkamat lainnya,kita harus memiliki keyakinan akan kebenaran hal itu.Apabila yang demikian itu juga dapat diubah-ubah maka hilanglahke-Islaman kita.*****Sebuah contoh menarik dalam hal ini adalah tentang budaksahaya (slaves), yang justru banyak menghiasi al-Qurân dan al-Hadits (tradisi kenabian). Sekarang, perbudakan dan sejenisnyatidak lagi diakui oleh bangsa muslim manapun, hingga secaratidak terasa ia hilang dari perbendaharaan pemikiran kaum muslimin.Praktek-praktek perbudakan, kalaupun masih ada, tidakdiakui lagi oleh negeri muslim manapun dan paling hanya dilakukanoleh kelompok-kelompok muslimin yang kecil tanpa perlindungannegara. Dalam jangka tidak lama lagi, prakteksemacam itu akan hilang dengan sendirinya.Nah, kita harus mampu melihat ufuk kejauhan, dalam halini mereka yang mengalami konversi ke agama lain. Inimerupakan keharusan, kalau kita ingin Islam dapat menjawabtantangan masa kini dan masa depan. Firman Allah Swt dalamkitab suci al-Qurân, “Tiada yang tetap dalam kehidupan kecualiwajah Tuhan”(Kullu man ‘alayha fâ nin. Wa yabqâ wajhu rabbika)(QS al-Rahman(55): 26-27) menunjukkan hal itu dengan jelas.Ketentuan ushûl fiqh (Islamic legal theory) “hukum agamaISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 125


DEMOCRACY PROJECTsepenuhnya tergantung kepada sebab-sebabnya, baik adaataupun tidak adanya hukum itu sendiri” (al-hukmu yadûru ma’a‘illatihi wujûdan wa ‘adaman) jelas menunjuk kepadakemungkinan perubahan diktum seperti ini.Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) telah melakukan antisipasiterhadap hal ini. Dalam salah sebuah muktamarnya, NUtelah mengambil keputusan “perumusan hukum haruslah sesuaidengan prinsip-prinsip yang digunakan”. Ambil contoh masalahKeluarga Berencana (KB), yang dahulu dilarang karena pembatasankelahiran, yang menjadi hak reproduksi di tangan Allahsemata. Sekarang, karena pertimbangan biaya pendidikan yangsemakin tinggi membolehkan perencanaan keluarga, dengan tetapmembiarkan hak reproduksi di tangan Allah. Kalau diinginkanmemperoleh anak lagi, tinggal membuang kondom ataumenjauhi obat-obat yang dapat mengatur kelahiran. Jelaslah dengandemikian, bahwa Islam patut menjadi agama di setiap masadan tempat (yashluhu kulla zamânin wa makân). Indah bukan, untukmengetahui hal ini semasa kita masih hidup? {}126 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTPENAFSIRAN KEMBALI“KEBENARAN RELATIF”Dalam dialog dengan para mahasiswa di Samarinda akhirJanuari lalu, seorang mahasiswa bertanya; mengapakahpenulis tak mau menerima sesuatu yang dianggapsebagai pendirian Islam, umpamanya saja mengenai kehadiran“negara Islam”? Lagi-lagi, sebuah pertanyaan yang di manamanapenulis hadapi, terutama dari kalangan anak muda. Nah,jawaban penulis atas pertanyaan itu, dikemukakan dalam tulisanini untuk dipikirkan bersama. Kalau ada argumentasi yang kuat,diharapkan disampaikan pada penulis, bisa jadi merubahpendirian penulis, atau malah sebaliknya. Ini penting dilakukan,untuk semakin menajamkan argumentasi orang yang pro(menyetujui) atau kontra (menentang) terhadap sebuah gagasanatau pendapat. Ini adalah hal yang biasa dalam sebuahpertukaran pendapat yang bebas dan terbuka, untuk mencapaikebenaran bagi sebuah persoalan. Kita belum terbiasa denganhal seperti ini karena sekian lama kita terpasung dalam menyampaikanpendapat. Mengapa? Karena para penguasa otoritermemaksakan pendapat dan memaksakan “kebenaran” miliknyasendiri. Dengan cara demikian, kalau dibuka pintu perdebatan,salah-salah akan ada argumentasi yang menyangkal “kebenaran”yang dikemukakannya tersebut.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 127


DEMOCRACY PROJECTApalagi, kalau kontra argumentasi itu dikemukakan dalambentuk pertanyaan. Kalau tidak dapat menjawab, maka sangpenguasa itu akan kehilangan pendapat, sesuatu yang tidakdiinginkan. Bukankah filosof Yunani kuno, Plato, pernah menyatakan,sebuah pertanyaan berarti separuh kebenaran. Ketakutanakan kelemahan argumentasi sendiri, menyebabkanseseorang tidak memperkenankan adanya pertukaran argumentasi,yang menjadi dasar sebuah perdebatan terbuka dan salingtukar pendapat. Karenanya sejarah telah mencatat, seorangpenguasa otoriter tidak akan bersedia mengadakan dialog danpertukaran pendapat. Lain halnya dengan agama yang memiliki“kebenaran moral” sendiri, yang tetap ada walaupun ada sanggahan.Kitab suci al-Qurân menyatakan; “Kalau para hamba-Kubertanya tentang diri-Ku, maka sesungguhnya Aku dekat (denganmereka) memenuhi permintaan orang yang berdo’a jika(diajukan) kepada-Ku” (wa idzâ sa’alaka ‘ibadî ‘annî ibadi fa-innîqarîbun ujîbu da’wata al da’i idzâ da’âni) (QS al-Baqarah (2): 186).Prinsip di atas, perlu dikemukakan di sini, karena hanyamelalui dialog yang bebas dan terbuka, dapat dicapai kebenaranakhir yang diikuti dan diterima orang yang berpikiran sehat danwajar. Inilah arti penting dari sikap jujur, untuk mempertahankankebenaran, berpikir, berpendapat dan menyatakan pendapat. Inipula yang merupakan ciri berlangsungnya kehidupan demokratis,tidak seperti di beberapa negara tetangga kita. Merekamengajukan klaim sebagai negara demokratis, namun denganalasan keamanan internal, diberlakukan kekangan/hambatanpsikologisuntuk tidak menyatakan pendapat secara bebas. Dengankata lain, yang berlaku di tempat-tempat itu adalah demokrasiprosedural, bukan demokrasi sesungguhnya. Kalauditambahkan embel-embel kata lain pada istilah demokrasi, sepertidemokrasi rakyat dan demokrasi Islam, maka pada akhirnyademokrasi itu sendiri akan mati dan tidak muncul ke permukaan.*****128 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTKembali pada pertanyaan mahasiswa di atas, mengapaada “ajaran Islam” yang ditolak penulis, dapat dijawab penulistidak pernah menolak “ajaran Islam yang baku”, seperti tauhiddan sebagainya. Namun, penulis hanya menyanggah pendapatyang oleh banyak orang dianggap sebagai “ajaran tetap” dalamagama Islam tersebut. Padahal, ajaran itu telah berubah melaluiperubahan zaman, dengan menggunakan cara tertentu.Diantara cara tertentu itu, adalah penafsiran ulang(reinterpretasi) oleh kaum muslimin sendiri, atas sesuatu yangtadinya diterima sebagai kebenaran oleh mereka. “Kebenaranrelatif” itu lalu berubah dengan adanya penafsiran ulang itu,oleh Islam sendiri sebagai agama terakhir dalam pandanganpara pemeluknya.Contoh yang dapat dikemukakan di sini, adalah penafsiranulang atas ucapan Rasulullah Saw: “Maka Aku (akan) membanggakankalian (di hadapan) umat-umat (lain) pada hari kiamat”(fa innî mubâhin bikum al umam yauma al-qiyâmah). Dalam penafsiranlama, kaum muslimin mengartikan kebanggaan beliau itubertalian dengan jumlah (kuantitas) kaum muslimin, hinggamerekapun berbanyak-banyak anak. Tafsiran ulang yang baru,yang didukung oleh kenyataan meluasnya program KeluargaBerencana (KB) di kalangan kaum muslimin, minimal di negeriini, menunjuk pada arti lain dari apa yang dibanggakan itu:kebanggaan akan mutu (kualitas) kaum muslimin sendiri. Dengandemikian, Islam dapat berkembang sesuai dengan perubahantempat dan waktu (yashluhu li kulli zamânin wa makânin).Dengan demikian, apa yang tadinya dianggap sebagai“kebenaran” paling tidak, lalu dianggap oleh sebagaian kaummuslimin sendiri pada masa kini sebagai “kebenaran relatif” yangperlu diberi tafsiran baru. Contoh di atas merupakan “sebuahkenyataan empirik” yang tidak dapat dibantah oleh siapapun.Sebuah tafsir ulang lain yang dapat dikemukakan di sini, adalahmelaksanakan sumpah setia ketika mereka berjanji; “orang-orangyang berpegang pada janji mereka, di kala menyampaikan pra-ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 129


DEMOCRACY PROJECTsetia” (wa al-mûfûna bi ‘ahdihim idzâ ‘âahadû)(QS al-Baqarah(2):176), sebuah ungkapan firman Allah yang tadinyadianggap janji secara umum saja. Ini berarti, tafsir ulang yangmemberikan arti lain atas istilah tersebut, dengan pengertianbaru “menjunjung tinggi profesionalisme”. Bukankah janjitertinggi dari seseorang, disampaikan ketika ia mengucapkansumpah/prasetia jabatan? Bukankah dengan demikian, berartiIslam sangat mengutamakan profesionalisme, dengan segalaimplikasinya?*****Jelaslah dari keterangan di atas, dengan tafsir ulang sepertiitu, “kebenaran relatif” Islam dapat ditegakkan secara pasti.Dengan demikian, terdapat jalinan sangat halus antara keyakinandan data empirik yang terdapat dalam diri seorang muslim. Halini telah terjadi dengan sendirinya, sebagai proses alami yangwajar, dalam kehidupan masyarakat kaum muslimin. Ini dimungkinkanoleh kenyataan yang terdapat dalam sejarah kaum muslimsendiri, seperti yang kita ketahui dari bacaan selama ini. Di sinilahsangat terasa kegunaan sebuah adagium “perbedaan pendapatpara pemimpin adalah rahmat bagi umat” (ikhtilâf al-a’immah rahmatual ummah). Kalau kita pegang adagium ini, maka yangdilarang hanyalah perpecahan dan pertentangan saja di antarakita.Ketentuan ushûl fiqh (teori hukum Islam) berbunyi; bahwahukum agama (qarâr al-hukmi) terbagi dalam dua jenis; qath’iyahal tsubût (ketentuan berdasarkan sumber tertulis atau dalil naqli)dan dhanniyah al-tsubût (hukum tidak berdasarkan sumber tertulisatau dalil aqli). Dengan demikian, sepanjang dapat diterima olehakal, maka sebuah hukum agama dapat berlaku berdasarkanpandangan akal dan selama tidak bertentangan dengan sumbersumbertertulis al-Qurân dan al-Hadits. Pembedaan ini dilakukandalam teori hukum Islam karena tidak semua hal lalu ada130 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTsumber-sumber tertulisnya. Bagi kasus-kasus yang termasukdalam kategori ini, maka dibuatlah jenis hukum yang tidakberdasarkan pada sumber-sumber tertulis. Termasuk dalam halini, fatwa Syekh Qardhawi, bahwa bunga bank yang tidakeksploitatif dan berguna bagi reproduksi barang (termasukdalam ongkos produksi), tidaklah dapat dianggap riba.Sekarang, masalahnya tinggal menentukan bila sebuahhukum agama berdasarkan sumber tertulis al-Qurân dan al-Hadits (qath’iyah al-tsubût), sedangkan keadaan membutuhkanpenafsiran baru, lalu apakah yang harus diterapkan dalam halseperti itu? Dalam hal ini, kita lalu menggunakan sebuah kaidahhukum Islam (qaidah al-fiqh), bahwa keadaan tertentu dapat memaksakansebuah larangan untuk dilaksanakan (al-dharûratutubîhu al mahdhûrât). Hal ini, umpamanya saja, terlihat pada kasusnegara yang melakukan ratifikasi deklarasi universal tentangHak-Hak Asasi Manusia (HAM) —(universal declaration of humanrights) yang ditetapkan PBB pada tanggal 10 Desember 1948,termasuk dalam HAM itu adalah masalah berpindah agama. Initentu bertentangan dengan ketentuan hukum Islam, sebab menurutketentuan orang yang berpindah agama Islam kepada agamalain, harus dianggap sebagai apostacy (murtad). Kalau inidilaksanakan, maka lebih dari 25 juta jiwa penduduk Indonesia–yang berpindah dari agama Islam ke agama lain dalam lingkungannegara Republik Indonesia, dapat dijatuhi hukuman matimenurut hukum agama (fiqh). {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 131


DEMOCRACY PROJECTISLAMDAN KEPEMIMPINAN WANITASejumlah pemimpin partai-partai politik Islam, beberapatahun yang lalu, menyatakan bahwa kepemimpinan wanitatidak tepat dalam pandangan agama. Dasar anggapan ituadalah ungkapan al-Qurân “lelaki lebih tegak atas wanita” (alrijâluqawwâmûna ‘alâ al-nisa) (QS Al-Nisa(4):33), yang dapatdiartikan menjadi dua macam. Pertama, lelaki bertanggung jawabfisik atas keselamatan wanita; dan kedua, lelaki lebih pantasmenjadi pemimpin negara. Ternyata para pemimpin partai politikIslam di atas memilih pendapat kedua itu, terbukti dari ucapanmereka di muka umum. Anggapan tersebut, yang pada umumnyamenjadi pendapat dunia Islam selama ini, dalam kenyataanjustru menunjukkan sebaliknya.Beberapa sumber tekstual (‘adillah naqliyah) melanjutkananggapan ini dengan ungkapan “wanita hanya mempunyaiseparuh akal lelaki”, dan sumber-sumber sejenis. Bahkan sebuahkutipan dari kitab suci al-Qurân dipakai dalam hal ini, yaitu“bagian pria (dalam masalah warisan) adalah dua kali bagianwanita” (li al dzakari mistlu hatzi al-untsaya’in)(QS al-Nisa(4):10),padahal kutipan itu hanya mengenai masalah waris-mewaris saja.Karena itu, pandangan kedua ini, yang masih umum dipakaiorang dalam dunia Islam, selalu menilai rendah wanita.Dalam tulisan ini, penulis ingin meluruskan hal itu agarhak lelaki dan hak wanita menjadi semakin berimbang karenamemang Islam menilai seperti itu. Firman Allah Swt dalam al-132 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTQurân. “Sesungguhnya Ku-ciptakan kalian sebagai laki-lakidan perempuan’’ (innâ khalaqnâkum min dzakarin wa untsa), (QSal-Hujurat (15): 13) mengisyaratkan persamaan seperti itu. Perbedaanpria dan wanita bersifat biologis, tidaklah bersifatinstitusional/kelembagaan sebagaimana disangkakan banyakorang dalam literatur Islam. Akibatnya, masyarakat punmenjadi terpengaruh, termasuk kaum wanitanya sendiri.Sewaktu masih menjadi Ketua Umum PBNU, penulis pernahdidatangi salah seorang ulama Pakistan, sewaktu BenazirBhutto masih menjadi orang pertama dalam pemerintahan negeritersebut. Ia meminta agar penulis membacakan surat Al-Fatihahbagi bangsa Pakistan, agar mereka terhindar dari malapetaka.Bukankah, katanya, Rasulullah Saw bersabda, “celakalah sebuahkaum yang dipimpin wanita?’’ Bukankah dengan menjadi PerdanaMenteri Pakistan Benazir Bhutto justru melakukan hal itu?’’Penulis menjawab, bahwa dalam hal ini diperlukan penafsiranbaru sesuai dengan perubahan yang terjadi? Bukankah NabiMuhammad Saw menunjuk kepada kepemimpinan abad VIIhingga VIII Masehi di Jazirah Arabia? Kepemimpinan suku ataukaum, waktu itu memang berbentuk perseorangan (individualleadership), sedangkan sekarang kepemimpinan negara justrudilembagakan?Benazir Bhutto harus mengambil keputusan melaluisidang kabinet, dengan para menteri yang mayoritasnya pria.Dan, kabinet tidak boleh menyimpang dari kebijakan parlemen,yang mayoritas anggotanya adalah pria. Hingga, parlemen puntidak boleh menyimpang dari Undang-Undang Dasar, denganpenjagaan dan pengawalan dari Mahkamah Agung yang seluruhnyaberanggotakan kaum pria. Anda benar, kata tamu tersebut,namun saya minta Anda tetap saja membaca surat Al-Fatihahuntuk keselamatan bangsa Pakistan.Apa yang digambarkan di atas menunjuk kepada suatuhal: sulitnya mengubah sebuah pandangan yang telah berabadabadlamanya diikuti orang. Dalam hal ini, antara pandanganISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 133


DEMOCRACY PROJECTagama Islam di mata orang-orang itu, dalam kenyataanberlawanan dengan apa yang dirumuskan oleh UUD. Seolaholahterjadi perbenturan antara agama dan negara. Padahal,dalam kenyataan, ribuan anak-anak perempuan ulamamuslimin justru menjadi sarjana S2 hingga S3, karena UUDmemungkinkan hal itu. Bukankah persamaan hak antara priadan wanita dijamin oleh UUD kita, termasuk dalampendidikan?Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tingkat I SumatraBarat, mengeluarkan peraturan daerah yang melarang warga masyarakatdari jenis wanita untuk keluar rumah tanpa mahram (suamiatau sanak keluarga yang tidak boleh dikawininya), setelah pukul09.00 malam. Bukankah ini jelas melanggar UUD, yang menyamakankedudukan antara pria dan wanita di muka undang-undang?Karenanya, sidang kabinet yang dihadiri oleh penulis telah memutuskantidak diperkenankan adanya peraturan daerah tersebut atauproduk-produk lain hasil DPRD I atau DPRD II, yang berlawanandengan Undang-Undang Dasar. Maka, dalam hal ini, mestinyaMahkamah Agung-lah yang memiliki wewenang untuk menyatakanapakah sebuah produk DPRD tersebut melanggar UUD atautidak. Jika demikian, otomatis produk itu tidak berlaku lagi.Dari uraian di atas jelaslah, memperjuangkan hak-hak wanitaadalah pekerjaan yang masih berat di masa kini, hinggawajiblah kita bersikap sabar dan bertindak hati-hati dalam halini. Tetapi, keadaan ini pun, bukanlah hanya monopoli golonganIslam saja. Di Amerika Serikat (AS) yang dianggap memeliharahak-hak wanita dan pria secara berimbang menurut Undang-Undang Dasarnya, ternyata dalam praktik tidak semudah apa yangdianggap seperti semula. Belum pernah dalam sejarahnya adapresiden wanita, walaupun UUD-nya tidak pernah melarang akanhal itu. Di sini, ternyata terdapat kesenjangan besar antara teoridan praktik dalam sebuah masyarakat paling “maju” sekalipun.{}134 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTISLAMDAN DIALOG ANTAR AGAMACharles Torrey dalam disertasi doktor-nya di UniversitasHeidelburg tahun 1880-an, mengemukakan bahwa al-Qurân mempunyai keistimewaan, berupa penggunaanistilah-istilah profesi untuk menyatakan keyakinan agama. Disebutkannyaayat; “barang siapa memberikan pinjaman yang baikpada Allah, maka akan diberi imbalan berlipat ganda” (man yuridial-Allâha qardlan hasanan fa yudhâ’ifahu) (QS al:Baqarah(2): 245),yang berarti bukan sebuah transaksi kredit melainkan pelaksanaanamal kebajikan. Contoh lain, adalah; “barang siapa menghendakipanenan yang baik di akhirat, akan Ku-tambahi panenannya”(man kâna yurîdhu hartsa al-âkhirati nazid lahu fî-hartsihi)(QS al Syura(42):20) –yang lagi-lagi menggunakan kata panenansebagai penunjuk kepada amal kebajikan/amal sholeh.Di sini, Torrey juga menggunakan sebuah ayat lain untukmenunjuk kepada perbedaan antara Islam dan agama-agama lain,tanpa menolak klaim kebenaran agama-agama tersebut. “Barangsiapa mengambil selain Islam sebagai agama, maka amal kebajikannyatidak akan diterima oleh Allah, dan dia di akhirat kelakakan menjadi orang yang merugi perdagangannya” (man yabtaghighaira al-Islâma dînan falan yuqbala minhu wa huwa fi al-âkhirati minal-khâsirîn) (QS Ali Imran(3):85), ayat ini menunjuk perbedaandalam keyakinan antara Islam dan agama-agama lain. PerbedaanISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 135


DEMOCRACY PROJECTantara Islam dan agama lain, dalam ayat ini jelas menunjukkepada masalah keyakinan, dengan tidak menolak kerjasamaantar Islam dan berbagai agama lainnya.Dengan demikian, perbedaan keyakinan tidak membatasiatau melarang kerjasama antara Islam dan agama-agama lain,terutama dalam hal-hal yang menyangkut kepentingan umatmanusia. Penerimaan Islam akan kerjasama itu, tentunya akandapat ditujukan dalam praktek kehidupan, apabila ada dialogantar agama dalam kehidupan. Dengan kata lain, prinsip pemenuhankebutuhan berlaku dalam hal ini, seperti adagium ushulfiqh/teori legal hukum Islam; “sesuatu yang membuat sebuahkewajiban agama tidak terwujud tanpa kehadirannya, akan menjadiwajib pula” (ma lâ -yatimu al-wâjibu illâ bihi fahuwa wâjibun)tidak akan terlaksana, karena itu dialog antar agama juga menjadikewajiban.*****Kitab suci al-Qurân juga menyatakan: “sesungguhnya telahKu-ciptakan kalian sebagai laki-laki dan perempuan, dan Kujadikankalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku bangsa agarkalian saling mengenal” (innâ khalaqnâkum min dzakarin wa untsawa ja’alnaakum syu’ûban wa qabâ’ila li ta’ârafû) (QS al-Hujurat(49):13), menunjuk kepada perbedaan pandangan yang senantiasaada antara laki-laki dan perempuan serta antar berbagaibangsa atau suku bangsa. Dengan demikian, perbedaan pandanganmerupakan sebuah hal yang diakui Islam, sedangkan yangdilarang adalah perpecahan dan keterpisahan (tafarruq).Tentu saja, antara berbagai keyakinan tidak perlu dipersamakansecara total, karena masing-masing memiliki kepercayaan/aqidah yang dianggap benar. Dalam hal ini, sama kedudukannyadengan penafsiran-penafsiran itu terhadap aqidah keyakinanmasing-masing. Dalam Konsili Vatikan II yang dipimpin PausYohanes XXIII dari tahun 1962 hingga 1965, menyebutkan bahwa136 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTpara uskup yang menjadi peserta menghormati setiap upayamencapai kebenaran, walaupun tetap yakin bahwa kebenaranabadi hanya ada dalam ajaran masing-masing agama, tidak perludiperbandingkan atau dipertentangkan.Dengan demikian, menjadi jelaslah bahwa kerjasama antaraberbagai sistem keyakinan itu sangat dimungkinkan yakni kerjasamamenangani kehidupan masyarakat, karena masing-masingmemiliki keharusan menciptakan kesejahteraan lahir(keadilan dan kemakmuran) dalam kehidupan bersama, walaupunbentuknya berbeda-beda. Di sinilah, nantinya, terbentukpersamaan antar agama, bukannya dalam ajaran/aqidah yangdianut. Karena ukuran capaian harus menggunakan bukti-buktiempirik, seperti tingkat penghasilan rata-rata warga masyarakatataupun jumlah kepemilikan –misalnya, telpon atau kendaraanper 10.000 keluarga. Dengan demikian, ukuran rata-rata tingkatkepemilikan dapat dipersamakan oleh capaian-capaian tersebut.Sedangkan yang tidak, seperti ukuran keadilan, dapat diamatisecara empirik pula dalam kehidupan sebuah sistem kemasyarakatan.*****Yang dikemukakan di atas adalah persamaan-persamaanantara berbagai agama. Lalu, bagaimana halnya dengan ayat al-Qurân, seperti; “dan orang-orang Yahudi dan Kristen tidak akanrela kepadamu, hingga engkau mengikuti kebenaran/aqidahmereka” (wa lan tardhâ an-kal yahûdu wa la al-nashârâ hattâ tattabi’amillatahum) (QS al-Baqarah (2):120). Kalau kita bersikap demikian,hal itu sebenarnya wajar-wajar saja, karena menyangkut penerimaankeyakinan/aqidah. Selama Nabi Muhamad saw masihberkeyakinan; “Tuhan adalah Allah dan beliau sendiri adalahutusan Allah Swt”, selama itu pula orang-orang Yahudi danKristen tidak dapat menerima (berarti tidak rela kepada) keyakinan/aqidahtersebut. Sama halnya dengan sikap kaumISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 137


DEMOCRACY PROJECTmuslimin sendiri, selama orang Kristen yakin bahwa Yesusadalah anak Tuhan dan orang Yahudi percaya bahwa merekaadalah umat pilihan Tuhan, maka selama itu pula kaum muslimintidak akan rela kepada kedua agama tersebut.Dalam arti, tidak menerima ajaran mereka, tetapi hal itutidak menghalangi para pemeluk ketiga agama itu untuk bekerjasamadalam hal muamalat, yaitu memperbaiki nasib bersamadalam mencapai kesejahteraan materi. Mereka dapat bekerjasamauntuk mengatur kesejahteraan materi tersebut dengan menggunakanajaran masing-masing. {}138 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTUMAT BUDDHA DANKESADARAN BERBANGSATulisan ini merupakan sambutan yang disampaikanpenulis atas datangnya Hari Raya Waisak 2547/2003.Semakin hari semakin nyata, bahwa peranan umat Buddhasebagai bagian dari bangsa Indonesia tampak semakin penting,terutama karena mereka banyak yang bergerak di bidang ekonomidan dunia usaha. Dunia tersebut mengharuskan adanyaorientasi yang jelas sebagai umat agar tidak terjadi kehilanganarah secara kolektif. Karena itulah, dalam jumlah penganut yangtidak terlalu besar, namun pengaruh umat Buddha itu sendiritambah hari tampak semakin besar.Jacob Oetama, pemimpin umum “Kompas” mengatakanmasa depan bangsa kita ditentukan oleh kemampuan mempersatukandiri antara dua kelompok golongan yang berperan besardalam hidup kita: kaum muslimin “mainstream” (mereka yangtidak mendukung terorisme serta tidak menghendaki negara agamadi negeri kita) dan kaum pengusaha. Di pihak kaum pengusahadengan demikian banyak sumber-sumber dan kemampuanteknis yang mereka miliki, siapa lagi yang dimaksud kalau bukanpengusaha Tionghoa, yang umumnya beragama Buddha ataupun Konghucu.Orang-orang Tionghoa, yang di negeri asal dianggapsebagai perantau (Hoa-Kiauw), di negeri ini menggangap diri danISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 139


DEMOCRACY PROJECTditerima sebagai warga negara, dan memiliki hak-hak yangsama dengan para warga negara yang lain. Mengapa? Karenamereka lahir di negeri ini dan menjadi warga negara, sehinggasepatutnya mereka juga dikenal sebagai “penduduk asli” sepertiyang lain-lain juga. Hanya karena peraturan kolonial yangtertulis sajalah mereka dianggap sebagai “orang Asing Timur”(vremde oosterlingen) yang hidup damai dengan penduduk Asli.Orang-orang seperti John Lie, yang turut angkat senjata memperjuangkankemerdekaan kita, adalah bukti dari perjuanganmereka mempertahankan kemerdekaan dari serangan Belanda.Yang sangat menyakitkan, mereka dianggap sebagai orang lain.Tentu saja, menganggap mereka sebagai orang lain adalahkesalahan besar yang harus kita koreksi. Kalaupun ada ikatandengan tanah leluhur, itu tidak lain hanyalah sesuatu yang bersifatkultural dan historis belaka. Sama dengan orang Minahasadan orang Minangkabau menggunakan nama-nama barat, sepertiFrederick Waworontu dan Emil Salim, yang tidak menjadikanmereka Barat.Karena itulah, saya selalu melawan anggapan atau penyebutanumat Buddha yang sebagian besar dianut oleh suku Tionghoadi sini sebagai “warga keturunan”. Mereka adalah orangTionghoa sebagaimana halnya ada orang Papua, orang Aceh,orang Sunda dan sebagainya. Juga menjadi kerja kita untuk memberikankerangka gerak yang memadai bagi golongan Buddha,yang merupakan salah sebuah asset (kekayaan) bangsa kita.Pengembangan asset ini haruslah dilakukan dengan kepala dingin,sebagai bagian dari penataan kehidupan nasional secara keseluruhandalam jangka panjang.Kalau nilai-nilai yang diikuti golongan Islam, seperti santri,ditentukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), orang-orangKatholik oleh Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) dan umatKristen Protestan oleh Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia(PGI), orang-orang Konghucu oleh Majelis Tinggi Agama KonghucuIndonesia (MATAKIN), maka umat Buddha dalam140 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTpandangan penulis mengikuti dan melaksanakan nilai-nilaiagama tersebut sebagaimana dirumuskan oleh Konferensi AgungSangha Indonesia (KASI). Bukannya oleh pihak lain atau perkumpulanorang awam manapun. Merekalah yang harus tundukkepada perkumpulan para agamawan. Hal inilah yang harus kitasadari, baik sebagai aparat pemerintah maupun sebagai wargamasyarakat. Selama hal ini belum terwujud dengan sempurna,maka kehidupan kita sebagai bangsa juga akan pincang. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 141


DEMOCRACY PROJECTISLAMDAN IDIOSINKRASI PENGUASAIdiosinkrasi adalah sifat-sifat perorangan yang khusus adapada seseorang, yang membuat ia menjadi lain dari orangkebanyakan. Dalam sejarah Islam, hal ini juga tampak secarajelas, walaupun ia juga ada di kalangan non-muslim. Kalauidiosinkrasi ada dalam diri penguasa muslim, maka ia akandimaafkan, karena orang itu banyak jasanya dalam bidang-bidanglain untuk kepentingan bersama. Baik di masa kuno maupundi masa sekarang, ataupun di masa yang akan datang, idiosinkrasiitu akan tetap ada dan akan dibiarkan selama tidakmerugikan kepentingan orang banyak.Seperti Sultan Agung Hanyakrakusuma, seorang penguasayang dinilai berjasa sangat besar bagi kepentingan orang banyak.Ia berhasil mengabadikan dan menegakkan birokrasi pemerintahanyang berwatak agraris, lengkap dengan segala kelebihandan kekurangannya. Salah satu kelebihannya adalah kemampuannyadalam membangun sistem birokrasi agraris untuk mencapaikemajuan pertanian yang tidak pernah surut semasahidupnya. Sebaliknya, salah satu kekurangannya adalah ketidakmampuannyadalam menggunakan kekuatan laut untuk kejayaanbangsa yang dipimpinnya. Karena, kekuatan laut dariberbagai kota pelabuhan dalam pemerintahan Mataram saat itu,merupakan saingan politik yang harus dihancurkan.142 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTSalah satu idiosinkrasi yang dimiliki Sultan Agung Hanyakrakusuma adalah kegemarannya menyiksa para oposan politikyang menentangnya. Terkenal sekali deskripsi bagaimana iabercengkerama dengan para dayang di atas taman/gazebo diatas air, dan para tahanan politik dibiarkan berkumpul di atastanah (seperti pulau kecil) yang ada di permukaan kolam. Dan,pada saat yang ditentukan, ia membiarkan para pengawal melepaskanbeberapa buaya yang merayap ke “pulau” itu dan memakanpara tawanan politik yang tak bersenjata. Anehnya, ia tampakmenikmati bagaimana lawan-lawan politiknya menjerit ketakutansebelum dimangsa buaya-buaya buas tersebut.*****Sultan Trenggono dari Demak, dalam abad sebelumnya,sangat tertarik dengan seorang wanita cantik, yang kebetulanmenjadi istri muda Ki Pengging Sepuh, salah seorang panglimanya.Suatu ketika, Ki Pengging diperintahkan sang Sultan untukmenyerbu daerah-daerah non-muslim di Jawa Timur, dan akhirnyaia pun gugur di daerah Pasuruan (Segarapura, KemantrenJero, kini terletak di Kecamatan Rejoso). Maka, seiring dengankematian Ki Pengging Sepuh itu, segera setelah habis masa iddahsi perempuan muda dan cantik itupun diambil Sultan Trenggonosebagai istri selir. Idiosinkrasi pemimpin Kesultanan Demak tersebutmenunjukkan, bahwa motif pribadi dapat saja mendorongseorang penguasa untuk mengambil tindakan atas nama agama,dalam hal ini “peng-<strong>islam</strong>an daerah Pasuruan”.Drama seperti itu menunjukkan bahwa kekuasaan yangtidak dibatasi akan membuat seorang penguasa pada akhirnyamenjadi lalim dan mempersamakan kepentingan pribadi dengankepentingan bangsa secara utuh. Hal ini juga mendera para pemimpinseperti Mao Zedong (RRT) dan Kim Il Sung (KoreaUtara). Begitu lama mereka berkuasa, tanpa berani ada yangmenentang secara terbuka, hingga memaksa orang banyak untukISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 143


DEMOCRACY PROJECTmelawan dengan cara mereka sendiri.Dengan demikian, masalah pokok yang kita hadapi adalahbagaimana membatasi para pemegang kekuasaan, baik dalamarti waktu maupun wewenangnya. Tanpa ada kepastian dalamhal itu, maka demokrasi tidak akan pernah berdiri dalam negarayang bersangkutan. Demokrasi bukanlah sekedar aturan permainankelembagaan yang berdasarkan formalitas belaka, melainkanmenciptakan tradisi demokrasi yang benar-benar hidupdi kalangan rakyat. Para penguasa yang demikian lama menguasaipemerintahan, seperti yang terjadi di sebagian negara,jelas-jelas tidak demokratis walaupun mereka melaksanakanaturan kelembagaan yang ada. Tanpa mengembangkan tradisidemokrasi dalam lembaga-lembaga yang bersangkutan, klaimsejumlah pemimpin bahwa di negara mereka sudah terciptademokrasi, yaitu dengan adanya pemilihan umum yang teratur,jelas merupakan pelanggaran terhadap gagasan demokrasi itusendiri.*****Hal itulah yang harus diingat ketika seorang penguasamenyatakan akan membangun demokrasi dalam konsep negaraIslam. Pendapat tersebut mengabaikan dua hal di atas, yaituadanya idiosinkrasi para penguasa di satu pihak, serta demokrasisebagai formalitas saja di pihak lain. Keduanya merupakan sesuatuyang harus dihilangkan dalam konsep tersebut. Dengankata lain, sebuah konsep tentang negara dalam Islam, tidak dapathanya terkait dengan idealisme kekuasaan itu sendiri, melainkanjuga terkait kepada mekanisme apa yang digunakan.Kenyataan seperti itulah yang pada akhirnya memaksaKongres Amerika Serikat (AS) untuk membatasi kepresidenandi negara itu hanya dalam masa dua term saja, pada paruh pertamaabad yang lalu. Hal yang tadinya bersifat tradisi, yang diambiloleh Presiden Amerika Serikat semenjak George144 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTWashington, akhirnya dilanggar oleh Franklin D. Roosevelt ditahun 40-an abad lalu. Karena ia membuat dirinya terpilih kembaliuntuk keempat kalinya pada tahun 1944, yang berarti secaraefektif kekuasaan berada di tangan pembantunya yaitu JohnHopkins. Maka Kongres kemudian mengubah hal itu dalamundang-undang yang membatasi masa jabatan Presiden AmerikaSerikat hanya untuk dua kali empat tahun saja.Jelaslah dengan demikian, bahwa membuat konsep tentangsebuah negara demokratis bukanlah hal yang mudah. Apalagijika hal itu dikaitkan dengan sebuah agama, seperti konsepnegara dalam Islam. Ini belum lagi diingat, bahwa para pemilihsenantiasa berkembang dalam pikiran dan perasaan —sepertiyang terjadi di Republik Islam Iran saat ini. Dahulu para pemilihdi sana mendukung para Ayatullah konservatif, sekarang justrumendukung para Ayatullah dan para pemimpin moderat, sepertiPresiden Khatami. Kalau kecenderungan ini berlangsung terus,bukankah ini berarti akan terjadi tekanan oleh dan atas paraanggota parlemen untuk membuat undang-undang yang bertentangandengan demokrasi dalam menetapkan syarat-syaratpemilihan presiden? Ini belum lagi keharusan menjawab pertanyaanyang belum juga dilaksanakan oleh Parlemen Iran hinggasaat ini, yaitu membiarkan orang-orang yang tidak beragamaIslam -atau yang dianggap demikian oleh Parlemen Iran, daritindakan mencalonkan diri sebagai presiden. Bukankah hal itumenunjukkan ketakutan bahwa orang-orang non-muslim akandapat menjadi presiden, dan bukankah ketakutan seperti itumenunjukkan para legislator Iran membatasi demokrasi itusendiri? {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 145


DEMOCRACY PROJECTULIL DENGAN LIBERALISMENYAUlil Abshar Abdalla adalah seorang muda NahdlatulUlama (NU) yang berasal dari lingkungan “orangsantri”. Istrinya pun dari kalangan santri, yaitu putribudayawan muslim Mustofa Bisri, sehingga kredibilitasnyasebagai seorang santri tidak pernah dipertanyakan orang.Mungkin juga cara hidupnya masih bersifat santri. Tetapi duahal yang membedakan Ulil dari orang-orang pesantren lainya,yaitu ia bukan lulusan pesantren, dan profesinya bukanlahprofesi lingkungan pesantren. Rupanya kedua hal itulah yangakhirnya membuat ia dimaki-maki sebagai seorang yang“menghina” Islam, sementara oleh banyak kalangan lain iadianggap “abangan”. Dan di lingkungan NU, cukup banyak yangmempertanyakan jalan pikirannya yang memang dianggap“aneh” bagi kalangan santri, baik dari pesantren maupun bukan.Mengapa demikian? Karena ia berani mengemukakanliberalisme Islam, sebuah pandangan yang sama sekali baru danmemiliki sejumlah implikasi sangat jauh. Salah satu implikasinya,adalah anggapan bahwa Ulil akan mempertahankan “kemerdekaan”berpikir seorang santri dengan demikian bebasnya, sehinggameruntuhkan asas-asas keyakinannya sendiri akan“kebenaran” Islam. Padahal itu telah menjadi keyakinan yangbaku dalam diri setiap orang beragama tersebut. Itulahsebabnya, mengapa demikian besar reaksi orang terhadappemikirannya ini.146 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTReaksi seperti ini pernah terjadi ketika penulis mengemukakanbahwa ucapan “Assalâmu’alaikum” dapat diganti denganucapan lain. Mereka menganggap penulis lah yang memutuskanhal itu. Segera penulis dimaki-maki oleh mereka yang tidakmengerti maksud penulis sebenarnya. Sehingga KH. SyukronMakmun dari jalan Tulodong di Kebayoran Baru (Jakarta Selatan)mengemukakan, bahwa penulis ingin merubah cara orangbershalat. Penulis, demikian kata kyai yang dahulu kondang itu,menghendaki orang menutup shalat dengan ucapan “selamatpagi” dan “selamat sore”. Padahal penulis tahu definisi shalatadalah sesuatu yang dimulai dengan “takbiratul al-ihram” dandisudahi dengan ucapan “salam”. Jadi, menurut paham Mazhabal-Syafi’i, penulis tidak akan semaunya sendiri menghilangkansalam sebagai peribadatan, melainkan hanya mengemukakanperubahan salam sebagai ungkapan, baik ketika orang bertemudengan seorang muslim yang lain maupun dengan non muslim.Di lingkungan Universitas Al-Azhar di Kairo misalnya, parasyaikh/kyai yang menjadi dosen juga sering merubah “tandaperkenalan“ tersebut, umpamanya saja dengan ungkapan“selamat pagi yang cerah” (shabah al-nur). Kurangnyapengetahuan kyai kita itu, mengakibatkan beliau berburuksangka kepada penulis. Dan tentu reaksi terhadap pandanganUlil sekarang, adalah akibat dari kekurangan pengetahuan itu.*****Tidak heranlah jika reaksi orang menjadi sangat besarterhadap tokoh muda kita ini. Yang terpenting, penulis inginmenekankan dalam tulisan ini, bahwa Ulil Abshar Abdalla adalahseorang santri yang berpendapat, bahwa kemerdekaan berpikiradalah sebuah keniscayaan dalam Islam. Tentu saja ia percayaakan batas-batas kemerdekaan itu, karena bagaimanapun tidakada yang sempurna kecuali kehadirat Tuhan. Selama ia percayaayat dalam kitab suci al-Qur’ân: “dan tak ada yang abadiISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 147


DEMOCRACY PROJECTkecuali kehadirat Tuhan“ (walâ yabqâ illâ wajhuh), dan yakinakan kebenaran kalimat Tauhid, maka ia adalah seorangMuslim. Orang lain boleh berpendapat apa saja, tetapi tidakdapat mengubah kenyataan ini. Seorang muslim yangmenyatakan bahwa Ulil anti muslim, akan terkena sabda NabiMuhammad Saw: “Barang siapa yang mengkafirkan saudarayang beragam Islam, justru ialah yang kafir” (man kaffara akhâhumusliman fahuwa kâfirun).Ulil dalam hal ini bertindak seperti Ibnu Rusyd (Averros),yang membela habis-habisan kemerdekaan berpikir dalam Islam.Sebagai akibat Averros juga di “kafir” kan orang, tentu saja olehmereka yang berpikiran sempit dan takut akan perubahan-perubahan.Dalam hal ini, memang spektrum antara pengikut pahamsumber tertulis “ahl al-naql”, dan penganut paham serba akal“ahl al-aqli” (kaum rasionalisme) dalam Islam memang sangatlebar. Kedua pendekatan ini pun, sekarang sedang ditantang olehpaham yang menerima “sumber intuisi” (ahl al-dzauq), sepertidikemukakan oleh al-Jabiri dari Universitas Yar’muk di Yordania.Sumber ketiga ini, diusung oleh al-Imam al-Ghazali dalam magnumopus (karya besar), “Ihyâ’ulûm al-dîn”, yang saat ini masihdiajarkan di pondok-pondok pesantren dan perguruan-perguruantinggi di seantero dunia Islam.Jelaslah, dengan demikian “kesalahan” Ulil adalah karenaia bersikap “menentang” anggapan salah yang sudah tertanamkuat di benak kaum muslim. Bahwa kitab suci al-Qur’ân menyatakan“Telah ku sempurnakan bagi kalian agama kalian hari ini”(alyauma akmaltu lakum dînakum)(QS al-Maidah(5):4) dan“Masuklah ke dalam Islam/ kedamaian secara menyeluruh” (udkhulûfî al-silmi kâffah)(QS al-Baqarah(2):128), maka seolah-olahjalan telah tertutup untuk berpikir bebas. Padahal, yang dimaksudkankedua ayat tersebut adalah terwujudnya prinsip-prinsipkebenaran dalam agama Islam, bukannya perincian tentangkebenaran dalam Islam. Ulil mengetahui hal itu, dan karenapengetahuannya tersebut ia berani menumbuhkan dan148 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTmengembangkan liberalisme (keterbukaan) dalam keyakinanagama yang diperlukannya. Dan orang-orang lain itu marahkepadanya, karena mereka tidak menguasai penafsiran istilahtersebut. Berpulang kepada kita jualah untuk menilai tindakanUlil Abshar Abdalla, yang mengembangkan paham liberalismedalam Islam.Lalu mengapa ia melakukan hal itu? Apakah ia tidak mengetahuikemungkinan akan timbulnya reaksi seperti itu? Tentu sajaia mengetahui kemungkinan itu, karena sebagai seorang santriUlil tentu paham “kebebasan” yang dinilai buruk itu. Lalu, mengapaia tetap melakukan kerja menyebarkan paham tersebut?Tentu karena ia “terganggu” oleh kenyataan akan lebarnya spektrumdi atas. Karena ia khawatir pendapat “keras” akan mewarnaijalan pikiran kaum muslim pada umumnya. Mungkin juga,ia ingin membuat para “muslim pinggiran” merasa di rumah merekasendiri (at home) dengan pemahaman mereka. Kedua alasanitu baik sendiri-sendiri maupun secara bersamaan, mungkin sajamenjadi motif yang diambil Ulil Abshar Abdalla tersebut.Kembali berpulang kepada kita semua, untuk memahamiUlil dari sudut ini atau tidak. Jika dibenarkan, tentu saja kita akan“membiarkan” Ulil mengemukakan gagasan-gagasannya di masadepan. Disadari, hanya dengan cara “menemukan” pemikiranseperti itu, barulah Islam dapat berhadapan dengan tantangansekularisme. Kalau demikian reaksi kita, tentu saja kita masihmengharapkan Ulil mau melahirkan pendapat-pendapat terbukadalam media khalayak. Bukankah para ulama di masa lampaucukup bijaksana untuk memperkenalkan pebedaan-perbedaanpemikiran seperti itu? Adagium seperti “perbedaan pandangandi kalangan para pemimpin adalah rahmat bagi umat “ (ikhtilâfal-a’immah rahmah al-ummah).Jika kita tidak menerima sikap untuk membiarkan Ulil“berpikir” dalam media khalayak, maka kita dihadapkankepada dua pilihan yaitu “larangan terbatas” untuk berpikirbebas, atau sama sekali menutup diri terhadap kontaminasiISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 149


DEMOCRACY PROJECT(penularan) dari proses modernisasi. Sikap pertama, hanyaakan melambatkan pemikiran demi pemikiran dari orang-orangseperti Ulil. Padahal pemikiran-pemikiran ini, harus dimengertioleh mereka yang dianggap sebagai “orang luar”. Pendapatkedua, berarti kita harus menutup diri, yang pada puncaknyadapat berwujud pada radikalisme yang bersandar pada tindakkekerasan. Dari pandangan inilah lahirnya terorisme yangsekarang “menghantui” dunia Islam. Kalau kita tidak inginmenjadi radikal, sudah tentu kita harus dapat mengendalikankecurigaan kita atas proses modernisasi, yang untuk sebagianberakibat kepada munculnya paham “serba kekerasan”, yangsaat ini sedang menghingapi dunia Islam. Pilihan yangkelihatannya mudah tetapi sulit di lakukan, bukan? {}150 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTHARUSKAH INUL DIBERANGUS?Semula penulis hanya tertawa saja mendengar nama Inul,wanita muda yang menjadi anggota Fatayat Nahdlatul‘Ulama di anak cabang (Ancab) Japanan, Pasuruan, memangterdengar lucu. Antara lain karena istilah yang digunakanorang atas dirinya “ngebor”. Karena itulah penulis pernah mengatakandi muka umum bahwa salah satu jalan beraspal di kotaPasuruan berlubang-lubang karena sering di “bor” Inul. Bahkansebelumnya, di muka ratusan ribu orang saat berceramah diTuban pada upacara peringatan kewafatan (haul) Sunan Bonang,di tengah-tengah hujan lebat penulis mengucapkan selamatkepada hadirin atas datangnya Lebaran Haji tahun ini, denganucapan “Selamat ber Inul Adha”.Gurauan itu berubah menjadi keheranan ketika Rois SyuriahNU cabang Pasuruan, melarang para warganya agar tidak menyaksikanpagelaran Inul. Hal itu, diperkuat oleh Majelis UlamaIndonesia (MUI), dengan keputusan yang sama. Penulis heran,karena selama ini apa yang dilakukan Inul, masih jauh di bawah“erotika” berbagai goyangan orang lain. Mengapakah nampaknyakita sibuk dengan urusan Inul? Dan pura-pura tidak tahuatas berbagai pelanggaran hak azasi manusia di negeri ini,Korupsi Kolusi dan Nepotisme yang semakin menghebat, bahkanpelanggaran konstitusi lainnya, dibiarkan saja oleh lembagaISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 151


DEMOCRACY PROJECTkeagamaan itu. Sedangkan sikap sebaliknya diarahkan padaInul dengan pagelarannya, yang tidak melanggar undangundangapapun di negeri ini.Keheranan penulis itu berubah menjadi sesuatu yang lain,ketika sang teman sangat baik, H. Rhoma Irama melarang Inuluntuk tidak “menggelar hal-hal yang merusak moral bangsa”.Dari ucapan-ucapannya melalui berbagai media kepada Inul,penulis mendapati sebuah sikap Bang Rhoma Irama, yang bertentangandengan Undang-Undang Dasar kita, yaitu melarangInul melakukan pagelaran. Betapa jauhnya sikap Bang Rhomadengan penulis, sekalipun perasaan penulis hampir bersamaandengan perasaan “Bang Haji”. Walaupun mengikuti perasaan,namun kita tidak boleh melanggar undang-undang, apalagi kalaumemang ternyata tidak ada undang-undang yang dilanggarInul. Dan yang seharusnya menyatakan pelanggaran inipunbukanlah kita sendiri sebagai warga masyarakat melainkanMahkamah Agung.*****Sebagai orang yang menghargai alasan berdirinya sebuahbangsa (raisson d’etre du nation), seperti ucapan Ernest Renan, seorangintelektual Prancis yang dikutip Bung Karno, ke-bhinekaanlah yang justru menjadi pengikat kita dalam membentuk bangsaIndonesia. Justru kebhinekaan atau pluralitas bangsa kita yangsangat tinggi itu merupakan kekayaan yang menghimpun, hinggamenjadi sebuah wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI). Jadi UUD 45 dan peraturan lah yang menjadi panutankita, seperti diputuskan oleh Mahkamah Agung, dan bukanyapemimpin manapun dalam kehidupan bangsa kita.Ketika Mr. AA Maramis mengajukan keberataan atasPiagam Jakarta, karena akan mengakibatkan dua kelas warganegara di Indonesia (muslim dan non-muslim), maka para pendirinegara ini setuju seluruhnya untuk mengeluarkan piagam152 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTtersebut dari pembukaan UUD 45. Berarti kita bukan lagi negaraagama –negara Islam-, dan dengan demikian penafsiran MahkamahAgung atas UUD 45 menjadi satu-satunya penafsiran legalatas hukum di negeri ini.Kalau pun ada warga negara tidak menyetujui suatu tindakan,maka tindakan yang diperbolehkan hanyalah mengajakkepada masyarakat untuk tidak melakukan hal itu (amar ma’rûf).Dengan kata lain melalui “kesadaran masyarakat” hal-hal sepertiitu dapat dicegah bukannya melalui tindakan langsung perorangan.Sama halnya ketika ada penilaian, apakah yang dilakukanpara mahasiswa dengan berdemo di kediaman (presiden) Megawatidi jalan Teuku Umar, dapat dianggap “sebagai gangguan atasketertiban umum”? Penulis segera menyatakan reaksinya, bukannyaPolri (termasuk Kapolri) yang berhak mengemukakan penilaianseperti itu, melainkan Mahkamah Agung. Dengan sistemhukum yang dijalankan seperti itu, barulah seluruh warga negarabebas dari ketakutan terhadap aparat negara mereka sendiri.Kasus lainnya yaitu saat Kapolda Jateng menyatakan akan membubarkanPesantren Al-Mukmin di Ngruki Solo, segera penulismembuat pernyataan menolak hal itu. Karena negara tidak bolehcampur tangan dalam masalah ajaran agama apapun, termasukpembubaran sebuah pondok pesantren. Biarkan masyarakat sajayang menilai hal itu, sesuai dengan ketentuan UUD 1945.*****Karena keyakinan itulah penulis menolak tindakan apapunatas pagelaran Inul. Tentu saja penulis menghimbau secara pribadikepada Inul agar menghilangkan gerakan-gerakan “erotis”dalam pagelaran tersebut, kalau memang sudah melewati batasmoralitas. Menurut cerita teman-teman penulis sendiri, yang menyaksikanpagelaran tersebut, gerakan-gerakan “ngebor” Inulsendiri sudah cukup untuk “mengikat” penonton. Memang garisbatas antara hal-hal erotis dan moralitas sangatlah samar, tetapiISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 153


DEMOCRACY PROJECTjustru kita sendirilah yang harus pandai-pandai menjaga garisbatas itu secara “suka-rela”, karena reaksi masyarakat seperti apayang dilakukan Bang Haji Rhoma Irama merupakan sirine (tandaperingatan) yang harus diperhatikan.Sikap tidak memperdulikan “peringatan moral” dari masyarakat,apabila diabaikan akan menyulut reaksi-reaksi dalam bentukyang lain. Tentu saja kita tidak ingin hal itu terjadi, karenanyakita harus bersikap hati-hati tanpa melanggar ketentuanketentuanatau undang-undang. Namun begitu banyak KKN danpelanggaran hukum yang dilakukan tanpa ada sanksi apapun,sehingga masyarakat tidak lagi percaya kepada sistem politikkita dewasa iniSebuah sikap dewasa yang diterima masyarakat adalahkejujuran. Karenanya, kejujuran Inul untuk mengatakan ia melakukanpagelaran “ngebor” hanya untuk mencari makan tanpaembel-embel bohong –seperti ‘sok’ untuk memajukan seni dansebagainya-, merupakan hal yang menyegarkan. Namun kepercayaanmasyarakat yang telah terpelihara itu, harus disertaidengan menjaga agar batas-batas halus antara yang diperkenankandan yang tidak- hendaklah jangan dilanggar.Dengan menyatakan hal tadi, penulis ingin bersikap jujur,baik terhadap Inul maupun terhadap Bang Haji Rhoma Irama.Terlebih jelas lagi, penulis ingin bersikap jujur kepada masyarakat.Demikian pula ketika ketua panitia mukernas partai politikyang diikuti penulis menyatakan akan mengundang Inul dalamacara pembukaan forum tersebut, namun tanpa memintanya melakukanpagelaran. Segera penulis menyetujui gagasan tersebut,karena bukankah ia selebriti? Seperti selebriti lainnya yangdiundang. Karena itu adalah tanggung jawab panitia, makapenulis tidak ikut campur tangan. {}154 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTINUL, RHOMA DAN SAYAPada awalnya kasus Inul lepas dari perhatian penulis,namun kemudian Rhoma Irama, -yang oleh penulis biasadipanggil “Bang Haji”- menurut berita meminta kepadabeberapa stasiun televisi dan beberapa media lain untuk tidakmenyiarkan/menayangkan Inul melakukan “pemboran”. Penulistidak tahu efektifitas tindakan Bang Haji itu. Kemudian SastroNgatawi pada suatu hari meminta penulis bertemu Inul, dalamsebuah acara makan siang di Hotel Grand Melia di kawasanKuningan, Jakarta. Penulis menyetujui pertemuan itu, dalamacara itu Inul menyampaikan beberapa hal. Salah satunya yangmemang sudah diketahui, adalah kenyataan bahwa memangberat “pukulan” yang dilontarkan Bang Haji atas kegiatan pagelaranseni Inul tersebut. Namun begitu penulis turut menyikapimasalah ini, banyak pihak (terutama kaum perempuan) yangsemula diam saja, lalu bergerak menyuarakan pendapat merekayang umumnya menyalahkan Bang Haji, bahkan ada yangmengancam akan mengajukan somasi kepada Bang Haji kePengadilan Negeri.Tentu saja, hal ini dirasakan penulis sebagai sesuatu yangkontraproduktif, karena bagaimanapun Bang Haji adalah seorangaktivis yang berjuang untuk kebesaran Islam dan kejayaan kaummuslimin. Sikapnya ditentukan oleh cara perjuangannya itu.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 155


DEMOCRACY PROJECTDalam pandangan penulis, Bang Haji melakukan perjuangandengan caranya sendiri untuk menjaga moralitas sesama muslim,seperti yang dirumuskan fiqh/hukum Islam, sebagai amar ma’rûfnahi munkar. Kitab suci Al-Qur’an menyatakanya: “Kalian adalahsebaik-baik umat yang dilahirkan di muka bumi, karena kalianmewajibkan apa yang diperintah agama dan mencegah apa yangdilarang agama” (kuntum khaira ummatin ukhrijat li al-nâsta’murûna bi al-ma’rûf wa tanhauna an’ al-munkar) (QS Ali Imran(3): 110). Dengan demikian apa yang diperbuat Bang Haji sepenuhnyabenar, namun caranya dengan mengeluarkan laranganpada Inul itu, tidak dapat dibenarkan oleh konstitusi.Menurut Undang-Undang Dasar (UUD) kita, manusia memilikikebebasan untuk melakukan apa saja yang dikehendakinya,selama tidak bertentangan dengan konstitusi. Dan yangmenentukan hal itu bukanlah perorangan warga masyarakat, melainkanhanya Mahkamah Agung. Dengan kata lain, Bang Hajimelakukan pelanggaran konstitusi walaupun demi menjagamoral dan akhlak kaum muslimin dari kerusakan. Karena berusahamenjaga prosedur seperti yang digariskan dalam UUD 45,maka penulis melakukan tindakan dengan berpendapat, “BangHaji secara konstitusional tidak berhak melakukan pelaranganterhadap Inul karena ‘pengeboran’ nya “.*****Tindakan mempertahankan konstitusi itu dilakukan penulis,karena UUD kita memang sangat sering dilanggar, termasukoleh pemerintah. Kalau pelanggaran demi pelanggaran olehsiapapun di negeri ini dibiarkan, maka tentu kita tidak akan dapatmenegakkan demokrasi. Karena dasar dari demokrasi adalah tegaknyakedaulatan hukum dan persamaan perlakuan bagi semuawarga negara di hadapan undang-undang. Sedangkan tanpa kedaulatanhukum itu tidak akan ada demokrasi di negeri ini. Karenapeduli terhadap penegakkan demokrasi di negeri ini, maka156 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTdengan sendirinya penulis harus menegakkan kedaulatanhukum. Dan ini hanya akan dapat tercapai apabila konstitusi jugadihormati dan dilaksanakan dalam kehidupan kita sehari-hari.Itulah sebabnya, mengapa penulis “berani” menentangtindakan Bang Haji itu, walaupun menyetujui maksud Bang Hajimenjaga moralitas bangsa akibat dari pagelaran-pegelaran seniyang melanggar norma. Jika Bang Haji melihat bahaya bagi kaummuslimin, penulis bahkan memperluasnya bagi seluruh anakbangsa. Karena itulah, penulis sepakat dengan Bang Haji mengenaipentingnya arti menjaga moralitas masyarakat, tetapi dengantidak melarang pagelaran Inul. Sikap yang dikeluarkan Bang Hajisebenarnya harus melalui himbauan kepada masyarakat, dengantidak melarang lembaga-lembaga umum seperti stasiun televisiatau media massa. Jadi antara esensi dan prosedur harus diusahakanbersamaan.Contoh klasik ini memperlihatkan kepada kita betapasulitnya menjaga kedaulatan hukum dalam kehidupan seharihari.Itu tidak berarti penulis sepenuhnya bertentangan denganBang Haji, karena memiliki persamaan esensi, yaitu pentingnyamenjaga moralitas bangsa. Tentu saja, banyak orang yang menyetujuilangkah “jalan pintas” yang dilakukan Bang Haji itu. Tetapidalam jangka panjang hal itu justru menghancurkan kedaulatanhukum, dengan demikian demokrasi tidak akan tegak di negerikita. Mengapa terjadi “pertentangan” seperti ini? Karena adakerancuan soal pemilik kedaulatan hukum tertinggi dalam kehidupankita sebagai bangsa dan negara.*****Mengapakah penulis melakukan tindakan tegas sepertiitu? Jawabnya sederhana saja, yaitu pengalaman pribadi penulisatas hilangnya kedaulatan hukum. Sebagaimana diketahui, padatanggal 21 Juli 2001, para ketua umum partai politik yang berkuasa,dengan dibantu beberapa pihak, di rumah MegawatiISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 157


DEMOCRACY PROJECTSoekarnoputri di bilangan Kebagusan (Pasar Minggu, Jakarta)telah memutuskan menyelenggarakan Sidang Istimewa MPR.Tindakan itu diambil guna memungkinkan menilai langkah-langkahpenulis dalam kasus Brunei dan Bulog. Kenyataannya, dalamkedua kasus itu, tidak terdapat bukti hukum untuk menyalahkanpenulis. Karena itu penyelesaiannya lalu mereka larikan ke dalam“penyelesaian politis”. Inilah kerancuan kalau kita tidak setiakepada konstitusi.Penulis tidak ingin hal itu terjadi kembali, apalagi jika penyimpanganUUD 45 itu dilakukan oleh orang yang sangat dihormatiseperti Bang Haji. Karena itu lah, penulis rela dimarahi danditentang oleh siapapun termasuk sejumlah ulama NU (Nahdlatul‘Ulama) sendiri. Dengan kesadaran penuh penulis bertemudengan Bang Haji, walau tanpa ada kesesuaian dalam langkahlangkahyang diambil untuk menjaga moralitas bangsa. Karenapenulis tetap berkesimpulan prosedur dan esensi (proses dantujuan), selamanya harus ada kesesuaian. Hanya dengan carademikianlah kedaulatan hukum dapat dipertahankan dalamjangka panjang. Selama ada seorang warga negara dalam kedudukanyang sama seperti penulis, mengambil tindakan untukmempertahankan supremasi hukum di negeri kita, selama itupula masih ada harapan bagi demokrasi untuk dapat ditegakkandi negeri kita.Hal itu hanya dapat dilakukan, apabila kita tidak memisahkankonstitusi (kedaulatan hukum) dari prosedur penegakkanhukum itu sendiri. Kerangka itu pula yang mendasari penulismenentang divestasi Indosat dan kenaikan harga BBM (BahanBakar & Minyak) juga TDL (Tarif Dasar Listrik) tanpa adakenaikan pendapatan masyarakat. Karena dalam UUD 45 disebutkannegara melaksanakan hajat hidup orang banyak. Sedangdalam satelit milik Indosat terkandung informasi intelejen mengenainegara kita. Berarti keselamatan kita sebagai bangsa –dalam hal ini informasi intelejen dalam satelit Indosat- tidakboleh diserahkan kepada orang lain, karena ia merupakan hajat158 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECThidup orang banyak. Keputusan tentang hal ini harus dikeluarkanoleh Mahkamah Agung (MA). Pemerintah tidak dapat mengambillangkah apapun sebelum MA mengeluarkan keputusanmembolehkannya. Begitu juga dengan kenaikan harga BBM danTDL. Kedengarannya mudah menegakkan konstitusi, tetapi sulitdalam pelaksanaan bukan? {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 159


DEMOCRACY PROJECTACEH, KEKERASANDAN RASA KEBANGSAANDalam berbagai pernyataan, sejumlah pejabat pemerintahpekan lalu menyatakan, sikap pihak Gerakan AcehMerdeka (GAM) menunjukkan tidak mau berundingdengan RI. Dengan demikian GAM harus dianggap sebagaimusuh bersenjata dan harus diserang. Kapolri bahkan menyatakan,Polri akan menambah personil di kawasan itu guna menghadapisetiap kemungkinan. Bentuk-bentuk lain tindakan fisikyang akan dilakukan terhadap GAM disuarakan secara bergantian,umumnya oleh para pejabat tinggi kita. Ini merupakan pertandaketidaksabaran mereka untuk berunding dan akankembalinya penyelesaian konflik di Aceh ke arena perjuanganbersenjata melawan GAM. Apakah konsekuensi dari pandangantersebut? Jelas tidak hanya menyangkut pemerintah saja, melainkanseluruh bangsa.Kalau kita tidak berunding dengan GAM, sudah tentukonsekuensinya adalah kembali bertempur melawan mereka. Iniberarti memaksa kelompok-kelompok GAM yang moderat untukbergabung dengan mereka yang ekstrim (bergaris keras). Artinya,rakyat Aceh akan menyaksikan kembali berbagai tindak kekerasanyang mau tidak mau akan mengorbankan nyawa banyakorang yang tidak bersalah, seperti kembalinya Daerah OperasiMiliter (DOM) di Tanah Rencong. Kalau DOM I saja sudah160 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTmengorbankan lebih dari 9.900 nyawa yang tidak bersalah, kemungkinanbesar hal seperti itu akan terulang kembali. Dalamkeadaan demikian, salahkah jika rakyat kawasan Nangroe AcehDarussalam (NAD) lalu beranggapan apa gunanya berada dilingkungan Negara Kesatuan Republik Indonesai (NKRI)?Dengan demikian menjadi jelas, bahwa dua hal akan menjadiakibat dari ucapan-ucapan para pejabat pemerintah kita mengenaiAceh. Pertama, membuat kelompok-kelompok akomodatifdi kalangan GAM tidak dapat bersikap lain kecualimengikuti kebijakan keras dari kelompok-kelompok ekstrim didalam GAM sendiri. Kedua, jika hal itu terjadi, akan ada akibatpolitis yang harus kita hindari yaitu memisahnya NAD dariNKRI. Ini tentu bukan kehendak kita, karena pada pasca perangkemerdekaan saja, para pemimpin berbagai gerakan Islammenyetujui dihapusnya Piagam Jakarta, dari UUD 1945 demimenjaga kelangsungan negara dan kesatuan bangsa kita. Relakahkita jika keutuhan dan kesatuan bangsa dan negara yangdihasilkan tanggal 17 Agustus 1945 tercabik-cabik, karena adanyakebijakan kita yang selalu gegabah dalam masalah NAD?Tentu saja kita tidak hanya ingin hal itu terjadi, apalagihanya karena ucapan-ucapan tidak berarti dari para pejabat pemerintahsendiri. Ribuan warga telah memberikan nyawa danharta benda mereka, masih banyak para pejuang yang menanggungcacat sebagai akibat perjuangan mempertahankan kemerdekaandan kedaulatan, sebagai sebuah entitas negara dan bangsa.Tentu saja kita menjadi tidak akan rela adanya berbagai tuntutanseparatisme seperti itu. Karenanya, melalui tulisan ini, penulismengajukan sanggahan terhadap ucapan-ucapan seperti itu, yangmengganggu keselamatan dan keutuhan kita sebagai bangsa dannegara.Siapa pun yang mengeluarkan, dari rakyat jelata di tingkatyang paling rendah hingga pejabat pemerintah pusat, semuaharus berhati-hati dalam menanggapi langkah-langkah yangdiambil oleh kelompok-kelompok ekstrim di lingkungan GAMISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 161


DEMOCRACY PROJECTitu sendiri. Tidak semua hal dapat dipecahkan melalui langkahlangkahyang gegabah dan terburu-buru. Karena itu diperlukandaya tahan sangat besar untuk berunding dalam jangka panjang,guna menyelamatkan teritorial negara kita. Ini yang penulislakukan semasa menjadi Presiden dengan berpergian ke sana kemari ke luar negeri, menjaga agar dunia internasional mengakuikeutuhan teritorial kita. Tidak rela rasanya jika langkah penulisitu dianggap sebagai lelucon saja, dan kemudian saat ini keutuhanteritorial itu terganggu karena ucapan-ucapan sangatnegatif dari dalam negeri sendiri.*****Para pejabat pemerintah yang mengeluarkan ucapanucapandi atas, jelas tidak mengikuti perintah agama untuk bersabardan memaafkan, dari apa yang kita anggap sebagai kesalahan-kesalahanmereka. Apalah artinya mengeluarkan biayasangat besar dalam RAPBN untuk menerjemahkan kitab suci al-Qurân dalam bahasa nasional kita, kalau kemudian para pejabatpemerintah kita sendiri tidak mau memahaminya? Kearifan sikapjustru sangat diperlukan, dan hanya didapat kalau kita sendirimau mengerti dan mengambil pelajaran, antara lain dari kitabsuci kita sendiri.Puluhan ayat kitab suci al-Qurân meminta kaum musliminuntuk bersikap sabar dalam menghadapi berbagai persoalan.Yang paling sederhana adalah firman Allah: “Bersabarlah dalammenghadapi apa yang menjadi musibah bagi kalian” (wa’ ashbiru’alâ mâ ashâbak)( QS Luqman(31):17), dan ungkapan “kesabaranitu indah” (shabrun jamîl)(QS al-Ma’ârij(70):5), menunjukkankepada kita betapa kuatnya kedudukan sikap bersabar itu dalampandangan Islam. Terkadang orang kehilangan kesabaran, danmenjadi teroris seperti orang yang meledakkan bom di Bali.Karenanya kita himbau sekali lagi bagi orang-orang yangmengemukakan “jalan kekerasan” di atas. Dalam saat-saat162 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTserba sulit seperti sekarang ini, tentu mudah bagi kita untukmenjadi marah. Tetapi bukankah justru sikap mudah marahitu yang dikehendaki golongan ekstrim di negeri kita, dari manapun ia berasal. Kedewasaan sikap kita justru harus ditunjukandi saat-saat seperti ini. Dengan sendirinya ucapan-ucapan yangmenunjukkan hilangnya kesabaran harus dihindari. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 163


DEMOCRACY PROJECTRAS DAN DISKRIMINASIDI NEGARA INIDalam perjalanan ke gedung TVRI saat subuh awalFebruari 2003, penulis mendengar siaran sebuah radioswasta Jakarta yang menyiarkan dialog tentang masalahras dan diskriminasi. Karena format siarannya dialog interaktif,maka dapat dimengerti jika para pendengar melalui telepon mengemukakanpendapat dan pertanyaan berbeda-beda mengenaikedua hal itu. Ada yang menunjuk kepada keterangan etnografis,yang menyatakan orang-orang di Asia Tenggara, Jepang, Korea,Tiongkok, Amerika Utara, Amerika Tengah, Amerika Selatanmempunyai penduduk asli dari ras Mongol (mongoloid). Karenaitu narasumber pada dialog itu, menolak perbedaan antara kaumasli dan kaum turunan di Indonesia. Menurutnya kita semua berasaldari satu turunan dan tidak ada bedanya satu dari yang lain.Maka pembagian kelompok asli dan keturunan di negeri kita tidakdapat diterima dari sudut pemikirannya.Pendengar lain juga memiliki pandangan yang sama, adayang melihat dari segi sejarah atau historis, bahwa orang yangmempunyai asal-usul sangat berbeda secara bersama-sama mendirikannegara ini, dengan demikian dari masa itulah harus dihitungtitik tolak eksistensi kita sebagai bangsa. Menurut pendapatini, kalau menggunakan ukuran tersebut kita tidak akan dapatmembeda-bedakan warga negara Indonesia yang demikian besarjumlahnya. Dengan kata lain, pendapat ini juga menolakpembedaan para warga negara kita menjadi asli danketurunan, karena hal itu tidak berasal dari kenyataan historistentang pembentukan bangsa ini. Menurut pendapat ini,164 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTperbedaan seperti itu terlalu dipaksakan dan tidak sesuaidengan kenyataan empirik, ini berarti penolakan atas teoriperbedaan tersebut.Seorang pendengar, bahkan menolak bahwa ada diskriminasigolongan di negeri kita. Yang ada adalah diskriminasi peroranganatau diskriminasi oknum yang terjadi pada wargadengan ras yang berbeda. Penulis bertanya-tanya akan hal itu,bagaimana kita menjelaskan adanya semacam kuota yang terjadidi negeri kita, seperti orang keturunan Tionghoa hanya bolehmengisi 15% kursi mahasiswa baru di sebuah Perguruan TinggiNegeri? Juga, bagaimana menerangkan bahwa dalam seluruhjajaran TNI, hanya ada dua orang Perwira Tinggi dari ras “nonpribumi”, yaitu Mayjen Purnawirawan TNI Iskandar Kamil danBrigjen Purnawirawan TNI Teddy Yusuf? Juga pertanyaan sebaliknya,soal adanya “kuota halus” di kalangan masyarakat keturunanTionghoa sendiri, mengenai sangat langkanya manager dari“orang-orang pribumi asli” dalam perusahaan-perusahaan besarmilik mereka.Ada juga pendengar yang menyebutkan, bahwa di masalampau bendera Merah Putih berkibar diatas sejumlah kapal lautmilik Indonesia, yang menandakan kebesaran angkatan laut kitapada masa itu. Dalam kenyataan, sebenarnya angkatan laut kitawaktu itu adalah bagian dari angkatan laut Tiongkok. Jika dibandingkandengan keadaan sekarang, seperti kekuatan angkatanlaut Australia dan Kanada, yang menjadi bagian dari sebuahdominion angkatan laut dari angkatan perang Inggris Raya (GreatBritain). Jadi sebagai angkatan laut dominion, angkatan laut kitapada era tersebut adalah bagian dari sebuah angkatan laut Tiongkok.Kenyataan sejarah ini harus kita akui, jika kita ingin mendirikan/mengembangkansebuah entitas yang besar dan jaya.*****Sebelum masa ini para warga negara keturunan Tionghoaharus berganti nama menjadi nama “pribumi”, tidak diperke-ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 165


DEMOCRACY PROJECTnankan mendirikan sekolah-sekolah, tidak diperkenankan beragamaKhonghucu dan tidak diperbolehkan membuat surat kabaratau majalah umum berbahasa Mandarin. Terlebih parah lagiadalah larangan beragama Khonghucu, yang didasarkan padaasumsi bahwa aliran tersebut adalah sebuah filsafat hidup bukannyaagama. Sebagai akibat, kita memiliki pengusaha bermata sipityang bernama Mochammad Harun Musa. Padahal jelas sekali,dia bukan seorang muslim, atau pun bukan pula beragama Kristiani,melainkan ia “beragama” Buddha dalam kartu identitasnya.Dalam hal keyakinan ini, kita berhadapan dengan pihakpihakpejabat pemerintah yang beranggapan, negara dapat menentukanmana agama dan mana yang bukan. Mereka sebenarnyamemiliki motif lain, seperti dahulu sejumlah perwira BAKIN(Badan Koordinasi Intelejen Negara) yang beranggapan jikawarga “keturunan Tionghoa” dilarang beragama Khonghucu,maka para warga negara itu akan masuk ke dalam agama “resmi”yang diizinkan negara. Inilah bahaya penafsiran oleh negara,padahal sebenarnya yang menentukan sesuatu agama atau bukan,adalah pemeluknya sendiri. Karena itu, peranan negara sebaiknyadibatasi pada pemberian bantuan belaka. Karena hal itu pulalah penulis menyanggah niatan Kapolda Jawa Tengah, yang inginmenutup Pondok Pesantren Al-Mukmin di Ngruki, Solo. Biarkanmasyarakat yang menolak peranannya dalam pembentukansebuah negara Islam di negara ini!Di sini harus jelas, mana yang menjadi batasan antara peranannegara dan peranan masyarakat dalam menyelenggarakan kehidupanberagama. Negara hanya bersifat membantu, justru masyarakatyang harus berperan menentukan hidup matinya agama tersebutdi negeri ini. Di sinilah terletak arti firman Tuhan dalam kitab sucial-Qurân: “Tak ada paksaan dalam beragama, (karena) benar-benartelah jelas mana yang benar dan mana yang palsu “(lâ ikrâha fî al-dînqottabayyana al-rusydu min al-ghayyi)” (QS al Baqarah(2): 256). Jelasdalam ayat itu, tidak ada peranan negara sama sekali melainkanyang ada hanyalah peranan masyarakat yang menentukan mana166 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTyang benar dan mana yang palsu. Jika semua agama itu bersikapsaling menghormati, maka setiap agama berhak hidup di negeriini, terlepas dari senang atau tidaknya pejabat pemerintahan.*****Sangat jelas dari uraian di atas, bahwa diskriminasi memangada di masa lampau, tetapi sekarang harus dikikis habis. Ini kalaukita ingin memiliki negara yang kuat dan bangsa yang besar.Perbedaan di antara kita, justru harus dianggap sebagai kekayaanbangsa. Berbeda, dalam pandangan Islam, wajar terjadi dalamkehidupan bermasyarakat. Apalagi pada tingkat sebuah bangsabesar, seperti manusia Indonesia. Kitab suci al-Qurân menyebutkan:“Berpeganglah kalian kepada tali Tuhan dan secara keseluruhanserta jangan terpecah-pecah dan saling bertentangan”(wa’ tashimû bi habli Allah jamî’an wa lâ tafarraqû) (QS Ali Imran(3):107). Ayat kitab suci tersebut jelas membedakan perbedaanpendapat dengan pertentangan, yang memang nyata-nyata dilarang.Walau telah lewat, tulisan ini dimaksudkan sebagai hadiahTahun Baru Imlek yang harus kita hargai, seperti hari-hari besaragama yang lain. Tentu, hadiah berupa peletakkan dasar-dasarperbedaan diantara kita, sambil menolak pertentangan dan keterpecahbelahandiantara komponen-komponen bangsa kita, jauhlebih berharga daripada hadiah materi. Apalagi, jika penerimahadiah itu berlimpah-limpah secara materi, sedangkan pemberihadiah itu justru secara relatif lebih tidak berpunya. Memangmudah sekali mengatakan tidak boleh ada diskriminasi, tetapijustru upaya mengikis habis upaya itu memerlukan waktu, yangmungkin memerlukan masa bergenerasi dalam kehidupan kitasebagai bangsa. Memang selalu ada jarak waktu sangat panjangantara penetapan secara resmi dengan kenyataan empirik dalamkehidupan. Mudah dirumuskan, namun sulit dilaksanakan. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 167


DEMOCRACY PROJECTKEADILAN DAN REKONSILIASIMinggu lalu, di bilangan Kramat V, Jakarta, penulismeresmikan sebuah panti jompo milik sebuah yayasanyang dipimpin orang-orang eks Tapol (TahananPolitik) dan Napol (Narapidana Politik), kasarnya orang-orangPKI (Partai Komunis Indonesia) yang sudah dibubarkan. Merekamendirikan sebuah panti jompo di gedung bekas kantor Gerwani(Gerakan Wanita Indonesia), yang dianggap sebagai organisasiperempuan PKI. Peresmian yang diminta mereka secara apaadanya pada pagi yang cerah itu, disaksikan antara lain oleh SKTrimurti, salah seorang pejuang kemerdekaan kita. Ini penulislakukan karena solidaritas terhadap nasib mereka, yang sampaisekarang pun masih mengalami tekanan-tekanan dan kehilangansegala-galanya. Puluhan ribu, mungkin ratusan ribu orang dipenjarakankarena mereka dituduh “terlibat” dan bahkan memimpinPKI. Banyak yang meninggal dunia dalam keadaan sangat menyedihkan,sedangkan yang masih hidup banyak yang tidakmemiliki hak-hak politik sama sekali, termasuk hak memilihdalam pemilu. Rumah-rumah dan harta benda mereka yangdirampas. Dan stigma (cap) mereka adalah pengkhianat bangsa,tetap melekat pada diri mereka hingga saat ini. Dengan dipimpinoleh dr. Tjiptaning Proletariati, mereka membentuk PAKORBA(Paguyuban Korban Orde Baru) yang memiliki cabang di manamana,walhasil gerakan mereka berskala nasional. Namun karena168 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTprikemanusiaan juga lah penulis mempunyai solidaritas yangkuat dengan mereka, seperti halnya solidaritas penulis kepadamantan anak buah Kartosuwiryo, yang disebut DI/TII (DarulIslam dan Tentara Islam Indonesia). Bahkan waktu turut “berkuasa”,PKI pernah turut-turut memberikan cap pemberontaksecara keseluruhan kepada (mantan) orang-orang DI/TII itu.Penulis pernah menyebutkan dalam sebuah tulisan, orangorangitu tadinya direkut oleh Kartosuwiryo dengan menggunakannama DI/TII tersebut, karena ia diperintahkan oleh PanglimaBesar Jenderal Soedirman, guna menghindarkan kekosongandaerah Jawa Barat, yang ditinggalkan TNI untuk kembali ke JawaTengah (kawasan RI), akibat perjanjian Renville yang mengharuskanterjadinya hal itu. Seorang pembaca menyanggah“catatan” penulis itu karena di matanya tidak mungkin Kartosuwiryomenjadi “penasehat militer” Jenderal Soedirman karenalebih pantas kalau ia adalah penasehat politik. Pembaca itu tidaktahu, bahwa penasehat politik Jenderal Sudirman adalah ayahpenulis sendiri KH. A. Wahid Hasyim. Karena itu simpati penuliskepada mereka juga tidak kalah besarnya dari simpati kepadamantan orang-orang PKI.*****Di sini penulis ingin menekankan, bahwa konflik-konflikbersenjata di masa lampau dapat dianggap selesai, apapun alasannya,karena kita sekarang sudah kuat sebagai bangsa dan tidakusah menakuti kelompok manapun. Justru keadilan yang haruskita tegakkan, sebagai persyaratan utama bagi sebuah prosesdemokratisasi. Kita adalah bangsa yang besar dengan penduduksaat ini 205 juta lebih saat ini. Kita harus mampu menegakkankeadilan, dan tidak “menghukum” mereka yang tidak bersalah.Seperti pembelaan (pledoi) Amrozi di muka Pengadilan NegeriDenpasar, bahwa ia merakit bom kecil saja, sedangkan ada orangyang dibalik pemboman Bali itu dengan bom besar yang mem-ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 169


DEMOCRACY PROJECTbunuh lebih dari 200 orang. Pernyataan Amrozi ini seharusnyamendorong kita memeriksa “pengakuan” tersebut. Namun halini tidak dilakukan, karena itu hingga saat ini kita tetap tidaktahu, adakah pendapat Amrozi itu sendiri berdasarkan fakta atautidak. Demikian juga, kita tetap tidak tahu siapa yang meledakanbom di Hotel Marriott Jakarta beberapa waktu kemudian.Begitu banyak rahasia menyelimuti masa lampau kita,sehingga tidak layak jika kita bersikap congkak dengan tetapmenganggap diri kita benar dan orang lain salah. Diperlukankerendahan hati untuk melihat semua yang terjadi itu dalamperspektif prikemanusiaan, bukannya secara ideologis. Kalau kitamenggunakan kacamata ideologis saja, maka sudah tentu akansangat mudah bagi kita untuk menganggap diri sendiri benardan orang lain bersalah. Ini bertentangan dengan hakekatkehidupan bangsa kita yang demikian beragam. Kebhinekaan/keragaman justru menunjukkan kekayaan kita yang sangat besar.Karenanya kita tidak boleh menyalahkan siapa-siapa atas kemelutyang masih menghinggapi kehidupan bangsa kita saat ini.Sebagai contoh dapat dikemukakan, Abu Bakar Ba’asyiryang dianggap sebagai “biang kerok” terorisme di negeri kitasaat ini. Pengadilan pun lalu menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara,yang sekarang sedang dijalaninya di LP (Lembaga Permasyarakatan)Cipinang di Jakarta Timur. Memang pengadilan menetapkania bersalah namun kepastian sejarah belum kita ketahui,mengingat data-data yang “tidak pasti” (unreliable) digunakandalam mengambil keputusan. Ini juga terjadi karena memangpengadilan-pengadilan kita penuh dengan “mafia peradilan’,maka kita tidak dapat diyakinkan oleh “kepastian hukum” yangdihasilkannya. Seperti halnya kasus Akbar Tandjung, jelas keputusanMahkamah Agung terus “diragukan” apapun bunyi keputusanitu sendiri. Tidak heranlah sekarang kita mengalami“kelesuan” dalam menengakkan kedaulatan hukum. Inilah rahasiamengapa tidak ada investasi dari luar negeri, karena langkanyakepastian hukum tadi.170 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECT*****Sebuah kasus lain cukup menarik untuk dikemukakan disini. Kyai Mahfud Sumalangu (Kebumen), adalah pahlawan yangmemerangi balatentara pendudukan Belanda di BanyumasSelatan. Ketika Kabinet Hatta memutuskan “rasionalisasi” TNIatas usul Jenderal Besar AH. Nasution, antara lain berupa ketentuanbahwa Komandan Batalyon TNI haruslah berijazah danijazah hanya dibatasi pada keluaran beberapa lembaga pendidikansaja (tidak termasuk pesantren), maka kyai kita itu tidakdiperkenankan menjadi Komandan Batalyon di Purworejo dansebagai gantinya diangkat seorang perwira muda bernama A.Yani. Akibatnya kyai kita itu mendirikan Angkatan Umat Islam(AUI) yang kemudian dinyatakan oleh A. Yani sebagai pemberontak.Peristiwa tragis ini terjadi pada awal tahun-tahun 50-an,namun bekasnya yang pahit masih saja tersisa sampai sampaihari ini.Hal-hal seperti ini masih banyak terjadi/terdapat di negerikita dewasa ini. Karenanya, kita masih harus memiliki kelapangandada untuk dapat menerima kehadiran pihak-pihak lain yangtidak sepaham dengan kita. Termasuk di dalamnya orang-orangmantan Napol dan Tapol PKI, yang kebanyakan bukan orangyang benar-benar memahami betul ideologi mereka itu. Karenaitulah, penulis tidak pernah menganggap baik orang-orang PKImaupun orang-orang DI/TII sebagai “lawan yang harus diwaspadai”.Penulis justru beranggapan bahwa orang-orang mantanPKI itu, sekarang sedang mencari Tuhan dalam kehidupan mereka,karena apa yang saat ini mereka anggap sebagai “kezalimankezaliman”,justru pernah mereka jalani saat “berkuasa”. Sekarangmereka berpegang pada keyakinan yang mereka miliki yangtidak bertentangan dengan undang-undang dasar. Kalau kita jugamenggunakan cara itu, berarti kita sudah turut menegakkankeadilan.Jelaslah dari uraian di atas, bahwa yang kita perlukan adalahsebuah rekonsiliasi nasional, setelah pengadilan memberikanISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 171


DEMOCRACY PROJECTkeputusan “yang adil” bagi semua pihak. Kalau “konglomerathitam” dapat diberi status Release and Discharge (bebas darisegala tuntutan), mengapakah kita tidak dapat melakukan halseperti itu pada orang-orang mantan PKI dan DI/TII? Jadi,pengertian dari rekonsiliasi yang benar adalah pertamamengharuskan adanya pemeriksaan tuntas oleh pihakpengadilan, kalau bukti-bukti yang jelas masih dapat dicari.Baru kemudian diumumkan pengampunan setelah vonispengadilan dikeluarkan. Di sinilah letak keadilan yang harusditegakkan di bumi nusantara. Sebuah tekad untuk memeriksakasus-kasus yang terjadi di depan mata kita dalam masa limabelas tahun terakhir ini, justru meminta kepada kita agar“melupakan” apa yang terjadi 40-50 tahun yang lalu.Kedengarannya mudah dilakukan, namun dalam kenyataan sulitdilaksanakan bukan? {}172 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTBAB IVISLAMHAK EKONOMIDAN KEADILAN SOSIALISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 173


DEMOCRACY PROJECT174 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTISLAMDAN ORIENTASI EKONOMIDalam pandangan Islam, tujuan hidup peroranganadalah mencari kebahagian dunia dan akhirat yangdicapai melalui penempatan kehidupan manusia dalamkerangka peribadatan kepada Allah Swt. Terkenal dalam hal inifirman Allah melalui kitab suci al-Qurân: “tidak Aku ciptakanjin dan manusia kecuali untuk menyembah kepada Ku” (wa mâkhalaqtu al-jinna wa al-Insâ illâ liya’budûn)(QS al-Dzâriyât(51):56).Dengan adanya konteks ini, manusia selalu merasakan kebutuhanakan Tuhan, dan dengan demikian ia tidak berbuat sesukahati. Karena itulah, akan ada kendali atas perilakunya selamahidup dalam hal ini adalah pencarian pahala/kebaikan di akhirat,dan pencegahan sesuatu yang secara moral dinilai buruk ataubaik di dunia. Karena itulah do’a seorang muslim yang palingtepat adalah “wahai Tuhan, berikan kepada kami kebaikan didunia dan kebaikan di akhirat” (rabbanâ âtina fî ad-dunya hasanatanwa fî al-âkhirati hasanatan)(QS al- Baqarah(2):201).Yang digambarkan di atas adalah kerangka mikro bagikehidupan seorang muslim di dunia dan akhirat. Hal ini adalahsesuatu yang pokok dalam kehidupan seorang manusia, yangdisimpulkan dari keyakinan akan adanya Allah dan bahwa NabiMuhammad Saw adalah utusan-Nya. Tanpa kedua hal pokokitu sebagai keyakinan, secara teknis dia bukanlah seorang muslim.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 175


DEMOCRACY PROJECTNamun secara makro ia adalah makhluk sosial yang tidakberdiri sendiri, karena ia adalah bagian dari sebuah masyarakat.Terkenal dalam hal ini ungkapan: agama tidak akan terwujudtanpa kelompok, dan kelompok tidak akan terwujud tanpa pimpinan,dan tiada pimpinan tanpa pemimpin” (lâ dîina illâ bijamâ’atin wa lâ jamâ’ata illâ biimâmatin wa lâ imâmata illâ bi imâmin).Dengan demikian, kedudukan dan tugas seorang pemimpinsangat berat dalam pandangan Islam. Dia harus menciptakankelompok yang kuat, patuh dan setia pada kerangka peribadatanyang dikemukakan di atas. Untuk mencapai hal itu, ia harus mengikutisebuah strategi yang jelas untuk memperkuat masyarakatyang adil dan makmur. Ini diungkapkan dengan indahnya dalampembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dalam bahasaArab ia harus mampu menciptakan kesejahteraan masyarakat yangbertumpukan keadilan dan kemakmuran “al maslahah al âmmah”.*****Hal kedua yang harus ditegakkannya adalah orientasi yangbenar dalam memerintah, termasuk orientasi ekonomi yang jelas.Jika segala macam kebijakan pemerintah, tindakan yang diambildan peraturan-peraturan di bidang ekonomi yang selama ini –sejak kemerdekaan kita-, hampir seluruhnya mengacu kepadakemudahan prosedur dan pemberian fasilitas kepada usaha besardan raksasa, yang berarti adanya orientasi yang tidak memihakkepada kepentingan Usaha Kecil Menengah (UKM), maka sekarangsudah tiba saatnya untuk melakukan perubahan-perubahandalam orientasi ekonomi kita.Perubahan orientasi dari kecenderungan menolong usahabesar dan raksasa, harus digantikan oleh orientasi membangunUKM, terutama dalam penyediaan kredit yang berbunga sangatrendah sebagai modal pembentukan UKM tersebut.Perubahan orientasi ekonomi itu berarti juga perubahan tekanandalam ekonomi kita. Jika sebelumnya penekanan pada176 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTbidang ekspor, yang hasilnya -dalam bentuk pajak- sangatsedikit kembali ke kas pemerintah, karena begitu banyakkeringanan untuk kalangan eksportir. Maka, selanjutnya justruharus diutamakan perluasan pasaran di dalam negeri secarabesar-besaran.Untuk itu, tiga hal sangat diperlukan, yaitu: peningkatanpendapatan guna menciptakan kemampuan daya beli yang besar;pengerahan industri guna menghidupkan kembali penyediaanbarang untuk pasaran dalam negeri dan independensi keseluruhanekonomi dari ketergantungan kepada tata niaga internasional.Ini berarti, kita harus tetap memelihara kompetisi yang jujur,mengadakan efisiensi dan menciptakan jaringan fungsional bagiUKM kita, baik untuk menggalakan produksi dalam negeri maupununtuk penciptaan pemasaran dalam negeri yang kita perlukan.Keterkaitannya adalah tetap memelihara tata niaga internasionalyang bersih dan bersaing, disamping memperluas basispajak kita (dari sekitar dua juta orang wajib pajak saat ini ke arahdua puluh juta orang wajib pajak dalam beberapa tahun mendatang).Ditambah dengan pemberantasan kebocoran-kebocorandan ditiadakannya pungutan liar yang masih ada sekarang ini,barulah dengan demikian, dapat kita naikkan pendapatan.*****Tata ekonomi seperti itu akan lebih memungkinkan tercapainyakesejahteraan dengan cepat, yang dalam pembukaanUUD 1945 disebutkan sebagai penciptaan masyarakat adil danmakmur. Dalam fiqh disebutkan “kebijakan dan tindakan pemimpinatas rakyat yang dipimpin harus sejalan dengan kemaslahatanmereka’(tasharruf al-imâm ‘alâ ar-ra’iyyah manûthun bi almashlahah)berlaku juga untuk bidang ekonomi. Ekonomi yangberorientasi kepada kemampuan berdiri di atas kaki sendiri,menjadikan ekonomi kita akan sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.Apakah ekonomi yang sedemikian itu akan dinamaiISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 177


DEMOCRACY PROJECTekonomi Islam atau hanya disebut ekonomi nasional saja,tidaklah relevan untuk didiskusikan di sini. Yang terpenting,bangunan ekonomi yang dikembangkan, baik tatanan maupunorientasinya, sesuai dengan ajaran Islam. Penulis yakin, ekonomiyang sedemikian itu juga sesuai dengan ajaran-ajaran berbagaiagama lain. Karenanya, penamaan ekonomi seperti itu dengannama ekonomi Islam, sebenarnya juga tidak diperlukan sekali,karena yang terpenting adalah pemberlakuannya, dan bukanpenamaannya.Dalam kerangka inilah, kepentingan mikro ekonomi Islamsecara pribadi, yaitu untuk mencapai kebahagiaan dunia-akhirat,lalu sama posisinya dengan dibangunnya ekonomi makro yangmementingkan keadilan dan kemakmuran seluruh bangsa. Sebenarnyakita dapat melakukan hal itu, apabila terdapat adanyapolitical will untuk menerapkannya, karena memang ekonomiterlalu penting bagi sebuah bangsa jika hanya untuk diputuskanoleh sejumlah ahli ekonomi belaka, tanpa melibatkan seluruhbangsa. Karena menyangkut kesejahteraan seluruh bangsa, makadiperlukan keputusan bersama dalan hal ini. Untuk mengambilkeputusan seperti itu, haruslah didengar lebih dahulu perdebatannyasebelum diambil keputusan. {}178 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTISLAM, MORALITAS DAN EKONOMISejumlah ahli ekonomi berpendapat bahwa ada kaitanlangsung antara Islam dan ekonomi. Dengan demikian, adayang dinamakan ekonomi Islam, yaitu Islam memuatajaran-ajaran ekonomi yang harus diterapkan oleh masyarakatkaum muslimin. Pengakuan ini sangatlah menarik, karena kitasudah lama melihat bahwa ekonomi hanyalah bersifat empiriksaja, sedangkan agama memiliki nuansa spiritual yang sangatkuat. Jadi, ada sebuah pertanyaan yang sangat menarik, adakahekonomi Islam?Pada tahun-tahun 70-an dan 80-an, sejumlah ekonom mengajukanpendapat, bahwa sebuah ekonomi dapatlah dinamakanekonomi Islam, kalau mengikuti ketentuan-ketentuan agamaIslam mengenai riba, eksistensi bank dan penolakan terhadapasuransi. Menurut pendapat ini, sistem perbankan tidak diperkenankanmenggunakan bunga bank (bank interest), sedangkanketentuan-ketentuan yang lazim dalam asuransi sama sajadengan permainan judi, yang diharamkan oleh Islam. Dengandemikian, pemberian atau pengambilan bunga bank dan penerimaanasuransi berarti penyimpangan dari hukum Islam.Ekonomi yang menggunakan kedua-duanya sama saja denganekonomi yang menolak ajaran Islam.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 179


DEMOCRACY PROJECTDalam tahun-tahun 70-an, muncul juga pendapat orangorangseperti Prof. Dr. Mubyarto dari Universitas Gajah Mada(UGM), yang mengemukakan pendapat tentang EkonomiPancasila. Menurut pendapat beliau, Ekonomi Pancasila harusterkait langsung dengan ekonomi orang kecil, dan bertumpupada moralitas. Pendapat ini identik dengan konsepsi dariekonomi Islam, minus soal bunga bank dan asuransi. Karenanya,pembahasan tentang ekonomi Islam dengan segera lalu terhenti,karena orang lalu berdiskusi tentang Ekonomi Pancasila. Dalampada itu, ekonomi yang empirik dan bebas nilai, seperti yangdibawakan kaum teknokrat, tetap dilaksanakan dan berkembangpesat.Sekarang ini, terasa adanya keperluan untuk membahas adatidaknya ekonomi Islam. Pertama, karena adanya sejumlahprogram yang menggunakan nama syari’ah, seperti bank syari’ahyang ada di lingkungan sebuah bank besar milik negara (BUMN).Begitu juga ada beberapa upaya percobaan untuk menerapkanasuransi menurut ajaran Islam –yang dikenal dengan namatakaful. Kedua, karena dalam waktu lima belas tahun terakhir,ekonomi kita benar-benar bersifat empirik dan tidak menggunakanacuan moral sama sekali. Ini berarti, telah terbangunnyaekonomi yang benar-benar kapitalistik dan berazas siapa yangkuat dan cerdik, dialah yang menguasai segala-galanya.Bahkan, begitu kuatnya watak kapitalistik dalam ekonomikita waktu itu, hingga seorang bankir dan pendiri jaringan sebuahbank raksasa di negeri ini, senantiasa mengucapkan “puji Tuhan”setiap kali akan menipu orang. Jadi agama diredusir hanyamenjadi keimanan dan keyakinan belaka, sedangkan dimensisosial dijauhkan dari agama dalam pengertian tersebut. Benarkahdengan sistem ekonomi harus membuang jauh-jauh pertimbanganmoral sama sekali? Di sisi lain, sebuah sistem ekonomi yanghanya bertumpu pada acuan moral saja dapatkah dinamai sebuahsistem ekonomi. Kalau jawabannya positif, berarti ekonomi Islamada; dan kalau jawabannya negatif, berarti tidak ada ekonomi180 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTIslam. Justru dalam menentukan jawaban atas keduapertanyaan di atas, terletak wujud atau tidak terwujudnyaekonomi Islam.Yusuf Qardhawi mengemukakan, bahwa tidak dapat begitusaja bunga bank dianggap sebagai riba, tergantung pada besarkecildan maksud pemungutan bunga bank tersebut. Menurutpendapatnya, jika bunga bank dipungut dari upaya non-produktif–katakanlah bersifat konsumtif belaka, maka ia dapat dikatakanriba. Kalau bunga bank itu merupakan bagian dari sebuahupaya produktif maka bunga bank yang digunakan atas transaksiitu bukanlah riba, melainkan bagian dari ongkos produksi saja.Dari uraian di atas, menjadi jelas bagi kita bahwa ada tigahal yang sangat penting yang tidak boleh dilupakan sama sekali.Pertama, orientasi ekonomi itu sendiri, yang harus memperjuangkannasib rakyat kecil serta kepentingan orang banyak. Ini sesuaidengan ketentuan agama Islam bahwa tindakan pemimpin atasrakyat yang dipimpin harus terkait langsung dengan kesejahteraanrakyat yang dipimpin. Istilah yang digunakan dalambahasa Arab oleh fiqh adalah maslahah, diterjemahkan oleh penulisdengan istilah kesejahteraan. Dan, dalam bahasa Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, masyarakat sejahtera dirumuskansebagai masyarakat adil dan makmur, hingga orientasi kepentingandan kesejahteraan warga masyarakat itu, yang dikandungoleh Islam dalam hal perekonomian, sepenuhnya sesuai denganUUD 1945.Kedua, mekanisme yang digunakan untuk mencapaikesejahteraan itu, tidak ditentukan format dan bentuknya.Dengan demikian, acuan persaingan-perdagangan bebas danefisiensi yang dibawakan oleh kapitalisme, tidaklah bertentangandengan pandangan ekonomi yang dibawakan Islam. BahkanIslam menganjurkan adanya sikap fa tstabiqu al-khairat (berlombalahdalam kebaikan), yang menjadi inti dalam praktekekonomi yang sehat. Dengan persaingan dan perlombaan, akanterjadi efisiensi yang semakin meningkat. Namun, pemerintahISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 181


DEMOCRACY PROJECTsebagai penguasa harus memberikan perlindungan kepadayang lemah tanpa melakukan intervensi dalam perdagangan.Ini adalah prinsip yang harus dipegang teguh dalammenentukan kebijakan ekonomi, hingga negara-negara yangberteknologi maju-pun melindungi para penganggur yang tidakmemperoleh pekerjaan sampai 3% dari jumlah keseluruhankaum pekerja.Dari orientasi dan mekanisme pasar seperti itu, jelas bahwatidak ada satupun yang bertentangan dengan ajaran Islam.Sedangkan masalah bunga bank dan pelaksanaan asuransisebagai unit parsial dalam kehidupan ekonomi, dapat sajadirumuskan suatu yang benar-benar sesuai dengan ajaran Islam,dengan predikat bank Islam/bank syari’ah maupun takaful/asuransi Islam. Pendekatan parsial yang memakai kata Islamsebagai pengenal, tanpa menyebut ekonomi secara keseluruhansebagai “ekonomi Islam” dapat saja dilakukan tanpa kehilanganIslamisitas kita sendiri. What is a name? ungkap dramawan duniaWilliam Shakespeare. Karenanya, dapat saja kita melihat pelaksanaanprinsip-prinsip Islam, namun dalam orientasi dan mekanismenyaadalah ekonomi kapitalistik. Orientasi kapitalistik itudibedakan dari orientasi yang diuraikan di atas, yaitu dalamorientasi kapitalistik yang diutamakan adalah individu pengusahabesar dan pemilik modal. Dalam Islam, justru kepentinganrakyat-kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan yangmenjadi ukuran. {}182 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTISLAMDAN KEADILAN SOSIALSalah satu ketentuan dasar yang dibawakan Islam adalahkeadilan, baik yang bersifat perorangan maupun dalamkehidupan politik. Keadilan adalah tuntutan mutlak dalamIslam, baik rumusan “hendaklah kalian bertindak adil” (an ta’dilû)maupun keharusan “menegakkan keadilan” (kûnû qawwâmîna bial-qisthi), berkali-kali dikemukakan dalam kitab suci al-Qurân.Dengan meminjam dua buah kata sangat populer dalam peristilahankaum muslimin di atas, UUD 45 mengemukakan tujuanbernegara: menegakkan keadilan dan mencapai kemakmuran.Masyarakat adil dan makmur merupakan tujuan bernegara KesatuanRepublik Indonesia (NKRI). Kalau negara lain mengemukakankemakmuran dan kemerdekaan (prosperity and liberty)sebagai tujuan, maka negara kita lebih menekankan prinsip keadilandaripada prinsip kemerdekaan itu.Dengan demikian, sangat mengherankan jika kita sekaranglebih mementingkan swastanisasi/privatisasi dalam dunia usaha,daripada mengembangkan rasa keadilan itu sendiri. Seolah-olahkita mengikuti kedua prinsip kemakmuran dan kebebasan itu,dan dengan demikian kita kehilangan rasa keadilan kita. Sikapdengan mudah menentukan kenaikan harga BBM -yang kemudiandicabut kembali-, menunjukkan hal itu dengan jelas, kalaukita tidak berprinsip keadilan. Tentulah kenaikan harga itu harusISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 183


DEMOCRACY PROJECTmenunggu kenaikan pendapatan, bukan sebaliknya. Bukankahdengan demikian, telah terjadi pengambilalihan sebuah pahamdari negeri lain ke negeri kita yang memiliki prinsip lain, sesuaidengan ketentuan UUD 45? Adakah kapitalisme klasik yang melindungikaum lemah, dengan akibat mereka harus dihilangkanbegitu saja dalam kehidupan kita sebagai bangsa? Bukankah yangdimaksudkan oleh para pendiri negeri kita, adalah bentuk pemerintahanyang melindungi kaum lemah?Jelaslah dengan demikian, antara ketentuan dalam UUD45 dan kebijakan pemerintah, terdapat kesenjangan dan perbedaanyang sangat menyolok. Dapat dikatakan, kebijakan pemerintahdi bidang ekonomi tidaklah didasarkan pada konstitusi.Dengan demikian dapat disimpulkan, ketentuan UUD ditinggalkankarena keserakahan beberapa orang saja yang menginginkankeuntungan maksimal bagi diri dan golongan mereka saja.Ini adalah sikap dan kebijakan pemerintah yang harus dikoreksioleh masyarakat dengan tegas. Keengganan kita untuk melakukankoreksi itu, hanya akan mengakibatkan kebijakan dan sikappemerintah yang lebih jauh lagi menyimpang dari ketentuanUUD 45.Hendaknya pun pemerintah bersikap lapang dada dan menerimakritikan atas penyimpangan dari UUD 45 itu, sebagaisebuah masukan yang konstruktif. Kita memiliki UUD 45 yangharus diperhatikan dan tidak dapat dikesampingkan begitu saja.Kalau ingin menyimpang dari ketentuan konstitusi itu, makakonstitusi harus dirubah melalui pemilu yang akan datang. Sepertihalnya pengamatan Jenderal (Purn.) Try Soetrisno, bahwarangkaian amandemen yang diputuskan sekarang telah menjadikansistem politik kita benar-benar liberal, yang berdasarkanpemungutan suara terbanyak saja. Tentu ini harus dikoreksidengan amandemen UUD lagi, karena hak minoritas harusdilindungi.*****184 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTDalam memahami perubahan-perubahan sosial yang terjadi,kita juga harus melihat bagaimana sejarah Islam menerimahal itu sebagai sebuah proses dan melakukan identifikasi atasjalannya proses tersebut. Dalam hal ini, penulis mengemukakansebuah proses yang kita identifikasikan sebagai proses penafsirankembali (reinterpretasi) atas ajaran-ajaran agama yang tadinyadianggap sebagai sebuah keadaan yang “normal”. Tanpa prosespenafsiran ulang itu tentunya Islam akan sangat sempit memahamiayat-ayat al-Qurân. Seperti misalnya “Hari ini telah Kusempurnakanbagi kalian agama kalian dan Ku-sempurnakan(pemberian) nikmat-Ku dan Ku-relakan bagi kalian Islam sebagaiagama” (al-yauma akmaltu lakum dînakum wa atmamtu alaikum ni’matîwa rodhîtu lakum al-Islâma dînan) (QS al-Maidah(3):4). Ayat tersebutmenunjukkan Allah menurunkan prinsip-prinsip yang tetap (sepertidaging bangkai itu haram), sedangkan hukum-hukum agama (canonlaws) terus-menerus mengalami perubahan dalam perinciannya.Sangat terkenal dalam hal ini hukum agama (fiqh) mengenaiKeluarga Berencana (KB), yang bersifat rincian dan mengalamiperubahan-perubahan. Dahulu, pembatasan kelahiran sama sekaliditolak, padahal waktu itu ia adalah satu-satunya cara untukmembatasi peningkatan jumlah penduduk. Dasarnya adalahcampur-tangan manusia dalam hak reproduksi manusia di tanganTuhan sebagai sang pencipta. Namun, kemudian manusiamerumuskan upaya baru untuk merencanakan kelahiran (tanzimal-nasl atau family planning) sebagai ikhtiar menentukan jumlahpenduduk sebuah negara pada suatu waktu. Dengan demikian,dipakailah cara-cara, metoda, alat-alat dan obat yang dapat dibenarkanoleh agama, seperti pil KB, kondom dan sebagainya.Penggunaan metoda dan alat-alat tersebut sekarang ini, dilakukankarena ada penafsiran kembali ayat suci dalam upaya mengurangijumlah kenaikan penduduk dari pembatasan kelahiran(birth control) ke perencanaan keluarga (family planning).Contoh sederhana di atas, menunjukkan kepada kita,dengan jelas, betapa pentingnya proses penafsiran ulang tersebut.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 185


DEMOCRACY PROJECTTanpa kehadirannya, Islam akan menjadi agama yangmengalami “kemacetan” dan menyalahi ketentuan agama itusendiri yang tertuang dalam ucapan “Islam sesuai untuksegenap tempat dan masa” (al-Islam yasluhu li kulli makânin wazamânin). Dengan demikian jelaslah, agama yang dibawakanNabi Muhammad Saw itu pantas dinyatakan sebagai sesuatuyang sempurna, karena hanya pada hal-hal prinsip saja Islambersifat tetap, sedangkan dalam hal-hal rincian dapat dilakukanpenafsiran ulang kalau telah memenuhi persyaratanpersyaratanuntuk itu.*****Dalam hal ini, kita lalu teringat pada konsep keadilan yangpada prinsipnya berarti pemberdayaan kaum miskin/lemahuntuk memperbaiki nasib mereka sendiri dalam sejarah manusiayang terus mengalami perubahan sosial. Secara umum, Islammemperhatian susunan masyarakat yang adil dengan membelanasib mereka yang miskin/lemah, seperti terlihat pada ayat suciberikut; “Apa yang dilimpahkan (dalam bentuk pungutan fai’)oleh Allah atas kaum (penduduk sekitar Madinah), maka harusdigunakan bagi Allah, utusan-Nya, sanak keluarga terdekat,anak-anak yatim, orang-orang miskin, para peminta-minta/pengemis dan pejalan kaki di jalan Allah. Agar supaya hartayang terkumpul itu tidak hanya berputar/beredar di kalanganorang-orang kaya saja di lingkungan kalian”. (mâ afâ-a Allâhu ‘alârasûlihi min ahl al-qurâ fa li-Allâhi wa li al-rasûl wa li dzî al-qurbâ waal-yatâ mâ wa al-masâkîn wa ibn al sabîl, kailâ yakûnâ dûlatan bain alaghniyâ’aminkum) (QS al-Hasyr(5):8).Konsep mengenai susunan masyarakat seperti dikemukakanoleh ayat suci di atas, menunjukkan dengan jelas watak strukturaldari bangunan masyarakat yang dikehendaki Islam, baikyang dicapai melalui perjuangan struktural (seperti dikehendakiSosialisme dan Komunisme) maupun tidak, haruslah senantiasa186 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTdiingat oleh para pemimpin gerakan Islam saat ini. Jika hal inidiabaikan, maka sang pemimpin gerakan Islam hanya akanmenjadi mangsa pandangan yang memanfaatkan manusiauntuk kepentingan manusia lain (exploitation de l’home parl’home). Jelas, sikap seperti itu berlawanan dengan keseluruhanajaran Islam sebagai agama terakhir bagi manusia. Karenanya,mereka yang memperebutkan jabatan atau menjalankan KKNdalam mengemban jabatan itu, mau tidak mau harusberhadapan dengan pengertian keadilan dalam Islam, baikbersifat struktural atau non-struktural.Dengan demikian jelaslah, bahwa telah terjadi pergeseranpemahaman dan pengertian dalam Islam mengenai kata“keadilan” itu sendiri. Dalam proses memahami dan mencobamengerti garis terjauh dari kata a’ dilû’ atau ‘al-qisth’ itu sendiri,lalu ada sementara pemikir muslim yang menganggap, sebaiknyadigunakan kata “keadilan sosial” (social justice) dalam wacanakaum muslimin mengenai perubahan sosial yang terjadi. Kelompokini, yang menginginkan pendekatan struktural dalam memahamiperubahan sosial itu, namun pada umumnya masih berfungsiwacana dari sebagian besar adalah para pemikir saja,bukannya pejuang/aktifis masyarakat. Tetapi, lambat-laun akanmuncul para aktifis yang menggunakan acuan struktural itu, dandengan demikian merubah keseluruhan watak perjuangan kaummuslimin. Implikasinya akan muncul istilah “muslim revolusioner”dan lawannya yaitu “muslim reaksioner”. Memang mudahmerumuskan perjuangan kaum muslimin itu, namun sulit memimpinnya,bukan? {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 187


DEMOCRACY PROJECTISLAMDAN MASALAH KECUKUPANKitab suci al-Qurân berkali-kali menandaskan, bahwamasalah kecukupan adalah masalah yang kerapkalimengganggu hidup manusia. Dikatakan; “Telahmembuat kalian lalai, upaya memperbanyak harta, hingga kalianmasuk liang kubur” (al-hâkum al-takâtsur hattâ zurtum al-maqâbir)(QS al-Takatsur(102):1-2) , jelas dari ayat ini bahwa, upaya mengejarharta sebanyak mungkin dapat melupakannya dari Tuhan,apalagi bila si penderita adalah sesama manusia. Dengan demikian,melalui ayat di atas, Islam jelas sekali menentukan bahwamanusia harus bersama-sama dalam kehidupan, termasuk dalammencari apa yang dinamakan “kecukupan”, baik yang bersifatperorangan maupun keseluruhan masyarakat (affluent society).Dengan demikian, nyata bagi kita, kecukupan itu dalam pemikiranIslam ada batasnya, yaitu mencapai tingkat perolehanyang tinggi tanpa mencegah orang lain mencapai hal yang sama.Kesamaan hak ini perlu mendapat tekanan, karena dalam konsepkapitalisme klasik tidak pernah dipikirkan tentang gairah mencapaihal yang maksimal, dan senantiasa dilupakan bahwa adamanusia lain yang menjadi korban.Dalam persaingan bebas tidak lagi mempedulikan siapakorban, toh manusia memang tidak bernasib sama. Jadi, negaraberkewajiban menyediakan kompensasi bagi pihak yang kalah188 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTdalam bentuk kecukupan minimal yang disediakan bagi warganegara. Contoh yang paling umum terjadi dalam asuransi sosialyang diberikan kepada orang yang menganggur, yaitu 80%pendapatan tertinggi semasa mereka masih bekerja. Asuransisosial ini adalah jaminan sosial akan kebutuhan terendah seorangwarga masyarakat, dan itulah yang menjadi tugas utama pemerintah,yakni penyediaan jaminan sosial yang mencukupi kebutuhanstandard akan kehidupan. Untuk tujuan politik, pemerintahmenyediakan berbagai pelatihan kerja, guna memungkinkan parapenganggur itu memperoleh lapangan pekerjaan baru yangtadinya tidak dapat mereka masuki.Diharapkan dengan pembayaran pajak yang besar dari persainganbebas, maka pemerintah akan mampu menanggulangimasalah pengangguran itu dengan menetapkan dasar kecukupanminimal bagi seorang warga negara. Kalau tercapai jumlah yangditentukan itu, berarti pemerintah sudah melaksanakan tugas.Jadi keseluruhan hidup manusia diukur dengan capaian minimaltersebut, dan selebihnya manusia dapat mengejar ketinggianmaksimal dalam keenakan hidup secara material. Hal ini berarti,seluruh kehidupan diukur dengan ukuran capaian materialistikbelaka. Maka, tidak mengherankan jika penerapan ukuranukuranpincang itu menghasilkan juga pola kehidupan yangpincang; masyarakat gay, masyarakat lesbi dan bahkan perkawinanantar sesama lelaki dan perempuan, hingga tak mengherankanjika dalam institusi perkawinan pun juga terjadiperkembangan yang sedemikian rupa. Di sini, sudah tentuukuran-ukuran moral yang kita ikuti selama ini justru “mengganggu”lembaga-lembaga baru yang akan diwujudkan mereka.Sudah tentu pengembangan ukuran materialistik bagiwarga negara harus diwujudkan guna pencapaian masyarakatyang sejahtera bagi para warganya. Tetapi, hal ini tanpa harusmeninggalkan ukuran-ukuran moral yang konvensional dalamkehidupan bermasyarakat. Tanggung jawab sosial para wargamasyarakat tidak dapat digantikan negara demikian saja, sepertiISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 189


DEMOCRACY PROJECTyang terjadi di Skandinavia. Angka bunuh diri yang tinggi didalamnya, menunjukkan besarnya rasa tidak puas atas tatananspiritual yang dikembangkan. Sikap netral negara yang tidakmemihak pada si lemah, membuat para warga negara gundahperasaannya. Di tengah-tengah kemakmuran serba bendatersebut, ternyata manusia tidak cukup dilayani dengan strukturmaterialistik belaka, melainkan juga membutuhkan institusiinstitusilain yang lebih mengarah kepada hal-hal spiritual dalamnegara yang diperintah oleh kaum sosial demokrat itu. Aspekspiritual ini menjadi menonjol, dan mengambil bentuk munculnyanasionalisme sempit atau rasionalisme model baru sepertiyang terjadi di Eropa Barat, yang sering menyebut diri merekasebagai golongan konservatif.*****Kehidupan di bawah tingkat kecukupan itu tidak menjadiperhatian benar bagi pemerintah, paling jauh hanya ditanganiaspek psikologis yang bersifat materialistik saja. Contohnyaadalah manusia lanjut usia (manula) yang dalam masyarakat kita,jumlah ini semakin lama semakin bertambah besar. Sebagai catatandi berbagai negara dibangunlah sejumlah rumah pantijompo bagi para warga negara yang mencapai usia manula. Merekaberkumpul di rumah-rumah jompo dan hidup bersama manulamanulalain. Negara tidak melihat hal yang aneh dalam keterpisahan(isolasi) antara sesama warga negara itu. Jadi, yangdiperhatikan hanya sudut psikologis, tanpa meninjau terlalu jauhketerikatan manula dari keluarganya.Tentu, apa yang diterangkaan di atas dapat diperdebatkan,seperti jawaban atas pertanyaan adakah pengaruh seorangmanula atas cucunya; bersifat positif ataukah negatif? Jawabanjawabanatas pertanyaan seperti itu tentu saja menjadi pentinguntuk ditemukan rumusan-rumusannya yang definitif. Demikianpula, dapatkah jawaban-jawaban seperti itu menjadi sama bagi190 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTsetiap warga negara, ataukah hanya berkenaan dengan warganegara tertentu saja? Karena itu, diperlukan sejumlah lembagayang dipimpin oleh para pakar dari berbagai bidang untukmemadu jawaban yang diperoleh, sehingga menjadi landasanbagi sejumlah kebijakan umum.Dari hal-hal yang disebutkan di atas, menjadi jelas bagi kita,bahwa wawasan agama harus dapat digabungkan denganpertimbangan-pertimbangan kepakaran yang lain. Karenanya,menjadi penting untuk memahami peranan agama dalam melihatmasalahnya tidak hanya dari sudut agama belaka, melainkansecara menyeluruh dari berbagai bidang. Menjadi pertanyaanpenting bagi kita, adakah Islam dapat menerima jawaban multifungsidan multi-bidang seperti ini.*****Jelaslah dari uraian di atas, bahwa aplikasi atau penerapanpenerapanajaran agama, termasuk agama Islam, memangbersifat sangat sulit dan sangat komplek dalam kehidupan nyata.Karenanya, kita harus bersikap hati-hati dalam masalah ini; kitatidak dapat berlepas-tangan dari aspek-aspek penyediaan jawabandari sudut pandangan agama atau justru hanya mengandalkandiri.Pendekatan ini menjadi sesuatu yang bersifat komprehensif,di mana berlawanan dengan lembaga yang lain dari pemerintahyang sama, guna memungkinkan jawaban-jawaban dalam halini. Penulis beranggapan faktor nilai (values) turut menentukantindakan-tindakan manusia untuk memecahkan masalah-masalahyang mereka hadapi dalam kehidupan nyata. Sungguh rumitbukan? {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 191


DEMOCRACY PROJECTISLAMDAN KESEJAHTERAAN RAKYATDalam fiqh dikemukakan keharusan seorang pemimpinagar mementingkan kesejahteraan rakyat yangdipimpin, sebagai tugas yang harus dilaksanakan: “kebijaksanaandan tindakan Imam (pemimpin) harus terkait langsungdengan kesejahteraan rakyat yang dipimpin” (tasharruf alimâm‘alâ al-ra’iyyah manûtun bi al-maslahah), menetapkan hal inidengan sangat jelas. Tujuan berkuasa bukanlah kekuasaan itusendiri, melainkan sesuatu yang dirumuskan dengan kata kemaslahatan(al-maslahah). Prinsip kemaslahatan itu sendiri seringkaliditerjemahkan dengan kata “kesejahteraan rakyat”, yang dalamungkapan ekonom dosen Harvard dan mantan Duta BesarAmerika Serikat (AS) untuk India, John Kenneth Galbraith,sebagai “The Affluent Society”.Dalam bahasa pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD)1945, kata kesejahteraan tersebut dirumuskan dengan ungkapanlain, yaitu dengan istilah “masyarakat adil dan makmur”. Itulahtujuan dari berdirinya sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI) dalam siklus berikut: hak setiap bangsa untuk memperolehkemerdekaan, guna mewujudkan perdamaian dunia yangabadi dan meningkatkan kecerdasan bangsa, guna mencapaitujuan masyarakat adil dan makmur. Dengan menganggapnyasebagai tujuan bernegara, UUD 1945 jelas-jelas menempatkan192 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTkesejahteraan/keadilan-kemakmuran sebagai sesuatu yangesensial bagi kehidupan kita.Dalam hal ini, menjadi nyata bagi kita bahwa prinsip menyelenggarakannegara yang adil dan makmur menurut UUD1945, menjadi sama nilainya dengan pencapaian kesejahteraanyang dimaksudkan oleh fiqh tadi. Hal inilah yang harus dipikirkansecara mendalam oleh mereka yang menginginkan amandementerhadap UUD 1945. Tidakkah amandemen seperti itudalam waktu dekat ini, akan merusak rumusan tujuan bernegaratersebut?*****Tingginya kesejahteraan suatu bangsa, dengan demikianmenjadi sesuatu yang esensial bagi Islam. Saudi Arabia dannegara-negara teluk lainnya telah mencapai taraf ini, walaupunmasalah keadilan di negeri-negeri tersebut masih belum terwujudseluruhnya. Keadilan baru dibatasi pengertiannya pada keadilanhukum belaka, namun keadilan politik dan budaya belum terwujud.Dengan demikian, masih menjadi pertanyaan besar, apakahnegara-negara tersebut demokratis ataukah belum? Memangterasa, jawaban atas pertanyaan di atas bersifat sangat pelik,apalagi dalam hal ini kita berhadapan dengan sebuah pertanyaanbesar: benarkah demokrasi berdasarkan hak bersuara bagi tiapindividu (one man one vote principle) telah mencerminkan demokrasiyang sesungguhnya?Penulis mengemukakan hal ini dengan maksud agar halitu dibicarakan secara serius dalam wacana terbuka bagi kaummuslimin. Haruskah kita menerima pencapaian kesejahteraandan terselenggaranya keadilan sekaligus sebagai persyaratandemokrasi? Jawaban yang jujur tentang hal ini memang sangatdiperlukan, jika diinginkan wacana itu sendiri mempunyai nilaidan arti yang tinggi.Jalinan antara kesejahteraan dan keadilan menjadi sangatISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 193


DEMOCRACY PROJECTpenting bagi kaum muslimin di negeri ini, paling tidak bagikaum santri yang melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupansehari-hari. Pentingnya upaya tersebut dapat dilihat pada tidaktercapainya keadilan maupun kesejahteraan di negeri ini,walaupun ia memiliki tiga sumber alam yang tidak dimiliki olehnegara-negara lain: hutan yang lebat yang dikenal sebagaiparu-paru dunia, kekayaan tambang yang luar biasa dankekayaan laut yang kini banyak dicuri orang. Kegagalanmencapai kesejahteraan hidup bagi rakyat banyak itu, dapatdikembalikan sebabnya kepada kebijakan ekonomi danperaturan-peraturan semenjak kemerdekaan kita, yang lebihbanyak ditekankan pada kepentingan orang kaya/cabang atasdari masyarakat kita, bukan kepentingan rakyat banyak.*****Karena eratnya hubungan antara kebijakan/tindakanpemerintah di bidang ekonomi dan pencapaian kesejahteraan,jelas bagi kita ajaran Islam memang belum dilaksanakan dengantuntas oleh bangsa kita selama ini. Dikombinasikan dengankorupsi dan pungutan-pungutan liar yang ada, maka secara keseluruhandapat dikatakan telah terjadi penguasaan aset-asetkekayaan bangsa. Dan dari penguasaan seperti itu dapatkah diharapkanakan tercapai kesejahteraan yang merata bagi bangsakita? Jawaban atas pertanyaan ini, menunjukkan keharusan bagikita untuk berani banting setir/kemudi dalam upaya mencapainya.Kalau tidak, berarti kita rela membiarkan sebagian besarbangsa kita hidup di bawah garis kemiskinan atau tidak jauhdari garis tersebut. Inginkah kita hal itu akan terjadi, manakalakita ingat tujuan mendirikan negeri ini?Jelaslah bagi kita bahwa, pencapaian kesejahteraan yangmerata bagi seluruh bangsa kita, merupakan amanat agama juga?Bukankah kita menjadi berdosa jika hal ini dilupakan dan kitatetap tidak melakukan perbaikan? Bukankah penjualan tanah dan194 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTaset-aset lain oleh rakyat kecil di pedesaan kita, sekedar untukmemperoleh makanan saja, merupakan kejahatan kita atas agamayang tidak dapat dimaafkan?Jawaban atas rangkaian pertanyaan di atas, membawa kitakepada keharusan menempuh kebijakan dan tindakan baru dibidang ekonomi: pengembangan ekonomi rakyat dalam bentukmemperluas dengan cepat inisiatif mendirikan dan mengembangkanUsaha Kecil dan Menengah (UKM). Dalam hal ini,segenap sumber-sumber daya kita harus diarahkan kepada upayatersebut, yang berarti pemerintah langsung memimpin tindakanitu. Ini tidak berarti kita menentang usaha besar dan raksasa,melainkan mereka harus berdiri sendiri tanpa pertolongan pemerintahdan tanpa memperoleh keistimewaan apapun. Selain itu,kita tetap berpegang pada persaingan bebas, efisiensi dan permodalanswasta dalam dan luar negeri.Jelaslah dari uraian di atas, upaya menegakkan ekonomirakyat seperti itu tidak terlepas dari tujuan UUD 1945 atau ajaranIslam. Pencapaian kesejahteraan/maslahah menurut ajaran Islamdan pencapaian masyarakat adil dan makmur menurut UUD 1945adalah sesuatu yang esensial bagi kita. Tanpa orientasi itu, apapunyang kita lakukan akan bertentangan dengan kedua-duanya.Cukup mudah dalam perumusan, tapi sangat sulit dalam pelaksanaan,untuk melakukan upaya banting setir/kemudi di bidangekonomi, bukan? {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 195


DEMOCRACY PROJECTISLAM:ANTARA BIROKRASI DANPASAR BEBASDalam menguraikan sejarah ekonomi bangsa-bangsaTimur Tengah, Charles Issawi menunjuk kepada BangsaMesir. Bangsa ini sulit melepaskan diri dari birokrasipemerintahan, karena tradisi sejarah itu yang menunjukkan kekuatanmereka semenjak ribuan tahun yang lalu. Di mulaidengan Fir’aun/Paraoh yang menjadi manifestasi kekuasaanTuhan di muka bumi, melalui para sultan yang menjadi wakilnyadan kekuasaan kaum imperialis yang luar biasa, birokrasi pemerintahmenjadi sesuatu yang kokoh dengan adanya SosialismeArab di bawah Gamal Abdel Naser. Birokrasi pemerintahan mengembangkandiri begitu rupa, hingga kepentingan-kepentingannyaseringkali disamakan dengan kepentingan rakyat banyak,sebuah hal yang secara perlahan-lahan tapi pasti sedang merasukikehidupan kita sebagai bangsa.Hal ini jarang dipikirkan orang, dan mau tak mau kita harusmengaitkannya dengan konsep negara Islam yang saat ini ditiuptiupkanoleh sementara orang. Karenanya, sebuah pertanyaanharus dijawab sebelum meneruskan pemikiran tentang konseptersebut yaitu: di manakah letak birokrasi pemerintahan dalamsebuah konsep negara Islam? Ini diperlukan, untuk menghindarkansebuah negara Islam, kalau konsep seperti itu dapat dibuatdan kemudian dilaksanakan, karena hal itu akanmenyangkut kepentingan kita bersama sebagai bangsa.196 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTDapat saja keinginan itu dianggap sebagai sesuatu yangmengada-ada, tetapi ia harus dibicarakan di sini untuk memperolehkejelasan tentang posisi Islam dalam kehidupan kita sebagaibangsa yang bernegara dan bermasyarakat. Jika ini kita abaikan,jangan-jangan kita dihadapkan kepada semakin kuatnyabirokrasi pemerintahan dalam kehidupan kita. Ini untuk menghindarkankita dari penyesalan berkepanjangan, jika gagasantentang konsep negara Islam dapat diwujudkan.*****Ketika penulis menanyakan kepada Datuk Seri Dr. MahathirMuhamad, tentang keputusan Malaysia keluar dari kungkunganDana Moneter Internasional (IMF), beliau menjawab bahwa gurubesar Massachussets Institute of Technology (MIT), Paul Krugmanyang menganjurkan hal itu. Ketika guru besar itu singgah diJakarta, penulis bertanya kepadanya; apakah hal itu sebaiknyajuga dilakukan oleh Indonesia? Beliau menyatakan, Malaysiadapat melakukannya karena memiliki birokrasi yang bersih danramping (clean and lean bureaucracy), dan Indonesia sebaiknyatidak melakukan hal itu, karena tidak memiliki birokrasi sepertiyang disebutkan tadi. Penulis tidak menjawabnya, karena disadarikita memang memiliki birokrasi pemerintahan yang terlalubesar dan korup.Karena itu, yang ingin diutamakan adalah beberapa hal,dimulai dari peningkatan pendapatan pegawai negeri sipil danwarga TNI/POLRI. Persenjataan dan kesejahteraan mereka harusditingkatkan secara drastis, kalau diinginkan mereka tidak terlibattindakan-tindakan korup dan penyelundupan. Tanpa dilakukannyakedua hal itu, mustahil kita akan memiliki birokrasi yangjujur. Sementara itu, pengalihan tenaga-tenaga birokrasi harusterus dilakukan begitu rupa, agar tempat-tempat yang memerlukannyamemperoleh tenaga birokrat yang cukup, dan tempattempatyang tidak begitu memerlukan terlalu banyak akanISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 197


DEMOCRACY PROJECTmemperoleh birokrasi sejumlah yang diperlukan.Demikian pula, status purnawirawan harus diterapkan padawaktunya agar tidak menghambat karier maupun kemungkinanpromosi generasi muda. Jika hal ini dilaksanakan secara konsekuen,dalam waktu beberapa tahun saja akan tercapai keseimbanganantara kebutuhan birokrasi dan tersediannya tenagauntuk itu. Pada tahap itulah kita baru dapat melakukan rekonsiliasikepegawaian –seperti yang ditentukan oleh undangundang.Memang berat tugas menciptakan birokrasi dalamjumlah dan tingkatan yang sesuai dengan kebutuhan, tapimemang masa depan bangsa ini tergantung sepenuhnya padakemampuan kita untuk mewujudkan keseimbangan seperti itu.*****Hal itu berarti keharusan menciptakan profesionalismepenuh bagi sistem kepegawaian kita. Kitab suci al-Qurân menyebutkankeharusan itu dengan istilah “memenuhi janji merekadi kala mengucapkan sumpah prasetia kepada jabatan” (walmûfûna bi ‘ahdihim idzâ ‘âhadû)(QS al-Baqarah(2):176). Adakah sebuahjanji yang lebih besar dari pada sesuatu yang diucapkanketika menyatakan janji prasetia kepada jabatan? Karena itulahprofesionalisme harus ditegakkan, guna memungkinkan kitamenepati janji prasetia yang kita ucapkan ketika pertama kalimenerima jabatan.Birokrasi pemerintahan memang diperlukan oleh sebuahnegara modern, namun birokrasi seperti itu haruslah benar-benarprofesional, untuk membantu dalam pengambilan keputusanpemerintah serta mencari kebijakan yang diperlukan untuk menyejahterakanrakyat. Tetapi, birokrasi pemerintahan bukanlahentitas independen, melainkan sebagai pihak yang selalu berpegangkepada kepentingan warga negara kebanyakan.Jelaslah dari uraian di atas, bahwa Islam tidak memberikankekuasaan mutlak kepada birokrasi pemerintahan untuk198 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTberbuat semau mereka. Tetapi, Islam juga memandangpentingnya arti birokrasi pemerintahan yang baik, karenasegenap kebijakan pemimpin tidak dapat dipisahkan daripelaksanaannya oleh sebuah birokrasi pemerintahan.Sebaliknya, pasar bebas yang merupakan inti dari sistemekonomi hanya akan terwujud tanpa terlalu besarnya birokrasipemerintahan. Karenanya, birokrasi pemerintahan yang tidakterlalu besar dan tunduk sepenuhnya kepada para pemimpinpolitik sebagai pengambil keputusan terakhir, merupakankeharusan yang tak dapat ditawar lagi (conditio sine qua non,mâ lâ yatimmu al-wâjibu illâ bihî fahua wâjibun). Tidakkah lalumenjadi jelas bagi kita, bahwa menurut pandangan Islam,birokrasi pemerintahan seharusnya berukuran tidak terlalubesar dan memiliki wewenang serba terbatas. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 199


DEMOCRACY PROJECTISLAMDAN TEORI PEMBANGUNAN NASIONALNabi Muhammad Saw bersabda: “setiap kalian adalahpenggembala, dan seorang penggembala akan ditanyatentang gembalaannya” (kullukum râ’in wa kullu râ’inmas’ûlun ‘an ra’îyyatihi). Hal ini merupakan landasan moral bagisetiap warga negara untuk mempertanyakan orientasi dan teoripembangunan nasional yang dipakai di negaranya. Sejauh ini,yang diajukan selalu hanya orientasi pembangunan yang elitisdan teori pembangunan nasional yang sekuler. Sangat sedikitperhatian diberikan pada orientasi dan teori pembangunan nasionalyang diambil dari ajaran agama. Padahal, banyak sekaliaspek-aspek spiritual yang dapat dijadikan landasan bagi teoripembangunan nasional yang lebih menyeluruh dan orientasipembangunan yang memiliki sisi keagamaan sangat kuat.Akibat yang sangat terasa bagi kita dewasa ini adalah orientasipembangunan kita yang serba elitis dan hanya mementingkankaum kaya dan cabang atas dari masyarakat kita, sedangkanbanyak sekali para orang kaya –yang di kemudian hari menjadikonglomerat hitam, dengan membawa lari modal pinjaman merekake luar negeri. Ini adalah akibat langsung dari orientasi pembangunanyang serba elitis tadi, yang bertumpu pada eksporproduk-produk ke luar negeri, dan sama sekali tidak memberikanperhatian pada pembentukan modal secara besar-besaran kepada200 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTUsaha Kecil dan Menengah (UKM), minimal dengan pemberiankredit murah bagi mereka, serta pemberian kemudahan-kemudahandan fasilitas-fasilitas lain. Akibatnya, adalah krisis ekonomidan keuangan yang berkepanjangan di negeri kita, hinggadewasa ini.Untuk meredam suara protes yang mencari sebab-musababkedua krisis ini, dikemukakanlah acuan-acuan seperti persaingan,perniagaan internasional yang bebas dan keharusan berefisiensi.Padahal ketiga patokan itu berarti persyaratan yang harusdipenuhi, jika diinginkan gerak perekonomian yang sehat bagisebuah negara. Orientasi memajukan gerak ekonomi, baik yangbersifat elitis seperti memajukan konglomerasi, maupun yangprofesional dengan bersandar pada pertumbuhan UKM yangkuat, mengharuskan adanya kompetisi yang ketat, penghormatankepada tata niaga internasional dan kemampuan efisiensi yangtinggi.*****Ukuran tunggal yang digunakan dalam menilai majunyaperekonomian, memang berbeda dari teori pembangunan nasionalyang sekuler dari teori pembangunan nasional yang lebihlengkap (baik aspek spiritual keagamaan maupun aspek-aspeklainnya). Teori pembangunan nasional yang sekuler selalu bermuladari tinggi rendahnya pendapatan nasional sebuah bangsa,dengan menggunakan berbagai pertimbangan kuantitatif.Sedangkan teori pembangunan nasional yang bersumber padaagama, senantiasa bermula dari tanggungjawab menciptakanmasyarakat yang adil dan makmur (menurut bahasa UUD 1945),sedangkan menurut ajaran agama Islam dinamai kesejahteraan.Perbedaan titik tolak dalam memandang hasil pembangunannasional ini, tidak dapat dihindarkan, karena memang cara melihatmasalahnya pun berbeda. Dari sudut pandang spiritual keagamaan,yang dinilai adalah capaian individu warga masyara-ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 201


DEMOCRACY PROJECTkat, sedangkan bagi teori pembangunan nasional yang sekuler,yang dipentingkan adalah capaian makro masyarakat secarakeseluruhan. Tentu saja cara pandangnya pun berbeda satu dariyang lain, karena perbedaan titik tolak tersebut.Dari perbedaan teori yang digunakan, yang akhirnya perbedaandalam cara memandang pembangunan nasional, jelasbahwa kita harus memilih antara teori pembangunan nasionalyang sekuler atau teori pembangunan yang lebih menyeluruh.Tentu saja pilihan orang seperti penulis lalu jatuh pada teoripembangunan nasional yang lebih berorientasi spiritual/keagamaan.Karena, di samping ukuran-ukuran kuantitatif sepertipenghasilan nasional, capaian umur rata-rata warga negara –baik pria dan wanita serta pemilikan rata-rata perorangan tiappenduduk sebuah negara terhadap mobil, rumah, telepon dansebagainya, juga digunakan ukuran non-materiil –sepertikeadilan, HAM, dan kemakmuran kolektif. Jadi, ukuran yangdigunakan tidak hanya satu corak saja, tapi memiliki beragamukuran dari satu ke lain bidang.Ini menjadi sesuatu yang penting, karena dengan ukuranukurankuantitatif akan tetap terdapat disparitas yang tinggidalam kehidupan di berbagai sektor, seperti perniagaan, pertukangandan sebagainya. Justru di negara-negara berkembang,disparitas itu terasa sangat tinggi. Sedangkan di negara-negaraberteknologi maju hal itu kurang terasa. Kecenderungan masyarakatdi Jepang, misalnya, yang membatasi perbedaan pendapatantertinggi sekitar 20 kali lipat pendapatan terendah,membuat masyarakat tidak terlalu dilanda kecemburuan sosialyang besar. Dengan ungkapan lain, kapitalisme di negara-negaraberteknologi maju telah membentuk susunan masyarakat yanglebih kecil kesenjangannya, sesuatu yang belum ada pengaturannyadi negara-negara yang sedang berkembang.*****202 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTDengan demikian, slogan-motto-semboyan yangdigunakan dalam pembangunan nasional pun juga berbeda.Nah, perbedaan ini harus dicari sumber-sumbernya dalam teoripembangunan nasional yang digunakan. Inilah yang membuatpenulis membedakan teori pembangunan nasional yang sekulerdari teori yang juga memasukkan dalam dirinya aspek-aspekspiritual-keagamaan. Pencarian orientasi lebih lengkap inidilakukan penulis, karena ia melihat ketimpangan-ketimpangandalam orientasi pembangunan yang sedang berjalan, yangmemanjakan golongan atas dan pengusaha kaya belaka.Perhatian kurang sekali diberikan, kepada teori pembangunannasional yang lebih lengkap, yang memunculkan orientasikesejahteraan bersama seluruh warga negara, di sampingukuran kuantitatif yang lazim digunakan. Krisis ekonomifinansial yang melanda kehidupan bangsa kita dewasa ini, jelasdiakibatkan oleh orientasi pembangunan nasional yang terlaluelitis, dan mengabaikan ukuran-ukuran seperti kesejahteraanbersama, keadilan sosial, penegakan hukum dan pelaksanaanhak-hak asasi manusia.Jelaslah dengan demikian, bahwa ukuran mikro dan makroyang benar harus sama-sama digunakan dalam mengukurcapaian pembangunan nasional kita. Ini berarti perubahan besardalam cara memandang strategi pembangunan nasional yangdigunakan. Di samping optimasi persaingan, penerimaan tulusterhadap tata niaga internasional dan penghargaaan rasionalkepada efisiensi (yang lebih bersifat ukuran-ukuran mikro),digunakan juga orientasi yang benar akan keadilan sosial, kedaulatanhukum dan HAM. Dengan kata lain, di sampingukuran-ukuran kuantitatif yang bersifat mikro, digunakan jugaukuran-ukuran kualitatif dalam arti orientasi pada keadilan,kedaulatan hukum dan kepentingan rakyat banyak sebagai halhalmakro yang juga harus diperhatikan. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 203


DEMOCRACY PROJECTISLAMDAN GLOBALISASI EKONOMIGlobalisasi ekonomi dunia, saat ini sering diartikansebagai persaingan terbuka, ketundukan mutlak padakompetisi dan penerimaan total atas “kebenaran” tataniaga internasional yang diwakili oleh World Trade Organisation(WTO). Benarkah dan cukupkah hal ini, menjadi perhatian kitamelalui tulisan ini. Dalam uraian ini, akan tampak bagaimanapandangan tentang hal-hal tersebut, dan dimaksudkan akan tercapaikejelasan mengenai hal ini dalam uraian berikut.Dengan kata lain, globalisasi ekonomi dimaksudkan untukmembenarkan dominasi perusahaan-perusahaan besar atasperekonomian negara-negara berkembang, yang tentu saja akansangat merugikan negara-negara tersebut. Karena itulah, tentanganatas WTO dan pengertian globalisasi seperti itu justrudilancarkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) internasionalyang berpangkalan di negara-negara berteknologi maju.Penentangan terbuka atas WTO oleh LSM internasional di Seatle,mempengaruhi sikap negara-negara berkembang, yang dimunculkandalam konferensi WTO di Qatar tahun lalu.Namun, tentangan terhadap gagasan globalisasi ekonomiitu tidak dilanjutkan dengan kampanye besar-besaran untukmenumbuhkan pengertian baru atas kata globalisasi itu sendiri.Yang terjadi adalah sebuah pendekatan negatif, yang tanpadiikuti kampanye besar-besaran untuk mensukseskan sebuahpendekatan positif berupa pengertian baru akan kata globalisasitersebut. Dengan kegagalan menampilkan strategi positif itu204 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTtampak bahwa pengertian lama yang negatif tentang globalisasitetap berlaku. Hal ini tentu berbeda, misalnya, dengan strategiBung Karno untuk menyerang imperialisme dengan mengemukakanalternatifnya, yaitu negara-negara Asia-Afrika.Dalam memahami arti globalisasi di luar pengertian yangsudah lazim, kita dapat juga bertitik tolak dari pandangan agamatentang pembangunan nasional. Pandangan itu, berangkat dariapa yang dimaksudkan agama Islam tentang fungsi ekonomidalam kehidupan sebuah masyarakat, bertumpu pada dua faktorutama: arti barang dan jasa bagi kehidupan manusia dan bagaimanamasyarakat menggunakan barang dan jasa tersebut. Modal,dalam pandangan ini, adalah sesuatu yang diperlukan untukmembuat sesuatu barang atau jasa bagi kehidupan masyarakat.Dalam memandang modal seperti itu, menjadi jelas bahwa keuntungan/profitmerupakan hasil sekunder yang tidak hanyamemperbaiki kehidupan pemilik modal, tapi juga ia tidak berakibatmenyengsarakan pembeli/pengguna barang tersebut.Maksudnya, laba tidak hanya berfungsi menguntungkanpemilik modal, tapi ia juga berfungsi menciptakan keadilandalam hubungan antara produsen dan konsumen. Dengan katalain, laba/keuntungan tidak boleh bersifat manipulatif, berartitidak dibenarkan penggunaan sebuah faktor produksi, untuk memanipulasipihak lain. Dalam pandangan Islam, tidak diperkenankanadanya pendekatan laisses faire (kebebasan penuh) yangmenjadi ciri kapitalisme yang paling menonjol. Dalam pandanganini, benda dan jasa harus memberikan keuntungan pada keduabelah pihak, hingga hilanglah sifat eksploitatif dari sebuahtransaksi ekonomi. Dengan ungkapan lain, yang dijauhi olehIslam bukanlah pencarian laba/untung dari sebuah transaksiekonomi, melainkan sebuah pencarian laba/untung yang bersifateksploitatif.Dengan pendekatan non-eksploitatif semacam itu,memang tidak dibenarkan adanya perkembangan pasar tanpacampur tangan pemerintah, minimal untuk mencegah terjadinyaISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 205


DEMOCRACY PROJECTeksploitasi itu sendiri. Di sinilah peranan negara menjadi sangatpenting, yaitu menjamin agar tidak ada manusia/warga negarayang terhimpit oleh sebuah transaksi ekonomi. Manusia harusdiutamakan dari mekanisme pasar dan bukan sebaliknya. Jikaprinsip non-eksploitatif dalam sebuah transaksi ekonomi sepertidigambarkan di atas terjadi, maka dengan sendirinya pengertianakan globalisasi juga harus dijauhkan dari dominasi sebuahnegara/perusahaan atas negara/perusahaan lain. Karena itu,globalisasi dalam pengertian lama yang hanya mementingkansatu pihak saja haruslah dirubah dengan pengertian baru yanglebih menekankan keseimbangan antara pemakai/penggunasebuah barang/jasa dan penghasil (produsennya).Dengan demikian, pencarian untung/laba dalamglobalisasi tidak harus diartikan sebagai kemerdekaan penuhuntuk melikuidasi saingan mereka, melainkan justru diarahkanpada tercapainya keseimbangan antara kepentingan produsendan konsumen. Penyesuaian antara kepentingan pihakkonsumen dan produsen ini, tentulah menjadi titik penyesuaianantara kepentingan berbagai negara satu sama lain di bidangekonomi dan perdagangan.Di lihat dari sudut penafsiran seperti itu, dalam pandanganIslam diperlukan keseimbangan antara kepentingan negaraprodusen barang/jasa dan negara pengguna barang/jasa tersebut,sehingga tercapai keseimbangan atas kehidupan internasionaldi bidang ekonomi/finansial. Dengan kata lain, keadilantidak memperkenankan kata globalisasi digunakan untukmenjarah kepentingan sesuatu bangsa atau negara, hingga kataitu sendiri berubah arti menjadi tercapainya keseimbanganantara kedua belah pihak. Singkatnya, WTO seharusnyaberperan mendorong perkembangan ke arah itu, bukannyamenjamin kebebasan berniaga secara penuh, dengan hasilterlemparnya bangsa atau perusahaan lain karenanya.Sederhana, bukan? {}206 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTSYARI’ATISASIDAN BANK SYARI’AHJudul di atas keluar dari pengamatan penulis yang melihatproses “penyantrian” kaum muslimin di seluruh dunia Islamsaat ini. Tentu saja, pendapat ini berdasarkan pengamatansebelumnya, bahwa ratusan juta muslimin dapat dianggap sebagaiorang-orang “Islam statistik” belaka alias kaum musliminyang tidak mau atau tidak dapat menjalankan ajaran-ajaran agamamereka. Orang-orang seperti itu, di kalangan “kaum santri”di negeri kita, dikenal dengan nama “orang-orang abangan” (nominalmuslim). Mereka berjumlah sangat besar, jauh lebih besardaripada kaum santri. Jika di masa lampau ada anggapan, bahwakaum santri yang melaksanakan secara tuntas ajaran-ajaran agamamereka berjumlah sekitar 30 % dari penduduk Indonesia, makaselebihnya, mayoritas bangsa ini tidak melaksanakan “kewajiban-kewajiban”agama dengan tuntas.Karena “ menyadari” hal itu, dengan kata lain menganggapIslam baru tersebar dalam lingkup tauhid di negeri kita, makapara wakil berbagai organisasi Islam, menerima pencabutan PiagamJakarta dari pembukaan UUD 1945. Ki Bagus Hadikusumo,Kahar Mudzakir, Abikusno Tjokrosuyoso, Ahmad Subardjo,Agus Salim, A. Wahid Hasyim menerima pencabutan piagamitu dengan mewakili organisasi masing-masing. Tentu merekabersikap seperti itu, karena secara de facto telah berkonsultasiISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 207


DEMOCRACY PROJECTdengan kawan-kawan lain dari organisasi masing-masing, ataupaling tidak mereka mengetahui sikap itu diterima secara umumdi kalangan gerakan Islam di Indonesia. Hanya dengan keyakinanseperti itulah, mereka akan mengambil sikap seperti dikemukakandi atas. Pengetahuan sejarah tersebut sangat diperlukan,untuk mengetahui jalan pikiran para wakil berbagai perkumpulanIslam itu, sebuah kenyataan sejarah yang penting untuk mengetahuimotif dari keputusan yang diambil tersebut.Pada saat ini, organisasi-organisasi Islam menguasai wacanapolitik dan budaya di negeri kita. Sebagaimana terlihat dalamdemikian banyak para “santri” yang membeberkan pandangandan pemikiran mengenai kedua bidang tersebut dalam mediakhalayak. Walaupun yang dibicarakan adalah topik-topik yangsangat beragam, yang hanya sebagian saja menyangkut aspekaspekagama Islam, namun hampir duapertiga paparan pendapatdan pemikiran itu berasal dari “dunia santri”. Bahkan merekayang tidak menjalankan seluruh ajaran Islam dalam kehidupansehari-hari telah turut bersama-sama menyatakan pendapat danpandangan kaum santri di media khalayak. Ternyata fakta initidak terbantahkan, sehingga banyak pegamat asing tentangIndonesia, berpandangan bahwa sangatlah penting untuk mengetahuipandangan kaum santri tentang berbagai hal yangmenyangkut Indonesia.*****Salah satu perkembangan yang menarik untuk diamatiadalah pelaksanaan syari’at (jalan hidup kaum muslimin), yangumumnya terkodifikasikan dalam kehidupan masyarakat santridi negeri kita. Walaupun tidak semua ajaran Islam dijalankandengan tekun, paling tidak slogan “syari’atisasi” telah dilakukanoleh mereka yang “sadar” akan pentingnya Islam sebagai “pemberiwarna” hidup bangsa kita. Bahkan, berbagai lembaga perwakilanrakyat di tingkat propinsi, kabupaten dan kota, telah208 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTmembuat sesuatu yang melanggar “kesepakatan bersama”untuk tidak mengaitkan negara kepada kehidupan beragamasecara formal atau resmi. Karena itu, ketika penulis masihmenjadi Presiden, telah mengusulkan agar tiap PeraturanDaerah yang isinya bertentangan dengan undang-undang dasardianggap batal.Karena itulah, perkembangan upaya “syari’atisasi” harusdimonitor terus, semestinya perkembangan itu harus sejalandengan keputusan sidang kabinet yang tertera di atas. Nah,mengapa sampai sekarang belum ada pelaksanaan syari’ah dibeberapa daerah yang dinyatakan bertentangan dengan UUD1945? Jawabnya, karena Mahkamah Agung yang seharusnyamemberikan kata akhir bagi pembahasan hal-hal mendasar bagikehidupan kita bersama, tidak menjalankan kewajibannya.Sebuah Mahkamah Agung yang benar-benar menjalankankewajiban, tentulah tidak takut kepada tekanan berbagai pihak,termasuk “kaum teroris”. Karena ketakutan itu, MahkamahAgung kita akhirnya tidak memberikan kontribusi apa-apa dalammenyelesaikan berbagai masalah sangat penting bagi negeri kita.Mahkamah Agung kita sekarang takut kepada tekanan yangingin memberlakukan syari’ah Islam, maka benarlah apa yangdikatakan Franklin D. Roosevelt, Presiden USA yang meninggaldunia tahun 1945, bahwa apa yang harus kita takuti adalah ketakutanitu sendiri (what we have to fear is fear itself).Umpamanya, Peraturan Daerah yang dibuat DPRDSumatera Barat bahwa perempuan tidak boleh bekerja sendiriansetelah jam 09.00 malam tanpa “dikawal” seorang keluarga dekat,jelaslah sekali bertentangan dengan UUD 1945, yang menyamakankedudukan, hak-hak dan kewajiban-kewajiban warga negaralelaki dan perempuan. Syari’atisasi macam inilah yang seharusnyadilihat bertentangan dengan UUD 1945, atau tidak oleh MA yangpenakut itu. Kalau ada upaya membuat syari’atisasi yang sejalanatau tidak bertentangan dengan UUD 1945, persoalannya adalahpenggunaan nama “syari’ah” itu sendiri. Tentu itu dilakukanISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 209


DEMOCRACY PROJECTdengan tujuan “meng-Islamkan” perundang-undangan dinegeri ini, sesuatu yang sebenarnya berbau politik. MantanKetua Mahkamah Agung Mesir, Al-Ashmawi pernahmengemukakan dalam sebuah buku, bahwa tiap undangundangyang berisikan pencegahan dan hukuman (deterrenceand punishment) pada hakikatnya dapat diperlakukan sebagaibagian dari hukum Islam.Jelaslah dengan demikian, upaya melakukan syari’atisasidengan menggunakan kerangka Al-Ashmawi itu, adalah apayang oleh fiqh (hukum Islam) dan cabang-cabangnya dinamai“melakukan hal yang tidak perlu, karena sudah dilakukan” (tahsilal-hasil). Namun saat ini, yang tercapai hanyalah penamaan saja,sedangkan substansi atau isinya tidak diperhatikan, sehinggadilakukan secara sembarangan saja. Sedangkan seharusnya,proses syari’atisasi lebih tepat dilakukan oleh masyarakat sendiri,tanpa penggunaan nama syari’ah. Hal tersebut dapat terjadisebagai proses dalam hidup bernegara. Dengan demikian dapatdisimpulkan, penyebutan syari’ah dalam produk-produk DPRDpropinsi, kabupaten dan kota hanya bersifat politis saja, sesuatuyang perlu disayangkan, karena terbawa oleh kerancuankerangka berpikir kita sendiri.*****Dalam hal ini perlu kita menyayangkan, bahwa beberapabank pemerintah telah mendirikan bank syari’ah, sesuatu halyang masih dapat diperdebatkan. Bukankah bank seperti itu menyatakantidak memungut bunga bank (bank interest) tetapimenaikkan ongkos-ongkos (bank cost) di atas kebiasaan? Bukankahdengan demikian terjadi pembengkakan ongkos yang tidaktermonitor, merupakan sesuatu yang berlawanan dengan prinsipprinsipcara kerja sebuah bank yang sehat. Lalu, bagaimanakahhalnya dengan transparansi yang dituntut dari cara kerja sebuahbank agar biaya usaha dapat ditekan serendah mungkin.210 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTKarenanya, banyak bank-bank swasta dengan parapemilik saham non-muslim, turut terkena “demam syari’atisasi”tersebut. Hal itu disebabkan oleh kurangnya pengetahuanmereka tentang hukum Islam tersebut. Begitu juga, sangatkurang diketahui bahwa Islam dapat dilihat secarainstitusional/kelembagaan di satu pihak, dan sebagai kultur/budaya di pihak lain. Kalau kita mementingkan budaya/kultur,maka lembaga yang mewakili Islam tidak harus dipertahankanmati-matian, seperti partai Islam, pesantren, dan tentu sajabank syari’ah. Selama budaya Islam masih hidup terus, selamaitu pula benih-benih berlangsungnya cara hidup Islam tetapterjaga. Karena itu, kita tidak perlu berlomba-lombamengadakan syari’atisasi, bahkan itu dilarang UUD 1945 jikadilakukan oleh pihak pemerintah dan lembaga-lembaga negara.Mudah dikatakan, namun sulit dilaksanakan bukan? {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 211


DEMOCRACY PROJECTEKONOMI RAKYATATAUKAH EKONOMI ISLAM?Dalam tiga dasawarsa terakhir ini, beberapa pemikirmengemukakan apa yang mereka namakan sebagai teoriekonomi Islam. Semula, gagasan tersebut berangkat dariajaran formal Islam mengenai riba dan asuransi, yang berintikanpenolakan terhadap bunga bank sebagai riba, dan praktek asuransiyang bersandar pada sifat “untung-untungan”. Ditambahkandalam kedua hal itu, penolakan pada persaingan bebas(laisses faire) sebagai sistem ekonomi yang banyak digunakan.Intinya dalam hal ini adalah sikap melindungi yang lemah danmembatasi yang kuat seperti dalam pandangan Islam.Dalam perkembangan berikutnya, dasawarsa 80-an memunculkansejumlah orang yang dianggap menjadi eksponenpandangan ekonomi Islam. Mereka banyak berasal dari lingkunganlembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga tak heranjika mereka mengacu pada orientasi kepentingan rakyat kecil danmenolak peranan perusahaan-perusahaan besar dalam tatananekonomi yang ada waktu itu. Namun, mereka gagal mengajukansebuah teori yang bulat dan utuh yang dapat dianggap mewakiliekonomi Islam. Keberatan mereka terhadap praktek-praktekkolusi, korupsi dan nepotisme (KKN), monopoli dan dominasi(hasil kerjasama pengusaha dengan para pejabat pemerintahan),adalah keberatan yang tidak didukung oleh teori yang lengkap,212 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTdan dengan demikian hanya dianggap sebagai orientasikelompok belaka.Dengan perubahan kebijaksanaan di masa pemerintahanPresiden Soeharto, di ujung dasawarsa itu dan didukung pulaoleh kemunculan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI),kelompok tersebut lalu berubah pikiran dan ikut memperebutkanjabatan sebagai pejabat pemerintah. Ini berarti, mereka lebihmengutamakan pendekatan institusional, dengan merebutinstitusi-institusi pemerintahan, dan cenderung meninggalkanperjuangan kultural. Namun, “kemenangan” institusional itutidak membuat mereka semakin kuat, karena mereka tidak dapatmenghambat korupsi, dan bahkan akhirnya justru mereka sendirilahyang melakukan korupsi. Akhirnya mereka menghambapada kekuasaan, dengan mengusung pendekatan institusionaldalam perjuangan, dan melupakan perjuangan kultural. Justruorganisasi-organisasi Islam seperti Muhammadiyah danNahdlatul Ulama (NU) yang mempelopori perlawanan kulturalitu, dengan tetap menolak untuk melegitimasi institusi pemerintahan.*****Dengan demikian, watak merakyat dari perjuangan ditingkat bawah berubah menjadi perjuangan politik. Karenanya,hal-hal ekonomi pun juga diukur dengan ukuran-ukuran politik.Nyata sekali dalam hal ini, contohnya yang terjadi dengan KreditUsaha Tani (KUT). KUT yang semula merupakan program ekonomi,dengan cepat berubah menjadi sebuah program politik.Yaitu mengusahakan sebuah program pendukung kekuasaanuntuk menang dalam pertarungan politik melawan pihak-pihaklain, tanpa memandang kecakapan ekonomis dan kemampuanfinansial. Jadilah program itu seperti sekarang ini, yakni menjadibulan-bulanan pihak Pengadilan Negeri (PN) karena klien-nyadihadapkan pada pengadilan, termasuk di dalamnya para kyai.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 213


DEMOCRACY PROJECTIni semua, merupakan kenyataan yang tidak dapat dibantaholeh siapapun, dan metamorfosa yang terjadi adalah bagiandari perjuangan politik, dan bukan bagian dari perjuanganekonomi.Dengan perubahan perjuangan ekonomi menjadi perjuanganpolitik, otomatis upaya menolong rakyat kecil hanya menjadisisa-sisa. Bahwa upaya politik mempertahankan institusi, baikitu institusi mikro seperti proyek-proyek yang tergabung dalamKUT, maupun upaya makro untuk mempertahankan kekuasaan,jelas menggambarkan kenyataan menarik: kegagalan dalam mengembangkanapa yang dinamakan ekonomi Islam, baik dalamteori maupun praktek. Rentetan yang terjadi adalah upaya pelestariankekuasaan secara politis juga menghadapi kegagalan pula.Turut hancur pula dalam proses ini, pengembangan teoriekonomi Islam, karena ia dikait-kaitkan dengan kekuasaan yangada. Keadaan diperparah oleh kenyataan tidak adanya peninjauanulang terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintahdi masa lampau. Ini berarti, gagasan tentang ekonomi Islam dinegeri kita, tidak pernah didasarkan atas peninjauan mendalamdari kebijakan, langkah-langkah dan keputusan-keputusan pemerintahdi bidang tersebut. Bagaimana akan dibuat acuanmengenai sebuah sistem ekonomi Islam, kalau fakta-fakta ekonomidan finansial semenjak kita merdeka tak pernah ditinjau ulang?*****Dari tinjauan ulang itu akan dapat diketahui, bahwa tatananekonomi dan finansial kita, di dasarkan hampir seluruhnya ataskecenderungan menolong sektor yang kuat dan mengabaikansektor yang dianggap sebagai ekonomi lemah. Ketimpangan inidapat dilihat, umpamanya dalam hal pemberian fasilitas, kemudahandan pertolongan bagi usaha kuat. Apalagi, setelah pengusaha-pengusahaketurunan Tionghoa, yang belakangan menjadikonglomerat, berhasil menguasai sektor tersebut. Ekonomi rakyat214 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTmenjadi semakin tidak diperhatikan, dan ungkapan-ungkapantentang ekonomi rakyat itu dalam kebijakan pemerintahhanyalah bersifat retorika belaka.Alokasi dana untuk pengembangan ekonomi rakyat dalamRencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN),umpamanya, menunjukkan betapa sedikitnya perhatian kepadasektor ini. Kebocoran RAPBN, yang dalam perkiraan Prof.Soemitro Djojohadikusumo telah mencapai 30% dari jumlah anggaran,menjadikan sangat kecilnya perhatian pemerintah kepadasektor ini. Belum lagi matinya kreatifitas usaha kecil dan menengah(UKM) di hadapan birokrasi pemerintahan yang sangatkaku. Ketika mencari pemecahan bagi masalah-masalah yangdihadapi tadi, disinilah tampak adanya kegagalan terhadap apayang dinamakan ekonomi Islam. Itulah sebabnya, mengapapemikiran mengenai ekonomi Islam sekarang menjadi sangatmandul.Ketika Drs. Kwik Kian Gie mengemukakan keinginan agarIndonesia keluar dari dana moneter internasional (IMF, InternationalMonetary Fund), tak ada seorang pun dari para pemikirgagasan ekonomi Islam itu yang menyatakan suara menerimaatau menolak pandangan tersebut. Ini tentu disebabkan oleh perubahanbesar dari pemikiran ekonomi menuju pada upayapolitik seperti digambarkan di atas.Padahal, salah satu gagasan yang sering dilontarkan penulissecara lisan dalam rapat-rapat umum di seluruh bagian negeriini, jelas mengacu pada kebutuhan tersebut. Yaitu keharusan kitauntuk mempertahankan kompetisi, tata niaga internasional danefisiensi yang rasional, merupakan bagian yang tidak bisa ditinggalkandari sebuah kebangkitan ekonomi. Namun, yang harusdidorong sekuat tenaga, adalah ekonomi rakyat dalam bentukkemudahan-kemudahan, fasilitas-fasilitas dan sistem kreditsangat murah bagi perkembangan UKM dengan cepat. Dibarengidengan peningkatan pendapatan pegawai negeri sipil dan militer,yang harus dilakukan guna mendorong peningkatan kemampu-ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 215


DEMOCRACY PROJECTan daya beli (purchasing power) mereka.Perkembangan gagasan ekonomi Islam jelas menunjukkankemandulan, karena hanya bersifat normatif dan menggangguperumusan pemikiran-pemikiran responsif. Dengan kata lain,gagasan ekonomi Islam itu lebih cenderung untuk mempermasalahkanaspek-aspek normatif, seperti bunga bank danasuransi. Artinya, pemikiran yang dikembangkan dalam gagasanekonomi Islam itu lebih banyak menyangkut nilai-nilai daripadapencarian cara-cara atau aplikasi yang justru diberlakukan olehnilai-nilai tersebut. Jadi, masalahnya cukup sederhana bukan?{}216 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTAPAKAH ITU EKONOMI RAKYAT?Penulis kata pengantar buku “Perekonomian Indonesia dariBangkrut Menuju Makmur” (Teplok Press, Januari 2003),bukanlah seorang ahli ekonomi. Karena itu, tidak mengetahuilebih mendalam tentang ekonomi rakyat (people economics),dan tidak tahu hal-hal lain mengenai sebuah perekonomian,kecuali dua hal saja. Pertama, ekonomi adalah pemenuhan kebutuhanmanusia, dan bahwa ia memiliki mekanisme sendiri.Selebihnya, haruslah dirumuskan oleh para ahli ekonomi sendiri,dan mereka harus mempertimbangkan kaitan sebuah perekonomiandengan hal-hal lain dalam kehidupan seperti, politik,hukum, teknologi, pasar, agama dan lain-lain. Dengan kata lain,kebijakan ekonomi (economic policy) tidak pernah sepenuhnyadapat diterapkan, sehingga harus selalu diingat keterkaitanekonomi dengan hal-hal lain dalam kehidupan sebuah negara.Kedua, sebuah perekonomian tidak pernah terlepas dari perdagangan,baik ditingkat lokal, nasional maupun internasional,dengan demikian tidak pernah ada tempat untuk memisahkanperekonomian kita sendiri dari perekonomian global, yang membuatkita sengsara lebih dari perkiraan kita sendiri.Hal ini dapat kita lihat pada perjalanan sejarah bangsabangsadi dunia ini, yang baru berjalan puluhan ribu tahun saja.Karenanya, sangatlah menarik untuk melihat bagaimana kebijakanekonomi yang diambil dalam sejarah sebuah bangsa. Hal ituISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 217


DEMOCRACY PROJECTmemberikan pengaruh sangat besar kepada para pemimpinbangsa yang bersangkutan, dalam menentukan kebijakan demikebijakan selanjutnya. Ini adalah bidang tersendiri, yang seringdinamai sejarah perekonomian (economic history), yang merupakandisiplin ilmu, yang harus diketahui seorang penguasa pemerintahan.Namun wajar saja, jika seorang penguasa tidak mengetahuihal itu, mereka mengira apa yang mereka putuskan hanyabersifat teknis belaka, paling tinggi sebagai sebuah “keputusanpolitik”. Dengan demikian, mereka tidak menyadari keputusanmereka sebenarnya menyangkut bidang politik ekonomi. Bagaikansusu seekor kerbau yang diberi nama sapi, artinya “susukerbau dianggap sebagai susu sapi” hanya karena sama-samaputih warnanya.Kerancuan mengira apa yang dibacanya atau diamatinyadari sejarah sebuah bangsa, adalah sebuah keputusan politik,padahal itu adalah keputusan politik ekonomi, pernah juga dialamioleh penulis kata pengantar ini (selanjutnya disebut penulis).Pada waktu baru di terbitkan, penulis membaca karya ArthurM. Schlesinger Jr, penulis pidato masa mendiang PresidenKennedy, yang berjudul “The Age of Jackson”. Sebagai dosenUniversitas Harvard di bidang sejarah, ia menghasilkan apa yangoleh penulis dianggap sebagai buku sejarah. Baru belakangandisadari penulis, bahwa yang dilakukan Presiden Jackson ituadalah mengambil keputusan politik ekonomi yang sangatmendasar. Jackson memutuskan untuk mengangkat KepalaGubenur Bank Sentral Amerika dari seorang Jerman berkewarganegaraanAmerika Serikat. Ia memimpin sekian orang direkturdengan jabatan gubenur, dan bersama mereka mengemudikanFederal Reserve System.*****Keputusan Jackson membawa perubahan mendasar atasjalannya sistem ekonomi di negara tersebut. Karena ia meng-218 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTanggap pemimpin Bank Sentral di negerinya harus ditetapkanpresiden dengan persetujuan kongres. Padahal teori kapitalismeklasik menyatakan pemerintah tidak boleh ikut campur dalamurusan ekonomi nasional, dan pengangkatan pejabat ekonomidan finansial sepenuhnya menjadi wewenang pihak swastabukan pemerintah. Tetapi Jackson justru mengangkat parapejabat pemerintahan untuk mengelola Bank Sentral itu. Hal inimenunjukkan keyakinan Jackson, bahwa urusan Bank Sentraltidak terbatas hanya pada bidang ekonomi saja, melainkan jugamenyangkut pengelolaan uang pajak yang dibayarkan rakyatsebagai warga negara. Untuk melakukan pengelolaan itu danseterusnya, juga menggunakannya untuk keperluan rakyat, harusdilakukan oleh “orang-orang pemerintah”. Dengan demikian,Jackson berkeyakinan Bank Sentral bukanlah semata-matabertanggung jawab atas jalannya perekonomian nasional, melainkanjuga bertanggung jawab atas tingkat kesejahteraan rakyat.Apa yang dilakukan Presiden Jackson itu, melahirkan apayang disebut sebagai “kapitalisme rakyat” (folks capitalism).Bahwa negara biangnya kapitalisme seperti Amerika Serikat,dapat mengembangkan paham kerakyatan seperti itu, adalahsuatu hal yang sangat menarik. Ini menunjukkan kapitalismebukan barang mati melainkan dapat berkembang sesuai dengankebutuhan. Kebencian Bung Karno terhadap kapitalisme, sebenarnyaadalah penolakan terhadap kapitalisme klasik itu, yanghanya dipergunakan untuk mencari keuntungan maksimal bagipara pemilik modal belaka. Jika kapitalisme itu dapat menerimamodifikasi, dan dapat dipakai untuk tujuan memperbaiki tingkathidup dan kesejahteraan rakyat di sebuah negara, ia tidak patutlagi dibenci seperti itu. Karena itu, kebencian Bung Karno terhadapkapitalisme klasik, bukanlah sesuatu yang harus berlakusecara tetap atau permanen, melainkan juga harus diarahkankepada modifikasi ideologi tersebut.Dengan demikian, jelaslah bahwa ada perbedaan besarantara berpikir ilmiah dan berpikir ideologis. Secara ilmiahISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 219


DEMOCRACY PROJECTpandangan apapun memiliki kemungkinan menerima modifikasi,yang terkadang merubah orientasi dan sejarah pandanganitu sendiri. Sedangkan pemikiran ideologis adalah sesuatu yang“jahat”. Karena itu kita harus bedakan benar pemikiran ideologisdan pemikiran ilmiah. Sewaktu membuat pledoi (pembelaan) dimuka pengadilan kolonial di tahun 1931, sikap Bung Karno memangbenar, melawan kapitalisme klasik itu. Ini karena pandangantersebut digunakan untuk menindas bangsa kita. Karena itulah,Bung Karno menulis pledoinya tersebut, yang belakanganditerbitkan dalam bentuk buku berjudul “Indonesia Menggugat”.*****Sebuah contoh lain dapat dikemukakan dalam hal ini yaitukebijakan Dr. Hjalmar Schacht, Menteri Perekonomian Jermantahun 30-an, di bawah Kepala Pemerintahan Adolf Hitler. Iamemutuskan membangun jaringan jalan aspal yang halus (autobahnen)di seluruh negeri, sepanjang lebih dari 80.000 kilometer.Pembuatan jalan raya mobil menggunakan hotmix itu, dengansendirinya menaikkan pendapatan bangsa tersebut, yang kemudianmendorong munculnya industri pembuatan barang (manufacturingindustry) yang kuat. Kita ingat pabrik lokomotif Kruffdan mobil Volkswagen yang tangguh. Bahwa kemudian Hitlertidak mengikuti konsekuensi pandangan Schacht itu, yaitudengan menempuh kebijakan lebensraum (ruang hidup), denganmenjarah negeri-negeri lain, tidak merubah kenyataan bahwapandangan Schacht itu merupakan sesuatu yang sangat diperlukanbangsa Jerman.Kesalahan Hitler itu, yang berakibat pecahnya Perang DuniaII dengan korban 35 juta jiwa melayang, kemudian diganti olehsebuah pandangan lain yang belakangan dikemukakan oleh Kanselir(Perdana Menteri) Jerman Barat Ludwig Erhard. Denganpandangan yang terkenal “Sozialen Marktwirtschaft”, adalah sebuahupaya untuk meneruskan upaya Schacht itu. Dengan220 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTpandangannya itu, Erhard mementingkan fungsi sosial, peningkatankesejahteraan dan perebutan pasar bagi industri di Jermandi seantero dunia. Yang direbut bukanlah negara, melainkanpasar tanpa melalui peperangan dan melanggar perikemanusian.Jelas ini merupakan modifikasi atas kapitalisme klasik yang olehKarl Marx dan Friederich Engels dianggap mengandung benihbenih“kontradiksi struktural” yang akan menimbulkan kekerasan.Kaum kapitalisme akan berhadapan dengan kaum proletardalam sebuah kontradiksi maha dahsyat, yang akan meliputiseluruh dunia.*****Buku yang ada di tangan pembaca ini, ditulis oleh HendiKariawan memang tidak banyak kalangan menyebutkan kontradiksiseperti itu, ataupun menggambarkan modifikasi ataskapitalisme klasik yang dilakukan oleh tokoh-tokoh sepertiAndrew Jackson. Tetapi buku ini sendiri adalah pencerminandari sebuah pandangan, bahwa perekonomian nasional sebuahnegeri memang harus mengabdi kepada kesejahteraan dantingkat hidup tinggi (high living standard) suatu bangsa. Ini adalahjuga pandangan dari kapitalisme klasik yang mengalami modifikasi.Bahwa hal itu kemudian dinamai pandangan ekonomirakyat, tidak dapat menghilangkan kenyataan adanya modifikasiitu sendiri. Selama perekonomian nasional berdasarkan persainganatau kompetisi terbuka, dan tetap dalam lingkup perdaganganinternasional yang bebas dan menggunakan prinsipefisiensi rasional. Selama itu pula ia tetap akan memelihara semangatkapitalisme walaupun dengan nama lain.Sumbangan pemikiran ekonomi dari buku ini, adalah sesuatuyang harus kita hargai. Dalam bahasa lain, buku ini manyajikandaya hidup (vitalitas) yang terkandung dalam paham kapitalisme,perlu dikaji secara ilmiah, bukan secara ideologis. Bahwakemudian muncul sosialisme sebagai lawan kapitalisme tidakISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 221


DEMOCRACY PROJECTberarti “konfrontasi” itu bersifat tetap/permanen. Kalaumeminjam filsafat Hegel tentang thesa melawan antithesa akanlahir sinthesa, maka dari kapitalisme klasik melawan sosialismeakan lahir pandangan ekonomi rakyat seperti yangdigambarkan buku ini. {}222 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTEKONOMI DITATADARI ORIENTASINYASejak kemerdekaan di tahun 1945, orientasi ekonomi kitabanyak ditekankan pada kepentingan para pengusahabesar dan modern. Di tahun 1950-an, dilakukan kebijakanBenteng, dengan para pengusaha pribumi atau nasional memperolehhampir seluruh lisensi, kredit dan pelayanan pemerintahuntuk “mengangkat” mereka. Hasilnya adalah lahirnya perusahaan“Ali-Baba” , yaitu dengan mayoritas pemilikan ada di tanganpara pengusaha keturunan Tionghoa dan pelaksana perusahaanseperti itu dipimpin oleh “pengusaha pribumi”. Ternyata, kebijakanitu gagal. ‘Si Baba’ atau pengusaha keturunan Tionghoa,karena ketekunan dan kesungguhannya mulai menguasai duniausaha, baik yang bersifat peredaran/perdagangan barang-barangmaupun pembuatan/produksinya, walau adanya pembatasanruang gerak warga negara keturunan Tionghoa, untuk tidakaktif/memimpin di bidang-bidang selain perdagangan.Demikian pula dengan sistem quota dalam pendidikan, mautidak mau mempengaruhi ruang gerak warga negara keturunanTionghoa di bidang perdagangan saja. Mereka dengan segeramemanfaatkan kelebihan uang mereka, untuk membiayai pendidikananak-anak mereka di luar negeri. Karena tidak terikat dengansistem beasiswa yang disediakan pemerintah, dengan pembagian“rata-rata” untuk berbagai bidang studi, mereka laluISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 223


DEMOCRACY PROJECTmemanfaatkan kecenderungan besar di luar negeri, untukmemberikan perhatian lebih besar kepada pendidikan berbagaibidang usaha: teknologi, produksi, kimia, komunikasi terapan,kemasan (package), pemasaran, penciptaan jaringan (networking)dan permodalan. Di tahun-tahun terakhir ini, mereka bahkansudah mencapai tingkatan kesempurnaan (excellence) dalambidang-bidang tersebut, seperti terbukti dari hasil-hasil yangdicapai anak-anak mereka di luar negeri.Karena itu tidaklah mengherankan, jika lalu dunia usaha(bisnis) mereka kuasai. Para manager/pimpinan usaha ada ditangan mereka, bahkan hal itu terasa pada tingkat usaha dibidang keuangan/ finansial, hampir seluruhnya mereka kuasaisecara nyata. Bahkan Bulog dan Dolog hampir seluruhnyaberhutang uang pada mereka. Sehingga praktis merekalah yangmenentukan jalannya kebijakan teknis, dalam hal-hal yangmenyangkut sembilan macam kebutuhan pokok bangsa. Tidakmengherankan jika lalu ada pihak yang merasa, ekonomi negerikita dikuasai oleh keturunan Tionghoa. Itu wajar saja. Bahkanlontaran bahasa mereka akan menjadi sangat berbahaya, jika ditutup-tutupi oleh pemerintah dan media dalam negeri. Namun,harus segera ditemukan sebuah kerangka lain, untuk menghindarkanlontaran-lontaran perasaan yang emosional seperti itu.Janganlah berbagai reaksi itu, lalu berkembang karena dipercayaoleh orang banyak.Dalam hal ini, diperlukan adanya sebuah penataan ekonomibangsa kita, penataan itu harus dilakukan karena kesenjangankaya-miskin memang menjadi besar dalam kenyataan. Bagaimanapunjuga harus diakui, bahwa apa-apa yang terbaik di negerikita, dikuasai/dimiliki oleh mereka yang kaya, baik “golonganpribumi” maupun “golongan keturunan Tionghoa”. Untukmenyelamatkan diri dari kemarahan orang melarat, baik yangmerasa miskin ataupun yang memang benar-benar tidak menguasai/memilikiapa-apa, maka elite ekonomi/orang kaya“kalangan pribumi” selalu meniup-niupkan bahwa perekono-224 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTmian nasional kita dikuasai/ dimiliki para pengusaha“golongan keturunan Tionghoa”. Karena memang selama inimedia nasional dan kekuasaan politik selalu berada di tanganmereka, dengan mudah saja pendapat umum dibentuk denganmenganggap “golongan keturunan Tionghoa”, yang lazimdisebut golongan non-pribumi, sebagai penguasa perekonomianbangsa kita.Kesan salah itu dapat segera dibetulkan, dengan sebuahkoreksi total atas jalannya orientasi perekonomian kita sendiri.Koreksi total itu harus dilakukan terhadap orientasi yang lebihmementingkan pelayanan kepada pengusaha besar dan raksasa,apapun alasannya, termasuk klaim pertolongan kepada pengusahanasional “pribumi”, haruslah disudahi. Yang harus ditolongadalah pengusaha kecil dan menengah, seperti yangdiinginkan oleh Undang-Undang Dasar yang kita miliki, maupunberbagai peraturan yang lain. Dengan demikian tidaklah tepatuntuk mempersoalkan “pribumi” dan “non-pribumi”, karenapersoalannya bukan terletak di situ, masalahnya adalah kesenjanganantara kaya dan miskin.Jadi, yang harus dibenahi, adalah orientasi yang terlalumelayani kepentingan orang-orang kaya, atas kerugian orangmiskin. Kita harus jeli melihat masalah ini dengan kacamata yangjernih. Perubahan orientasi itu terletak pada dua bidang utama,yaitu pertolongan kepada UKM, Usaha Kecil dan Menengah danupaya mengatasi kemiskinan. Kedua langkah itu harus disertaipengawasan yang ketat, disamping liku-liku birokrasi, yang memangmerupakan hambatan tersendiri bagi upaya memberikankredit murah kepada UKM. Padahal, apapun upaya yang dilakukanuntuk menolong UKM, tentulah menghadapi hambatan.Jadi, haruslah dirumuskan kerangka yang tepat untuk tujuan ini.Dan tentu saja, upaya mengatasi kemiskinan menghadapi begitubanyak rintangan dan hambatan terutama dari lingkunganbirokrasi sendiri.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 225


DEMOCRACY PROJECT****Tujuan pemerintah dan kepemimpinan dalam pandanganIslam adalah maslahah al-‘âmmah, yang secara sederhana diterjemahkandengan kata kesejahteraan. Kata kesejahteraan ini,dalam Undang-Undang Dasar kita, dinamakan keadilan dankemakmuran. Sekaligus dalam pembukaan UUD 1945diterangkan, bahwa tujuan bernegara bagi kita semuadiibaratkan menegakkan masyarakat yang adil dan makmur.Ini juga menjadi sasaran dari ketentuan Islam, denganpengungkapan “kebijakan dan tindakan seorang pemimpin atasrakyat yang dipimpinnya, terkait langsung dengan kepentinganrakyat yang dipimpinnya” (tasharruf al-imâm manûthun bi-almashlahah).Dalam bahasa sekarang, sikap agama seperti itu dirumuskansebagai titik yang menentukan bagi orientasi kerakyataan. Itulahyang seharusnya menjadi masalah arah kita, dalam menyelenggarakanperekonomian nasional. Bukannya mempersoalkan aslidan tidak dengan latar belakang seorang pengusaha. Pandanganpicik seperti itu, sudah seharusnya digantikan oleh orientasiperekonomian nasional kita yang lebih sesuai dengan kebutuhanmayoritas bangsa.Masalahnya sekarang, perekonomian nasional kita terkaitsepenuhnya dengan persaingan bebas, keikutsertaan dalam perdaganganinternasional yang bebas dan mengutamakan efisiensirasional. Karenanya orientasi ekonomi rakyat harus difokuskankepada prinsip “menjaga dan mendorong” UKM. Namun sebelumnyadalam hal ini adalah, keharusan merubah orientasi perekonomiannasional itu sendiri.226 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTBENARKAH HARUS ADAKONSEPNYA?Pertanyaan di atas haruslah diajukan kepada pemerintahansekarang ini, yang tampaknya tidak memiliki konsep apapun dalam menangani krisis multidimensi yang menghinggapibangsa kita saat ini. Sebab kenyataannya, pemerintahtidak memiliki keberanian untuk mengambil satu sikap sajadalam setiap persoalan. Karena konsistensi pandangan yangdiambil tidak diperhatikan, maka orientasi permasalahan tidakpernah memiliki kejelasan. Bukti yang paling jelas adalah, inkonsistensidalam orientasi ekonomi kita. Di satu pihak, kita merasakanadanya kecenderungan untuk membiarkan optimalisasikeuntungan, yaitu perusahaan mendiktekan “keharusan-keharusan”yang kemudian diikuti pemerintah. Di antaranya adalahdihilangkannya bentuk-bentuk subsidi bagi kebutuhan masyarakat,untuk menghilangkan “kerugian-kerugian” setiap usaha.Contoh yang paling jelas dan aktual adalah berbagaikenaikan tarif dan harga penjualan BBM. Jelas, hal itu disebabkanoleh desakan luar negeri, agar supaya segala macam subsididihilangkan. Hal itu diperlukan, guna menghindarkan “kerugian”pada berbagai BUMN. Dengan kata lain, perlunya subsidibagi sejumlah hajat hidup orang banyak, adalah sebuah keharusan.Yang perlu diubah bukanlah adanya subsidi itu sendiri,melainkan terjadinya biaya tinggi ekonomi (high cost economy),akibat permainan birokrasi pemerintah. Ini berarti diperlukanISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 227


DEMOCRACY PROJECTkeberaniaan moral yang tinggi dan kemauan politik yang kuat,untuk melakukan pengikisan KKN. Bukan dengan mengurangisubsidi yang akan menyusahkan rakyat banyak saja. Namun,justru kebalikannya yang terjadi. Seperti yang kita lihat dewasaini KKN tampak bertambah merajalela.Dengan demikian, masyarakat ditimpa dua hal yangsebenarnya berbeda satu dengan yang lain. Di satu pihak, rakyatmenderita akibat dicabutnya subsidi dari berbagai hal yangmenjadi kebutuhan pokok. Termasuk hal yang secara politisdianggap sebagai “kebutuhan pokok”, yaitu perdagangan dunia,rakyat juga “terkena imbasnya” akibat kemahiran birokrasipemerintahan ber-KKN. Kedua hal inilah yang dikhawatirkanakan menciptakan situasi sangat negatif bagi perekonomiannasional kita, dan bahkan revolusi atau anarki sosial yang tidakterkendalikan lagi. Dalam ungkapan lain, bahaya akan terjadinyakonflik horisontal haruslah benar-benar dirasakan pemerintah,justru agar supaya kita tidak terdesak oleh perkembangan keadaanyang sama sekali tidak terduga. Itu adalah akibat dari langkanyakonsep dalam menangani permasalahan krisis multidimensiyang kita hadapi saat ini.******Menjelang keberangkatan ke Semarang, di ruang tungguBandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, penulis mendengarkantayangan televisi mengenai aktivitas sebuah LSM di KabupatenSimalungun (Sumatera Utara), yang mengusahakan agarmasyarakat merasakan perlunya penjagaan atas kepemilikanhutan pohon Meranti di sebuah suaka alam yang hanya seluas200 Ha. Hal itu ternyata berdampak pada terlindung dan terjaganyahutan itu dari para perambah hutan, karena masyarakatmerasa pen-ting kelestarian hutan Meranti itu. Ini menunjukkanbahwa rasa turut memiliki oleh rakyat, sebagai sebuah faktordalam perekonomian kita, memang sangat dibutuhkan. Jadi,228 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTpenghapusan subsidi secara semena-mena akan sangat mempengaruhikemampuan kita untuk menyelesaikan krisisekonomi, karena hilangnya faktor rakyat tadi.Apa yang terjadi di Kecamatan Purba Tengah di kawasanSimalungun itu bersesuaian sepenuhnya dengan usul ErnaWitoelar, semasa menjadi Menteri Permukiman dan PengembanganWilayah, dengan gagasan agar masyarakat diberi kepemilikansejumlah tertentu atas hutan-hutan kita, agar merekamerasa berkepentingan untuk menjaga kelestarian hutan. Usulitu diajukan untuk mencegah pembakaran hutan oleh orangorangyang membakar hutan hanya untuk membuat ladangtanaman saja. Gagasan itu diajukan dalam sidang kabinet waktuitu, untuk mengatasi pembakaran hutan.Di sini jelas tidak ada perbedaan antara upaya mengatasipembakaran hutan dari upaya untuk melestarikanya. Keduapandangan itu tertuju pada sebuah kenyataan, betapa pentingnyamenciptakan rasa memiliki hutan-hutan kita oleh masyarakatluas. Ini dimungkinkan, jika pemerintah mengenal sangat dalamatas adanya rasa memiliki itu di kalangan masyarakat.Jadi, faktor masyarakat menjadi sesuatu yang tidak dapatdipungkiri lagi oleh siapa pun, terutama pemerintah. Tanpaadanya rasa memiliki seperti itu, sia-sialah kebijakan apa punyang akan di ambil, walaupun para perumus kebijakan itu sendiriadalah tokoh-tokoh intelektual dengan berbagai gelar ilmu daribeberapa perguruan tinggi, yang memiliki reputasi ilmiah yangsangat baik. Jadi, benarlah kata sebaris sajak Arab: “Bukanlahorang muda kalau mengatakan itulah bapak kami (yang berbuat),melainkan seorang pemuda berkata inilah Aku” (laisa al-fatâ manyaqûlû kâna abî wallâkin al-fatâ man qâlâ hâ’anâ dza).****Jadi, sikap untuk menghamba kepada orang luar tanpamemikirkan kerugian orang banyak adalah sikap yang sangatISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 229


DEMOCRACY PROJECTsempit, yang didasarkan ketakutan pada pihak asing itu sendiri.Dalam ajaran Islam, kepentingan orang banyak itu dirumuskansebagai kebutuhan umum (al-mashlahah al-ammah) yangdalam bahasa kita digantikan oleh kata kesejahteraan. Dalampembukaan Undang-Undang 1945, hal itu dirumuskan sebagaimasyarakat adil dan makmur. Kata adil (al-adlu) dankemakmuran (al-rohfalah), menunjukkan orientasimementingkan kebutuhan orang banyak dan kesejahteraanmereka (moril dan materiil). Jadi, orientasi kepentingan orangbanyak menjadi ukuran penyelenggaraan pemerintahan dalamIslam. Menarik sekali, ungkapan fiqh “kebijakan dan tindakanseorang pemimpin atas/bagi rakyat yang dipimpin, harusterkait langsung, dengan kesejahteraan mereka (tasharruf al-Imâm ‘alâ al-ra’iyyah manûthun bi al-mashlahah). Karena itu,kepentingan rakyat adalah ukuran satu-satunya dalam Islambagi penyelenggaraan pemerintah yang baik.Dalam dunia modern sekarang, kebijakan subsidi yang tidakbegitu mempengaruhi perdagangan bebas selalu terjadi. Sepertidi Amerika Serikat, dana milyaran dollar US untuk membeli danmenyimpan susu dan produk ikutannya (keju, mentega, dsb),dimasukkan dalam anggaran belanja negara (federal budget) tiaptahunnya. Mengapa? Karena subsidi yang diberikan itu menyangkutpersediaan dan permintaan (supply and demand).Mengapa kita tidak berani menetapkan ukuran sendiri mengenaiharga minyak bumi dan barang-barang tambang lainnya?Bukankah mark-up dan pungutan–pungutan yang dibebankankepada Pertamina, mengakibatkan mahalnya bahan bakar dinegeri ini? Bukankah dalam hal ini diperlukan subsidi tertentukepada minyak bumi kita? Subsidi untuk kendaraan maupunsubsidi untuk pengangkutan yang diperlukan bagi rakyatkebanyakan? Jadi, penghapusan subsidi bahan bakar tanpamelihat keperluan rakyat, berarti kita menaikkan biaya penghidupanbagi masyarakat kebanyakan, tanpa diimbangi olehkenaikan pendapatan.230 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTJadi, kebijakan mengurangi subsidi minyak atau menghilangkansubsidi bahan bakar minyak adalah sebuah tindakankapitalistik, tanpa melihat aktifitas bagi kebanyakan orang.Sikap ini jelas menunjukkan tekanan-tekanan beberapa negarakuat di Barat atas pemerintah kita. Kalau pemerintah lalumenaikan harga BBM dan menaikkan tarif-tarif tertentu, inijelas menunjukkan orientasi memaksimalkan keuntungan(profit maximalization) telah berhasil didesakkan oleh negaranegarakapitalis kepada pemerintah, walaupun bertentangandengan UUD 1945 yang berorientasi memenuhi kebutuhanorang banyak. Tugas kita adalah memberikan koreksi ataskeputusan tersebut, karena sudah demikian jelas Islamberorientasi kepada kebutuhan orang banyak. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 231


DEMOCRACY PROJECTKEMISKINAN,KAUM MUSLIMIN DAN PARPOLPenulis di datangi rombongan ini di kantornya pada suatusiang. Singkatan nama mereka adalah R, S, H dan F. Rmenjadi kontraktor dan supplier sebuah perusahaan negarayang besar, si S semula bekerja di sebuah perusahaan swastadan sekarang menjadi supplier bagi pemerintah daerah di sebuahpropinsi. H dan F juga pengusaha yang aktif, tapi penulis tidakbertanya tentang jenis kegiatan mereka. Dua hal penting yangpenulis lihat dalam kiprah mereka adalah: mereka pimpinandaerah sebuah parpol, dan dengan demikian menjadi “anakbuah” penulis; dan mereka mempunyai SPK (surat perintah kerja)dari Pemerintah Daerah tempat tempat mereka tinggal, untukmenjadi supplier agrobisnis bagi rakyat di tempat mereka tinggalatau pelaksana bisnis.Yang menarik perhatian penulis, adalah cara berpikirmereka. Di satu sisi, mereka tidak mengandalkan diri pada cara–cara politik lama seperti pembagian kaos oblong dan sejenisnya,dalam meraih perolehan suara melalui pemilu akan datang; dandi pihak lain,mereka langsung menghubungkan masalah politikdengan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, merekamelihat politik sebagai sebuah proses, dan tidak mendasarkankegiatan politik atas cara-cara usang, melainkan dengan pendekatanmenghilangkan kemiskinan. Dalam bahasa klise, yang232 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTmereka perbuat bukanlah memberikan ikan kepada rakyat,melainkan memberikan kail pada mereka untuk mencari ikansendiri. Ini berarti, tingkat kesejahteraan rakyat, ditentukan olehmasyarakat sendiri, bukan orang lain. Pendekatan baru ini, katakanlahsebuah pendekatan struktural dalam menangani masalahkemiskinan bersifat memberdayakan masyarakat, dan tidakbertumpu pada santunan kepada mereka. Pendekatan sepertiinilah yang jarang terlihat dalam pendekatan politik pada masyarakatyang terbiasa dengan janji kosong untuk memberantaskemiskinan, dan hanya menerima santunan materi dan himbauanmoral belaka dalam kampanye pemilihan umum.*****Sebuah tindakan merubah kehidupan masyarakat terjadiketika rakyat Amerika Serikat memilih Presiden Jackson dalamAbad ke 19 Masehi. Mereka memilih pemimpin yang mengertibenar mana yang menjadi hak rakyat, dan mana yang menjadihak perorangan para kapitalis/bangkir /industrialis. Mereka, dimata Jackson adalah orang-orang yang harus melakukan kegiatanekonomi dalam arti membangun dan membesarkan perusahaandi berbagai bidang tetapi tingkat kesejahteraan rakyat, adalahtanggung jawab Presiden dan Kongres yang dipilih untukperiode tertentu oleh rakyat. Ini berarti, keduanya tidak bolehdicampur aduk dan pemisahan ini harus tercermin dalam kebijakanpemerintah di bidang ekonomi dan finansial/keuangan.Ia melihat Bank Sentral Amerika Serikat di samping menjadi alatpemupukan modal negara, juga menyangkut pengelolaan uangpajak penduduk negeri; dan karena itu pengelolaanya ada padamereka. Maka American Federal Reserved System sebagai BankSentral negara tersebut, haruslah diisi dengan pimpinan yangditunjuk rakyat melalui Presiden dan Kongres sebagai lembagaperwakilan rakyat. Ini adalah langkah pertama kearah FolksKapitalism (kapitalisme rakyat), yang berbeda dari kapitalismeISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 233


DEMOCRACY PROJECTklasik dari John Stuart Mill. Akibat sikapnya ini, Jackson harusberhadapan dengan para kapitalis/bankir/industrialis yangberanggapan, pemerintah sama sekali tidak boleh campur tangandalam Bank Sentral.Pendapat Jackson itu sebenarnya adalah pendekatan struktural,artinya, hanya dengan perubahan struktur menujupemberdayaan warga masyarakat yang dapat mengurus diri sendiribarulah masyarakat itu sendiri akan terbebas dari kemiskinan.Jika hal ini yang akan dicapai melalui pemilu, dengansendirinya perubahan itu akan menuju pada hilangnya kemiskinan.Karena terjadi perubahan struktur masyarakat, kalautadinya rakyat hanya menunggu santunan pemerintah ataupihak-pihak tertentu saja, maka dengan cara pemberian kail inimasyarakat akan mampu memecahkan masalah-masalah ekonomimereka sendiri. Di sinilah terletak hubungan antara sebuahsistem ekonomi ideal dengan sistem ekonomi yang ada.Kemampuan rakyat mengubah nasib mereka sendiri denganbantuan parpol dan sistem politik yang ada merupakanmasalah pokok yang dihadapi oleh pemilu yang demokratis danmelayani kepentingan rakyat. Yang dihasilkan adalah para anggotaperwakilan rakyat, seperti Dewan Perwakilan Rakyat yangbenar-benar bertanggung jawab atas keselamatan negeri dalamarti yang luas, yang berfungsi baik, dengan wewenang-wewenangyang jelas. Dengan cara itulah pembagian wewenang antarapihak-pihak eksekutif, legislatif, dan yudikatif terjaga dalamkeseimbangan yang nyata, karena semua berkewajiban melayanimasyarakat dan masing-masing tidak mementingkan pelayanandari masyarakat kepada dirinya.****Bagi kaum muslimin hal ini benar-benar merupakan kebutuhanmutlak. Kitab suci al-Qur’ân menyatakan; “ Dibuatkan bagikaum muslimim kehinaan dan kemiskinan” (dhuribat a’laihim al-234 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTdzillatu wa al-maskanah) (QS al-Baqarah(2):61), berarti Islammenolak kemiskinan sebagai sesuatu yang langgeng dan tetap ,Islam menganggap kedua hal berubah-ubah menurut strukturmasyarakat. Dengan demikian, terserah kepada manusia jualahuntuk menghapuskan atau melestarikan kemiskinan itu. Tuhanatau nasib tidak terkait dengan hal itu, sepenuhnya diserahkankepada manusia. Termasuk di dalamnya struktur masyarakatyang menghapuskan atau melestarikan kemiskinan itu sendiri.Walaupun banyak sekali pemahaman kaum muslimin yangmenganggap masalah kemiskinan sebagai kepastian dari Allah,karena itu harus diganti dengan pemahaman lain dari pemahamanitu. Allah akan melestarikan kemiskinan apabila manusiasebagai warga masyarakat tidak mengadakan perubahan melaluisistem politik yang dianutnya sendiri.Jelaslah dengan demikian, manusia menentukan nasibmereka sendiri, dan jika hal itu benar namun tidak dijalankanmereka lalu mempersalahkan Allah. Dalam hal ini kitab suci al-Qur’ân menyatakan, “Tidaklah kau lihat orang yang menipuagama? Yaitu mereka yang membiarkan anak-anak yatim(terlantar) dan tidak perduli atas makanan orang miskin? “.(aro’aita al-ladzî yukadzdzibu bi al-dîn fadzâlikâ al-ladzî yadu’ulyatîmwa lâ yakhuddu ‘alâ tha’âmi al-miskîn)((QS al-Maun(107):1-3) menunjukandengan jelas kepada kita adanya orang-orang yang justrumemanipulir kesengsaraan anak yatim dan makanan orangmiskin demi kepentingan mereka sendiri. Karena manipulasi sepertiitu dianggap sebagai perbuatan menipu agama, dengansendirinya perbaikan harus dilakukan oleh manusia yang sadaruntuk sistem politik yang membela kepentingan rakyat. Kesimpulanseperti itulah yang dicapai oleh kelompok muda yangmenjadi pimpinan sebuah partai politik di suatu daerah itu, daninilah yang membahagiakan hati penulis. Perbuatan nyata yangharus menjadi dasar bagi perkembangan sebuah parpol, danbukannya retorika belaka. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 235


DEMOCRACY PROJECTMENYELESAIKAN KRISISMENGUBAH KEADAANPada pertengahan Desember tahun 2002 ini, penulisbertemu sutradara Garin Nugroho di Airport Adi Sucipto,Yogyakarta. Sambil menunggu pesawat terbang yangakan membawa kami ke Jakarta, Garin Nugroho dan penulisterlibat dalam pembicaraan mengenai cara mengatasi krisis multidimensiyang kita hadapi saat ini. Sebagai seorang yang melakukanreferensi terus menerus atas kitab suci al-Qur’ân, penulismengemukakan analogi dari para kyai. Mereka berpendapatkrisis multidimensi yang kita hadapi saat ini adalah seperti krisisMesir di zaman Nabi Yusuf dahulu. Krisis itu memakan waktutujuh tahun, menurut kitab suci tersebut. Kalau ini kita analogikankepada keadaan sekarang, maka era tujuh tahun itu akanberakhir pada tahun 2003 (1997 hingga 2003). Memang, sekarangkalangan atas mulai dapat mengatasi krisis ekonomi, terbuktidari penuhnya jalan dengan kendaraan dan lapangan terbang,tetapi kalangan bawah masih saja mengeluh dan kesusahankarena memang mereka masih dilanda krisis.Keluhan utama adalah menurunnya daya beli secara drastis,sedangkan harga-harga beberapa jenis barang kebutuhan sehariharijustru melonjak. Dengan demikian, masih menjadi pertanyaanapakah dalam waktu cepat krisis multidimensi itu dapatdipecahkan, katakanlah pertengahan tahun 2003. Dalam hal ini,236 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTsangat menarik pembicaraan penulis dengan kyai NukmanThahir dari Ampel, Surabaya. Ia menyatakan, kalau kitab sucial-Qur’ân dibaca dengan mendalam, di sana disebutkan bahwakrisis Nabi Yusuf berlangsung tujuh tahun, namun untuk mengatasikrisis tersebut diperlukan juga waktu tujuh tahun lamanya.Penulis menjawab apa yang ia terima dari para kyai adalah waktuberlangsungnya krisis itu tujuh tahun lamanya, tidak pernahmereka mengatakan diperlukan waktu tertentu untuk menyelesaikankrisis. Karenanya, penulis mengungkapkan bahwapenyelesaian krisis itu sendiri, terjadi secara formal dimulaidalam waktu bersamaan/simultan dengan berakhirnya krisis itu.Karenanya, penyelesaian krisis tidak merupakan entitas yangberdiri sendiri terlepas dari krisis yang dialami.Percakapan penulis dengan Garin Nugroho itulah yangmenjadi petunjuk kongkrit penyelesaian masalah secara simultanitu. Mula-mula Garin Nugroho mengatakan dua hal sangat penting,satu pihak, ada perbedaan/kesenjangan antara para teoritisihukum dan pembuat undang-undang (DPR dan MPR). Para ahliteori hukum itu mengemukakan hukum-hukum baru dalambentuk undang-undang maupun lainnya dari berbagai sumberEropa Continental yang kita kenal. Tetapi pelaksana berbagaimacam peraturan itu, pada umumnya dididik di lingkunganhukum Anglo-Saxon yang berlaku di Amerika Serikat. Tidak usahheran, jika terjadi kesenjangan antara kedua sistem hukumAnglo-Saxon dan Eropa Continental itu. Adalah tugas kita,menurut Garin Nugroho, untuk “mendamaikan” antara keduanya,inilah yang harus diperbuat untuk menyelesikan krisis.***Dalam percakapan itu, penulis mengemukakan bahwa secarakongkrit apa yang dinamai Garin Nugroho dengan “mendamaikan”itu, haruslah tercermin dalam empat buah sistempolitik baru. Katakanlah konsepsi mengenai empat buah sistemISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 237


DEMOCRACY PROJECTbaru yang diperlukan, untuk kongkritisasi gagasan “mendamaikan”dari Garin itu. Di sini, penulis akan mencoba mengemukakanbeberapa konsep seperti di bawah ini.Tentu saja, konsepsi-konsepsi yang dikemukakan itu adalahbukan bentuk final dari apa yang penulis pikirkan, karena justrumasih memerlukan perbaikan-perbaikan serius, dan belum dapatdigunakan sebagai konsepsi formal. Konsep empat sistem ini,masih harus diperjuangkan untuk masa kehidupan kita yangakan datang. Hanya dengan cara demikianlah, bangsa kita dapatmengatasi krisis multidimensional itu dengan cepat.Empat sistem baru yang penulis kemukakan kepada GarinNugroho; meliputi sistem politik (pemerintahan), perbaikan sistemekonomi dengan mengemukakan sebuah orientasi baru,sistem pendidikan nasional dan sistem etika atau hukum, yangsemuanya harus serba baru. Mengapa baru? karena sistem lamatidak dapat dipakai lagi, tanpa akibat-akibat serius bagi kita. Yangdidahulukan adalah sistem politik (pemerintahan) yang baru.Kedua badan legislatif yang baru, DPR dan DPD (Dewan PerwakilanDaerah) haruslah menjadi perwakilan bikameral. Merekabertugas menetapkan undang-undang serta menyetujui pengangkataneksekutif dengan pemungutan suara. Sedangkan Presidendan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati danWakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dipilih langsungoleh rakyat, karena kalau diserahkan pada DPR dan DPRD sajahanya akan memperbesar korupsi saja.Disamping itu juga dibentuk MPR, yang hanya bersidangenam bulan saja, dalam lima tahun. Mereka bertugas menyusunGaris-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang harus dilaksanakanseluruh komponen pemerintahan. Keanggotaanya, terdiridari para anggota DPR, DPD dan dari golongan fungsional, gunamenguntungkan kelompok-kelompok minoritas ikut serta dalamproses pengambilan keputusan, yang dicapai melalui prosedurmusyawarah untuk mufakat, bukannya melalui pemungutansuara. Dengan demikian, kalangan minoritas turut serta memu-238 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTtuskan jalannya kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal inidiperlukan, agar semua pihak merasa memiliki negara ini, dandengan demikian menghindarkan separatisme yang mulai bermunculandi sana-sini. Justru inilah yang merupakan tugasdemokrasi, bukannya liberalisasi total.****Orientasi baru dalam sistem perekonomian kita, dicapaidengan melakukan pilihan berat antara dua hal, yaitu moratorium(penundaan sementara) cicilan tanggungan luar negeri kita,dan pembebasan para konglomerat hitam yang nakal dari tuntutanperdata, jika membayar kembali 95% kredit yang dia terimadari bank-bank pemerintah (tetapi tuntutan pidana tetap dilakukanoleh petugas-petugas hukum). Uang yang didapat dari kedualangkah ini, menurut perkiraan sekitar US$ 230 milyar, dandigunakan terutama untuk: Pertama, memberikan kredit ringan,kira-kira 5% setahun, bagi UKM (Usaha Kecil dan Menengah)dengan pengawasan yang ketat. Kedua, peningkatan pendapatanPNS (Pegawai Negeri Sipil) dan militer, kira-kira sepuluh kalilipat dalam masa tiga tahun. Langkah ini guna mencegah KKNdan menegakkan kedaulatan hukum. Melalui cara ini pula, dapatmemperbesar jumlah wajib pajak, menjadi 20 juta orang dalamlima tahun dan melipatgandakan kemampuan daya belimasyarakat.Sudah tentu dikombinasikan dengan hal-hal, seperti perbaikanundang-undang dan peraturan-peraturan yang ada, sertapenataan kembali BI (Bank Indonesia) dan MA (MahkamahAgung). Melalui langkah-langkah ini, diharapkan dengan cepatsebuah pemerintahan yang baru akan segera mengatasi krisismulti-dimensional ini. Hal penting lainnya, kemampuan pemerintahdalam mengatasi krisis juga sangat bergantung padakemampuan bekerja sama dengan negeri-negeri lain. Sudahtentu, ini harus dibarengi oleh dua buah perbaikan sistematikISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 239


DEMOCRACY PROJECTlain. Perbaikan pertama, adalah pada perbaikan sistem pendidikankita, yang hampir tidak memperhatikan penanaman nilaidaripada hafalan. Karena tekanan yang sangat kecil kepada praktekkehidupan, dengan sendirinya hafalan mendapatkan perhatianyang luar biasa, dan pemahaman nilai-nilai menjadi terbengkalai.Keadaan ini mengharuskan dibuatnya sistem pendidikanbaru yang lebih ditekankan kepada sistem nilai dan strukturmasyarakat yang ada, sehingga pendidikan masyarakat dasar(community-based education) dapat dilaksanakan.Dikombinasikan dengan perbaikan sistematik pada kerangkaetika/moralitas/akhlak yang telah ada dalam kehidupanbangsa, maka perbaikan sistem hukum, akan menjadi dasar bagipengampunan umum/rekonsiliasi atas kesalahan-kesalahanmasa lampau, kecuali mereka yang bersalah dan dapat dibuktikansecara hukum oleh kekuasaan kehakiman dengan sistempengadilan kita. Tentu saja, ini juga meliputi mereka yang sekarangdisebut sebagai kaum ekstremis/fundamentalis dalam gerakanIslam, selama kejahatan yang mereka perbuat tidak dapatdibuktikan secara hukum. Sudah tentu ini berlawanan dengankehendak orang lain yang ingin menghukum segala macam“kesalahan.” Namun, kita harus bertindak secara hukum, bukankarena pertimbangan-pertimbangan lain. {}240 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTBAB VISLAMPENDIDIKANDAN MASALAHSOSIAL BUDAYAISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 241


DEMOCRACY PROJECT242 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTPENDIDIKAN ISLAMHARUS BERAGAMDalam sebuah dialog tentang pendidikan Islam, yangberlangsung di Beirut (Lebanon) tanggal 13-14 Desember2002 dan diselenggarakan oleh (Konrad AdenauerStiftung), ternyata disepakati adanya berbagai corak pendidikanagama. Hal ini juga berlaku untuk pendidikan Islam. Ternyataada beberapa orang yang terus terang mengakui, maupun yangmenganggap, pendidikan Islam yang benar haruslah mengajarkan“ajaran formal” tentang Islam. Termasuk dalam barisan iniadalah dekan-dekan Fakultas Syari’ah dan Perundang-undangandari Universitas Al-Azhar di Kairo. Diskusi tentang mewujudkan“pendidikan Islam yang benar” memang terjadi, tapi tidak adaseorang peserta pun yang menafikan dan mengingkari perananberbagai corak pendidikan Islam yang telah ada. Penulis sendirimembawakan makalah tentang pondok pesantren sebagai bagiandari pendidikan Islam.Dalam makalah itu, penulis melihat pondok pesantren dariberbagai sudut. Pondok pesantren sebagai “lembaga kultural”yang menggunakan simbol-simbol budaya Jawa; sebagai “agenpembaharuan” yang memperkenalkan gagasan pembangunanpedesaan (rural development); sebagai pusat kegiatan belajarmasyarakat (centre of community learning); dan juga pondok pesantrensebagai lembaga pendidikan Islam yang bersandar padaISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 243


DEMOCRACY PROJECTsilabi, yang dibawakan oleh Imam Al- Suyuti lebih dari 500tahun-nan yang lalu, dalam Itmam al-dirayah. Silabi inilah yangmenjadi dasar acuan pondok pesantren tradisional selama ini,dengan pengembangan “kajian Islam” yang terbagi dalam 14macam disiplin ilmu yang kita kenal sekarang ini, dari nahwu/tata bahasa Arab klasik hingga tafsir al-Qur’ân dan teks HaditsNabi. Semuanya dipelajari dalam lingkungan pondok pesantrensebagai sebuah lembaga pendidikan Islam. Melalui pondokpesantren juga nilai ke-Islam-an ditularkan dari generasi kegenerasi.Sudah tentu, cara penularan seperti itu merupakan titiksambung pengetahuan tentang Islam secara rinci, dari generasike generasi. Disatu sisi, ajaran-ajaran formal Islam dipertahankansebagai sebuah “keharusan” yang diterima kaum muslimin diberbagai penjuru dunia. Tetapi, di sini juga terdapat “benih-benihperubahan”, yang membedakan antara kaum muslimin di sebuahkawasan dengan kaum muslimin lainnya dari kawasan yang lainpula. Tentang perbedaan antara kaum muslimin di suatu kawasanini, penulis pernah mengajukan sebuah makalah kepada UniversitasPBB di Tokyo pada tahun 1980-an. Tentang perlu adanya“studi kawasan” tentang Islam di lingkungan Afrika Hitam, budayaAfrika Utara dan negeri-negeri Arab, budaya Turki-Persia-Afghan, budaya Islam di Asia Selatan, budaya Islam di Asia Tenggaradan budaya minoritas muslim di kawasan-kawasan industrimaju. Sudah tentu, kajian kawasan (area studies) ini diteliti bersamaandengan kajian Islam klasik (classiccal Islamic studies).*******Pembahasan pada akhirnya lebih banyak ditekankan padadua hal yang saling terkait dalam pendidikan Islam. Kedua halitu adalah, pembaharuan pendidikan Islam dan modernisasi pendidikanIslam, dalam bahasa Arab: taj’did al-tarbiyah al-Islâmiahdan al-hadâsah. Dalam liputan istilah pertama, tentu saja ajaran-244 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTajaran formal Islam harus diutamakan, dan kaum musliminharus dididik mengenai ajaran-ajaran agama mereka. Yangdiubah adalah cara penyampaiannya kepada peserta didik,sehingga mereka akan mampu memahami danmempertahankan “kebenaran”. Bahwa hal ini memilikivaliditas sendiri, dapat dilihat pada kesungguhan anak-anakmuda muslimin terpelajar, untuk menerapkan apa yang merekaanggap sebagai “ajaran-ajaran yang benar” tentang Islam.Contoh paling mudahnya adalah menggunakan tutup kepaladi sekolah non-agama, yang di negeri ini dikenal dengan namajilbab. Ke-Islaman lahiriyah seperti itu, juga terbukti darisemakin tingginya jumlah mereka dari tahun ke-tahun yangmelakukan ibadah umroh/ haji kecil.Demikian juga, “semangat menjalankan ajaran Islam”,datangnya lebih banyak dari komunikasi di luar sekolah, antaraberbagai komponen masyarakat Islam. Dengan kata lain,pendidikan Islam tidak hanya disampaikan dalam ajaran-ajaranformal Islam di sekolah-sekolah agama/madrasah belaka, melainkanjuga melalui sekolah-sekolah non-agama yang berserakserakdi seluruh penjuru dunia. Tentu saja, kenyataan sepertiitu tidak dapat diabaikan di dalam penyelenggaraan pendidikanIslam di negeri manapun. Hal lain yang harus diterima sebagaikenyataan hidup kaum muslimin di mana-mana, adalah responumat Islam terhadap “tantangan modernisasi”. Tantangan sepertipengentasan kemiskinan, pelestarian lingkungan hidup dan sebagainya,adalah respon yang tak kalah bermanfaatnya bagi pendidikanIslam, yang perlu kita renungkan secara mendalam.Pendidikan Islam, tentu saja harus sanggup “meluruskan”responsi terhadap tantangan modernisasi itu, namun kesadarankepada hal itu justru belum ada dalam pendidikan Islam di manamana.Hal inilah yang merisaukan hati para pengamat sepertipenulis, karena ujungnya adalah diperlukan jawaban yang benaratas pernyataan berikut: bagaimanakah caranya membuat kesadaranstruktural sebagai bagian alamiah dari perkembanganISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 245


DEMOCRACY PROJECTpendidikan Islam? Dengan ungkapan lain, kita harus menyimakperkembangan pendidikan Islam di berbagai tempat, danmembuat peta yang jelas tentang konfigurasi pendidikan Islamitu sendiri. Ini merupakan pekerjaan rumah, yang mau tak mauharus ditangani dengan baik.******Jelas dari uraian di atas, pendidikan Islam memiliki begitubanyak model pengajaran, baik yang berupa pendidikan sekolah,maupun “pendidikan non-formal” seperti pengajian, arisan dansebagainya. Tak terhindarkan lagi, keragaman jenis dan corakpendidikan Islam terjadi seperti kita lihat di tanah air kita dewasaini. Ketidakmampuan memahami kenyataan ini, yaitu hanyamelihat lembaga pendidikan formal seperti sekolah dan madrasahdi tanah air sebagai sebuah institusi pendidikan Islam, hanyalahakan mempersempit pandangan kita tentang pendidikanIslam itu sendiri. Ini berarti, kita hanya mementingkan satu sisibelaka dari pendidikan Islam, dan melupakan sisi non-formaldari pendidikan Islam itu sendiri. Tentu saja ini menjadi tugasberat para perencana pendidikan Islam. Kenyataan ini menunjukkandi sinilah terletak lokasi perjuangan pendidikan Islam.Dalam kenyataan ini haruslah diperhitungkan juga penjabarantarekat dan gerakan shalawat Nabi, yang terjadi demikiancepat di mana-mana. Tentu saja, “kenyataan yang diam” sepertiitu sebenarnya berbicara sangat nyaring, namun kita sendiri yangtidak dapat menangkapnya. Seorang warga Islam yang memperolehkedamaian dengan ritual memuja Nabi itu, dengan sendirinyaberupaya menyesuaikan hidupnya dari pola hidup Nabiyang diketahuinya, yaitu kepatuhan kepada ajaran Islam. Ritualitu tentu saja akan menyadarkan kembali orang tersebut, kepadakehidupan agama walaupun hanya bersifat parsial (juz’i) belaka.Hal inilah yang seharusnya kita pahami sebagai “kenyataansosial” yang tidak dapat kita pungkiri dan abaikan.246 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTKarenanya, peta “keberagaman” pendidikan Islam sepertidimaksudkan di atas, haruslah bersifat lengkap dan tidakmengabaikan kenyataan yang ada. Lagi-lagi kita berhadapandengan kenyataan sejarah, yang mempunyai hukumhukumnyasendiri. Perkembangan keadaan yang tidakmemperhitungkan hal ini, mungkin hanya bersifat meninabobokankita belaka, dari tugas sebenarnya yang harus kitapikul dan laksanakan. Sikap untuk mengabaikan keberagamanini, adalah sama dengan sikap burung onta yangmenyembunyikan kepalanya di bawah timbunan pasir tanpamenyadari badannya masih tampak. Jika kita masih bersikapseperti itu, akibatnya akan menjadi sangat besar bagiperkembangan Islam di masa yang akan datang. Karenanyajalan terbaik adalah membiarkan keanekaragaman sangat tinggidalam pendidikan Islam dan membiarkan perkembangan yangakan menentukan. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 247


DEMOCRACY PROJECTBERSABARDAN MEMBERI MAAFDalam kitab suci al-Qur’ân dinyatakan: “demi masa,manusia selalu merugi, kecuali mereka yang beriman,beramal shaleh, berpegang kepada kebenaran dan berpegangkepada kesabaran” (Wa al ‘ashri inna al–insâna la fî khusrinillâ al-ladzîna ‘âmanû wa ‘amillu al-shâlihâthi wa tawâshau bi al-haqqiwa tawâshau bi al-shab)(QS al-Ashr (103):1-3). Ayat tersebut mengharuskankita senantiasa menyerukan kebenaran namun tanpakehilangan kesabaran. Dengan kata lain, kebenaran barulah adaartinya, kalau kita juga memiliki kesabaran. Kadangkala kebenaranitu baru dapat ditegakkan secara bertahap, seperti halnyademokrasi. Di sinilah rasa pentingnya arti kesabaran.Demikian pula sikap pemaaf juga disebutkan sebagai tandakebaikan seorang muslim. Sebuah ayat menyatakan: “Apa yangmengenai diri kalian dari (sekian banyak) musibah yang menimpa,(tidak lain merupakan) hal-hal berupa buah tangan kaliansendiri. Dan (walaupun demikian) Allah memaafkan sebagian(besar) hal-hal itu.” (mâ ashâbakum min mushîbatin fa bimâ kashabata’ydîkum wa ya’fû ‘an katsîrin)(QS al-Syura(42):30) . Firman Allahini mengharuskan kita juga mudah memberikan maaf kepadasiapapun, sehingga sikap saling memaafkan adalah sesuatu yangsecara inherent menjadi sifat seorang muslim. Inilah yang diambilmendiang Mahatma Gandhi sebagai muatan dalam sikap248 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECThidupnya yang menolak kekerasan (ahimsa), yang terkenal itu.Sikap inilah yang kemudian diambil oleh mendiang PendetaMarthin Luther King Junior di Amerika Serikat, dalam tahuntahun60-an, ketika ia memperjuangkan hak-hak sipil (civil rights)di kawasan itu, yaitu agar warga kulit hitam berhak memilihdalam pemilu.Hal ini membuktikan, kesabaran dalam membawakan kebenaranadalah sifat utama yang dipuji oleh sejarah. Dalam berbagaikesempatan para ksatria Pandawa yang dengan sabar dibuangke hutan untuk jangka waktu yang lama, sebagaimana dituturkanoleh kisah perwayangan, juga merupakan contoh sebuah kesabaran.Jadi, kesadaran akan perlunya kesabaran itu, memangsudah sejak lama menjadi sifat manusia. Tanpa kesabaran, konflikyang terjadi akan dipenuhi oleh kekerasan, sesuatu yang merugikanmanusia sendiri. Ia tidak akan dipakai, kecuali dalam keadaantertentu. Hal ini memang sering dilanggar oleh kaummuslimin sendiri. Sudah waktunya kita kaum muslimin kembalikepada ayat di atas dan mengambil kesabaran serta kesediaanmemberi maaf, atas segala kejadian yang menimpa diri kitasebagai hikmah.****Hiruk pikuk kehidupan, selalu penuh dengan godaan kepadakita untuk tidak bersikap sabar dan mudah memberikanmaaf. Dalam pandangan penulis, kedua hal tersebut seharusnyaselalu digunakan oleh kaum muslimin. Tetapi harus kita akuidengan jujur, bahwa justru kesabaran itulah yang paling sulitditegakkan dan kalau kita tidak dapat bersabar bagaimana kitaakan memberi maaf atas kesalahan orang kepada kita? Karenanya,jelas bahwa antara keduanya terdapat hubungan timbal balikyang sangat mendalam, walaupun tidak dapat dikatakan terjadihubungan kausalitas antara kesabaran dan kemampuan memaafkankesalahan orang lain pada diri kita.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 249


DEMOCRACY PROJECTKita sebagai seorang muslim, mau tidak mau harus menyediakankeduanya sebagai pegangan hidup baik secara kolektifmaupun secara perorangan. Dari sinilah dapat dimengerti,mengapa hikmah 1 Muharam 1424 Hijriyah ini sebaiknya tetapditekankan pada penciptaan kesabaran dan penumbuhan kemampuanuntuk memberikan maaf kepada orang yang dalampandangan kita, berbuat salah kepada diri kita. Bukankah keduaayat kitab suci yang dikemukakan di atas, sudah cukup kuat dalammendorong kita membuat kesabaran dan kemampuan memaafkankesalahan orang kepada diri kita, sebagai hikmah yangkita petik di hari raya yang mulia tersebut. Kedengarannya prinsipyang sederhana, tetapi sulit dikembangkan dalam diri kita.Namun, lain halnya dengan para politisi yang berinisiatifmenyelenggarakan Sidang Istimewa yang terakhir, dengan dasar“kebenaran” hasil penafsiran politik masing-masing. Tindakanini berarti melanggar Undang-Undang Dasar 1945, karena tidakmemiliki landasan hukum. Dengan “nafsu” politiknya –yaitu Presidenharus lengser- mereka pun meninggalkan jalan permusyawaratan.Padahal, semua persoalan yang melibatkan orang banyakharus dipecahkan dengan negosiasi, seperti firman Allah:“dan persoalan mereka harus lah di musyawarahkan oleh merekasendiri” (wa amruhum syûrâ bainahum) (QS al-Syura(42):38). Terlihatselain melanggar konstitusi, dalam hal ini merekalah yangtidak dapat memaafkan. Sederhana saja, walaupun rumit dalamkehidupan politik kita sebagai bangsa dan negara. {}250 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTBERKUASADAN HARUS MEMIMPINKetua Umum PIB Syahrir membuat tulisan menarik dalamsebuah media. Dalam kesimpulan penulis, dalamkaryanya itu, Syahrir menyebutkan ada orang berkuasatetapi tidak memimpin. Dengan tepat, Syahrir menunjukkan padakita sebagai bangsa yang sedang porak-poranda, karena tidakadanya kepemimpinan. Buktinya, krisis multidimensi yangsedang kita hadapi dewasa ini, sama sekali tidak mendapatkanpemecahan –kalau tidak dikatakan justru diperparah oleh ulahpara pemimpin kita sendiri-. Ada pejabat yang menganggap TKI(Tenaga Kerja Indonesia) di Malaysia sebagai persoalan pemerintahdaerah, padahal seluruh peraturan yang menyangkut dirimereka dibuat oleh pemerintah pusat. Demikian juga pejabat lainyang tidak mau meninggalkan jabatan, walaupun telah diputuskanoleh Pengadilan Negeri di Jakarta sebagai pihak yang bersalah.Alasannya, karena menunggu putusan Pengadilan Tinggi.Bukankah ini berarti sebuah pengakuan, bahwa sistem pengadilankita bekerja di bawah pengaruh mafia peradilan? Alangkahtragisnya keadaan kita saat ini?Dengan tepat pula, Syahrir menunjuk kepada pemerintahankita yang memiliki sejumlah orang berkuasa, namun tidak sanggupmemimpin. Bahkan, aparat penegak hukum kita cenderungmelanggar konstitusi. Pertanyaan Klinik Hukum Merdeka,ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 251


DEMOCRACY PROJECTadakah DPR/MPR kita dewasa ini legal atau tidak, mengingatbaru 60 % suara hasil pemilihan umum (Pemilu) tahun 1999 dihitung,namun pemerintah telah mengumumkan Surat Keputusan(SK) Presiden, mengenai komposisi DPR/MPR? Pertanyaanini tidak dijawab hingga saat ini oleh Mahkamah Agung (MA).Begitu juga, pertanyaan penulis kepada lembaga tersebut, apakahMaklumat Keadaan Bahaya yang dikeluarkan Presiden tanggal21-23 Juli 2001 tersebut merupakan tindakan legal atau ilegalberdasarkan konstitusi? juga tidak mendapatkan jawaban.Ditambah lagi, bahwa showroom mobil termahal (mewah)di dunia saat ini berada di halaman gedung DPR, yang dipenuhioleh mobil para anggotanya, bahkan tidak mengindahkan besarnyajumlah kubik silinder (cc) yang dimiliki kendaraan tersebut.Dengan kata lain, para anggota DPR/MPR kita tengah menikmatikekuasaan yang mereka peroleh tanpa memperhatikan sah atautidaknya kekuasaan mereka itu. Dengan demikian, pengamatanSyahrir itu juga berlaku bagi para anggota DPR/MPR kita dewasaini. Keluhan terhadap birokrasi pemerintahan dan kejengkelanrakyat sama sekali tidak diperhatikan. Bahkan DPR tidak lagimemperhatikan kepentingan rakyat, melainkan hanya sibukdengan urusan mereka sendiri tampak jelas di mata kita.Masalahnya adalah persoalan klasik yang harus kita hadapisekarang ini. Kepercayaaan (trust) masyarakat kepada sistempemerintahan kita dewasa ini menjadi sesuatu yang sangat memprihatinkan.Korupsi Kolusi dan Nepotisme, terutama dalam bentukkorupsi, kini tampak nyata sudah tak terkendali lagi. Benarlahkata alm. Mahbub Junaidi: bahwa nanti kita harus membayarpajak karena mengantuk, seolah-olah ini sebuah kenyataan yanghidup. Kekuasaan Wangsa Syailendra (pembangun CandiBorobudur) dan Kerajaan Majapahit (untuk membiayai perangdan perluasan kawasan) –misalnya, akhirnya runtuh karena keduanyahanya sekadar berkuasa tetapi tidak memimpin. KekuasaanWangsa Syailendra dianggap tidak ada oleh kaumHindu-Buddha yang membangun Candi Prambanan yang di252 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTkemudian hari hijrah ke Kediri di bawah Dharmawangsa danmengingkari kekuasaan wangsa tersebut. Kekuasaan Majapahit,yang semula memeluk agama Hindu-Buddha/Bhairawa, akhirnyajuga hilang tanpa dapat ditolong lagi karena ketidakmampuanmempertahankan keadaan di hadapan tantangan kaummuslimin, terutama di bawah pimpinan Sayyid JamaluddinHusaini dalam abad ke-15 Masehi.Dengan mengacu kepada ketidakmampuan pemerintahyang ada untuk memelihara kepercayaan (trust) rakyat tersebut,jelas bagi kita adanya kewajiban besar untuk berpegang kepadaamanat yaitu mengutamakan kepentingan rakyat, yang dirumuskandengan sangat baik oleh para pendiri negeri ini, melalui pembukaanUUD 1945, dengan rumusan “masyarakat adil danmakmur”. Hal ini jelas menunjuk pada keharusan mencapaikesejahteraan bangsa. Pernah diperdebatkan, apakah peningkatanPNB (Produk National Bruto), dapat dinilai sebagai upayamencapai keadaan tersebut? Sekarang jangankan berusaha kearah itu, berdebat mengenai apa yang dimaksud dengan kesejahteraan,keadilan dan kemakmuran pun sudah tidak lagi kitalakukan.Kehidupan kita yang kering-kerontang ini sekarang hanyadipenuhi oleh kegiatan untuk mempertahankan kekuasaan, bukannyauntuk mencapai kepemimpinan yang diharapkan. Kekuasaandisamakan dengan kepemimpinan, dan kedua haltersebut tidak lagi mengindahkan aspek moral/etika dalam kehidupankita sebagai bangsa. Pantaslah jika kita sekarang seolaholahtidak memiliki kepemimpinan dan para pemimpin, karenakita sudah kehilangan aspek moral dan etika tersebut. Kepemimpinankita saat ini, sebagai bangsa, hanya dipenuhi oleh basabasi(etiket) yang tidak memberikan jaminan apa-apa kepada kitasebagai bangsa.Agama Islam, yang dipeluk oleh mayoritas bangsa kita, memilikisebuah adagium yang sangat penting: “kebijakan dantindakan seorang pemimpin atas rakyat yang dipimpin,ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 253


DEMOCRACY PROJECTharuslah terkait langsung dengan kesejahteraan mereka”(tasharruf al-imâm ‘alâ ar-ra’iyyah manûthun bi al-mashlahah) jelasmenunjuk hubungan langsung antara sang pemimpin denganrakyat yang dipimpin yang diukur dengan tingkatkesejahteraan rakyat mereka. Benarkah kita saat inimemperjuangkan kesejahteraan dengan sungguh-sungguh?Kalau dilihat kelalaian para penguasa kita dewasa ini, tentusaja pertanyaan ini tidak akan ada yang menjawab sekarang.Karena dalam kenyataan hal ini tidak dipikirkan secarasungguh-sungguh oleh para penguasa kita. Tidak ada usahauntuk mengkaji kembali sistem pemerintahan kita, minimalmengenai orientasinya, hingga tidak heranlah jika langkahbangsa ini sedang terseok-seok.Islam mengenal: “Tiada agama tanpa kelompok, tiadakelompok tanpa kepemimpinan dan tiada kepemimpinan tanpapemimpin” (lâ dîna illâ bi jamâ’atin wa lâ jamâ’ata illâ bi imâmatinwa lâ imâmata illâ bi imâmin), jelas sekali menunjuk pada pentingnyaarti kepemimpinan dari sang pemimpin. Dengan demikian,kepemimpinan mempunyai arti yang sangat besar bagi sebuahbangsa. Ketika para pemimpin kita bertikai mengenai saat yangtepat bagi proklamasi kemerdekaan, ada yang merasakan sudahwaktunya hal itu dilaksanakan, dan ada pula yang merasa belumwaktunya, tetapi semuanya mengetahui bahwa proklamasi harusdilakukan, hanya soal waktu saja yang dipersengketakan. Ketikapara pemuda menculik Soekarno ke Rengasdengklok, hal itu menunjukkanbahwa mereka memiliki jiwa kepemimpinan yangdiperlukan, sedangkan Soekarno tidak mempersoalkan keharusansiapa yang akan menyampaikan proklamasi itu sendiri. Iahanya mempersoalkan bila proklamasi itu harus dilakukan. Danakhirnya, semua sepakat, bahwa hal itu harus dilakukan padatanggal 17 Agustus 1945.Pengamatan Syahrir bahwa kita tidak memiliki pemimpin,melainkan hanya seorang penguasa belaka, tentu didasarkanpada sebuah kenyataan di atas. Yaitu, bahwa krisis254 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTmultidimensi yang kita hadapi sekarang ini, memerlukanjawaban serba-bagai dari para penguasa pemerintahan kita;dengan menciptakan sistem politik baru yang mengacu kepadaetika dan moral, melalui kedaulatan hukum dan perlakuan yangsama bagi semua warga negara di depan undang-undang,hingga pengembangan orientasi ekonomi yang tepat, semuanyaitu memerlukan kepemimpinan yang benar. Kepemimpinanyang memiliki keberanian moral, kemauan politik (political will)dan kejujuran untuk mengutamakan kepentingan rakyat,bukannya kepentingan sendiri ataupun kelompok. Karenakepemimpinan formal yang seperti itu belum ada, pantaslahbila ada anggapan, kita tidak memiliki pimpinan saat ini,melainkan hanya penguasa saja. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 255


DEMOCRACY PROJECTTATA KRAMADAN ‘UMMATAN WAHIDATANDalam terbitan perdana sebuah jurnal ilmiah bulananNahdlatul Ulama, yang diterbitkan pada 1928 danbertahan sampai tahun 60- an, KH M. Hasyim Asy’arimenuliskan fatwa beliau: bahwa kentongan (alat dari kayu yangdipukul hingga berbunyi nyaring) tidak diperkenankan untukmemanggil shalat dalam hukum Islam. Dasar dari pendapatnyaitu adalah kelangkaan hadits Nabi; biasanya disebut sebagai tidakadanya teks tertulis (dalil naqli) dalam hal ini.Dalam penerbitan bulan berikutnya, pendapat tersebutdisanggah oleh wakil beliau Kyai Faqih dari Maskumambang,Gresik, yang menyatakan bahwa kentongan harus diperkenankan,karena bisa dianalogikan atau di-qiyas-kan kepada beduksebagai alat pemanggil shalat. Karena beduk diperkenankan, atasadanya sumber tertulis (dalil naqli) berupa hadits Nabi MuhammadSaw. mengenai adanya atau dipergunakannya alat tersebut padazaman Nabi, maka kentongan pun harus diperkenankan.Segera setelah uraian Kyai Faqih itu muncul, KH M. HasyimAsy’ari segera memanggil para ulama se-Jombang dan para santrisenior beliau untuk berkumpul di pesantren Tebu Ireng, Jombang.Ia pun lalu memerintahkan kedua artikel itu untuk dibacakankepada para hadirin. Setelah itu, beliau menyatakan mereka dapatmenggunakan salah satu dari kedua alat pemanggil itu256 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTdengan bebas. Yang beliau minta hanyalah satu hal, yaituhendaknya di Mesjid Tebu Ireng, Jombang kentongan itu tidakdigunakan selama-lamanya. Pandangan beliau itu mencerminkansikap sangat menghormati pendirian Kyai Faqih dari Maskumambangtersebut, dan bagaimana sikap itu didasarkan pada“kebenaran” yang beliau kenal.Dalam bulan Maulid/Rabi’ul Awal berikutnya, KH M.Hasyim Asy’ari diundang berceramah di Pesantren Maskumambang.Tiga hari sebelumnya, para utusan Kyai Faqih Maskumambangmenemui para ketua/pemimpin ta’mir mesjid dan surauyang ada di kabupaten Gresik dengan membawa pesan beliau:selama Kyai M. Hasyim Asy’ari berada di kawasan kabupatentersebut, semua kentongan yang ada harus diturunkan dari tempatbergantungnya alat itu. Sikap ini diambil beliau karenapenghormatan beliau terhadap Kyai Hasyim Asy’ari, yang bagaimanapunadalah atasan beliau dalam berorganisasi. Meyakinisebuah kebenaran, tidak berarti hilangnya sikap menghormatipandangan orang lain, sebuah sikap tanda kematangan pribadikedua tokoh tersebut.Sikap saling menghargai satu sama lain, antara kedua tokohtersebut yaitu antara Rois ‘Am dan Wakil Rois ‘Am PBNU waktuitu, menunjukkan tata krama yang sangat tinggi di antara duaorang ulama yang berbeda pendapat, tapi menghargai satu samalain. Inilah yang justru tidak kita lihat saat ini, terlebih-lebih diantara pemimpin gerakan Islam dewasa ini, yang tampak mencuatjustru sikap saling menyalahkan, sehingga tidak terdapatkesatuan pendapat antar mereka. Yang menonjol adalah perbedaanpendapat, bukan persamaan antara mereka. Penulis tidaktahu, haruskah kenyataan itu disayangkan ataukah justrudibiarkan?Mungkin ini adalah sisa-sisa dari sebuah nostalgia yang adamengenai “keagungan” masa lampau belaka. Tapi bukankah seseorangberhak merasa seperti itu? Bukankah kitab suci al-Qur’ânmenyatakan, “Sesungguhnya telah Kuciptakan kalian (dalamISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 257


DEMOCRACY PROJECTbentuk) lelaki dan perempuan dan Kujadikan kalian berbangsabangsadan bersuku-suku bangsa agar saling mengenal. Sesungguhnyayang paling mulia di antara kalian di hadapan Allahadalah yang paling bertaqwa” (innâ khalaqnâ kum min dzakarinwa untsâ wa ja’alnâkum syu’ûban wa qabâ’ila li ta’ârafû innâ akramakum‘inda Allâhi atqâkum)(QS al-Hujurat(49):13) Ayat ini jelasmembenarkan perbedaan pendapat di antara kaum muslimin.Namun Allah juga berfirman dalam kitab suci-Nya itu: “Danberpeganglah kalian kepada tali Allah (secara) keseluruhan danjanganlah bercerai-berai/terpecah belah” (wa’ tashimû bi habliallâhi jamî’an wa lâ tafarraqû)(QS Ali Imran(3):103). Ayat ini menunjukkankepada kita, bahwa yang dilarang bukannya perbedaanpandangan melainkan bersikap terpecah-belah satu dariyang lain. Hal ini diperkuat oleh sebuah ayat lain: “Bekerjasamalahkalian dalam (bekerja untuk) kebaikan dan ketakwaan”(ta’âwanû ‘alâ al-birri wa al-taqwâ)(QS al-Maidah(5):3) yang jelasjelasmengharuskan kita melakukan koordinasi berbagai kegiatan.Tetapi, kerjasama seperti itu hanya dapat dilakukan olehkepemimpinan tunggal dalam berbagai gerakan Islam.Masalahnya sekarang adalah langkanya kepemimpinanseperti itu. Para pimpinan gerakan Islam saling bertengkar, minimalhanya bersatu dalam ucapan. Mengapakah demikian? Karenapara pemimpin itu hanya mengejar ambisi pribadi belaka, danjarang berpikir mengenai umat Islam secara keseluruhan. Seharusnya,mereka berpikir tentang bagaimana melestarikan agamaIslam sebagai budaya, melalui upaya melayani dan mewujudkankepentingan seluruh bangsa. Ambisi politik masing-masing akanterwujud jika ada pengendalian diri, dan jika diletakkan dalamkerangka kepentingan seluruh bangsa.Dalam ajaran Islam dikenal istilah “ikhlas”. Keikhlasan yangdimaksudkan adalah peleburan ambisi pribadi masing-masingke dalam pelayanan kepentingan seluruh bangsa. Di sinilah justruharus ada kesepakatan antara para pemimpin berbagai gerakanatau organisasi Islam yang ada, dan ketundukkan kepada kepu-258 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTtusan sang pemimpin dirumuskan. Untuk melakukanperumusan seperti itu, diperlakukan dua persyaratan sekaligus,yaitu kejujuran sikap dan ucapan, yang disertai dengan sikap“mengalah” kepada kepentingan berbagai gerakan organisasiitu. Tanpa kedua hal itu, sia-sialah upaya “menyatukan” umatIslam dalam sebuah kerangka perjuangan yang diperlukan.Dalam hal ini, penulis lagi-lagi teringat kepada sebuah adagiumyang sering dinyatakan berbagai kalangan Islam: “Tak adaagama tanpa kelompok, tak ada kelompok tanpa kepemimpinan,dan tak ada kepemimpinan tanpa sang pemimpin” (lâ dîna illâ bijamâ’atin wa lâ jamâta illâ bi imâmatin walâ imâmata illâ bî imâmin).Adagiumnya memang benar, walaupun sekelompok kecil pernahmengajukan klaim kepemimpinan itu dan minta diterima sebagipemimpin. Namun sikap mereka yang memandang rendah kelompoklain, justru menggagalkan niatan tersebut, sedangkankelompok-kelompok lain tidaklah memiliki kepemimpinan kohesifseperti itu. Herankah kita, jika wajah berbagai gerakan Islamdi Tanah Air kita saat ini tampak tidak memiliki kepemimpinanyang jelas? Di sinilah kita perlu membangun kembali “kesatuan”umat (ummatan wahidatan). Mudah diucapkan, tapi sulit diwujudkanbukan? {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 259


DEMOCRACY PROJECTAGAMA DI TVDAN DALAM KEHIDUPANPada suatu hari yang cerah, penulis memasuki ruangtunggu lapangan terbang Cengkareng, jam 05.30 Wib pagi.Sambil menunggu saat penerbangan pertama ke Yogyakarta,penulis mendengarkan siaran TV di ruang tunggu itu.Seorang penceramah agama sedang menjawab pertanyaan-pertanyaanyang diajukan para pemirsa melalui telepon, ketika dihadapkanpada masalah-masalah hukum Islam (fiqh), di saat menjalankanibadah haji. Salah seorang pemirsa menanyakan; apakahsebuah tindakan yang dilakukan jama’ah haji dapat dimasukkandalam kategori perbuatan yang merusak ihram atau tidak.Dalam menjawab pertanyaan tersebut, sang penceramahmelakukan pembedaan, antara hal-hal yang merusak sarat-saratibadah haji, merusak kewajiban-kewajiban haji dan merusakihram itu sendiri. Hal elementer seperti ini –dengan akibat hukum-hukumagama (canon law) sendiri pula yang biasa dipelajaridari kitab-kitab agama di pesantren, dijelaskan di layar televisiitu oleh sang penceramah. Ini tentu karena sang penanya diandaikantidak tahu masalahnya, karena mereka hanya berkomunikasimelalui telepon. Sekaligus, pertanyaan itu menunjukkanperhatian sang pemirsa tersebut pada segi-segi ibadah, ketikamenunaikan perjalanan ibadah haji. Mungkin itu juga disertaioleh pandangan tertentu mengenai perjalanan haji: peribadatan260 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTyang menyenangkan, menjengkelkan atau yang tidak bergunasama sekali.Sudah tentu sang jama’ah haji memiliki wewenang bertanyatentang sesuatu hal yang oleh jama’ah lain dianggap soal kecil.Bukankah ia telah mengeluarkan biaya yang sangat besar untukmelakukan perjalanan tersebut, bahkan mungkin saja ia sampaimenabung uang seumur hidup untuk itu. Karenanya, ia berhakbertanya apa saja, karena perjalanan tersebut merupakan sebuahobsesi dalam hidupnya. “Hak” ini adalah sesuatu yang sangatinherent dalam hidup sang penanya, dan sangat menyedihkanbahwa Departemen Agama Republik Indonesia (Depag-RI) yangmenjadi penyelenggara ibadah haji tersebut tidak pernah mengumpulkandan menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itudalam sebuah buku yang dapat dijadikan pegangan bagi paracalon jama’ah haji. Maka terpaksalah mereka bertanya melaluiTV karena tidak ada saluran lain.Ketika memasuki lapangan terbang itu, penulis jugaberjumpa dengan Jajang C. Noer dan Debra Yatim, keduanyaaktivis perempuan –yang juga sama-sama akan menuju Yogyakarta,untuk menayangkan film tentang perjuangan kaum perempuandi negeri kita. Tentu saja pertunjukkan film tersebut akandisertai tanya jawab antara para pemirsa dan kedua aktifis tersebut.Dan dapat diperkirakan, mereka akan berbeda mengenaitema makro yaitu tentang perjuangan menegakkan hak-hak wanitadi negeri kita. Ini adalah hal yang wajar, bahkan kalau itutidak dibicarakan, justru kita bertanya-tanya dalam hati, keduaorang aktifis itu untuk apa datang ke Yogyakarta? Kalau hanyauntuk memutar film itu dapat dilakukan oleh para petugas setempat.Bahwa orang lain dapat saja menganggap pembicaraan merekaitu sesuatu yang bersifat setengah makro, karena membahaskurang lebih separuh warga masyarakat, yaitu kaum perempuan,tentu saja merupakan hal yang wajar pula. Pembahasan baru dianggapmakro ketika menyangkut pembedaan masyarakat olehnegara, karena mereka berpendapat bahwa bahasan yang tidakISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 261


DEMOCRACY PROJECTmenyangkut struktur masyarakat, belumlah dianggap sebagaipembahasan yang serius. Bahwa pembahasan mengenai nasibperempuan, termasuk apakah poligami (beristri banyak) selayaknyadilarang atau tidak, juga menyangkut posisi dan harkat tigamilyar jiwa lebih kaum perempuan di seluruh dunia saat ini, dalampandangan ini tidak otomatis menjadikan masalah gendersebagai masalah makro. Memang ini adalah masalah yang sangatbesar dan menyangkut jumlah manusia yang sangat besar pula.Tapi, ia tidak terkait dengan masalah struktur masyarakat.Karena itu pula ia tetap diperlakukan sebagai masalah mikro.Di tambah dengan ketidakpedulian mayoritas jumlah lakilakidan perempuan yang tidak memperhatikan masalah ini, dengansendirinya masalah gender ini tidak berkembang menjadimasalah struktural. Memang para aktifis di berbagai bidang dilingkungan LSM Lembaga Swadaya Masyarakat dari jenis hawa,selalu meneriakkan dengan lantang bahwa masalah perempuan/gender adalah masalah struktural, tetapi tetap saja masalah itudiperlakukan dalam dunia LSM internasional dan domestik sebagaimasalah non-struktural. Ini memang menyakitkan, tapidalam kenyataan hal ini memang terjadi, dan kita tidak usah meratapinya.Perjuangan memang masih panjang, dan hal itu tidakperlu diperlakukan secara emosional.Paham ketiga yaitu, tidak pernah mempersoalkan strukturmasyarakat, dan menganggap semua struktur masyarakat yangada dalam sejarah sebagai sesuatu yang benar. Masalah pokokyang dihadapi umat manusia, menurut pandangan ini, adalahbagaimana menegakkan keadilan dan kemakmuran yang dalamajaran agama Islam disebut dengan istilah kesejahteraan. Jadi,menurut pandangan ini, masalah utamanya adalah penegakanhukum dan perumusan kebijakan serta pelaksanaan di bidangekonomi, terlepas dari jenis dan watak struktur itu sendiri. Inilahpandangan yang sering disebut sebagai pandangan non-struktural,juga dikenal dengan pandangan developmentalist.Dalam pandangan ini, Islam atau agama-agama lain dapat262 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTberperan memerangi materialisme dan sebagainya, tanpa terpengaruholeh struktur masyarakat. Dengan demikian, masalahyang dihadapi terkait sepenuhnya dengan keahlian dan pengorganisasiansumber daya manusia yang dimiliki. Pandangan nonstrukturalini, antara lain diikuti oleh para teknokrat kita, yangselama ini menentukan kebijakan pembangunan yang kita ikutisebagai bangsa.Dan, ternyata para teknokrat tersebut telah menemui kegagalan,karena keadilan dan kemakmuran ternyata tidak kunjungtercapai, yang menikmati hanyalah sejumlah konglomerat belaka.Karenanya, pembahasan mengenai hubungan antara agama danideologi negara, sebaiknya dibatasi pada pandangan-pandanganagama yang ada mengenai struktur sosial yang adil bagi seluruhwarga masyarakat, dan menuju pada kemakmuran bangsa. Pendekatanstruktural ini diperlukan, karena memang semua agamamenghendaki masyarakat yang adil, menuju pencapaian kemakmuran.“Baldatun tayyibatun wa rabbun ghafûr” (negara yang baikdan Tuhan yang Maha Pengampun) adalah semboyan upaya kaummuslimin dalam menciptakan masyarakat yang demikian itu,sesuai dengan ajaran Islam sendiri. Karenanya, membahas hubunganantara Islam dengan negara, dengan membahas strukturmasyarakat yang hendak didirikan, adalah sesuatu yang secarainherent menyangkut keadilan, dan dengan demikian merupakanstruktur masyarakat yang benar. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 263


DEMOCRACY PROJECTARABISASI,SAMAKAH DENGAN ISLAMISASI?Beberapa tahun yang lampau, seorang ulama dari Pakistandatang pada penulis di Kantor Pengurus Besar NahdlatulUlama (PBNU) Jakarta. Pada saat itu, Benazir Buttho masihmenjabat Perdana Menteri Pakistan. Permintaan orang alim ituadalah agar penulis memerintahkan semua warga NU untukmembacakan surah Al-Fatihah bagi keselamatan BangsaPakistan. Mengapa? Karena mereka dipimpin Benazir Butthoyang berjenis kelamin perempuan. Bukankah Rasulullah Sawtelah bersabda “celakalah sebuah kaum jika dipimpin oleh seorangperempuan”. Penulis menjawab bahwa hadits tersebutdisabdakan pada abad VIII Masehi di Jazirah Arab. Bukankahini berarti diperlukan sebuah penafsiran baru yang berlaku untukmasa kini?Pada waktu dan tempat itu, konsep kepemimpinan(za’amah) bersifat perorangan -di mana seorang kepala suku harusmelakukan hal-hal berikut: memimpin peperangan melawansuku lain, membagi air melalui irigasi di daerah padang pasiryang demikian panas, memimpin karavan perdagangan darikawasan satu ke kawasan lain dan mendamaikan segala macampersoalan antar para keluarga yang berbeda-beda kepentingandalam sebuah suku, yang berarti juga dia harus berfungsimembuat dan sekaligus melaksanakan hukum.264 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTSekarang keadaannya sudah lain, dengan menjadi pemimpin,baik ia presiden maupun perdana menteri sebuah negara,konsep kepemimpinan kini telah dilembagakan/di-institusionalisasi-kan.Dalam konteks ini, Perdana Menteri Buttho tidak bolehmengambil keputusan sendiri, melainkan melalui sidang kabinetyang mayoritas para menterinya adalah kaum lelaki. Kabinet jugatidak boleh menyimpang dari Undang-Undang (UU) yang dibuatoleh parlemen yang beranggotakan laki-laki sebagai mayoritas.Untuk mengawal mereka, diangkatlah para Hakim Agung yangmembentuk Mahkamah Agung (MA), yang anggotanya juga lakilaki.Karenanya, kepemimpinan di tangan perempuan tidak lagimenjadi masalah, karena konsep kepemimpinan itu sendiri telahdilembagakan/di-institusionalisasi-kan. “Anda memang benar,demikian kata orang alim Pakistan itu, tetapi tolong bacakansurah Al-Fatihah untuk keselamatan bangsa Pakistan”.*****Kisah di atas, dapat dijadikan contoh betapa Arabisasi telahberkembang menjadi Islamisasi -dengan segala konsekuensinya.Hal ini pula yang membuat banyak aspek dari kehidupan kaummuslimin yang dinyatakan dalam simbolisme Arab. Atau dalambahasa tersebut, simbolisasi itu bahkan sudah begitu merasukke dalam kehidupan bangsa-bangsa muslim, sehingga secaratidak terasa Arabisasi disamakan dengan Islamisasi. Sebagaicontoh, nama-nama beberapa fakultas di lingkungan InstitutAgama Islam Negeri (IAIN) juga di-Arabkan; kata syari’ah untukhukum Islam, adab untuk sastra Arab, ushuludin untuk studigerakan-gerakan Islam dan tarbiyah untuk pendidikan agama.Bahkan fakultas keputrian dinamakan kulliyyatul bannat. Seolaholahtidak terasa ke-Islaman-nya kalau tidak menggunakan katakatabahasa Arab tersebut.Kalau di IAIN saja, yang sekarang juga disebut UIN(Universitas Islam Negeri) sudah demikian keadaannya, apa pulaISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 265


DEMOCRACY PROJECTnama-nama berbagai pondok pesantren. Kebiasaan masalampau untuk menunjuk kepada pondok pesantren denganmenggunakan nama sebuah kawasan/tempat, seperti PondokPesantren (PP) Lirboyo di Kediri, Tebu Ireng di Jombang danKrapyak di Yogyakarta, seolah-olah kurang Islami, kalau tidakmenggunakan nama-nama berbahasa Arab. Maka,dipaksakanlah nama PP Al-Munawwir di Yogya -misalnya,sebagai pengganti PP Krapyak.Demikian juga, sebutan nama untuk hari dalam seminggu.Kalau dahulu orang awam menggunakan kata “Minggu” untukhari ke tujuh dalam almanak, sekarang orang tidak puas kalautidak menggunakan kata “Ahad”. Padahal kata Minggu, sebenarnyaberasal dari bahasa Portugis, “jour dominggo”, yang berartihari Tuhan. Mengapa demikian? Karena pada hari itu orangorangPortugis -kulit putih pergi ke Gereja. Sedang pada hariitu, kini kaum muslimin banyak mengadakan kegiatan keagamaan,seperti pengajian. Bukankah dengan demikian, justrukaum muslimin menggunakan hari tutup kantor tersebut sebagaipusat kegiatan kolektif dalam ber-Tuhan?*****Dengan melihat kenyataan di atas, penulis mempunyaipersangkaan bahwa kaum muslimin di Indonesia, sekarang justrusedang asyik bagaimana mewujudkan berbagai keagamaanmereka dengan bentuk dan nama yang diambilkan dari BahasaArab. Formalisasi ini, tidak lain adalah kompensasi dari rasa kurangpercaya diri terhadap kemampuan bertahan dalam menghadapi“kemajuan Barat”. Seolah-olah Islam akan kalah dari peradabanBarat yang sekuler, jika tidak digunakan kata-kataberbahasa Arab. Tentu saja rasa kurang percaya diri ini juga dapatdilihat dalam berbagai aspek kehidupan kaum muslimin sekarangdi seluruh dunia. Mereka yang tidak pernah mempelajariagama dan ajaran Islam dengan mendalam, langsung kembali266 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTke akar Islam, yaitu kitab suci al-Qur’ân dan Hadits Nabi Saw.Dengan demikian, penafsiran mereka atas kedua sumbertertulis agama Islam itu menjadi superficial dan “sangat keras”sekali. Bukankah ini sumber dari terorisme yang menggunakannama Islam dan yang kita tolak?Dari “rujukan langsung” pada kedua sumber pertama Islamitu, dikenal dengan sebutan dalil naqli, menjadi sikap sempit yangmenolak segala macam penafsiran berdasarkan ilmu-ilmu agama(religious subject). Padahal penafsiran baru itu adalah hasil pengalamandan pemikiran kaum muslimin dari berbagai kawasandalam waktu yang sangat panjang. “Pemurnian Islam” (Islamicpuritanism) seperti itu, berarti tudingan salah alamat ke arahtradisi Islam yang sudah berkembang di berbagai kawasanselama berabad-abad, memang ada ekses buruk dari pengalamandan perkembangan pemikiran itu, tetapi jawabnya bukanlahberbentuk puritanisme yang berlebihan, melainkan dalam kesadaranmembersihkan Islam dari ekses-ekses yang keliru tersebut.Agama lainpun pernah atau sedang mengalami hal ini, sepertiyang dijalani kaum Katholik dewasa ini. Reformasi yangdibawakan oleh berbagai macam kaum Protestan, bagi kaumKatholik dijawab dengan berbagai langkah kontra-reformasisemenjak seabad lebih yang lalu. Pengalaman mereka itu yangkemudian berujung pada teologi pembebasan (liberation theology),merupakan perkembangan menarik yang harus dikaji oleh kaummuslimin. Ini adalah pelaksanaan dari adagium “perbedaan pendapatdari para pemimpin, adalah rahmat bagi umat” (ikhtilâf ala’immahrahmat al-ummah). Adagium tersebut bermula dari ketentuankitab suci al-Qur’ân: “Ku-jadikan kalian berbangsa-bangsadan bersuku-suku bangsa agar kalian saling mengenal” (waja’alnâkum syu’ûban wa qabâ’ila li ta’ârafû)(QS al-Hujurat(49):13).Makanya, cara terbaik bagi kedua belah pihak, baik kaum tradisionalismaupun kaum pembaharu dalam Islam, adalah mengakuipluralitas yang dibawakan oleh agama Islam. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 267


DEMOCRACY PROJECTPENYESUAIAN ATAUKAHPEMBAHARUAN TERBATASProf. Dr. Azyummardi Azra, Rektor UIN SyarifHidayatullah di Ciputat menjelaskan dalam dialogdengan para mahasiswa di layar TVRI tanggal 26Nopember 2002, tentang penyebaran Islam di Nusantara. Iamengemukakan bahwa Islam disebarkan sejak berabad-abadyang lalu, di seluruh Nusantara dengan berbagai karya paraulama kita dalam pengajian-pengajian. Di antara nama-namayang disebutkan, terdapat nama Syekh Arsyad Banjari dariMartapura, ia dikirimn oleh salah seorang sultan yang berkuasadi kawasan tersebut untuk belajar belasan tahun lamanya diMekkah. Namun, ia kembali ke Tanah Air dalam abad ke-18 M,dan dikuburkan di Kelampayan, Martapura. Walaupun TVRIhanya menampilkan gambar istana sultan di Martapura, namunsebenarnya saat ini ada pesantren di Kelampayan yang memilikisantri (pelajar) berjumlah belasan ribu orang.Prof. Dr. Azyummardi Azra menyebutkan betapa besar jasapara ulama yang mengaji di Mekkah dan dan kembali ke tanahair, dalam dua hal : penyebaran agama Islam di kawasan masingmasing,dan penerapan ajaran agama Islam secara lebih murni.Ini adalah pengawasan seorang pakar atas jalannya sejarah dibumi Nusantara. Ini haruslah dihargai, dan temuan-temuannyaitu haruslah diteruskan oleh para peneliti sejarah Nusantara.268 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTHanya dengan demikian, kita akan dapat mencapai mutu kesejarahanyang tinggi, karena didasarkan pada hasil-hasil kajianilmiah yang benar. Tentu saja, hasil-hasil kajian ini juga harusdisiarkan kepada orang awan dengan bahasa yang mereka mengertidan disiarkan melalui media khalayak.Apa yang dilakukan Prof. Dr. Azyummardi ini patut dihargai,karena dengan demikian ia telah menyajikan fakta-faktasejarah kepada khalayak ramai. Ini bukanlah sesuatu yang kecilartinya, karena justru dengan cara demikianlah dapat dilakukanpendidikan masyarakat mengenai masa lampau negeri dan bangsakita. Ini bahkan lebih besar jasanya daripada penyampaianhal-hal normatif yang sekarang mendominasi penyiaran kita.Karenanya, dibutuhkan lebih banyak orang-orang seperti Prof.Dr. Azra ini, yang pandai menghubungkan dunia ilmiah denganmasyarakat awam kita. Katakanlah dalam bahasa kuis televisi:“seratus untuk Pak Azra.”*****Namun, tak ada gading yang tak retak, kalau meminjamsabda Rasulullah, dapat digunakan ungkapan berikut: “manusiaadalah tempat kesalahan dan kelalaian “ (al insân mahallu al khatha’wa al-misyân). Ada sedikit kesalahan dalam penyampaian beliauakan sejarah masa lampau kita. Beliau menyatakan, bahwa banyakpenyimpangan yang disebabkan oleh adat dan budaya kitadari masa sebelum itu, kemudian oleh ulama kita disesuaikandengan hukum-hukum agama (fiqh) yang formal. Disimpulkandari situ, bahwa mereka para ulama melakukan pemurnian Islam.Dan pemurnian itu sebenarnya adalah upaya untuk memeliharakeabsahan ajaran-ajaran agama Islam di negeri kita.Dalam hal ini, apa yang diuraikan secara umum oleh Prof.Dr. Azra itu, berlaku untuk para ulama umumnya di kawasanini pada masa lampau. Juga dengan percontohan mereka, sepertiterlihat dalam pelaksanaan akhlak dan penerapan ibadah, merekaISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 269


DEMOCRACY PROJECTpara ulama itu telah merintis “ketaatan” agama yang luar biasapada bangsa kita, yang masih terpelihara sampai hari ini di hadapan“pembaratan” (westernisasi) yang dianggap sebagai modernisasi.Proses seperti ini, yang berjalan sangat lambat selamaberabad-abad lamanya, sangat ditentukan oleh percontohan yangdiberikan elite kepada masyarakat kita. Inilah sebenarnya yangharus kita ingat, karena kuatnya kecenderungan elite politik kitadewasa ini hanya untuk mengejar keuntungan pribadi/golongan,di atas kepentingan bangsa secara keseluruhan.Hal yang dilupakan Prof. Dr. Azra , adalah menyebutkanjuga fungsi lain yang dilakukan oleh Syekh Arsyad al-Banjaridengan karyanya (Sabîl al-Muhtadîn), yang sekarang ini jugamenjadi nama Masjid Raya/Agung di Kota Banjarmasin. Apayang dilupakan Dr. Azra, adalah bahwa dalam karya tersebutSyekh Arsyad juga melakukan sebuah pembaharuan terbatas atashukum-hukum agama (fiqh). Dalam karyanya itu, beliau menyampaikanhukum agama perpantangan. Hukum agama inijelas memperbaharui hukum agama pembagian waris (farâ-idh)secara umum. Kalau biasanya dalam hukum agama itu disebutkan,ahli waris lelaki menerima bagian dua kali lipat ahli warisperempuan. Beliau beranggapan lain halnya dengan adat Banjaryang berlaku di daerah Kalimantan Tengah dan KalimantanSelatan dewasa ini.****Dalam karyanya itu, beliau menganggap untuk masyarakatbersungai besar, seperti di Kalimantan Selatan, harus diingatadanya sebuah ketentuan lain. Yaitu, rejeki di kawasan itu adalahhasil kerjasama antara suami dan istri. Ketika sang suami masukhutan mencari damar, rotan, kayu dan sebagainya, maka istrimenjaga jangan sampai perahu yang ditumpangi itu tidak terbawaarus air, di samping kewajiban lain seperti menanak nasi dansebagainya. Dengan demikian, hasil-hasil hutan yang dibawa270 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTpulang adalah hasil karya dua orang, dan ini tercermin dalampembagian harta waris. Menurut adat perpantangan itu, hartawaris dibagi dahulu menjadi dua. Dengan paroh partama diserahkankepada pasangan yang masih hidup, jika suami atau istrimeninggal dunia dan hanya paroh kedua itu yang dibagikansecara hukum waris Islam.Dengan demikian, Syekh Arsyad melestarikan hukumagama Islam (fiqh) dengan cara melakukan pembaharuan terbatas.Namun, pada saat yang bersamaan, beliau juga melakukanpenyebaran agama Islam dan memberikan contoh yang baik bagimasyarakatnya. Inilah jasa yang sangat besar yang kita kenangdari hidup beliau, sekembalinya ke tanah air di kawasan Nusantaraini. Hanya dengan inisiatif yang beliau ambil itu, dapat kitasimpulkan dua hal yang sangat penting: pertama, kemampuanmelakukan pembaharuan terbatas, kedua berjasa mendidikmasyarakat dalam perjuangan hidup selama puluhan tahunlamanya. Jasa dalam dua bidang ini sudah pantas membuat beliaumemperoleh gelar, sebagai penghargaan atas jasa-jasa beliau yangsangat besar bagi kehidupan kita sebagai bangsa, di masa kinimaupun masa depan.Jasa Syekh Arsyad di bidang pembaharuan terbatas ini,dapat disamakan dengan jasa Sultan Agung Hanyakrakusumadalam dinasti para penguasa Mataram. Dengan penetepannyabahwa tahun Saka, harus dimulai pada bulan Syura, dan bulannyaberjumlah tigapuluh hari. Hal yang sama juga dilakukannyaatas hukum perkawinan-perceraian-rujuk yang berlakuhingga saat ini, yang diambilnya dari hukum agama Islam formal(fiqh). Dengan demikian “pembaharuan terbatas” yang dilakukankedua tokoh tersebut berjalan tanpa kekerasan, seperti yang diajarkanoleh agama Islam. Bukan dengan menggunakan kekerasan,apalagi terorisme seperti yang dilakukan sebagian sangatkecil kaum muslimin yang tidak terdidik secara baik di negerikita saat ini. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 271


DEMOCRACY PROJECTPENTINGNYA SEBUAH ARTIDi akhir November tahun lalu, penulis diundang olehsebuah lembaga yang dipimpin Dr. Chandra Muzaffaruntuk turut dalam sebuah diskusi di Malaysia. Karenatempat dan tanggal diskusi itu dirubah, penulis tidak dapat turutserta dalam pembahasan-pembahasan yang dilakukan. Penulishanya mengirimkan ringkasan sebuah makalah tertulis kepadalembaga itu, untuk dibahas dalam kesempatan tersebut -mudahmudahandengan langkah itu penulis dapat turut serta dalammembahas masalah yang diperbincangkan, yaitu peranan agamadalam mencari pemahaman yang benar tentang globalisasi. Kalauhal itu tercapai, berarti penulis telah mengambil bagian dalampembahasan mengenai satu sisi globalisasi.Memang, pembahasan mengenai globalisasi selalu sangatmenarik, bukankah hal itu menyangkut seluruh sisi kehidupanumat manusia? Baik dalam sisi kolektif kehidupan manusia, sepertiperdagangan dan sistem keuangan, maupun mengenai sisiindividual (pribadi) seseorang -seperti selera kita akan sesuatusangatditentukan oleh pengertian kita akan globalisasi. Denganmengambil sebuah pengertian tertentu, pemahaman kita akanglobalisasi itu sendiri dengan sendirinya mengakibatkan sikaptertentu pula. Karenanya pembahasan istilah tersebut akan sangat272 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTmenarik, justru karena relevansinya dengan kehidupan umatmanusia.Inilah yang mendorong penulis untuk mengirimkan ringkasansumbangan pemikiran bagi jalannya pembahasan mengenaiperanan agama dan globalisasi yang berlangsung di Malaysiaitu. Persoalanya terletak pada cara bagaimana kita memahamiarti kata globalisasi tersebut. Sebuah pemahaman yang salah akanmengakibatkan pandangan yang salah pula, dan ini berakibatpada pengambilan sikap yang tidak benar. Dengan demikian sikapkita, dan juga sikap agama-agama yang ada, harus diuji kebenarannyamelalui pengertian yang benar pula, dan memiliki obyektifitasyang diperlukan. Dengan demikian, jelaslah bahwapengertian yang benar tentang kata tersebut sangat diperlukan,kalau kita ingin memperoleh kesimpulan yang jelas dan benar.*****Dalam pengertian yang umum dipakai, kata globalisasi sangatdipahami sebagai dominasi usaha-usaha besar dan raksasaatas tata niaga dan sistem keuangan internasional yang kita ikuti.Ia juga dipahami sebagai pembentukan selera warga masyarakatsecara global/mendunia yang juga turut kita nikmati saat ini.Deretan penjualan “makanan siap-telan” (fast food) menjadi saksiakan pemaknaan seperti itu. Selera kita ditentukan oleh pasar,bukannya menentukan pasar. Dari fakta ini saja sudah cukupuntuk menjadi bukti akan kuatnya dominasi tersebut. Pengertianlain globalisasi adalah dominasi komersial dan pengawasan atassistem finansial dalam hubungan antar-negara, inilah yang sekarangmenentukan sekali tata hubungan antara negara-negarayang ada. Karenanya, pembahasan arti kata globalisasi itumenjadi sangat penting dan akan menentukan masa depan umatmanusia. Karena itulah kita juga harus turut berbicara, kalau tidakingin nantinya arti itu ditentukan oleh pihak lain yang disebutkandi atas.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 273


DEMOCRACY PROJECTDalam hal ini, penulis menganggap arti kata globalisasiini harus dipahami secara lebih serius, karena kalau kita lengahdan tidak memberikan perhatian, justru akan menjadi mangsatata niaga internasional yang berlaku di seluruh dunia saat ini.Makanya, dari dulu penulis telah berkali-kali menyampaikanhal ini kepada masyarakat melalui pidato, ceramah, prasaranmaupun artikel seperti ini.Sikap penulis ini hampir-hampir tidak pernah mendapatkanresponsi-responsi yang kreatif. Walaupun penulis juga mengetahuibanyak artikel ditulis untuk jurnal-jurnal ilmiah tentanghal ini, namun hampir seluruh karya-karya itu tidak mencapaipembaca kebanyakan dan dengan demikian masyarakat tidakturut pula dalam pembahasan mengenai arti kata globalisasi itu.Dengan demikian, pemahaman sepihak yang bersifat materialistikatas kata itu tetap saja menjadi dominan. Penulis juga tahubahwa dengan tulisan ini pun, masyarakat tetap saja banyak yangtidak mengetahui adanya bermacam-macam pengertian dari katatersebut, karena mungkin terlalu kecilnya upaya untuk mengajukanpengertian lain, dari apa yang dimengerti masyarakatpada waktu ini. Namun, tulisan seperti itu harus dikemukakanguna menunjang sebuah keputusan politik yang nanti akan diambilpada waktunya.*****Dengan kata lain penulis memiliki keyakinan, bahwa perubahansebuah pengertian akan terjadi, jika ada pihak yang nantinyamengambil kebijakan sesuai dengan kebutuhan tersebut.Ini akan terjadi jika ada pemerintahan yang benar-benar memikirkankepentingan rakyat kebanyakan, dalam perimbangan kekuatanantara berbagai pemikiran di dunia ini. Jika nantinya adapemerintahan yang benar-benar tidak rela akan adanya ketimpangankekuatan luar biasa antara negara-negara berteknologimaju dengan negara-negara yang sedang berkembang, tentu akan274 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTada tindakan-tindakan yang diambil untuk melakukan koreksiterhadap ketimpangan tersebut. Upaya korektif itulah yang akanmenimbulkan pengertian yang benar atas kata globalisasi itu.Islam mengajarkan perlunya dijaga keseimbangan antarahal-hal yang mengatur kehidupan manusia, mengapa? Karenahanya dengan keseimbangan itulah keadilan dapat dijaga danakan berlangsung baik dalam kehidupan individual maupunkolektif kita. Sangat banyak kata “a’dilû” (berlakulah yang adil)dimuat dalam kitab suci al-Qur’ân, maka mau tidak mau pemikiranbersungguh-sungguh tentang masyarakat harus bertumpupada kebijakan tersebut. Kata “al-qisthu” (keadilan) juga demikianbanyak terdapat dalam pemikiran Islam, seperti “Wahai orangorangberiman, tegakkan keadilan dan jadilah saksi bagi Tuhankalian, walau akan merugikan (sebagaian dari kalangan) kaliansendiri” (yâ ayyuha al-ladzîna âmanû kûnû qawwâmîna bi al-qisthisyuhadâ’a li allâhi walau ‘alâ anfusikum)(QS al-Nisa(4):135).Jadi, jelaslah bahwa upaya menegakkan pengertian yangbenar atas kata “globalisasi”, itu sangat terkait dengan penegakankeseimbangan antara berbagai kekuatan di dunia ini, yang jugaberkaitan dengan pemikiran akan keadilan dalam pandanganIslam. Mungkin inilah yang dimaksudkan dengan hadits “Sebaikbaikperkara/persoalan, adalah yang (terletak) di tengah-tengah”(khairu al ‘umur au sâthuha). Jelaslah dari hadits tadi, Islam sangatterkait dari sudut pemikiran keseimbangan antar-negara. Dengankata lain, Islam sebenarnya tidak merelakan ketimpangan yangterjadi pada saat ini. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 275


DEMOCRACY PROJECTSISTEM BUDAYA DAERAH KITADAN MODERNISASIBeberapa belas tahun lalu, Lembaga Ilmu PengetahuanIndonesia (LIPI) mengadakan penelitian tentang 14 sistembudaya daerah di negeri kita. Sistem budaya daerah Acehhingga Nusa Tenggata Timur (NTT) diteliti, termasuk sistem budayaJawa I dan Jawa II. Yang dimaksudkan dengan sistem budayaJawa I adalah sistem budaya Jawa yang ada di daerah-daerahpusat keraton, seperti Yogyakarta dan Solo. Sebaliknya, sistembudaya Jawa II adalah Jawa pinggiran, terutama di Jawa Timur.Budaya pesantren, dalam hal ini, termasuk sistem budaya Jawa II.Hasil yang sangat menarik dari penelitian tersebut, yangdipimpin Dr. Mochtar Buchori, adalah pentingnya penerapansistem-sistem tersebut di saat sistem modern belum dapat diterapkan.Sistem budaya Ngada di Flores Timur, umpamanya, adalahsubstitusi bagi sistem hukum nasional kita di daerah itu,ketika belum berdiri lembaga pengadilan di sana. Kode etik siridalam masyarakat Bugis, yang berintikan pembelaan terhadapkehormatan diri, tidaklah lekang pada masa ini. Beberapa kejadianpenggunaan badik untuk mempertahankan diri, di berbagaidaerah di kalangan orang Bugis, jelas menunjukkan kepada penerapannilai-nilai yang berlaku melalui sistem budaya daerahBugis itu.276 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTPenelitian menunjukkan dua buah kecenderungantersebut yang menunjuk pada kemampuan hidup sistembudaya daerah kita di tengah-tengah arus modernisasi yangdatang tanpa dapat dicegah. Karenanya, sikap yang tepatadalah bagaimana memanfaatkan sistem budaya daerah disuatu tempat pada sebuah periode, dengan dua tujuan:menunggu mapannya modernisasi, dan mengelola arusperubahan untuk tidak datang secara tiba-tiba. Dengan carademikian, kita dapat mengurangi akibat-akibat modernisasimenjadi sekecil mungkin.*****Clifford Geertz dari Universitas Princeton, menganggapkyai/ulama’ pesantren sebagai “makelar budaya” (cultural broker).Dia menyimpulkan demikian, karena melihat para kyai melakukanfungsi screening bagi budaya di luar kita. Nilai-nilai baru yangdianggap merugikan, disaring oleh mereka agar tidak menanggalkanbudaya lama —kyai bagaikan dam/waduk yang menyimpanair untuk menghidupi daerah sekitar. Pengaruh budaya luar yangdatang ke suatu daerah, bagaikan permukaan air yang naik olehadanya bendungan itu. Masyarakat dilindungi dari pengaruhpengaruhnegatif, dan dibiarkan mengambil pengaruh-pengaruhluar yang positif.Hiroko Horikoshi dalam disertasinya berhasil membuktikanbahwa Kyai mengambil peranan sendiri untuk merumuskan gerakpembangunan di tempat mereka berada. Ini berarti, menurutHorikoshi reaksi pesantren terhadap modernisasi tidaklah samadari satu ke lain tempat. Dengan demikian, tidak akan ada sebuahjawaban umum yang berlaku bagi semua pesantren terhadap prosesmodernisasi. Dengan kata lain, Horikoshi menolak pendapatGeertz di atas, karena tidak akan ada jawaban sama terhadaptantangan modemisasi. Menurut Horikoshi, masing-masing pesantrendan Kyai akan mencari jawaban-jawaban sendiri —dan,ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 277


DEMOCRACY PROJECTdengan demikian tidak ada jawaban umum yang berlaku bagisemua dalam hal ini.Pendapat Geertz di atas, dengan sendirinya, terbantahkanoleh temuan-temuan yang dilakukan Horikhosi terhadap reaksiKyai Yusuf Thojiri dari pesantren Cipari, Garut, atas tantanganmodernisasi. Pesantren yang dipimpin oleh besan mendiang KH.Anwar Musaddad itu, tentu memberikan reaksi lain terhadapproses modernisasi. Pesantren yang sekarang dipimpin olehUstadzah Aminah Anwar Musaddad itu, sekarang justru tertarikpada upaya mendukung Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yangbergerak di bidang garment dan pelestarian lingkungan alammelalui penghutanan kembali.*****Jelaslah dengan demikian, bahwa bermacam cara dapatdigunakan untuk mengenal berbagai reaksi terhadap proses modernisasi.Ada reaksi yang menggunakan warisan sistem budayadaerah, tapi ada pula yang merumuskan reaksi mereka dalambentuk tradisional yang tidak tersistemkan. Ada pula reaksi yangbersifat temporer, tapi ada pula yang bersifat langsung. Ada yangberpola umum, tapi ada pula yang menggunakan cara-cara khususdalam memberikan reaksi.Kesemuannya itu, memperlihatkan wajah yang sama, keenggananmenerima bulat-bulat apa yang dirumuskan orang mengenaidiri kita sendiri. Dengan kata lain, proses pribumisasi (nativisasi)berlangsung dalam bentuk bermacam-macam pada saat tingkatpenalaran dan ketrampilan berjalan, melalui berbagai sistem pendidikanformal. Dengan demikian, proses pengembangan SumberDaya Manusia (SDM) di Indonesia berjalan dalam dua arahyang berbeda. Di satu pihak, kita menerima pengalihan kebolehandan ketrampilan dari bangsa-bangsa lain, melalui sistem pendidikanformal —maka, lahirlah tenaga-tenaga profesional untuk mengelolanya.Di pihak lain, pendidikan informal kita justru meno-278 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTlak pendekatan menelan bulat-bulat apa yang datang dari luar.Dengan demikian, tidaklah heran jika ada dua macamjalur komunikasi dalam kehidupan bangsa kita. Di satu sisi,kita menggunakan jalur komunikasi modern, yang bersandarpada sistem pendapat formal dan media massa. Media massapun, yang dahulu sangat takut pada kekuasaan pemerintah,kini justru tunduk terhadap kekuasaan uang; dengankemampuan seleksi yang belum berkembang menjadi prosesyang efektif. Di sisi lain, digunakan jalur lain, yaitu komunikasilangsung dengan massa konggregasi jama’ah masjid/surau,gereja, pengajian-pengajian khalayak/majelis ta’lim,kelenteng/vihara, merupakan saluran wahana langsungtersebut. Tentu, penggunaan kedua jalur utama itu yang sangatberbeda satu sama lain, yang akan menentukan masa depanbangsa kita. Apalagi, jika kemampuan menggunakan keduajalur itu, oleh pihak yang sama, tentu akan menjadikan sistempolitik kita sekarang dan di masa depan menjadi sangat transparan,akan menjadi lahan menarik untuk dapat dipelajari dandiamati dengan seksama. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 279


DEMOCRACY PROJECT“TOMBO ATI”BERBENTUK JAZZ?Sebagaimana diketahui “Tombo Ati” adalah nama sebuahsajak berbahasa Arab ciptaan Sayyidina Ali, yang oleh KH.Bisri Mustofa dari Rembang (ayah KH. A. Mustofa Bisri)diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa dengan menggunakanjudul tersebut. Dalam sajak itu, disebutkan 5 buah hal yangseharusnya dilakukan oleh seorang muslim yang inginmendekatkan diri kepada Allah Swt. Kelima hal itu dianggapsebagai obat (tombo) bagi seorang muslim yang tingkahnyamenunjukkan bukan muslim “yang baik”. Denganmelaksanakan secara teratur kelima hal yang disebutkan dalamsajak tersebut, dijanjikan orang itu akan menjadi muslim “yangbaik”, dianggap demikian karena ia melaksanakan amalan agamasecara tuntas. Sajak ini sangat populer di kalangan para santri diPulau Jawa, terutama di lingkungan pesantren.Karenanya sangatlah penting untuk mengamati, adakahsajak itu tetap digemari oleh kaum muslimin Sunni tradisional?Hal ini menjadi penting karena sebuah faktor, kalau ia tetapdilestarikan, maka hal itu menunjukkan kemampuan musliminSunni tradisional menjaga budaya kesantrian mereka di alamserba modern ini. Jadi kemampuan sebuah kelompokmelestarikan sebuah sajak bukan sekedar “peristiwa lumrah”.Peristiwa itu justru menyentuh sebuah pergulatan dahsyat yangmenyangkut budaya kelompok Sunni tradisional melawanproses modernisasi yang dalam hal ini berbentuk westernisasi280 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECT(pembaratan). Bahwa sajak itu, dalam bentuk sangat tradisionaldan memiliki isi kongkret lokal (Jawa), justru membuatpertarungan budaya itu lebih menarik untuk diamati.Sebuah proses maha besar yang meliputi jutaan jiwa wargamasyarakat, sedang terjadi dalam bentuk yang sama sekali tidakterduga. Demikian juga dengan sajak tersebut yang berisi “perintahagama” untuk berdzikir tengah malam, mengerti danmemahami isi kandungan kitab suci al-Qur’ân, bergaul erat denganpara ulama dan berpuasa untuk menjaga hawa nafsu,adalah hal-hal utama dalam asketisme (khalwah) yangmerupakan pola hidup ideal bagi seorang muslim, yangmenempa dirinya menjadi “ orang baik dan layak” (shaleh).Jika anjuran itu diikuti oleh kaum muslim dalam jumlah besar,tentu saja keseluruhan kaum muslimin akan memperoleh“kebaikan” tertentu dalam hidup mereka. Gambaran itu sangatideal, namun modernisasi datang untuk menantangnya.****Dalam sebuah perhelatan perkawinan di Kota Solo,penulis mengalami sendiri hal itu. Ketika sebuah kelompokband menampilkan permainan lagu “Tombo Ati” itu secaramodern. Penulis sangat tercengang. Pertama, oleh kenyataansebuah produk sastra yang sangat kuno (walaupun berupaterjemahan) dapat disajikan dalam irama yang tidak terdugasama sekali. Mungkin irama jazz itu bercampur denganlanggam Jawa, namun ia tetap saja sebuah iringan jazz.Mungkin tidak semodern permainan Sadao Watanabe, namunbentuk jazz dari “Tombo Ati” itu tetap tampak dalam sajiansekitar 5 menit itu.Di sini kita sampai kepada sebuah kenyataan, munculnyaberbagai bentuk dan sajian tradisional dengan mempertahankan“hakikat keaslian” di hadapan tantangan modernitas. Tidakhanya penampilan alat-alat musiknya saja, melainkan dalamISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 281


DEMOCRACY PROJECTperubahan fungsi dari sajak itu sendiri. Kalau semula sajak itudimaksudkan sebagai pesan moral sangat ideal bagi kaum muslimin,namun dalam pagelaran tersebut berubah peran menjadisebuah hiburan.Tentu saja kita tidak dapat menyamakan pagelaran musikyang menggemakan “Tombo Ati” dengan Debus dari Banten,yang memperagakan manusia tidak berdarah ketika ditusukbenda tajam. Dengan mudah kita mengatakan “penari” Debusseperti itu, sebagai orang yang belasan tahun lamanya menahandiri dari memakan sejumlah makanan dan membatasi kebiasaanyang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Kita tidakmenyadari, sebenarnya untuk melakukan pertunjukan Debus itu,seseorang secara “tirakat” haruslah menahan diri dari kebiasaankebiasaanitu.Dengan demikian untuk menjalankan pertunjukan ituterdapat keyakinan agama dan mereduksi kebiasaan keseharianmenjadi latihan-latihan biasa. Ini memiliki arti perjumpaanserius (encounter) antara peradaban tradisional denganperadaban modern. Ini adalah kenyataan hidup yang harusdihadapi bukannya dihardik atau disesali (seperti terlihat darisementara reaksi berlebihan atas pagelaran “ngebor” dari Inul).Sudah tentu ini adalah kenyataan yang tidak dapat dihindari,karena di sinilah letak hubungan langsung antara kesenian dandunia pariwisata.*****Perjumpaan antara yang tradisional dan yang modern itudimungkinkan oleh kerangka komersial yang bernama pariwisata.Dengan demikian jelas bagi kita bahwa dalam tradisionalismeada juga mengandung watak-watak yang tidakkomersial, namun harus didorong untuk maju. Contohnyapenampilan sajak (Tombo Ati) itu dalam sajian jazz adalahsesuatu yang sangat menarik untuk diamati. Jelas dari proses282 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTpenampilan (Tombo Ati) itu terjadi sebuah proses yang oleh parapengamat perkembangan masyarakat disebut sebagai “prosestawar menawar” (trade off) yang sering terasa aneh, karenamenampilkan sesuatu yang tidak tradisional maupun modern.Kemampuan melakukan tawar-menawar seperti itulah, yangsekarang dihadapi kebudayaan kita.Bahkan hal itu juga terjadi dalam perjumpaan antaragama. Ketika agama Buddha dibawa oleh Dinasti Syailendrake pulau Jawa dan bertemu dengan agama Hindu yang sudahterlebih dahulu datang, hasilnya adalah agama Hindu-Buddha(Bhairawa). Agama Islam yang masuk ke Indonesia jugamengalami hal yang sama. Perjumpaan antara ajaran formalIslam dengan budaya Aceh misalnya melahirkan “seni kaumSufi” seperti tari Seudati, yang dengan indahnya digambarkanoleh James Siegel dalam Rope of God. Berbeda dari modelMinangkabau yang mengalami perbenturan dahsyat bidanghukum agama, antara hukum formal Islam dan ketentuanketentuanadat. Hasilnya adalah ketidakpastian sikap yangditutup-tutupi oleh ungkapan “Adat Basandi Sara’ dan Sara’Basandi Kitabullah .” Di Gua (Sumatera Selatan) yang terjadiadalah lain lagi, yaitu ketentuan adat jalan terus sedangkanhal-hal tradisional pra-Islam juga dilakukan. Di pulau Jawayang terjadi adalah hubungan yang dinamai oleh seorangakademisi sebagai “hubungan multi-keratonik.” Dalamhubungan ini kaum santri mengembangkan pola kehidupansendiri yang tidak dipengaruhi oleh “adat pra Islam” yang datangdari keraton.Perkembangan keadaan seperti itu, mengharuskan kitamenyadari bahwa setiap agama di samping ajaran-ajaranformal yang dimilikinya, juga mempunyai proses salingmengambil dengan aspek-aspek lain dari kehidupan budaya.Di sinilah kita harus selalu menerima adanya perkembanganempirik yang sering dinamakan studi kawasan mengenai Islam.Dalam hal ini, penulis melihat perlunya studi kawasan itu untukISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 283


DEMOCRACY PROJECTDICARI:KEUNGGULAN BUDAYAAda sebuah prinsip yang selalu dikumandangkan olehmereka yang meneriakan kebesaran Islam: “Islam ituunggul, dan tidak dapat diungguli” (al-Islâm ya’lû walayu’la alahi). Dengan pemahaman mereka sendiri, lalu merekamenolak apa yang dianggap sebagai “kekerdilan” Islam dankejayaan orang lain. Mereka lalu menolak peradaban-peradabanlain dengan menyerukan sikap “mengunggulkan “ Islam secaradoktriner. Pendekatan doktriner seperti itu berbentuk pemujaanIslam terhadap “keunggulan” teknis peradaban-peradaban lain.Dari sinilah lahir semacam klaim kebesaran Islam dan kerendahanperadaban lain, karena memandang Islam secara berlebihandan memandang peradaban lain lebih rendah.Dari “keangkuhan budaya” seperti itu, lahirlah sikap otoriteryang hanya membenarkan diri sendiri dan menggangap orangatau peradaban lain sebagai yang bersalah atas kemunduranperadaban lain. Akibat dari pandangan itu, segala macam caradapat dipergunakan kaum muslim untuk mempertahankan keunggulanIslam. Kemudian lahir semacam sikap yang melihat kekerasansebagai satu-satunya cara “mempertahankan Islam”. Danlahirlah terorisme dan sikap radikal demi “kepentingan” Islam.Mereka tidak mengenal ketentuan hukum Islam/fiqh bahwaorang Islam diperkenankan menggunakan kekerasan hanya jika284 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTdiusir dari kediaman mereka (idza ukhriju min diyarihim). Selainalasan tersebut itu tidak diperkenankan menggunakan kekerasanterhadap siapapun, walau atas dasar keunggulan pandanganIslam. Sesuai dengan ungkapan di atas maka jelas mereka salahmemahami Islam, yang dipahami bahwa kaum muslimin diperkenankanmenggunakan kekerasan atas kaum lain. Inilah yangdimaksudkan oleh kitab suci al-Qur’ân dengan ungkapan “Tiapkelompok bersikap bangga atas milik sendiri” (kullu hizbin bimâladaihim farihûn) (QS al-Mu’minûn (23): 54). Kalau sikap itu dicercaoleh al-Qur’ân sendiri, berarti juga dicerca oleh Rasul-Nya.*****Jelaslah sikap Islam dalam hal ini, yaitu tidak menggangaprendah peradaban orang lain. Bahkan Islam mengajukan untukmencari keunggulan dari orang lain sebagai bagian dari pengembangannya.Untuk mencapai keunggulan itu Nabi bersabda “carilahilmu hingga ke tanah Tiongkok” (utlubû al-ilmâ walau bî al-shîn),bukankah hingga saat ini pun ilmu-ilmu kajian keagamaan Islamtelah berkembang luas di kawasan tersebut? Dengan demikian,Nabi mengharuskan kita mencarinya ke mana-mana. Ini berartikita tidak boleh apriori terhadap siapapun, karena ilmu pengetahuandan teknologi sekarang terdapat di mana-mana. Bahkanteknologi maju yang kita gunakan adalah hasil ikutan (spend off)dari teknologi ruang angkasa yang dirintis dan dibuat di bumiini. Dengan demikian, teknologi antariksa juga menghasilkan halhalyang berguna bagi kehidupan kita sehari-hari. Pengertian“longgar” seperi inilah yang dikehendaki kitab suci al-Qur’ândan Hadits.Lalu adakah “kelebihan teknis” orang-orang lain atas kaummuslimin yang dapat dianggap sebagai “kekalahan” umat Islam?Tidak, karena amal perbuatan kaum muslimin yang ikhlaskepada agama mereka memiliki sebuah nilai lebih dalam pandanganIslam. Hal itu dinyatakan sendiri oleh Al-Quran: “DanISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 285


DEMOCRACY PROJECTorang yang menjadikan selain Islam sebagai agama, tak akanditerima amal perbuatannya di akhirat. Dan ia adalah orang yangmerugi “ (wa man yabtaghi qhaira al-Islâm dînan falan yuqbala minhuwa huwa fi al-âkhirati min al-khâsirîn) (QS Ali Imran (3): 75). Darikitab suci ini dapat diartikan Allah tidak akan menerima amalperbuatan seseorang non-muslim, tetapi di dalam kehidupansehari-hari kita tidak boleh memandang rendah kerja siapapun.Sebenarnya pengertian kata “diterima di akhirat” berkaitandengan keyakinan agama dan dengan demikian memiliki kualitastersendiri. Sedangkan pada tataran duniawi perbuatan itu tidaktersangkut dengan keyakinan agama, melainkan “secara teknis”membawa manfaat bagi manusia lain. Jadi manfaat “secara teknis”dari setiap perbuatan dilepaskan oleh Islam dari keyakinanagama dan sesuatu yang secara teknis memiliki kegunaan bagimanusia diakui oleh Islam. Namun, dimensi “penerimaan” darisudut keyakinan agama memiliki nilainya sendiri. Peng-Islamanperbuatan kita justru tidak tergantung dari nilai “perbuatan teknis”semata, karena antara dunia dan akhirat memiliki duadimensi yang berbeda satu dari yang lain.*****Dengan demikian, jelas peradaban Islam memiliki keunggulanbudaya dari sudut penglihatan Islam sendiri, karena adakaitannya dengan keyakinan keagamaan. Kita diharuskan mengembangkandua sikap hidup yang berlainan. Di satu pihak,kaum muslimin harus mengusahakan agar supaya Islam -sebagaiagama langit yang terakhir- tidak tertinggal, minimal secara teoritik.Tetapi di pihak lain kaum muslimin diingatkan untuk melihatjuga dimensi keyakinan agama dalam menilai hasil budayasendiri. Dengan demikian keunggulan atau ketertinggalan budayaIslam tidak terkait dengan penguasaan “kekuatan politis”,melainkan dari kemampuan budaya sebuah masyarakat muslimuntuk memelihara kekuatan pendorong ke arah kemajuan, tek-286 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTnologi dan ilmu pengetahuan.Dengan demikian, kita tidak perlu berkecil hati melihat“kelebihan” orang lain, karena hal itu hanya akibat belaka darikemampuan budaya untuk mendorong munculnya hal-hal yangbersifat “teknis” seperti dikemukakan di atas. Ini juga berartipenolakan Islam atas tindak kekerasan untuk mengejar ketertinggalan“teknis” tadi. Walaupun kita menggunakan kekerasanberlipat-lipat kalau memang secara budaya kita tidak memilikipendorong ke arah kemajuan, kaum muslimin akan tetap tertinggaldi bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sinilahletak pentingnya dari apa yang oleh Samuel Huntington sebutsebagai “perbenturan budaya” (clash of civilizations)”. Perbenturanini secara positif harus dilihat sebagai perlombaan antar budaya,jadi bukanlah sesuatu yang harus dihindari.*****Beberapa tahun lalu penulis diminta oleh Yomiuri Shimbun,harian berbahasa Jepang terbitan Tokyo dan terbesar di duniadengan oplah 11 juta lembar tiap hari, untuk berdiskusi denganProfesor Huntington, bersama-sama dengan Chan Heng Chee(dulu Direktur Lembaga Kajian Asia-Tenggara di Singapura dansekarang Dubes negeri itu untuk Amerika Serikat) dan ProfesorAoki dari Universitas Osaka. Dalam diskusi di Tokyo itu, penulismenyatakan kenyataan yang terjadi justru bertentangan denganteori “perbenturan budaya” yang dikemukakan Huntington.Justru sebaliknya ratusan ribu warga muslimin dari seluruh duniabelajar ilmu pengetahuan dan teknologi di negeri-negeri Barattiap tahunnya, yang berarti di kedua bidang itu kaum muslimsaat ini tengah mengadopsi (mengambil) dari budaya Barat.Nah, keyakinan agama Islam mengarahkan mereka agarmenggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang merekakembangkan dari negeri-negeri Barat untuk kepentingan kemanusiaan,bukannya untuk kepentingan diri sendiri. PadaISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 287


DEMOCRACY PROJECTwaktunya nanti, sikap ini akan melahirkan kelebihan budayaIslam yang mungkin tidak dimiliki orang lain “kebudayaan yangtetap berorientasi melestarikan perikemanusiaan, dan tetapmelanjutkan misi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi”.Kalau perlu harus kita tambahkan pelestarian akhlak yangsekarang merupakan kesulitan terbesar yang dihadapi umatmanusia di masa depan, seperti terbukti dengan penyebaranAIDS di seluruh dunia, termasuk di negeri-negeri muslim. {}288 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTKERATONDAN PERJALANAN BUDAYANYADalam minggu keempat bulan Desember 2002, penulisatas undangan Susuhunan Pakubuwono XII dari Solo,melancong ke Kuala Lumpur untuk dua malam. Penulismemperoleh undangan itu, karena Sri Susuhunan juga diundangoleh sejumlah petinggi Malaysia guna merayakan ulang tahunnyayang ke-80. Ini menunjukkan, bahwa pengaruh Keraton SoloHadiningrat masih kuat hingga ke Negeri Jiran, seperti Malaysia.Sudah tentu pengaruh tersebut bersifat budaya/kultural sajakarena pengaruh politisnya sudah diambil alih pemerintah negerikita. Inilah yang harus disadari, karena kalau yang diinginkanadalah pengaruh politik tentu akan kecewa, karena tidak dapatmeraihnya.Kunjungan tersebut penulis lakukan tanpa memberitahukanpihak Pemerintah Malaysia, terutama Kantor Perdana MenteriMahathir Muhammad, karena kunjungan tersebut tentu akan diambilalih oleh pihak pemerintah federal, yang kalau di Malaysiadisebut kerajaan. Pihak protokol akan membuat susah temantemanMalaysia yang ingin menjumpai penulis, yang akanmembuat penulis tidak merdeka karena memberitahukan kedatanganterlebih dahulu. Tentu, ini juga merupakan pertandabahwa kunjungan itu sendiri tidak mempunyai arti politis apapun.Dengan demikian, penulis juga merasa tidak perluISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 289


DEMOCRACY PROJECTmemberitahukan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI)Kuala Lumpur atas kunjungan tersebut. Karena penulis tidakingin diganggu siapapun dalam melakukan kunjungan tersebut.Pada hari kedua, penulis melakukan perjalanan selamatujuh jam (pulang-pergi) untuk melakukan ziarah ke makamHang Tuah, di Tanjung Keling, negara bagian Malaka. Di tempatitu, kepada penulis dibacakan serangkaian tulisan yang menyertaibeberapa buah gambaran/lukisan tentang beliau. Katakanlahsemacam diorama tentang kehidupan Hang Tuah, yang sejak masihmuda sudah mengabdi kepada Raja/Sultan Malaka. Bahkan,oleh intrik istana ia diharuskan membunuh saudara seperguruandan senasib sepenanggungan yaitu, Hang Jebat. Harga inilahyang harus dibayar oleh Hang Tuah untuk pengabdiannya kepadaSultan. Ia adalah prototype “Korpri sempurna”, —seperti halnyaHabib Abdurrahman Al-Basyaibani, yang dikuburkan di Segarapura,Kemantrenjero (sekarang terletak di Kecamatan Rejoso,Pasuruan). Ia adalah nenek moyang penulis yang menjadi abdidalem Sultan Trenggono dari Demak.*****Penulis mengemukakan bahwa Susuhunan PakubuwonoXII masih memainkan peranan penting dalam rangkaian ikatanbudaya/kultural yang merekatkan kedua bangsa serumpun,Indonesia dan Malaysia. Apapun perbedaan antara keduanya,namun persamaan yang ada haruslah dipupuk terus, agar menghasilkanikatan yang semakin kuat di hadapan tantangan modernisasikehidupan, yang sering mengambil bentuk westernisasi(pembaratan). Di kala perkembangan politik justru mengarahkanIndonesia dan Malaysia untuk saling bersaing, makapersaingan itu sendiri haruslah diimbangi oleh ikatan-ikatanbudaya/kultural yang sangat kuat. Seperti halnya Kanada, yangsecara politis lebih terikat kepada Kerajaan Inggris, yang terletak9000 km di seberang lautan, namun secara kultural lebih dekat290 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTkepada Amerika Serikat yang secara geografis adalah negarajiran/tetangga.Ikatan seperti ini, yaitu berdasarkan persamaan budaya antaradua negara, masih mempunyai kekuatan sendiri, tidak dapatdibantah lagi. Bagaimanapun juga, negara jiran Australia justrumerasa lebih dekat kepada Kerajaan Inggris atau Amerika Serikat,yang memiliki ikatannya sendiri satu dengan yang lain dari sisibudaya. Inilah “kodrat alami” yang intensitasnya tidak dapatdisangkal lagi oleh siapapun. Karena itu, kemauan pihak KeratonSolo sangatlah memiliki arti penting; ia menunjang kedekatanhubungan antara Indonesia dan Malaysia.Karena itulah, penulis tidak mengerti mengapa ada pejabatIndonesia yang mengatakan bahwa Keraton Solo tidak pentingartinya bila dibandingkan dengan keraton lain di Jawa. Ini adalahucapan orang yang tidak mengerti duduk masalah peranan budayasebuah keraton. Yang dimengerti orang itu hanyalah perananpolitisnya belaka, yang belum tentu memiliki arti kelanggengandalam hubungan antara kedua bangsa. Karena itu, setiap kalikita memperhatikan hubungan antara dua bangsa serumpun,seperti Indonesia dan Malaysia, tentulah menjadi sangat pentinguntuk mengetahui peranan politik atau peranan budaya yangdimaksudkan. Kerancuan dalam melihat hal ini hanya akan membuatkita kepada keadaan tidak menguntungkan: ditertawakanorang baik di Indonesia maupun di Malaysia.*****Dalam jamuan makan malam untuk menghormati ulangtahun ke-80 Susuhunan Pakubuwono XII di Kuala Lumpur itu,penulis juga mengemukakan sebuah arti lain dari peranan budayaitu. Pada saat ini, Malaysia dan Thailand sedang mengutamakanpengembangan wilayah sebelah utara dari kawasanASEAN –yaitu, Myanmar, Vietnam, Laos dan Kamboja. Secarapolitis, ini berarti Malaysia dan Thailand mengambil perananISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 291


DEMOCRACY PROJECTpolitik lebih besar di wilayah utara kawasan ASEAN tersebut.Ini tentu dapat dimengerti, karena dua negara di wilayah selatandari perhimpunan kawasan ASEAN itu, yaitu Singapura danIndonesia sedang dilanda krisis masing-masing. Dalam hal ini,Malaysia dan Thailand melakukan sebuah hal yang alami danwajar, yaitu mengisi sebuah kekosongan politik.Lain halnya dengan wilayah selatan kawasan tersebut.ASEAN belum dapat menerima Papua Nugini, Timor Lorosaedan negeri-negeri pasifik sebelah barat (western pacific states).Maka dengan sendirinya, lebih sulit bagi Indonesia untuk mendukungmereka secara kongkret di bidang politik, sedangkan hubunganbudaya dengan wilayah tersebut masih belum berkembangsecara pesat. Keeratan hubungan budaya antara Indonesiadengan wilayah pasifik barat tersebut, akan sangat ditentukanoleh kerjasama ekonomi dan komersial. Peran Malaysia diwilayah sebelah utara di kawasan ASEAN itu berjalan sangatcepat, tidak seperti peran politik Indonesia di wilayah selatan dikawasan tersebut, yang terasa tidak bertambah sama sekali.Sudah tentu, antara peran budaya Indonesia dan peranbudaya Malaysia di wilayah masing-masing itu, harus disambungkansecara baik. Dalam hal ini, keraton Surakarta Hadiningratmempunyai peluang sangat besar mengembangkan peranankedua bangsa serumpun itu. Inilah yang harus senantiasa menjadipegangan dalam meninjau posisi keraton dalam hubunganitu. Dan ini adalah peran alami, yang bagaimanapun juga tidakakan dapat diimbangi oleh hubungan yang direkayasa dan berlangsungtidak alami. Dalam hal ini, kita tidak memerlukan intervensikhusus. {}292 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTAKAN JADI APAKAH PARA RAJA?Kata “Raja” di Maluku, terutama Ambon, berarti kepalakampung/desa. Ada yang perempuan, ada pula yanglaki-laki; berfungsi sebagai pemimpin masyarakat dansangat berpengaruh secara adat di lingkungan masyarakat mereka.Pergaulan mereka dengan rakyat yang dipimpin sangatlaherat, dan boleh dikata merekalah yang menjadi penentu (decisionmaker). Kalau para Raja dan berbagai dusun/desa setuju tentangsesuatu, biasanya itulah yang menjadi konsensus bersama yangdiikuti rakyat. Salah satu cara yang ditempuh untuk mencari penyelesaianbagi kasus konflik antar agama dan antar etnis padasaat-saat seperti sekarang ini adalah dengan cara Baku Bae. Dalamkonsep adat mereka berfungsi seperti ini, hingga pemerintah daerah/pusatsangat terbantu oleh para pemuka adat tersebut, sepertiRaja dan sebagainya.Konsep seperti ini mengharuskan pemerintah daerah danpusat untuk bersikap rendah hati dalam memberikan tempat bagipelaksanaan peran mereka, dan bahkan kalau perlu seolah-olahhanya mereka-lah yang berperan. Pemerintah pusat dan daerahhanya bersifat membantu, terutama dalam konseptualisasi caracarayang diperlukan untuk mengatasi konflik yang terjadi.Dalam hal ini peran para pemimpin agama dalam proses tersebutjuga menjadi sangat penting. Baik para pemuka agamaISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 293


DEMOCRACY PROJECTmaupun adat, merupakan pihak-pihak yang dipercayai olehpara warga masyarakat. Karenanya, kerjasama erat antara parapemimpin informal seperti mereka itu, dan para pemimpin formal(pejabat daerah dan pusat), sangat diperlukan danmerupakan sarat utama bagi penyelesaian konflik-konflik yangterjadi.Apalagi, kalau dalam konflik-konflik tersebut terjadi pengambilanperan oleh sebagian sangat kecil orang-orang yangmengaku menjadi pemimpin masyarakat, atas nama agama ataukelompok etnis yang ada. Inilah apa yang sebenarnya terjadi,baik di Ambon maupun di Poso (Sulawesi Tengah) dan mungkinjuga daerah-daerah lain. Melakukan identifikasi para pelakutidaklah mudah, dan karenanya sering diambil tindakan pintasdengan mencari persetujuan atas penyelesaian antara kelompokkelompokyang ada, melalui perjanjian-perjanjian seperti Malino,yang meliputi berbagai pihak resmi maupun tidak resmi di kalanganbangsa kita, dengan disaksikan oleh pihak negara-negaralain. Diharapkan, dengan penandatanganan perjanjian Malinoyang sudah berusia setahun itu, dapat dicapai sendi-sendi bagiperdamaian antara berbagai pihak yang terlibat dalam konflikagama maupun etnis di berbagai kawasan Indonesia Timur itu.*****Ini adalah kesimpulan pertemuan penulis denganBarroness Cox di Majelis Tinggi (House of Lords) London, Inggris,pertengahan November 2002. Pertemuan itu sendiri berjalansangat sederhana di sebuah restoran dalam Gedung ParlemenInggris, sambil santap malam. Namun, kesederhanaan itu tidakmenutup kenyataan akan pentingnya arti pertemuan tersebut.Barroness Cox sedang mempersiapkan sebuah pertemuanantara para pemimpin agama bagi kedua daerah itu, sedangkanpenulis dalam hal ini ditunjuk sebagai Presiden Kehormatan294 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECT(Honorary President) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)Internasional yang didirikan oleh tokoh itu yang bekerja khususuntuk mencari penyelesaian bagi konflik berdasarkan agamamaupun etnisitas di kawasan-kawasaan Indonesia. Dalampemikiran penulis, bahwa bukan hanya para pemuka agamasaja yang mempunyai peranan sangat menentukan dalammencari penyelesaian bagi konflik-konflik tersebut, namun jugapara pemuka adat, ternyata dapat diterima.Dengan dasar yang disetujui itu, dalam waktu tidakterlalu lama lagi, pertemuan antar pemuka agama dan adatitu akan diselenggarakan, dan ini akan merupakan sumbanganbesar bagi penyelesaian krisis yang terjadi di kedua kawasantersebut. Tentu saja, dalam pertemuan tersebut para pejabatpemerintah pusat dan daerah yang bersangkutan denganmasalah itu akan diundang sebagai peserta atau pemberimakalah. Ini adalah hal yang normal-normal saja, karena kerjamencari penyelesaian bagi konflik berdasarkan agama danetnisitas tersebut memang merupakan kerja kolektif yang harusdiselesaikan dengan baik.Karenanya, prinsip-prinsip penyelesaian berbagai konflikdi kedua kawasan itu merupakan kerja awal yang harus ditanganidengan tuntas. Penulis sendiri meminta kepada Barroness Coxsupaya penyelesaian masalah tersebut dapat dilakukan secaraalami (natural).Putri sulung penulis, Alissa Munawarah, yang tinggal diYogyakarta terlibat sangat mendalam pada proses penciptaangagasan Baku Bae itu. Beberapa orang pemimpin adat telah menemuipenulis, dalam kedudukan sebagai presiden. Ternyataperkembangan keadaan selama lebih setahun ini sangat menggembirakan,walaupun di sana-sini masih ada upaya berbagaikelompok sangat kecil yang berusaha “memanaskan” situasi danmencegah terjadinya proses penyelesaian yang diharapkantersebut.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 295


DEMOCRACY PROJECT*****Dengan sendirinya, gagasan penulis tentang peranan parapemuka adat itu menimbulkan pertanyaan-pertanyaan barumengenai kedudukan mereka dalam kehidupan masyarakatIndonesia di masa depan. Karena agama Islam juga mengembangkannilai-nilai (values) yang penting bagi pembangunan danperubahan sosial, dengan sendirinya lalu timbul pertanyaan; nilaiIslam apakah yang paling tepat dikembangkan dalam hal ini?Juga ada sebuah pertanyaan lain: dalam perkembangan sosialseperti itu, adakah tempat bagi pelaksanaan nilai-nilai Islamtersebut? Dari kedua pertanyaan pokok tersebut di atas, tentujuga muncul banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang tidak akandijawab di sini. Panjangnya ruangan untuk tulisan ini membatasihal tersebut.Sebuah nilai Islam (Islamic value) tepat untuk dipakai bagiperanan para pemuka adat tersebut, yaitu; “tiada agama tanpakelompok, tiada kelompok tanpa kepemimpinan dan tiada kepemimpinantanpa adanya sang pemimpin” (lâ dîna illâ bi jamâ’atinwa lâ jamâ’ata illâ bi imâmatin, wa lâ imâmata illâ bi imâmin). Iniberarti, pemuka adat dapat menjadi pemimpin, karena sebuahungkapan lain juga mengatakan: “hukum adat dapat saja digunakansebagai pedoman agama” (al ‘âdatu muhakkamah), yangmenunjukkan pertalian antara hukum adat dan Islam, hinggabenar adanya anggapan bahwa nilai-nilai Islam tidak bertentangandengan adat.Tetapi kedua ungkapan di atas, harus diletakkan dalamsebuah kerangka yang jelas, yang dalam pengertian Islam harusdiberikan prioritas kepada kepentingan umum. Pengertiankepentingan umum itu adalah tindakan-tindakan yang dalamliteratur agama Islam diberi nama maslahah ‘âmmah, yang dalampandangan Islam harus tercermin dalam kebijakan yang harusdiambil maupun tindakan yang dilaksanakan bagi kepentinganmasyarakat/orang banyak oleh para pemimpin. Hal ini dengan296 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTjelas tergambar dalam adagium “kebijakan- kebijakan/tindakan-tindakan seorang pemimpin harus terkait sepenuhnyadengan kepentingan mereka” (tasharruf al-lmâm ‘alâ al ra’îyyahmanûthun bi al-mashlahah). Jadi jelas, prinsip kegunaan (asasmanfaat) dan bukan sekedar berkuasa, menjadi ukurankeberhasilan atau kegagalan seorang pemimpin. Para pemukaagama dan para pemimpin adat harus benar-benar menjadipemimpin masyarakat dalam arti selalu mementingkankesejahteraan masyarakat dan bukannya kelangsunganlembaga-lembaga yang mereka pimpin. Jelas bagi kita, bahwapara pemuka adat dan pemuka agama itu di masa depan harusmengambil peran lebih banyak sebagai pemimpin masyarakat.{}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 297


DEMOCRACY PROJECTISLAM DAN MARSHALL MCLUHANDI SURABAYAPenulis diundang oleh harian Memorandum untukmemberikan ceramah Maulid Nabi Muhammad Saw,beberapa waktu yang lalu, yang dihadiri ribuan massa,diantaranya para habaib yang datang dari berbagai penjuru JawaTimur. Penulis sendiri disertai Prof. Dr. Mona Abaza dari Mesir,Maria Pakpahan dan dr. Sugiat (DPP PKB Jakarta). SementaraH. Moh. Aqiel Ali, selaku pemimpin umum harian ini, menyatakanperedaran oplaag harian tersebut kini sudah mencapai 120ribu exemplar per hari, yang menjadikannya koran besar denganpembaca yang rata di Jawa Timur.Maksud penulis mengajak Prof. Dr. Mona Abaza dan MariaPakpahan tercapai yaitu melihat sesuatu yang belum pernahmereka saksikan. Hal itu adalah digelarnya pembacaan shalawatNabi dari Habib Al-Haddad dan sajak burdah dari Imam Al-Busyairi. Ketika memberikan ceramah, penulis mempertanyakanadakah para peraga kedua jenis peragaan agama itu berlatih ataskehendak sendiri sepanjang tahun, ataukah ada yang membiayai?Terdengar jawaban gemuruh; tidak! Ini artinya mereka tidakpernah mengkaitkan latihan sepanjang tahun dengan pembiayaanacara. Dengan kata lain, mereka berlatih atas inisiatif sendiridan dibiayai oleh keinginan keras mengabdi pada agama.298 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTInisiatif sendiri tanpa ada yang menyuruh inilah yang olehMarshall McLuhan, seorang pakar komunikasi, sebagai “happening”(kejadian). Dicontohkan penulis dalam ceramah itu –seperti yangterjadi di Masjid Raya Pasuruan, setiap tahun dua kali. Para pemainrebana datang dari seluruh penjuru Jawa Timur, setiap kelompokbermain sekitar 5-10 menit. Mereka datang sendiridengan menyewa truk, memakai pakaian dan tanda pengenalserta makanan sendiri. Begitu juga kendaraan yang mereka pakai,umumnya truk, disewa sendiri oleh tiap kelompok.*****Apa yang disebutkan sebagai happening oleh McLuhan itu,juga terjadi pada acara haul/peringatan upacara kematian SunanBonang di Tuban. Acara itu tidak memerlukan undangan daripanitia, kecuali hanya berupa pemberitahuan yang sangat terbatas,tidak lebih dari 300 orang saja, untuk mereka yang disediakantempat duduk. Sedangkan untuk puluhan ribu pengunjunglainnya, mereka membawa sendiri tikar/koran bekas sebagaialas duduk serta botol air untuk mereka minum sendiri, tanpamendapat undangan untuk hadir. Selama 43 tahun, muballighkondang alm. KH. Yasin Yusuf dari Blitar, berpidato dalam acarahaul tersebut, tanpa mendapatkan undangan dari panitia. Yangpenting, ia dan rakyat pengunjung tahu hari dan tanggal acarahaul tersebut, dan mereka datang atas dasar kesadaran merekasendiri.Ternyata, dalam hal-hal yang terjadi tanpa disiapkan matang-matangterlebih dahulu, pengamatan Marshall McLuhan ituterjadi. Happening itu terdapat di seluruh dunia dalam bentukdan ragam yang beraneka warna. Apakah implikasi dari haltersebut? Mudah saja pertanyaan itu untuk dapat dijawab: selamahal-hal itu dapat dianggap membawa berkah Tuhan, dan hal itudibuktikan oleh hal-hal di atas, maka selama itu pula kesukarelaanakan menjadi pendorongnya. Ini terjadi, dalam banyakISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 299


DEMOCRACY PROJECTbidang kehidupan yang memperagakan kekayaan kulturalsuatu kelompok, tanpa ada yang dapat melarangnya.Dengan kata lain, kesukarelaan atas dasar keagamaan itu,adalah sesuatu yang menghidupi masyarakat kita. Apa yangtidak diuraikan penulis dalam acara peringatan maulid Nabi Sawitu, karena keterbatasan waktu, adalah keharusan bagi kita untukmenerapkan secara lebih luas prinsip kesukarelaan di atas.Terutama dalam kehidupan politik kita, perlu dipikirkan adanyasebuah sistem politik yang sesuai dengan ajaran agama tentangkeikhlasan, kejujuran/ketulusan dan keterbukaan. Menjadi nyatabagi kita, bahwa pembentukan sebuah sistem politik yang memilikikandungan sangat beragam, benar-benar diperlukan saat ini.Jelaslah bahwa, aspek kesuka-relaan dan keterbukaansistem politik itu sangat diperlukan dalam sikap dan landasankehidupan kita sebagai bangsa. Sementara itu, happening sebagaimanayang diajarkan McLuhan itu ternyata memiliki arti yangmendalam bagi peneropongan akan fungsi ajaran agama tersebut.Pengingkaran terhadap kesukarelaan di bidang politik, hanyaakan menghasilkan sistem politik yang memungkinkan seseorangberbohong kepada rakyat. {}300 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTDIPERLUKANSPIRITUALITAS BARUPada minggu terakhir bulan September 2002, penulisdiminta hadir pada sebuah pertemuan untuk membentuksebuah Dewan Agama, yang akan menjadi organisasipenasehat bagi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York.Penulis yang seharusnya tidak berangkat, karena situasi di tanahair yang sangat sensitif, menganggap pertemuan tersebut sangatpenting, hingga penulis datang ke New York untuk hadir, walaupuntidak untuk seluruh pertemuan tersebut. Dalam pertemuanitu, penulis mendapat peluang waktu untuk berbicara selamatujuh menit saja, di hadapan begitu banyak negarawan, orangpandai dan para pemimpin berbagai negara serta bermacammacamcorak organisasi.Waktu tujuh menit yang disediakan untuk penulis pun tidakseluruhnya dipakai, karena penulis hanya berbicara lima menitsaja. Namun, pembicaraan selama lima menit itu ternyata mengubahjalannya pertemuan dan hampir oleh seluruh peserta dijadikanrujukan dalam pembicaraan dua hari berikutnya. Dalampertemuan tersebut, sebenarnya yang dikemukakan penulis sangatlahsederhana saja, yakni: spiritualitas harus kembaliberbicara dalam arena politik. Hal ini sebelumnya pernah dikemukakanpenulis sewaktu menerima gelar Doctor Honoris Causadi bidang Humaniora dari Universitas Soka Gakkai di Tokyo,pada bulan April 2002.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 301


DEMOCRACY PROJECTApa yang penulis kemukakan baik di Tokyo maupun diNew York, adalah sebuah kenyataan bahwa berbagai organisasikeagamaan yang besar di dunia ternyata menyokong partaipartaipolitik tertentu. Soka Gakkai selaku organisasi Buddhaterbesar di dunia sejak tiga dasawarsa terakhir ini telah mendukungpartai Komeito (partai bersih), yang sekarang menjadi mitrajunior bagi Partai Demokratik Liberal yang memerintah Jepangsaat ini. Di samping itu, RSS (Rastriya Swayamsevak Sangha),sebuah organisasi keagamaan Hindu terbesar yang didirikanpada tahun 1925, mendukung Bharatya Janatha Party (BJP), dibawah pimpinan Atal Behari Vajpayee yang memerintah Indiasekarang ini, merupakan bukti tak terbantahkan tentang hal diatas. Demikian juga, jam’iyyah al-taqrib baina al-madzâhib (di bawahpimpinan orang-orang seperti Ayatullah Wa’iz Zadeh) mendukungPresiden Iran Mohammad Khatami, dan sejumlah organisasikeagamaan seperti Nahdlatul Ulama di Indonesia yangmendukung Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).*****Apakah artinya semua ini? Karena agama memiliki sudutpandang tertentu, yang berdasarkan pada etika dan moralitassesuatu bangsa, yang sudah hampir hilang dari kehidupan politikberbagai bangsa. Karena itu timbul reaksi yang muncul dalamberbagai bentuk. Di kalangan gerakan-gerakan Kristiani, baik darikaum Katolik maupun Protestan, timbul apa yang dinamakansebagai “tanda-tanda zaman” ataupun pembebasan manusia dariketerkungkungan pandangan sekuler yang tidak mengacu padaetika dan moralitas. Maka, lahirlah sejumlah “alternatifalternatif”,seperti Teologi Pembebasan (liberation theology) yangdibawakan oleh Leonardo Bof dan kawan-kawan di AmerikaLatin dalam paruh kedua abad lalu. Ini membawa gaungnya sendiriyang dipenuhi dengan perdebatan sengit di hampir semuapemikir keagamaan dari berbagai keyakinan yang ada saat ini.302 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTDari “alternatif-alternatif” seperti inilah lahir kesadaran bahwaharus dilakukan berbagai tindakan untuk menghidupkan kembaliberbagai peranan agama pada bidang-bidang yang strategisuntuk kehidupan bersama seluruh umat manusia.Namun, perkembangan yang demikian hiruk-pikuk di berbagaibidang, ternyata tidaklah bergema di bidang politik. Parapolitisi tetap saja sibuk dengan kepentingan-kepentingan mereka,dan hampir-hampir tidak mau melihat etika, moral, dan kehidupanumat manusia, kecuali secara manipulatif. lnilah yang merupakanhidangan sehari-hari yang kita sajikan saat ini, mulaidari berbagai skandal seksual, finansial maupun kultural yangmelibatkan para pemimpin dari berbagai negara. Kenyataan palingjelas dari hal ini dapat dilihat pada bagaimana usaha banyakpolitisi untuk kepentingan pribadi ataupun golongan.*****Dekadensi moral itu, dalam artiannya yang luas, dapatdilihat pada lembaga PBB saat ini. Bahwa ada Dewan Keamanan(DK) dengan wewenang lima buah negara anggota untuk menjatuhkanveto, menunjukkan dengan jelas bahwa wawasan moraldan etika telah hilang dari badan politik tertinggi dunia saat ini.Dan, jika diperlukan, maka sebuah negara adi kuasa yang jugamenjadi anggota tetap DK-PBB, yaitu Amerika Serikat (AS) dapatmemaksakan kehendak untuk menyerbu Irak dan Afghanistandi luar kerangka PBB sendiri. Ketidakseimbangan ini jelas merupakanhal yang memerlukan koreksi, untuk menyehatkan prosesdi dalamnya. Diantaranya, melalui penyadaran semua pihak akanpentingnya arti spiritualitas yang baru dalam perpolitikan tingkatdunia.Dalam hal ini, penulis menerima penuh ketentuan dari adagiumgeopolitik “tak ada hegemoni dalam hubungan internasional”seperti yang diajarkan oleh para pemimpin RepublikRakyat Tiongkok (RRT) di bawah kekuasaan Mao Zedong atasISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 303


DEMOCRACY PROJECTatas Partai Komunis Tiongkok. Kebijakan tanpa hegemoni itu,merupakan sebuah ukuran penting dari pemikiran politis, yangdapat diaplikasikan dalam membentuk sebuah spiritualitas barudalam hubungan internasional. Namun, pemikiran yang demikianmenarik ini sering juga dilanggar oleh para penganutnyasendiri. Itu semua, terjadi karena dia ditetapkan tanpa adaspiritualitas tersendiri di dalamnya. Adagium geopolitik tersebut,apabila dilepaskan dari spiritualitas hubungan internasional,akan membuatnya menjadi alat belaka bagi sikap hidup materialistikyang dikembangkan di luar ketentuan etis dan moral.Dalam kaitan inilah harus dilihat dan selalu dipertimbangkansebuah tindakan yang akan diambil oleh sebuah negara,akankah memenuhi kriteria keadilan dan kemakmuran bersama?Memang, pertanyaan ini kedengarannya sangat naif, namunbukankah kita sekarang sudah melihat akibat-akibat terjauh daripolitik kepentingan (interest politics) dalam hubungan internasional?Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra menyebarkangagasan, agar ada transaksi barter (counter trade), dalam hubunganantar negara-negara berkembang guna menghemat devisaantara mereka. Bukankah ini berarti sebagai sikap protes atasketergantungan negara-negara berkembang kepada sebuah negarasaja, yaitu AS, dalam masalah devisa? Bukankah ketergantunganini sekarang juga terdapat dalam penggunaan mata uangEuro dan Yen? Belum lagi diingat kekuatan Renminbi dari RRC,yang diperkirakan akan turut menguasai pasaran uang duniasepuluh tahun lagi? Bukankah dengan demikian menjadi nyatabagi kita, keperluan akan sebuah spiritualitas baru, bukan? {}304 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTDOKTRIN DAN TEMBANGDalam budaya Jawa, dikenal tembang anak-anak “Lirilir”.Demikian terkenalnya tembang anak-anak itu, sehinggaia sering terdengar dibawakan bocah angon diatas punggung kerbau pada sebuah sawah yang sedang keringkerontang di musim kemarau. Apa yang istimewa dari tembangtersebut, hingga perlu di ketengahkan melalui tulisan ini? Apakahpenulis kehabisan bahan untuk dibahas, hingga barang sekecilitu di ketengahkan kembali dalam forum mulia ini? Bukankahitu sebuah tanda, bahwa penulis hanya mengada-ada, dan membahassesuatu yang tidak ada artinya?Sebenarnya, tidak demikian benar halnya. Justru denganmengungkapkan adanya hubungan antara aqidah Islam dan tembanganak-anak di atas, penulis ingin mengemukakan sebuahpendekatan strategis yang ditempuh para pejuang muslim dikawasan budaya tersebut di masa lampau. Penulis ingin mempertanyakanpendekatan strategis itu, benarkah memiliki validitasdi masa lampau, di waktu sekarang dan di masa depan? Kalaupenulis dapat mengajak para pembaca tulisan ini untuk turutmemikirkannya, tercapailah sudah tujuan penulis membahasmasalah ini. Sebuah kerja sederhana, yang menyangkut masadepan umat Islam di negeri ini. Adakah sesuatu yang lebih muliadari maksud di atas?ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 305


DEMOCRACY PROJECTTerus terang saja, artikel ini diilhami oleh beberapa tindakkekerasan atas nama Islam yang terjadi di berbagai kawasan negarakita dalam masa setahun dua terakhir ini. Seolah-olah strategiyang ditempuh melalui pendekatan sistematik itu, harus dilaksanakandengan menggunakan kekerasan. Mungkin, karenapemahaman bergaris keras dan bersifat militan dalam membelaagama Islam, di hadapan berbagai macam tantangan dewasa iniyang mengakibatkan jawaban militan dan “bernada keras” tersebut,bersamaan waktunya dengan berbagai macam sweepingdan sejenisnya, maka perlawanan militan disamakan denganpenggunaan kekerasan.*****Tembang anak-anak berjudul “ilir-ilir” di atas, sebenarnyasudah berusia ratusan tahun, ia menjadi bagian inheren dari sebuahpendekatan strategis yang dibawakan Sunan Ampel di akhirmasa kejayaan Majapahit. Dalam tembang itu tergambar jelaspendekatan beliau dan rekan-rekan terhadap kekuasaan, sebuahmodel perjuangan yang menurut penulis, baik untuk dijadikankaca pembanding saat ini. Ketika itu, para Wali Sembilan (WaliSongo) di Pulau Jawa sedang mengembangkan dengan sangatbaik sistem kekuasaan yang ada. Gerakan Islam di waktu itu dengansengaja mengusahakan hak bagi para penganut agama tersebutuntuk bisa hidup di hadapan raja-raja yang sedang berkuasadi Pulau Jawa. Cara mengusahakan agar hak hidup itudiperoleh, adalah dengan rnengajarkan bahwa kaum muslimindapat saja mempunyai raja/penguasa non-muslim, seperti SunanAmpel mengakui keabsahan Brawijaya yang beragama Hindu-Buddha (Bhairawa) tersebut. Inilah yang akhirnya membuatBrawijaya V beragama Islam pada masa akhir hayatnya dengangelar Sunan Lawu. Nah, strateginya untuk memperkenalkan agamaIslam kepada sistem kekuasaan yang ada, sangat jelas memberikanarti pendekatan budaya daripada pendekatan ideologis306 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTyang sangat berbau politik. Dalam kerangka “membudayakan”sebuah doktrin kalangan ahlus sunnah tradisional itulah, sebuahdoktrin sentral dikemukakan melalui sebuah tembang anak-anak.Doktrin yang dimaksud adalah pandangan kaum Sunni tradisionalitu ialah yaitu adanya kewajiban tunduk kepada pemerintaholeh semua kaum muslimin tanpa pandang bulu. Dikalangan mereka ada ungkapan “para penguasa lalim untukmasa 60 tahun, masih lebih baik dari pada anarki sesaat” (imâmunfâjirun siththîna âmman khairun min faudhâ sâ ‘atin). Ketundukankepada penguasa ini sebenarnya adalah doktrin kaum Sunni tradisional,yang sudah tentu sangat berlawanan dengan berbagaiajaran dan orang-orang seperti Imam Ayatullah Khomenei danAli Syariati. Ketundukan itu, sama sekali tidak memperhitungkanpenggunaan kekuasaan secara salah. Tentu saja strategi kaumSunni tradisional ini sangat berbeda dengan kecenderunganperjuangan politik dan ideologis banyak kalangan, yang lebihmementingkan pendekatan politik.*****Doktrin di atas oleh Sunan Ampel dimasukkan dalam tembang“Lir-ilir”, dalam ungkapan yang sesuai dengan budaya penguasaJawa di Majapahit. Blimbing untuk mencuci pakaian yangsobek pinggirnya, perlambang rakyat yang tidak mempunyaikekuasaan apapun. Baju sobek itu dipakai untuk menghadap raja(seba), karena lingkaran menghadap raja masih lebar, dan sinarrembulan menyinari lingkaran (pumpung jembar kalangane, pumpungpadang rembulane). Tampak di situ bagaimana Sunan Ampelmenggunakan simbol-simbol budaya Jawa dalam hubungan masyarakatdengan penguasa, yang sama sekali tidak ideologis.Dalam kasus ini terlihat, kedua pendekatan budaya danideologis saling bertentangan. Dalam pendekatan yang menggunakanstrategi budaya tadi, kaum muslimin tidak diseyogyakanmenggunakan ideologi untuk merubah kultur masyarakat atasISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 307


DEMOCRACY PROJECTnama agama. Biarlah struktur itu, berubah dengan sendirinyamelalui pranata-pranata lain, sejarah jualah yang akan menunjukkankepada kita perubahan-perubahan yang akan terjadi.Karenanya, strategi semacam ini selalu berjangka sangat panjang,dan meliputi masa yang sangat panjang pula, yaitu berubah darigenerasi ke generasi.Berbeda dengan strategi budaya itu, strategi ideologissenantiasa menekankan diri pada pentingnya merubah strukturmasyarakat, dan mengganti sistem kekuasaan yang ada, gunamenjamin berlangsungnya perubahan politik dalam sistemkekuasaan yang bersangkutan. Dalam hal ini, sering dilupakanpilihan-pilihan rakyat akan sistem kekuasaan yang mereka ingini.Yang penting, sang pemimpin dan teman-teman se-ideologi nyamemegang tampuk kepemimpinan dan merubah struktur masyarakatyang dimaksudkan. Di sini berlakulah apa yang dikatakanVladimir Illyich Lenin dalam pamfletnya “penyakit kiri kekanakkanakankaum revolusioner”(The Infantile Disease of ‘Leftism’ inCommunism), yaitu perjuangan yang selalu menekankan keharusansukses akan dicapai semasa sang aku masih hidup. Initerjadi, kaum komunis di bawah Lenin- Mao Zedong, di kalangankaum nasionalis di bawah Soekarno, dan gerakan Islam di bawahpimpinan Imam Khomenei dan kawan-kawan yang sekarangmenguasai Dewan Ulama (Khubrigan), yang oleh pers Barat disebutsebagai ulama konservatif. Herankah kita jika orang-orangseperti Presiden Iran, Mohammad Khatami, lalu berha-dapandengan mereka, karena strategi budaya yang dianutnya? {}308 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTBAB VIISLAMTENTANG KEKERASANDAN TERORISMEISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 309


DEMOCRACY PROJECT310 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTTERORISMEHARUS DILAWANTiga buah bom meledak dalam waktu yang hampirbersamaan di Denpasar, Bali. Lebih dari 180 orang menjadikorban, termasuk sangat banyak orang yang mati seketika.Jelas ini adalah bagian mengerikan dari tindakan teror yangselama belasan bulan ini menggetarkan perasaan kita sebagaiwarga masyarakat. Penulis berkali-kali meminta agar pihak keamananmengambil langkah-langkah yang diperlukan gunamenghindarkan terjadinya hal itu. Termasuk mengambil langkah-langkahpreventif, antara lain menahan orang-orang yangkeluyuran di negeri kita membawa senjata tajam, membuat bombomrakitan, memproduksi senjata-senjata yang banyak ragamnya.Namun pihak keamanan merasa tidak punya bukti-buktilegal yang cukup untuk mengambil tindakan hukum terhadapmereka. Mungkin di sinilah terletak pokok permasalahan yangkita hadapi. Kita masih menganut kebijakan-kebijakan punitifdan kurang memberikan perhatian pada tindakan-tindakan preventif,kalau belum ada bukti legal yang cukup tidak dilakukanpenangkapan. Ini jelas kekeliruan yang menyebabkan hilangnyarasa hormat pada aparat negara. Hal lainnya adalah, dalam kehidupansehari-hari begitu banyak pelanggaran hukum dilakukanoleh aparat keamanan, sehingga mereka pun tidak dapat melakukantindakan efektif untuk mencegah tindakan teror yangISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 311


DEMOCRACY PROJECTdilakukan orang. Itupun tidak bisa dibenahi oleh sistem politikkita yang sekarang, karena banyak sekali pelanggaran politikdilakukan oleh oknum-oknum pemerintah.Sikap menutup mata oleh aparat keamanan kita terhadaphal-hal yang tidak benar, juga terjadi dalam praktek kehidupansehari-hari di masyarakat. Apabila akan diambil tindakan hukumterhadap aparat, banyak pihak lalu melakukan sesuatu untuk“menetralisir” tindakan itu. Kasus bentroknya Batalyon Linud(Lintas Udara) Angkatan Darat dengan aparat kepolisian diBinjai, Sumatra Utara, dapat dijadikan contoh. Mereka melakukantindakan “netralisasi” terhadap langkah-langkah hukum, karenapara anggota batalyon itu menyaksikan sendiri bagaimana paraperwira AD dan Polri melakukan dukungan (backing) bagi kelompok-kelompokpelaksana perjudian dan pengedar narkoba, tanpaada tindakan hukum apapun terhadap orang-orang itu.Masalah yang timbul kemudian, adalah bagaimana merekadapat mencegah kelompok-kelompok lain untuk mempersiapkantindakan teror terhadap masyarakat, termasuk warga asing. Sikaptutup mata itu sudah menjadi demikian luas sehingga tidak adapihak keamanan yang berani bertindak terhadap kelompokkelompokseperti itu. Kalaupun ada aparat keamanan yang bersih,dapat dimengerti keengganan mereka melakukan tindakanpreventif, karena akan berarti kemungkinan berhadapan denganatasan atau teman sejawatnya sendiri. Dalam hal ini berlakulahpepatah “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Inilahapa yang terjadi di pulau Bali itu, jadi tidak usah heran jika halitu terjadi, bahkan yang harus diherankan, mengapakah hal inibaru terjadi sekarang.Salah satu tanda dari “paralyse” (kelumpuhan) tadi, adalahhubungan sangat baik antara aparat keamanan dengan pihakpihakteroris dan preman sendiri. Seolah-olah mereka mendapatkankedudukan terhormat dalam masyarakat, karena kemanapunke-premanan mereka ditutupi. Bahkan ada benggolanpreman yang berpidato di depan agamawan, seolah-olah dia312 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTlepas dari hukum-hukum sebab-akibat. Herankah kita jikaorang tidak merasa ada gunanya melakukan tindakanpreventif? Padahal hakikat tindakan itu adalah mencegahdilakukannya langkah-langkah melanggar hukum, denganterciptanya rasa malu pada diri calon-calon pelanggarkedaulatan hukum.Kalau orang merasa terjerumus menjadi preman atau teroris,herankah kita jika ada pihak keamanan yang justru takut danbukannya melawan mereka? Apalagi kalau Wakil Presidennyamenerima para teroris di kantor dan memperlakukan seolah-olahpahlawan? Bukankah ini berarti pelecehan yang sangat seriusdalam kehidupan bermasyarakat kita, kesalahan sikap ini ditutup-tutupipula oleh anggapan bahwa Amerika Serikat-lahyang bersekongkol dengan TNI untuk menimbulkan hal-hal diatas guna melaksanakan “rencana jahat” dari CIA (CentralInteligence Agency)? Teori ini harus diselidiki secara mendalam,namun masing-masing pihak tidak perlu saling menunggu. Inilahprinsip yang harus dilakukan.Memang setelah bertahun-tahun, hal semacam ini baru dapatdiketahui sebagai kebijakan baru di bidang keamanan, gunamemungkinkan tercapainya ketenangan yang benar-benar tangguh.Sudah tentu, sebuah kebijakan harus benar-benar sesuaidengan kebutuhan yang ada, dalam hal ini keperluan akan tindakan-tindakanuntuk mencegah terulangnya kejadian sepertidi Bali itu. Karenanya tindakan preventif harus diutamakan, gunamenghindarkan vakum kekuasaan keamanan terlalu lama. Kebutuhanitu megharuskan kita segera mencapai kesepakatan, mengatasikekosongan kekuasaan keamanan yang terlalu lama dapatberakibat semakin beraninya pihak-pihak yang melakukandestabilisasi di negeri kita.Untuk itu diperlukan beberapa tindakan yang dilakukansecara simultan (bersama-sama). Pertama, harus dilakukan upayanyata untuk menghentikan KKN oleh birokrasi negara. Denganadanya KKN, birokrasi pemerintah tidak akan dapat menjalankanISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 313


DEMOCRACY PROJECTtugas secara adil, jujur dan sesuai dengan undang-undang yangada. Kedua, persamaan perlakuan bagi semua warga negaradi muka undang-undang tidak akan dapat terlaksana jika KKNmasih ada. Dengan demikian, menciptakan kebersihan dilingkungan sipil dan militer merupakan persyaratan utama bagipenegakan demokrasi di negeri kita.Syarat ketiga yang tidak kalah penting adalah kebijakanyang sesuai dengan kebutuhan dan kenyataan yang ada. Kitatidak dapat membuat istana di awang-awang, melainkan ataskenyataan yang ada di bumi Indoesia. Karena itulah, dalam sebuahsurat kepada mantan Presiden HM. Soeharto, penulismengatakan bahwa kita harus siap untuk memaafkan dalam masalahperdata para konglomerat yang tidak mengembalikanpinjaman mereka pada bank-bank pemerintah, asalkan uang hasilpinjaman itu dikonversikan menjadi kredit murah bagi usahakecil dan menengah (UKM). Soal-soal pidana menjadi tanggungjawab aparat hukum yang ada, dan tidak pantas dicampuri baikoleh pihak eksekutif maupun legislatif. Resep ini memang terasaterlalu sumir dan elitis, tetapi memberikan harapan cukup untuktetap menciptakan keamanan dan dalam menopang kebangkitankembali ekonomi nasional kita. {}314 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTTERORISMEDI NEGERI KITATerorisme memang merajalela di negeri kita, tanpa adatindakan yang jelas dari pemerintah dalam waktu setahunterakhir ini. Seharusnya, ada tindakan yang jelas dari pemerintahuntuk memberantas dan mengikis habis terorisme ini.Namun, yang terjadi adalah sebaliknya. Para teroris semakinlama semakin merajalela, dan mendorong masyarakat untukmenganggapnya sebagai buatan luar negeri yang tidak dapatdiatasi. Akhirnya, terorisme ini mengalami eskalasi luar biasa,dan terjadilan peledakan 3 buah bom berkekuatan sangat tinggidi Bali. Korban yang berjatuhan sangat besar, berjumlah di atas200 jiwa, ini menurut laporan media massa sendiri.Pemerintah sendiri tidak siap menghadapinya, terbukti dariusulan-usulan yang saling bertentangan antar pejabat pemerintahandi tingkat pusat. Ada usul agar supaya kegiatan-kegiatanintelejen dikoordinir oleh sebuah badan baru, sedangkan MenkoPolkam Susilo Bambang Yudhoyono menganggap hal itu tidakperlu. Menhan Matori Abdul Djalil menganggap ada gerakanIslam internasional di belakang peristiwa pengeboman itu, sedangkanKapolri sendiri menyatakan belum ada bukti-bukti hukumyang dapat dipertanggungjawabkan di pengadilan. Kalaudi lingkungan pemerintahan saja terjadi perbedaan pendapatseperti itu, berarti itu menunjukkan ketidaksiapan menghadapiISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 315


DEMOCRACY PROJECTkejadian ini, dan dapat digambarkan betapa banyak pendapatsaling bertentangan dalam masyarakat.Secara internasional, ketidaksiapan pemerintah atas kejadianitu dilontarkan oleh berbagai pihak atau negara. Ini jugaberakibat parah terhadap ekonomi kita yang sedang dilandakrisis. Bagaikan orang yang jatuh ditimpa tangga pula, bukanhanya menurunnya jumlah wisatawan asing yang ke Bali melainkanjuga jumlah ekspor-impor kita ke negara lain terkena pukulanhebat. Jumlah penggangur semakin membengkak dan takterbatas hanya pada daerah Bali saja. Gubernur Jatim menyatakankepada penulis, ekspor daerah itu melalui Bali yang telah lalumencapai jumlah 1 milyar rupiah. Jelas Jatim mengalami pukulanhebat akibat peristiwa pemboman itu. Penulis menambahkan,para wisatawan asing itu banyak juga yang kemudianberselancar di selatan Banyuwangi dan menyaksikan matahariterbit di puncak Gunung Bromo. Kalau mereka tidak datang keBali, maka mereka tidak akan datang ke Jatim.*****Secara matematis ekspor-impor kita mengalami pukulanhebat akibat peristiwa di balik ini. Demikian juga, usaha di bidangpariwisata kita mengalami pukulan berat. Tapi hitungan matematisini tidak berlaku bagi kehidupan perikemanusiaan, akibathilangnya nyawa orang sedemikian banyak itu. Inilah yang harusdiingat dalam memperhatikan akibat-akibat dari peristiwa tersebut.Hilangnya kepercayaan negara-negara lain akan kemampuankita sebagai bangsa untuk memelihara keamanan siapa pun,juga mengalami pukulan berat. Kita juga tidak tahu, harus bersedihhati kah? Atau justru menjadi marah oleh kejadian tersebut.Hanya pernyataan, bahwa apa yang telah terjadi itu adalah sebuahforce majeur –hal yang tidak dapat kita tanggulangi secaratuntas-, membuat kita sedikit tenang.Yang tidak kita mengerti, mengapa pihak keamanan sama316 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTsekali tidak tanggap terhadap kekerasan, bersiap siaga terhadapkemungkinan yang ditimbulkannya. Kesimpulannya, pihak keamananmemang kekurangan tenaga, atau mereka cerminan darisistem politik kita yang kacau balau. Itu semua terjadi karenaadanya perintah tak tertulis “dari atas” yang saling bertentangan.Di satu pihak, ada yang menyatakan diam-diam bahwa kaumteroris merajalela di negeri kita, karena itu kita harus siaga sepenuhnya.Di pihak lain, ada “bisikan” agar kelompok-kelompokteroris di negara kita jangan ditindak kalau belum terbukti melanggarhukum. Ini berarti, tidak ada tindakan antisipatif apapunterhadap kemungkinan tindakan yang ditimbulkan oleh parateroris yang ada. Makna dari hal ini adalah, pihak keamanan menerimaperintah saling bertentangan, dan wajar saja kalau merekalalu dibuat bingung oleh kebijakan itu yang berakibat pada ketidakpastiandalam penyelenggaraan keamanan. Justru inilahkesempatan yang ditunggu-tunggu oleh para teroris, yang masihharus dibuktikan secara hukum melalui kerjasama dengan unsurunsuraparat keamanan luar negeri.Tidak heranlah jika negara-negara lain lalu menganggapkita tidak memiliki kesanggupan menjaga keamanan dan menelitipelanggaran-pelanggaran atasnya. Tawaran yang oleh Kapolridinyatakan datang dari berbagai negara, pada hakikatnya adalahkritikan terhadap kemampuan kita di bidang keamanan dalamnegeri. Jadi tidak tepatlah kebanggaan sementara kalangan akandatangnya tawaran membantu itu. Ini adalah akibat belaka darikelalaian kita di masa-masa lampau, termasuk ketika penulismenjadi Kepala Pemerintahan.Yang sebenarnya mengejutkan kita adalah sikap WapresHamzah Haz. Pertama, ia tidak pernah mengutuk tindakan teroristersebut. Kedua, ia justru mengunjungi para tahanan sepertiJa’far Umar Thalib, mengunjungi tempat-tempat yang selama inididuga dipakai sebagai pangkalan teroris di negara kita. Palingtidak, ia seharusnya menahan diri dan tidak melakukan kunjungantersebut, sampai dibuktikan oleh pengadilan bahwa merekaISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 317


DEMOCRACY PROJECTtidak bersalah. Tundalah melakukan kunjungan demikunjungan itu sampai masalahnya menjadi terang. Kesimpulankita, ia perlu mendekati kelompok garis keras gerakan Islam,untuk kepentingan politik, mencari dukungan bagi partainyadalam pemilu mendatang. Berarti ia melakukan kunjungandemi kunjungan itu untuk kepentingan politik pribadinya.Ini dapat dimengerti sebagai kebutuhan politik yang wajar.Tapi tindakannya menerima orang-orang yang diduga melanggarhukum atau undang-undang di Istana (kantor) Wapres, adalahtindakan politik gegabah. Ia tidak bisa membedakan kedudukansebagai ketua umum sebuah parpol dari jabatan Wapres.Hal ini langsung atau tidak langsung memberikan dorongan bagikaum teroris untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidakberperikemanusiaan dan melanggar undang-undang. Melihatlangkah-langkah yang diambilnya, demikian jauh ia dari rakyatpada umumnya. Ini sebagai sesuatu yang mengherankan. Di sinilahia akan dinilai, mampukah ia membebaskan diri dari kepentingan-kepentinganpribadi dan mengutamakan kepentinganumum.Seorang pejabat negara tidak boleh mencampuradukkankepentingan jabatan dengan kelompok yang dipimpinnya. Kalauia ingin melaksanakan sebuah garis perjuangan partainya dalamjangka panjang, umpamanya saja dengan mendekati kelompokkelompokgaris keras, untuk memperoleh suara mereka dalampemilu yang akan datang, maka pertemuan itu harus dilakukandi tempat mereka atau di kalangan partai yang dipimpinnya.Tidaklah layak mengundang mereka yang dituduh sebagai terorisoleh banyak pihak untuk makan siang di Kantor Wakil Presiden.Perbedaan utama fungsi resmi jabatan atas pemerintahan darifungsi politik kepartaian harus selalu diperhatikan, agar -baikpemerintah maupun partai politiknya tidak saling mengalamikerugian. Karena itu, upaya memerangi terorisme memerlukanketegasan sikap yang ditujukan untuk mereka, ini harus benarbenardiperhatikan. {}318 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTBERSUMBERDARI PENDANGKALANPada sebuah diskusi beberapa tahun yang lalu di MasjidSunda Kelapa, Jakarta, penulis dikritik oleh Dr.Yusril IhzaMahendra, sekarang Menteri Kehakiman dan HAM. Katabang Yusril, ia kecewa dengan penulis karena bergaul terlalu eratdengan umat Yahudi dan Nasrani. Bukankah kitab suci al-Qur’ânmenyatakan salah satu tanda-tanda seorang muslim yang baikadalah “bersikap keras terhadap orang kafir dan bersikap lembutterhadap sesama muslim” (asyiddâ’u ‘alâ al-kuffâr ruhamâ baynahum)(QS al-Fath(48):29). Menanggapi hal itu, penulis menjawab,sebaiknya bang Yusril mempelajari kembali ajaran Islam, denganmondok di pesantren. Karena ia tidak tahu, bahwa yang dimaksudal-Qur’ân dalam kata “kafir” atau “kuffar” adalah orang-orangmusyrik (polytheis) yang ada di Mekkah, waktu itu. Kalau hal inisaja bang Yusril tidak tahu, bagaimana ia berani menjadi mubaligh?Berdasar kenyataan itu, penulis tidak begitu heran denganterjadinya kekerasan di Maluku, Poso, Aceh dan Sampit. Penulismengutuk peledakan bom di Legian, Bali, karena itu berarti pembunuhanatas begitu banyak orang yang tidak bersalah. Tetapikutukan itu, tidak berarti penulis heran atas terjadinya peledakanbom itu. Karena dalam pandangan penulis, hal itu terjadi akibatpara pelakunya tidak mengerti, bahwa Islam tidak membenarkantindak kekerasan dan diskriminatif. Satu-satunya pembenaranISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 319


DEMOCRACY PROJECTbagi tindakan kekerasan secara individual adalah, jika kaummuslimin diusir dari rumahnya (idzâ ukhrijû min diyârihim). Karenaitulah, ketika harus meninggalkan Istana Merdeka, penulismeminta Luhut Panjaitan mencari surat perintah dari Lurah sekalipun.Sebabnya, karena ada perintah lain dalam Sunni tradisionalyang diyakini penulis, untuk taat pada pemerintah. Berdasarayat kitab suci itu, “taatlah kalian pada Allah, pada utusan-Nya dan pada pemegang kekuasaan pemerintahan” (athî‘u allahawaathi’u al-rasûl wa ulî al-amri minkum)(QS al Nisa(4):59). Pak LuhutPanjaitan mencarikan surat perintah itu dari seorang Lurah, danpenulis sebagai warga negara dan rakyat biasa –karena lengserdari jabatan kepresidenan- mengikuti perintah tersebut.Soal bersedianya penulis lengser dari jabatan kepresidenan,karena penulis menganggap tidak layak jabatan setinggi apapundi negeri ini, dipertahankan dengan pertumpahan darah. Padahalwaktu itu, sudah ada pernyataan yang ditandatangani 300.000orang akan mendukung penulis mempertahankan jabatan kepresidenan,kalau perlu mengorbankan nyawa.*****Tindak kekerasan -walaupun atas nama agama- dinyatakanoleh siapapun dan dimanapun sebagai terorisme. Beberapa tahunsebelum menjabat sebagai presiden, penulis merencanakan berkunjungke Israel untuk menghadiri pertemuan para pendiriPusat Perdamaian Shimon Peres di Tel Aviv. Sebelum keberangkatanke Tel Aviv, penulis menerima rancangan pernyataan bersama,yang disampaikan oleh Rabi Kepala Sevaflim Eli Bakshiloron.Dalam rancangan pernyataan itu, terdapat pernyataan penulisdan Rabi yang menyatakan “berdasarkan keyakinan agama Islamdan Yahudi, menolak penggunaan kekerasan yang berakibatpada matinya orang-orang yang tidak berdosa”. Pengurus BesarNahdlatul Ulama (NU) mengutus Wakil Rois ‘Am, KH SahalMahfudz untuk memeriksa rancangan pernyataan itu. KH Sahal320 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTMahfudz meminta kata-kata “tidak berdosa” diubah menjadi“tidak bersalah”.Mengapa demikian? Karena, yang menentukan seseorangitu berdosa atau tidak adalah Allah Swt. Sedangkan salah atautidaknya seseorang oleh hakim atau pengadilan, berarti oleh sesamamanusia. Penulis menerima keputusan itu dan perubahanrancangan pernyataan tersebut, juga diterima oleh Rabi EliBakshiloron. Ketika tiba di Tel Aviv, penulis bersama Rabi Elilangsung menuju kantornya di Yerusalem. Di tempat itu, penulisdan Rabi Eli menandatangani pernyataan bersama itu di depanpublik dan media massa. Ini menunjukkan bahwa, NU sebagaiorganisasi Islam terbesar di Indonesia –bahkan menurut statistiksebagai organisasi Islam terbesar di dunia- menolak terorismedan penggunaan kekerasan atas nama agama sekalipun. Karenaitu, kita mengutuk peledakan bom di Bali dan menganggapnyasebagai “tindak kejahatan/ kriminal” yang harus dihukum.Keseluruhan penolakan penulis itu, bersumber pada pendapatagama yang tercantum dalam literatur keagamaan (al kutubal-mu’tabarah), jadi bukannya isapan jempol penulis sendiri. Mengapademikian? Karena Islam adalah agama hukum, karenanyasetiap sengketa seharusnya diselesaikan berdasarkan hukum.Dan karena hukum agama dirumuskan sesuai dengan tujuannya(al umuru bi maqâshidiha), maka kita patut menyimak pendapatmantan ketua Mahkamah Agung Mesir, Al Asmawi. Menurutnya,“hukum Barat” dapat dijadikan “hukum Islam”, jika memilikitujuan yang sama. Hukum pidana Islam (jarimah), menurut AlAshmawi, sama dengan hukum pidana Barat, karena sama berfungsidan bertujuan menahan (deterrence) dan menghukum (punishment).*****Namun, mengapa terorisme dan tindak kekerasan yang lainmasih juga dijalankan oleh sebagian kaum muslimin? Kalaumemang benar kaum muslimin melakukan tindakan-tindakanISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 321


DEMOCRACY PROJECTtersebut, jelas bahwa mereka telah melanggar ajaran-ajaranagama. Pertanyaan di atas dapat dijawab dengan sekian banyakjawaban, antara lain rendahnya mutu sumber daya manusia parapelaku tindak kekerasan dan terorisme itu sendiri. Mutu yangrendah di kalangan kaum muslimin, dapat dikembalikan kepadaaktifitas imperalisme dan kolonialisme yang begitu lama menguasaikaum muslimin. Ditambah lagi dengan, orientasi pemimpinkaum muslimin yang sekarang menjadi elite politik nasional.Mereka selalu mementingkan kelompoknya sendiri dan membangunmasyarakat Islam yang elitis.Apa pun bentuk dan sebab tindak kekerasan dan terorisme,seluruhnya bertentangan dengan ajaran Islam. Hal ini adalahkenyataan yang tidak dapat dibantah, termasuk oleh para pelakukekerasan dan terorisme yang mengatasnamakan Islam. Penyebablain dijalankannya tindakan-tindakan yang telah dilarangIslam itu -sesuai dengan ajaran kitab suci al-Qur’ân dan ajaranNabi Muhammad Saw- adalah proses pendangkalan agama Islamyang berlangsung sangat hebat. Walau kita lihat, adanya praktekimperialisme dan kolonialisme atau kapitalisme klasik di jamanini terhadap kaum muslim, tidak berarti proses sejarah itu memperkenankankaum muslimin untuk bertindak kekerasan danterorisme.Harus kita pahami, bahwa dalam sejarah Islam yang panjang,kaum muslimin tidak menggunakan kekerasan dan terorismeuntuk memaksakan kehendak. Lalu, bagaimanakah carakaum muslimin dapat mengadakan koreksi terhadap langkahlangkahyang salah, atau melakukan “responsi yang benar” atastantangan berat yang dihadapi? Jawabannya, yaitu denganmengadakan penafsiran baru (reinterpretasi). Melalui mekanismeinilah, kaum muslimin melakukan koreksi atas kesalahan-kesalahanyang diperbuat sebelumnya, maupun memberikan responsiyang memadai atas tantangan yang dihadapi. Jelas, dengandemikian Islam adalah “agama kedamaian” bukannya “agamakekerasan”. Proses sejarah berkembangnya Islam di kawasan ini,322 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTadalah bukti nyata akan kedamaian itu, walaupun di kawasankawasanlain, masih juga terjadi tindak kekerasan -atas namaIslam- yang tidak diharapkan. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 323


DEMOCRACY PROJECTNU DAN TERORISMEBERKEDOK ISLAMDalam sebuah konferensi internasional, penulis dimintamemaparkan pandangannya mengenai terorisme yangterjadi, seperti peledakan bom di Bali dan perbuatanperbuatanlain yang serupa. Penulis jadi teringat pada penggunaannama Islam dalam kerusuhan-kerusuhan di Ambon danPoso, serta peristiwa terbunuhnya para ulama dalam jumlah besardalam kasus “santet di Banyuwangi”. Tentu saja penulismenjadi terperangah oleh banyaknya tindakan-tindakan yangdilakukan atas nama Islam di atas.Tentu saja kita tidak dapat menerima hal itu, seperti halnyakita tolak tindak kekerasan di Irlandia Utara sebagai “pertentanganagama” Protestantisme melawan Katholikisme. Begitujuga perusakan Masjid Babri sebagai pertentangan orang-orangberagama Hindu melawan kaum Muslimin di negeri India, walaupunyang bermusuhan memang jelas orang-orang dari keduaagama itu. Pasalnya, karena mayoritas orang-orang beragamaIslam di berbagai negeri tidak terlibat dalam pertikaian dengantindakan kekerasan seperti di negeri-negeri tersebut.Dalam jenis-jenis tindakan teroristik itu, para pemuda muslimjelas-jelas terlibat dalam terorisme yang dipersiapkan. Merekamendapatkan bantuan keuangan dan latihan-latihan gunamelakukan tindakan-tindakan tersebut. Belasan bulan persiapan324 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTteknis dan finansial dilakukan, sehingga tidak dapat ia disebutsebagai sesuatu yang bersifat spontanitas belaka. Jika tidak terjadisecara spontan, sudah pasti hal itu merupakan tindakan teroryang memerlukan waktu lama untuk direncanakan dan dilaksanakan.Para pelaksana kegiatan teror itu menganggap diri merekabertindak atas nama Islam. Dengan demikian, menjadi jelaslaharti hukum Islam bagi kehidupan mereka , yang terkadang hanyadianggap sebagai kegiatan ilmiah guna membahas kecilnyadeskripsi yang dilakukan.Suatu hal yang harus selalu diperhatikan, yaitu gerakanIslam apa pun dan di mana pun senantiasa terkait dengan pilihanberikut: gerakan mereka sebagai kultur atau sebagai lembaga/institusi. Yang mementingkan kultur, tidak begitu memperhatikanlembaga yang mereka dukung. Ambil NU (Nahlatul Ulama)sebagai contoh: dengan para anggota/ pengikutnya, perhatikandengan seksama “budaya NU” seperti tahlil, halal bil halal, danmengikuti rukyah (melihat bulan) untuk menetapkan permulaanhari raya. Mereka tidak peduli dengan keadaan lembagaorganisasiyang mereka dukung, dipimpin oleh orang yangtepatkah atau tidak.Karena itulah, ketika para aktivis muda Islam yang belakangandikenal sebagai “muslim radikal”, dan kemudian lagidikenal sebagai para teroris yang memulai konflik di Ambon danPoso, dan sebagian lagi meledakkan bom di Bali, mereka punmenghadapi pilihan yang sama, mementingkan budaya atau lembaga(institusi). Sebagian dari mereka memilih institusi, denganmelupakan “warisan Islam” -berupa proses penafsiran kembali(reinterpretasi)- yang sudah dipakai kaum muslimin ratusan tahunlamanya, guna memasukkan perkembangan zaman ke dalamajaran agama mereka. Sebagai akibat, mereka mengembangkan“cara hidup Islam” serba keras dan memusuhi cara-cara hiduplain, dan dengan demikian membuat Islam berbeda dari yanglain. Ini tampak ketika penulis suatu ketika memberikan ceramahkepada para calon dokter di sebuah fakultas kedokteran. ParaISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 325


DEMOCRACY PROJECTcalon dokter lelaki dipisah tempat duduk mereka dari paracalon dokter perempuan, dan pemisahan mereka itu “dijaga”oleh seorang bertubuh kekar yang lalu lalang di tengahnya.Pertemuan NU pun tidak sampai sedemikian keadaannya,karena di tengah-tengah tidak ada “penjaga” yang bertubuhkekar dan bersifat galak terhadap pelanggaran halangan yangmereka lakukan.*****Sikap mementingkan lembaga (institusi) inilah, -setidaktidaknyalebih mementingkan institusi dari kultur- seperti diperlihatkancontoh di atas, menurut pendapat penulis adalah sumberdari terorisme yang berkedok Islam. Jika institusi atau lembagake-Islaman ditantang oleh sebuah cara hidup, seperti halnya sekarangcara hidup orang Islam ditantang oleh cara hidup “Barat”,maka mereka pun merasa terancam dan bersikap ketakutan. Perasaandan sikap itu ditutupi oleh tindakan garang kepada “sangpenantang”, dan menganggap “budaya sendiri” sebagai lebihdari segala-galanya dari “sang penantang”.Karena tidak dapat membuktikannya secara pasti dan masukakal, maka lalu diambil sikap keras, yang kemudian berujungpada terorisme, seperti meledakkan bom (di Bali) dan membajakpara turis (seperti dilakukan kelompok Abu Sayyaf di FilipinaSelatan). Mereka lalu menggunakan kekerasan, sesuatu yang tidakdiminta atau diperintahkan oleh Islam. Agama mereka menentukanhanya kalau diusir dari rumah-rumah mereka, barudiperkenankan melakukan tindak kekerasan untuk membela diri(idzâ ukhrijû min diyârihim).Karena pendekatan institusional yang mereka pergunakan,maka mereka merasa “dikalahkan” oleh peradaban-budaya lain,yaitu “kebudayaan barat modern”. Dilupakan umpamanya saja,bagaimana Saladin sebagai Sultan Mamalik ‘mengalahkan’Richard Berhati Singa (The Lion Heart) dengan mengirimkan326 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTdokter pribadinya untuk menyembuhkan anak raja Inggris itudalam Perang Salib. Dokter tersebut disertai anak Saladin yangdapat saja dibunuh, kalau dokter pribadi itu tidak dapat menyembuhkananak Richard. Raja Inggris tersebut dengan demikianmengetahui betapa luhur budi Saladin. Dari upaya itu akhirnyaia pulang ke negaranya dan menghentikan Perang Salib.Demikian pula hubungan antara budaya Islam dan budayabudayalain, harus dikembangkan dalam pola menghargai mereka,dengan demikian akan tampak keluhuran Islam yang dipeluksaat ini paling tidak oleh 1/6 jumlah umat manusia. Karena itu,sejak dahulu penulis menolak penggunaan terorisme untuk“mempertahankan Islam”. Tindakan seperti itu justru merendahkanIslam di mata budaya-budaya lain, termasuk budaya moderndi Barat yang telah membawakan keunggulan organisasi, pengetahuan,dan teknologi. Islam hanya dapat “mengejar ketertinggalan’itu, jika ia menggunakan rasionalitas dan sikap ilmiah.Memang, rasionalitas Islam sangat jauh berbeda dari rasionalitaslain, karena kuatnya unsur identitas Islam itu. Rasionalitas Islamyang harus dibuktikan dalam kehidupan bersama tersebut, berintikanpenggunaan unsur-unsur manusiawi dengan segala pertimbangannya,yang harus ditunjukkan kepada “sumber-sumbertertulis” (adillah naqliyyah) dari Allah, seperti ungkapan-ungkapanresmi Tuhan dalam al-Qur’ân dan ucapan Nabi (al-Hadits). Karenaitu, pengenalan tersebut tidak memerlukan tindak kekerasanapa pun, yang hanya akan membuktikan “kelemahan” Islam saja.Karena itulah, kita harus memiliki sikap jelas mengutuk terorisme,siapa pun yang melakukannya. Apalagi kalau hal itu dilakukanoleh mereka yang tidak mengerti perkembangan Islam yangsebenarnya.Diketahui kaum muslimin sejak dahulu terbagi dua, yaituyang menjadi warga berbagai gerakan Islam (al-munadzammahal-Islamiyyah) dan orang-orang Islam kebanyakan (‘awâm ataulaymen). Kalau mayoritas warga berbagai gerakan Islam saja tidakmenyetujui penggunaan kekerasan (terorisme), apalagi kaumISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 327


DEMOCRACY PROJECTmuslimin awam. Inilah yang sering dilupakan para teroris itudan harus diingat oleh mereka yang ingin melakukan tindakkekerasan, apalagi terorisme, di kalangan para aktivis muslimin.Kalau hal ini tidak diingat, maka tentu saja mereka akan lambatlaunberhadapan dengan “kaum awam” tersebut. Para terorispeledak bom di Bali pada akhirnya berhadapan dengan Undang-Undang Anti- Terorisme, yang merupakan produk mayoritaskaum muslimin awam di negeri ini.*****Dari semula, NU bersikap tidak menyetujui tindak terorisme.Dalam Muktamar tahun 1935 di Banjarmasin, ada pertanyaandalam “bahtsul masâ’il”; wajibkah kaum muslimin dikawasan Hindia Belanda mempertahankan kawasan itu, sedangkanmereka diperintah oleh kaum non-muslimin (para kolonialisBelanda)? Jawab Muktamar; wajib, karena kawasan itu dahulunyamemiliki kerajaan-kerajaan Islam, dan kini kaum muslimindapat menerapkan ajaran-ajaran agama tersebut dengan bebas.Diktum pertama (mengenai kerajaan-kerajaan Islam di kawasanini) diambilkan dari sebuah teks kuno, Bughyah al-Mustarsyidîn,sedangkan diktum kedua hasil pemikiran (reinterpretasi) paraulama Indonesia sendiri, tetapi sebenarnya pernah diungkapkansarjana muslim kenamaan Ibn Taimiyyah, yang di negeri inikemudian dikenal karena menjadi subjek disertasi doktorNurcholish Madjid.Keputusan Muktamar NU sepuluh tahun sebelum proklamasikemerdekaan itu, meratakan jalan bagi pencabutan PiagamJakarta dari Pembukaan UUD 1945 oleh para wakil organisasiorganisasiIslam di negeri kita, seperti Muhammadiyah dan NU.Kalau pemimpin dari gerakan-gerakan Islam tidak mewajibkan,berarti negara yang didirikan itu tidaklah harus menjadi negaraIslam. Kalau demikian, Islam tidak didekati secara kelembagaanatau institusional, melainkan dari sudut budaya. Selama “budaya”328 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTIslam masih ada di negeri ini, maka Islam tidak mengalamikekalahan dan tidak harus “dipertahankan” dengan tindak kekerasan,seperti terorisme.Islam memiliki cara hidupnya sendiri, yang tidak perlu dipertahankandengan kekerasan, karena cukup dikembangkandalam bentuk budaya. Dan inilah yang terjadi, seperti adanyaMTQ, penerbitan-penerbitan Islam yang berjumlah sangat banyak,dan berbagai manifestasi ke-Islaman lain. Bahkan sekarang,wajah “kesenian Islam” sudah menonjol demikian rupa sehinggalayar televisi pun menampung sekian banyak dari berbagai wajahseni Islam yang kita miliki. Karena itu, Islam tidak perlu dipertahankandari ancaman siapa pun karena ia memiliki dinamikatersendiri. Sebagai responsi atas “tekanan-tekanan” modernisasi,terutama dari “proses pem-Barat-an” yang terjadi, kaum muslimindi negeri ini dapat mengambil atau menolak pilihan-pilihanmereka sendiri dari proses tersebut, mana yang mereka anut danmana yang mereka buang. Karena itu, hasilnya juga akan berbeda-bedadari satu orang ke orang lain dan dari satu kelompokke kelompok lain. Penerimaan beragam atas proses itu akan membuatvariasi sangat tinggi dari responsi tersebut, yang sesuaidengan firman Allah: “dan Ku-jadikan kalian berbangsa-bangsadan bersuku-suku bangsa untuk dapat saling mengenal” (waja’alnâkum syu’ûban wa qabâ’ila li ta’ârafû) (QS al Hujurât(49): 13).Ayat itu jelas memerintahkan adanya ke-bhinekaan dan melarangeksklusifisme dari kalangan kaum muslimin manapun.Sebenarnya di antara “kalangan teroris” itu, terdapat jugamereka yang melakukan tindak kekerasan atas perintah-pesanandari mereka yang tadinya memegang kekuasaan. Karena merekamasih ingin berkuasa, mereka menggunakan orang-orang itu atasnama Islam, untuk menghalangi proses-proses munculnya rakyatke jenjang kekuasaan. Dengan demikian, kalangan-kalangan itumemiliki tujuan menghadang proses demokratisasi dan untukitu sebuah kelompok kaum muslimin digunakan untuk membelakepentingan orang-orang tersebut atas nama Islam. SungguhISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 329


DEMOCRACY PROJECTsayang jika maksud itu berhasil dilakukan, walaupun berbagaitindakan teror telah dilakukan. Rasa-rasanya, NU berkewajibanmenggagalkan rencana tersebut, dan karenannya bersikap konsistenuntuk menolak tindak kekerasan dalam memperjuangkan“kepentingan Islam”.Islam tidak perlu dibela sebagaimana juga halnya Allah.Kedua-duanya dapat mempertahankan diri terhadap gangguansiapa pun. Inilah yang dimaksudkan firman Allah; “hari ini Kusempurnakanbagi kalian agama kalian dan Ku-sempurnakanbagi kalian (pemberian) nikmat-Ku, dan Ku-relakan bagi kalianIslam sebagai agama” (al-yauma akmaltu lakum dînakum wa atmamtu‘alaikum nikmatî wa radlîtû lakum al-Islâma dînan) (QS al-Maidah(5): 3), menunjuk dengan tepat mengapa Islam tidak perlu dipertahankandengan tindakan apa pun, kecuali dengan melaksanakancara hidup Islam itu sendiri. Sangat indah untuk diucapkan,namun sulit dilaksanakan, bukan? {}330 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTBOM DI BALI DAN ISLAMPeledakan bom di Denpasar, semakin hari semakin banyakmendapat sorotan. Salah satu hal terpenting, adalahmengetahui siapa yang melakukan, dan mengapa merekamelakukannya. Dikatakan “mereka”, karena jelas sekali peristiwaseperti itu tidak akan mungkin dilakukan oleh seorang diri belaka,sehingga digunakan kata tersebut untuk menunjuk parapelakunya. Sayangnya, hingga hari ini belum dapat disebutkansiapa-siapa pelaku sebenarnya. Jangan-jangan, hasil pemeriksaantidak akan diumumkan secara jujur, karena menyangkut pejabatyang berada dalam sistem kekuasaan. Bukankah banyak hal diIndonesia selama ini tidak pernah dibongkar sampai tuntas, melainkanditutup-tutupi dari mata masyarakat?.Banyak pihak ditunjuk oleh orang yang berbeda-beda sebagaipara pelaku kejadian itu, sesuai dengan kepentingan masingmasing.Juga karena adanya hal-hal yang dapat ditunjuk sebagaipersambungan dari peristiwa pemboman yang pernah terjadi.Begitu juga, demikian banyak konspirasi/komplotan yang dapatditunjuk sebagai biang keladi, sehingga hal yang sebenarnyaterjadi menjadi tertutup olehnya. Penulis khawatir, jangan-janganperistiwa yang sebenarnya, justru malah dikaburkan oleh sekianbanyak gambaran adanya konspirasi/komplotan yang terjadi diBali tersebut.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 331


DEMOCRACY PROJECTYang tampak jelas hanyalah beberapa hal saja. Pertama,peledakan bom itu terjadi di Pulau Dewata Bali, kedua, bahwakorbannya adalah orang-orang Australia, yang berjumlah sangatbesar dan menerbitkan amarah dunia internasional. Masih menjadipertanyaan lagi, mungkinkah pemerintah kita sendiri dapatdan bersedia melakukan pelacakan atas kejadian tersebut dengantuntas? Mungkin pertanyaan ini terdengar agak sinis, tapi bukankahdemikian banyak peristiwa yang telah terjadi di negerikita tanpa ada pemeriksaan sampai tuntas, hingga kita patutbertanya-tanya, benarkah pemerintah kita nanti akan menanganisegala sesuatunya secara serius? Buktinya, penulis telahmemerintahkan Panglima TNI dan Kapolri —sewaktu menjabatsebagai Presiden, untuk melakukan penangkapan-penangkapan.Namun, mereka tidak melaksanakan perintah tersebut, bahkansampai hari inipun pihak Mahkamah Agung (MA) belum maumenjawab pertanyaan penulis, apakah terjadi tindakan insubordinatifoleh kedua pejabat tersebut, dengan menolak mengerjakannya?Kalau MA saja tidak memiliki keberanian untukmemberikan jawaban terhadap keadaan yang demikian jelas tadi,juga dengan pihak ekskutif-pemerintah dan legislatif-juga tidakmau mempertanyakan hal itu, bukankah hal sejelas itu menunjukkanadanya kebuntuan pemerintahan? Dan bukankah kebuntuanitu juga yang dapat menghentikan pemerintah untuk mencaritahu siapa saja yang menjadi para pelaku peledakan bom diDenpasar itu?*****Terjadilah simpang-siur pendapat karenanya. Ada yangmengatakan pelakunya adalah pihak luar negeri, dalam hal iniadalah orang-orang Amerika Serikat (AS). Di pihak lain, ada yangberanggapan bahwa hanya pihak dalam negeri saja yang terlibatdalam kejadian ini. Ada yang berpendapat lagi, bahwa pihak luarnegeri bekerjasama dengan unsur-unsur yang ada di dalam negeri332 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTsendiri yang menjadi para pelaku. Demikian juga terjadi perbedaanyang cukup tajam antara mereka yang berpendapatadakah jaringan Islam ekstrim/garis keras terlibat dalamkejadian tersebut.Jika jalan pikiran ini terus diikuti, tentu timbul pertanyaansiapa saja atau organisasi mana yang membiarkan diri terlibatdalam kejadian tersebut? Laskar Jihad-kah, yang merupakan cabangdari organisasi dengan nama serupa di Saudi Arabia. Lalu,mengapakah mereka “buru-buru” membubarkan diri begitu terjadiperistiwa di Bali tersebut? Adakah hubungan antara kejadiantersebut di satu pihak, dengan masa depan organisasi itu? Bukankahbubarnya organisasi itu di Saudi Arabia dan Indonesia —pada waktu yang hampir bersamaan, justru menunjukkan adanyajaringan (networking) dalam tubuh sebagian gerakan Islam didalam dan luar negeri? Bukankah ini menunjukkan adanyajaringan internasional di kalangan mereka, yang oleh pihak laindianggap sebagai bukti hadirnya jaringan internasional untukmempromosikan versi mereka tentang hubungan gerakan Islamdan non-Islam secara keseluruhan?Demikian kacaunya perkembangan yang terjadi, hingga adapihak yang menganggap Abu Bakar Ba’asyir —seorang Kyai pesantrendari Solo, sebagai salah seorang pelaku, sedangkan yanglain menganggap ia tidak terkait sama sekali dengan peristiwaitu. Lalu, mengapakah ia sampai pingsan di rumah sakit, begitumengetahui dirinya akan diekstradisikan ke AS? Ini lagi-lagimenunjukkan ketidakjelasan yang kita hadapi. Hanya penelitianyang mendalam dan kejujuranlah yang dapat mengungkapkanhal ini secara terbuka kepada masyarakat. Rasanya, kalau tidakada tim khusus untuk melakukan hal itu, kita tetap tidak akantahu mengenai latar belakang maupun hal-hal lain dalamperistiwa itu.*****ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 333


DEMOCRACY PROJECTDapat digambarkan di sini, betapa marahnya pihak-pihaklain secara internasional maupun domestik terhadap hal itu.Penulis yang menggunakan rasio dengan tenang, dalam halini tidak dapat mengemukakan secara menyeluruh dengan jujurapa yang ada dalam pikirannya tentang kemungkinan siapayang memerintahkan para pelaku sebenarnya yangmelaksanakan pemboman tersebut. Mengapa? Karena benakpenulis penuh dengan nama orang-orang yang mungkinmelakukan hal itu, dan juga nama orang-orang yang “patutdiduga” (untuk meminjam istilah pelanggaran konstitusi yangdilakukan para pemimpin partai politik di DPR/MPR, beberapawaktu yang lalu) terlibat dalam kasus ini.Sementara, hal yang paling memilukan hati, adalah bahwanama Islam dibawa-bawa dalam hal ini. Seolah-olah kaum musliminseluruhnya turut serta melakukan hal tersebut, apalagi apayang terjadi di Pulau Dewata itu mayoritas penduduknya nonmuslim.Demikian juga korban orang asing —yang keseluruhannyaberagama lain. Padahal kita tahu kalaupun ada orang yangberagama Islam terlibat dalam kasus ini, motif mereka bukanlahfaktor agama, melainkan uang, jabatan ataupun pengaruh. Kalauorang yang benar-benar cinta terhadap Islam, mereka akan tahubahwa agama tersebut melarang tindak kekerasan, dan hanyamengijinkannya untuk mempertahankan diri jika mereka diusirdari rumah mereka (idzâ ukhrijû min diyârihim). Kalaupun adaseorang muslim melakukan tindakan seperti itu guna membelaIslam dari “ancaman pihak lain” itu berarti ada penafsiran salahyang dilakukan dalam memahami agama tersebut.Demikianlah, Islam dan Indonesia menjadi korban dari perbuatanyang tidak bertujuan mulia, jika versi di atas dipakaidalam hal ini. Jika yang digunakan adalah perebutan kekuasaansatu sama lain, dengan korban rakyat biasa dan para wisatawanmancanegara yang tak mengerti apa-apa, kiranya dapat dipakaigambaran rekonstruksi bermacam-macam di awal tulisan ini.Kesemua itu akan menjadi terang, jika pemerintah membentuk334 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTtim independen yang diisi oleh orang-orang Lembaga SwadayaMasyarakat (LSM) dan Organisasi Massa (Ormas). Tetapi,bukankah itu justru dianggap sebagai sikap tidak percayaterhadap pemerintah, walaupun sebenarnya kecurigaan sepertiitu tidak pernah ada. Tragis, bukan? {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 335


DEMOCRACY PROJECTBENARKAH MEREKATERLIBAT TERORISME?Beberapa waktu yang lalu, penulis diwawancarai olehwartawan dari Televisi SBS (Special Broadcasting System)dari Melbourne, Australia di lapangan terbang Cengkareng,sekitar jam 5.30 Wib. Ada tiga buah pertanyaan mendasaryang diajukan pada penulis. Pertanyaan pertama berkisar padamasalah mengapa penulis menganggap Abu Bakar Ba’asyir sebagaiteroris? Penulis menjawab, bahwa laporan intelijen dari limanegara menyebutkan hal tersebut. Termasuk di dalamnya intelijenMalaysia dan Amerika Serikat, yang sejak dahulu tidak pernahada kecocokan antara keduanya. Karena itu penulis mengacuhadits Nabi Saw menyatakan: “Kalau suatu masalah tidakdiserahkan pada ahlinya, tunggulah datangnya kiamat” (idzâwushida al ‘amru ilâ ghairi ahlihî fa intadziri al-sâ’ah). Jadi, sikappenulis itu sudah benar menurut ketentuan agama, dan kalauterbukti ada masalah lain akan diperiksa di kemudian hari.Beberapa hari sebelum itu, budayawan Emha Ainun Nadjibmenyatakan dalam salah satu wawancara di Radio Ramako, bahwaketerangan mengenai keterlibatan Abu Bakar Ba’asyir dalamterorisme, didasarkan pada pengakuan Umar Farouq pada pihakAmerika Serikat (AS). Menurut Emha, pengakuan Umar Farouqtidak dapat diterima kebenarannya, karena ia berasal dari Ambon.Umar Farouq, demikian Emha menyimpulkan, adalah lawan Abu336 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTBakar Ba’asyir. Seolah-olah Emha mengikuti pendapat Al-Isfarayinibahwa pendapat seseorang tentang musuh atau lawannyatidak dapat diterima (la yuqbalu qaulu mujtahid ‘an-khashmihi).Benarkah pendapat Emha ini? Penulis mengusulkan dalam sebuahkonperensi pers sehari setelah itu, agar dibuat komisi independenyang terdiri dari para ahli hukum dan wakil-wakil masyarakat,untuk meneliti mana yang benar: pengakuan CIA (Centrallntelligence Agency) ataukah Emha?Sedangkan pendapat Wakil Presiden Hamzah Haz agarUmar Farouq dibawa ke negeri ini untuk ditanyai, tidak sesuaidengan kenyataan. CIA tidak akan mau mengirimkannya ke negeriini, karena khawatir jika tidak dilakukan penyelidikan denganbenar. Sedangkan kalau dia diadili di sini (Indonesia),kemungkinan mafia peradilan akan membebaskannya darituduhan tersebut. Bukankah segala hal dapat dibeli di negeri ini?Demikian burukkah citra kita di dunia internasional, hingga harapanseorang tokoh -seperti seorang Wakil Presiden RepublikIndonesia (RI)- disepelekan oleh pihak luar negeri? Tentu sajakita tidak akan marah melihat kenyataan ini, karena hal itu adalahkesalahan kita sendiri sebagai bangsa, yakni dengan membiarkansemua hal itu tanpa koreksi.Lain halnya dengan Robert Gelbard, mantan Duta BesarAmerika Serikat (AS) untuk Indonesia. Ia menyatakan kepadapers Australia, bahwa ia kecewa karena telah memberitahukankepada pemerintah RI, ada gerakan-gerakan yang mencurigakandi Indonesia. Tetapi tidak ada upaya sungguh-sungguh yangmemperhatikan hal ini, dan menangkal kemungkinan terjadinyaterorisme di negeri ini. Penulis sendiri sebagai Presiden padawaktu itu, tidak pernah mendapat peringatan seperti itu secaralangsung dari Gelbard. Ini berarti ada pihak pemerintahan yangmenutupi keterangan itu dari pengetahuan penulis.Hal ini tidak mengherankan dan penulis menyatakan padaTV SBS, pada waktu itu —baik Panglima Tentara Nasional Indonesia(TNI) Jenderal Widodo AS maupun Kepala Kepolisian


DEMOCRACY PROJECTRepublik Indonesia (Kapoiri) Jenderal Polisi S. Bimantoro tidakmau melaksanakan perintah Presiden. Ketika lengser dari kursikepresidenan, penulis menanyakan kepada Mahkamah Agung(MA), adakah tindakan kedua orang itu merupakan insubordinasi?Sampai hari inipun, MA tidak pernah menjawab pertanyaanpenulis, yang berarti juga bahwa lembaga itu telah melanggarhukum dan undang-undang dasar. Keterangan Gelbard padapers Australia tersebut, menunjukkan bahwa dalam tubuh TNI,Polri maupun aparat pemerintahan kita memang terdapat perbedaanpendapat yang tajam. Ada pihak yang mencoba menutupnutupiinformasi hingga pemerintahan tidak berjalan secaraobyektif. Herankah kita, jika akhirnya kebijakan pemerintahmenjadi sulit dirumuskan? Apalagi kalau Presidennya tidak mauaktif menyusun kebijakannya sendiri, melainkan menyerahkankeputusan sepenuhnya kepada aparat di bawahnya. DitambahPresiden berbeda paham dengan Wakil Presiden, Ketua MajelisPermusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) dansebagainya.Juga, tidak ada kejelasan mengenai sikap yang diambilMegawati Soekarnoputri dalam pemerintahannya. Umpamanya,mengenai orientasi pejabat di bawahnya. Ia mengangkat BambangKesowo, seorang etatis (paham serba negara). Dan kombinasinyaadalah Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai DemokrasiIndonesia Perjuangan (PDI-P) sebelum bulan puasa telah memutuskanharus terkumpul uang sebanyak lima trilyun rupiah untukmenghadapi Pemilihan Umum 2004 mendatang. Dari manakahakan diperoleh dana sejumlah itu? Apakah dari BUMN (BadanUsaha Milik Negara)? Tetapi, Megawati juga mengangkat DorodjatunKuntjorojakti dan Budiono sebagai Menteri Koordinator(Menko) Ekuin dan Menteri Keuangan, -keduanya orang teknokratyang percaya pada privatisasi/swastanisasi. Lalu, kemanakahorientasi ekonomi yang diikutinya? Tidak pernah jelas sampaisekarang, karena ia berdiam diri saja tentang pilihan yang diambilnya.Ironis memang!338 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTPenulis tertarik pada ucapan Habib Husein Al-Habsyi dariPasuruan, yang menyatakan peristiwa ledakan bom atas CandiBorobudur adalah rekayasa Ali Murtopo yang kemudian didakwakan pada dia sebagai pelakunya. Ketika TV SBS menanyakanhal itu penulis langsung menjawab, Habib tersebut adalahpembohong. Mengapa? Karena ia sudah dijatuhi hukumanseumur hidup oleh Pengadilan Negeri, dan ia pun di penjara diLowok Waru, Malang. Walaupun melalui seorang perwira tinggiTNI, penulis berhasil membebaskan dia dari penjara, tapi apayang didapatkan penulis? Ternyata ia menyatakan di mana-manabahwa penulis tersangkut dengan kasus Bruneigate dan Bulogate,di samping hal-hal lain. Itu semua adalah isapan jempol belaka,karena sampai hari ini baik melalui pembentukan Pansus DPRataupun jalan lain, penulis tidak pernah terbukti melakukan halhalyang dituduhkan. Bukankah dengan demikian ia menjadipembohong?Kalau seseorang berbohong tentang sesuatu hal, dapatkahketerangannya bisa dipercaya? Karenanya, kita harus hati-hatimenerima keterangan orang tersebut, bahwa ada rekayasa AliMurtopo yang membuat Habib tersebut mendapatkan hukumanseumur hidup. Ini tidak berarti, bahwa penulis pembela AliMurtopo. Tetapi kita harus berhati-hati dalam menerima keteranganorang tentang diri pejabat berbintang tiga (Letjen TNI)itu. Hanya dengan sikap obyektif seperti itulah kita dapat mempertahankanintegritas pribadi di masa-masa sulit ini. Sebab jikatidak kita akan kehilangan obyektifitas atau takut mengemukakannyadengan banyak orang tidak akan percaya lagi pada kita.Itulah kira-kira reaksi/jawaban penulis atas deretan pertanyaanyang dikemukakan oleh wartawan TV SBS. Mudahmudahandengan demikian, publik internasional akan mengetahuikeadaan sebenarnya di negeri kita, yang terkait denganhal-hal yang ditanyakan kepada penulis di lapangan terbangJuanda, Surabaya ini dan jawabannya disiarkan malam harinyadi Australia. Namun, tentu akan ada yang bertanya, bijaksanakah


DEMOCRACY PROJECThal ini? Jawaban penulis terhadap pertanyaan tersebut adalahkejujuran merupakan kunci pemecahan masalah yang kita hadapisebagai bangsa dewasa ini. Dengan kejujuran inilah kita akanmengatasi krisis multidimensional. Ukuran kejujuran inilah yangakan menentukan kualitas kita sebagai bangsa. Kedengarannyasederhana tapi sulit dilaksanakan, bukan? {}340 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTBENARKAH BA’ASYIR TERORIS?Laporan dari berbagai pihak, baik intelejen maupun bukan,menunjukkan bahwa Abu Bakar Ba’asyir termasukpimpinan Jama’ah Islamiah (JI) di kawasan Asia Tenggara.Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telahmemasukkan JI tersebut ke dalam daftar organisasi terorismeintemasional sebagai perkumpulan ke-88. Tetapi kesimpulan tersebutdisanggah oleh berbagai kalangan, termasuk para pengamatyang menulis sebuah analisis tentang keputusan DK-PBBitu. Manakah yang benar antara kedua pandangan tersebut? Kitaperlu berhati-hati, walaupun pihak Departemen Luar Negeri-Departemen Pertahanan-Kepolisian Negara telah mencapai kesimpulandan mendukung Resolusi DK PBB itu.Sekali lagi, manakah yang benar antara kedua pandangantersebut? Ketika dibacakan laporan dari berbagai pihak —diantaranyaintelejen dari lima negara, yang menyebutkan bahwa AbuBakar Ba’asyir sebagai teroris, penulis dengan sederhana menerimalaporan tersebut. Diapun menganggap Abu Bakar Ba’asyirdan kelompok Islam garis keras lainnya sebagai teroris, yangdalam sebuah konperensi pers pernah penulis sebut sebagaiteroris domestik, karena kelakuan mereka yang membawa senjatatajam di tempat umum membuat orang lain ketakutan.Walaupun ada laporan banyak pihak bahwa Wakil PresidenISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 341


DEMOCRACY PROJECTHamzah Haz mengundang makan siang Ja’far Umar Thalibdan kawan-kawan ke Istana Wapres, dan mereka mengakubukan teroris. Dari jawaban itu Hamzah Haz menyatakankepada dua orang Senator Amerika Serikat bahwa di Indonesiatidak ada ada teroris. Dan, sehari kemudian terjadilah ledakanbom di Bali itu.Penulis menyebutkan dalam sebuah kolomnya, bahwaHamzah Haz mencampur-adukan antara Wakil Presiden RepulikIndonesia, sebagai sebuah jabatan pemerintahan, dengan fungsinyasebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP).Undangan makan siang kepada orang-orang yang disangka sebagaiteroris oleh masyarakat, ke Kantor Wakil Presiden RI, seharusnyadilakukannya di luar kantor pemerintahan dan dalamkedudukan sebagai Ketua Umum PPP. Karenanya, kita lalu jadiserba salah, mempercayai atau tidak keterangan Hamzah Hazitu. Keinginannya untuk memperoleh dukungan dari gerakangerakanIslam radikal dalam pemilu yang akan datang, tampaksekali dalam tindakan itu, yang jelas sangat kita sayangkan.*****Kembali kepada tuduhan Abu Bakar Ba’asyir adalah teroris,kita tetap tidak tahu. Dalam rapat para penanggungjawab keamanandi kota Solo hari Minggu malam (27 Oktober 2002),diambil keputusan membawa orang itu dari Rumah Sakit PKUMuhammadiyah Solo, ke Jakarta. Tentu ini adalah untuk pemeriksaan/klarifikasiatas persangkaan bahwa ia adalah seorangteroris. Kita tidak tahu, apakah pendapat para dokter yang merawatnyadi rumah sakit tersebut selama sembilan hari. Sedangkanpara pendukungnya, baik dari Pondok Pesantren al-Mukmin,Ngruki di kawasan Solo dan lain-lainnya, meminta agar ia diijinkanberistirahat di pondok pesantren tersebut untuk dua sampaitiga hari.Warga masyarakat seperti kita, tidak mengetahui secara342 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTlebih mendalam hal-hal yang bersangkutan dengan tokoh tersebut.Sedangkan selama ini pihak keamanan seringkali menunjukkansikap berat sebelah dan melanggar asas praduga takbersalah (pressumption of innocent) dalam langkah-langkahmereka, karenanya kita juga tidak merasa pas betul untukpercaya begitu saja kepada keterangan pihak keamanan.Menurut hemat penulis, sebenarnya harus ada sebuah komisiindependen dari masyarakat guna memastikan hal ini. Namun,apa boleh buat kita harus percaya kepada aparat keamanandengan harapan semoga hal itu diberikan dengan jujur danapa adanya.Kita mengharapkan adanya kata pasti dalam kasus ini, yanghanya dapat diperoleh kalau ada kejujuran. Sementara itu, langkah-langkahmemerangi terorisme domestik maupun internasional,harus tetap dilanjutkan. Dengan demikian, kredibilitas kitadapat segara dipulihkan walaupun kata “segera” bagi pihakpihakyang berbeda, memiliki arti yang berlainan. Keputusankelompok yang dipimpin oleh Menko Kesra Jusuf Kalla yangtelah menganggap ringan akibat pemboman di Bali atas arusdatangnya para wisatawan ke pulau tersebut, tampak gegabahalias terlalu optimis. Sikap inilah yang penulis harapkan tidakdilakukan oleh pihak keamanan dalam memeriksa keterlibatanAbu Bakar Ba’asyir dalam tindakan-tindakan terorisme.*****Jika alasan satu-satunya bagi kaum muslimin untuk melakukantindakan kekerasan adalah, “jika mereka di usir dari tempattinggal mereka” (idzâ ukhrijû min diyârihim), sehingga tidakada alasan lain untuk melakukan tindak terorisme terhadap paraturis asing, yang justru datang untuk membawakan usaha perdaganganbagi masyarakat yang didatangi. Kalaupun merekamelakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syariah Islamiyah,merekapun tidak terkena sanksi pidana Islam, karenaISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 343


DEMOCRACY PROJECTmereka bukan orang yang terkena (mukallaf) hukum Islam. Iniadalah ketentuan Islam, dan berlaku hanya bagi kaum musliminsaja, dan tidak berlaku bagi orang-orang beragama lain.Karena itulah, penulis menjadi pengikut MahatmaGandhi, walaupun penulis adalah seorang muslim. Mengapa?Bukankah tidak layak bagi seorang muslim untuk menjadipengikut siapa pun selain Nabi Muhammad Saw? Jawabannyasederhana saja, yaitu untuk memudahkan penulis sendiri.Memang penolakan terhadap kekerasan, telah ada dalamajaran Islam kalau kita sungguh-sungguh menggalinya. Prinsipyang dikemukakan penulis di atas, jelas merupakan penolakanIslam terhadap tindak kekerasan. Tapi dengan melakukanidentifikasi terhadap ajaran Gandhi, penulis langsung menjaditeman seiring pula bagi ratusan juta pengikut Gandhi, yangtersebar di seluruh dunia. Inilah maksud penulis dengan menjadipengikut Gandhi, bukannya karena penulis menganggap iamemiliki ajaran lebih baik dari pada ajaran Islam, tapi penulishanya ingin melakukan kerja sama dengan ratusan jutapengikutnya, sehingga penulis dalam memperjuangkan citacitaIslam dibantu oleh orang-orang lain.Kuncinya, bagaimana memperjuangkan cita-cita Islam,dengan mencari persamaan dengan paham-paham lain di duniatanpa menentang dan berbeda dari cita-cita Islam sendiri. Prinsipini yang harus dipahami oleh para pejuang Islam, jika ingin beriringandengan perjuangan-perjuangan yang lain. Yang harusditakuti adalah ketakutan itu sendiri, kata Franklyn D. Rosevelt.Karena itu para pejuang Islam tidak boleh takut beriringan danbergandengan tangan dengan pejuang lain. Sederhana saja,bukan? {}344 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTSIKAP YANG BENARDALAM KASUS BALIPada saat tulisan ini dibuat, terjadi perbedaan pendapattajam mengenai kasus peledakan bom di Bali. Adakah ituulah Abu Bakar Ba’asyir atau tidak. Yang terlibat perbedaanini adalah para pejabat pemerintah melawan “orang luar”seperti Emha Ainun Nadjib dan Dr. Adnan Buyung Nasution,SH. Pemerintah beralasan penangkapan Abu Bakar Ba’asyir, adalahusaha mencari bukti hukum adakah orang itu terlibat denganpeledakan bom tersebut atau tidak. Karena itulah, AbuBakar Ba’asyir diambil dari Rumah Sakit PKU di Solo, dan dipindahkanke Rumah Sakit Polri di Kramat Jati, Jakarta. Diharapkandengan demikian, penyelidikan dapat segera dimulai oleh aparatkepolisian, dengan harapan persoalannya akan segera diketahuidan orang itu akan dibawa ke pengadilan kalau ada bukti ia bersalah.Di Australia, hari minggu 20 Oktober 2002 menjadi hari berduka.Gereja-gereja dan tempat-tempat beribadah lainnya melakukankebaktian duka bagi para korban peledakan bom di Baliitu. Semenjak Perang Dunia II lebih dari 50 tahun yang lalu, jumlahorang Australia yang meninggal dunia akibat tindak kekerasanbelum pernah sebesar itu, karena itu dapat dimengerti kemarahanorang-orang Australia yang menuntut segera dibuktikannya parapelaku tindak kekerasan peledakan bom di Bali tersebut. Dapatdimengerti, walaupun juga harus disesalkan tindakanISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 345


DEMOCRACY PROJECTpengerusakan masjid oleh sementara orang yang marah dibenua Kangguru itu. Juga dapat dimengerti pengiriman parapenyelidik Australia dan Amerika Serikat untuk mengetahuipara pelaku kasus itu, karena hilangnya kepercayaan, apakahbenar pemerintah Indonesia akan menyelidiki secara tuntaskasus tersebut.Kecenderungan menyalahkan Abu Bakar Ba’asyir dankawan-kawannya dari “gerakan Islam garis keras”, dilawan olehsementara kalangan dalam negeri sendiri. Emha Ainun Nadjibmenyatakan di Radio Ramako, Jakarta, bahwa Abu Bakar Ba’asyirtidak akan melakukan hal itu. Walaupun ia menyesalkan sikapAbu Bakar Ba’asyir yang tidak kooperatif dengan siapapun dalamhal ini. Tetapi, Abu Bakar Ba’asyir telah siap menerima akibatsikap non-kooperatifnya. Menurut Emha Ainun Nadjib, Ba’asyirtermasuk menjadi “martir-syahid” bagi agama Islam. Dr. AdnanBuyung Nasution SH menyatakan di media massa, adanyaanggapan dari luar negeri, bahwa Abu Bakar Ba’asyir menjadiaktor intelektual kejadian pengeboman tersebut, karena itu iabersedia menjadi pembela tokoh tersebut. Benarkah sikap itu?Tidak, kalau ia berpendapat Abu Bakar Ba’asyir tidak bersalah.Proses pengadilanlah yang akan membuktikan hal itu benar atautidaknya. Bukan karena tokoh seperti dirinya, dan juga bukankarena hakim yang kita belum tahu termasuk mafia pengadilanatau tidak.Karena kita mudah menjadi partisan dalam perbedaan pendapatyang terjadi, lalu kita mudah memihak kepada pendirianyang kita anut. Juga dalam kasus Abu Bakar Ba’asyir ini, yangjika disarikan berbunyi: “Benarkah ia terlibat dengan kejadianpeledakan bom di Bali itu?” “Tidakkah ia menjadi korban barukonspirasi asing/komplotan untuk memburukkan nama Indonesiadan Islam?” Inilah yang harus diperiksa dengan teliti, dansebuah jawaban yang salah akan berakibat buruk bagi Indonesia,maupun pihak-pihak asing itu. Kejadian ini mengingatkan kitapada sikap Senator Robert E. Taft dari negeri bagian Ohio,346 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTAmerika Serikat. Ia dalam tahun 1948 mengajukan kritik ataspengadilan terhadap diri para pemimpin Nazi di Jerman, danmenghukum mati mereka di tiang gantungan. Menurut Taft,tindakan itu melanggar Undang-Undang Dasar Amerika Serikat.Dan untuk sikapnya membela kebenaran itu, ia kehilanganpencalonan untuk menjadi Presiden Amerika Serikat.Dalam kasus pengeboman di Bali itu, sikap Emha AinunNadjib dan Dr. Adnan Buyung Nasution SH itu jelas menimbulkankeberpihakan kepada Abu Bakar Ba’asyir. Dari situ munculpenilaian, sikap mereka itu memiliki landasan empirik dansemangat orang-orang asing yang menggangap Ba’asyir terlibatdalam kasus ini, tidak memiliki landasan empirik. Tentu saja kitatidak boleh gegabah menyimpulkan demikian, karena kita adalahnegara besar dan memiliki Undang-Undang Dasar (UUD), yangdalam pembukaan UUD disebutkan untuk mendirikan negarayang adil dan makmur. Kalau kita menyimpang dari hal itu,berarti kita tidak setia kepada UUD itu, yang kita buat sendiridan seharusnya kita pertahankan habis-habisan.Tetapi, sikap sama tengah seperti ini, memang tidakpopuler. Lebih mudah untuk mengikuti salah satu dari dua buahpendapat tersebut: “Abu Bakar Ba’asyir memang terlibat dengankasus pengeboman di atas, atau sebaliknya ia tidak bersalah samasekali.” Sikap tidak populer ini jarang diambil orang, karenamenampilkan pendapat pertama maupun pendapat kedua. Dengankata lain, sikap ini memang tidak populer, tetapi harus kitaambil, kalau kita cinta kepada undang-undang sendiri. Penilaiandini, baik yang pro dan kontra, mengenai keterlibatan Abu BakarBa’asyir dalam kasus peledakan bom di Denpasar itu, samaartinya dengan mengkhianati UUD kita sendiri. Karenanya, mautidak mau kita harus mengambil sikap tegas, yaitu melakukantindakan berdasarkan hukum yang tuntas tentang hal itu. Sikaplain kita tidak terima karena kita sudah terlalu lama menderitaakibat penyimpangan-penyimpangan serius atas UUD kitasendiri.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 347


DEMOCRACY PROJECTEmha Ainun Nadjib, dalam wawancara Radio Ramako,menyatakan bahwa Umar Farouq yang kini ditahan CIA diAmerika Serikat adalah pria kelahiran Ambon dan dengandemikian seorang warga negara asli Indonesia. Dengan demikian,pengakuan bahwa Abu Bakar Ba’asyir adalah bagian dari jaringaninternasional Al-Qaeda, tidak dapat diterima. Ini tentu sajabertentangan dengan versi pihak Amerika Serikat yang menyatakanbahwa Umar Farouq adalah pria Kuwait yang beroperasidan kawin lagi di Tanah Air kita. Salah seorang anak buahnyaadalah Abu Bakar Ba’asyir. Manakah di antara dua versi itu yangdapat diterima? Tentu saja hanya kenyataan empirik mengenaiUmar Farouq itu yang dapat dibenarkan. Berarti, harus ada orangdari pihak ketiga untuk memberikan kesaksian tentang manayang benar dari kedua versi di atas.Karena itu, penulis mengusulkan agar dibentuk sebuah komisiindependen yang harus meneliti kenyataan empirik mengenaiUmar Farouq itu. Orang Ambon, bagaimanapun juga tentuberbeda dari orang kelahiran Kuwait, sehingga dengan pertemuanlangsung, antara satu-dua orang anggota komisi independenitu dengan Umar Farouq, akan memungkinkan mereka menetapkanadakah pria tersebut memang orang Ambon atau orangKuwait. Kalau ia ternyata orang kelahiran Ambon berarti pengakuannyaakan Abu Bakar Ba’asyir seorang teroris internasionalotomatis gugur, dan ia haruslah dihukum karena menuduh dengancara fitnah, seorang warga negara Indonesia bernama AbuBakar Ba’asyir. Kalau yang terjadi justru sebaliknya, pengakuanUmar Farouq mempunyai nilai yang sangat tinggi, dan pemeriksaanlebih mendalam harus dilanjutkan, atau klaim bahwaBa’asyir tidak berdosa harus diragukan.Demikianlah, usul jalan tengah dari penulis melalui tulisanini, yang sangat berbeda dari apa yang dikemukakan EmhaAinun Nadjib, Dr. Adnan Buyung Nasution dan Wakil PresidenHamzah Haz. Mereka melihat masalahnya dari sudut pro dankontra sehingga mereka lupa akan perlunya verifikasi empirik,348 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTyaitu dengan membentuk sebuah komisi independen. Usul pembentukankomisi tersebut semata-mata didasarkan pada obyektifitassikap dan pandangan, sehingga memiliki kredibilitas yangcukup tinggi. Obyektifitas ini sangat diperlukan untuk menilaisikap dan pandangan kita dalam menentukan secara hukum formal,mana yang benar antara dua versi yang bertentangan mengenaisebuah kejadian. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 349


DEMOCRACY PROJECTKEPALA SAMA BERBULU,PENDAPAT BERLAIN-LAINPepatah di atas sudah sangat terkenal dalam bahasa kita,karena demikian banyak ia dilakukan dalam praktekkehidupan. Maksudnya adalah, kita sama-sama mempunyairambut, tetapi pemikiran tetap berbeda. Jadi dalam ajaranIslam, satu ke lain orangpun terdapat pluralitas/kemajemukanpendapat, ini diterima sebagai prinsip pengaturan hidup bermasyarakat:“perbedaan para pemimpin adalah rahmat bagiumat” (ikhtilâf al-‘immah rahmat al-ummah). Prinsip ini sangat dipegangteguh dalam kehidupan kaum muslimin, sehingga kitalihat perbedaan pandangan sebagai sesuatu yang wajar-wajarsaja, karenanya kaum muslimin hanya dapat dipersatukan dalammasalah-masalah dasar belaka, seperti keharusan adanya keadilandan sebagainya.Keluarga penulis sendiri merupakan contoh yang tepat akanpluralitas pandangan. Penulis sendiri menjadi Ketua Umum DewanSyura DPP PKB, adik penulis menjadi ketua umum organisasikaum ibu Al-Hidayah (yang oleh sementara orang dianggapmendukung Partai Golkar), dan adik penulis mengikuti sebuahpartai politik sempalan (serta sekarang menjadi Wakil Ketua TanfidziyahPBNU). Tiga orang yang lain tidak mau memasuki parpolataupun organisasi non-profesional. Ada semacam kesepakatanantara penulis dan adik-adiknya, kami berenam tidak akan350 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTmembicarakan aspirasi, partai politik atau organisasi apapun.Dengan demikian terhindarlah kami dari perdebatan pendapat,yang biasanya berjalan cukup tajam.*****Habib Rizieq, pendiri dan pemimpin Front Pembela Islam(FPI) ditangkap oleh Polda Metro Jaya. Dalam pandangannya,proses penangkapan itu tidak berjalan sesuai prosedur yang ditetapkanoleh undang-undang, karenanya menjadi cacat hukumdan ilegal. Ketika protesnya itu tidak didengarkan oleh aparatkeamanan, ia pun meminta para pengacaranya untuk mengajukangugatan kepada pengadilan. Karena gugatanya itu, makaPolda Metro Jaya segera mengirimkan utusan untuk berunding.Hasil perundingan itu seperti tersirat dalam pemberitaan mediamassa, akhirnya membuahkan sebuah cara penyelesaian yangunik: ia mencabut tuntutanya dari pengadilan, tetapi oleh pihakkepolisian ia diberi status yang lebih ringan yaitu dirubah daritahanan Polda Metro Jaya menjadi tahanan rumah (house arrest).Kejadian itu menunjukan sesuatu yang sangat menarik,yaitu bahwa Habib Rizieq masih menggangap kepolisian sebagaipenyelenggara keamanan dan pemeriksa hukum dalam negeriyang memiliki wewenang memeriksa dirinya. Ini berarti, ia masihmengakui sistem hukum yang berlaku di negeri kita, dengan demikiania mengakui wujud negara yang ada, yang oleh sementarakalangan disebut sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia.Jadi, apapun yang ia lakukan, masih dalam kerangka yang ditetapkanoleh Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian,ia tidak menyimpang dari pengakuan akan adanya negara, berartijuga kepada sistem hukumnya. Berarti, ia tetap berada dalamkerangka legal yang ada, dan dilindungi oleh kerangka tersebut.Dengan demikian, Habib Rizieq melindungi dirinya secaralegal, betapa jauhnya sekalipun pandangan yang dianutnya daripandangan lembaga kenegaraan dan lembaga hukum yang ada.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 351


DEMOCRACY PROJECTDengan demikian, ia menjaga dirinya dari tindakan apapunyang tidak sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945. Dengankata lain, boleh jadi ia melanggar hukum, tetapi justru hukumitulah yang melindunginya dari tindakan apapun oleh negaraatas dirinya. Secara teoritis ia terlindung dari tindakan yangtidak berdasarkan hukum, siapapun yang melakukannya.Dengan kata lain, ia memiliki hak asasinya sebagai manusia,yang sekaligus diperolehnya dari kedudukan sebagai warganegara sebuah bangsa yang berdaulat.Prinsip inilah yang paling penting untuk dipegang olehseseorang dalam negara ini, yang katanya memiliki kedaulatanhukum. Pasal-pasal dalam undang-undang dasar-lah yang memberikanperlindungan hukum tersebut, yang membedakannyadari subyek politik. Sebagai seorang penduduk biasa, HabibRizieq memperoleh perlindungan politik dari tindakan apapun,namun justru secara politik pula ia sering menganggu hak-hakwarga negara yang lain, seperti ketika ia memerintahkansweeping. Tindakan untuk mengatasi hal itu adalah tindakanhukum, yang secara teoritis dapat dikenakan atas dirinya. Namun,ia juga memperoleh perlindungan hukum, untuk tidakterkena tindakan hukum lebih jauh dari itu. Prinsip inilah yangmelindungi sekaligus mengekang langkah-langkahnya, agartidak melanggar hukum dan merugikan orang lain. Namun,perlindungan hukum itu juga mencegahnya dari tindakan politikyang tentu merugikan dirinya, dengan kata lain ia masih bergerakdalam koridor hukum yang berlaku di negeri ini.*****Lain halnya dengan Abu Bakar Ba’asyir, yang sejauh inimenolak memberikan keterangan kepada pihak kepolisian, terlepasdari kenyataan pihak kepolisian “mengambilnya” dariRumah Sakit PKU Muhammadiyah di Solo dengan cara yangprosedural salah dan memenuhi ketentuan hukum. Namun,352 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTpenolakannya untuk memberikan keterangan hukum, menempatkantokoh ini dalam kedudukan yang tidak sama denganHabib Rizieq. Ini tentu akan membawakan konsekuensi-konsekuensinyasendiri. Dengan demikian menjadi nyata, dua orangyang dalam status hukum berkedudukan sama, ternyata dapatmengalami perlakuan yang sangat berbeda satu dari yang lain.Benarlah kata pepatah di atas, “kepala orang sama-sama berbulupendapat berlain lain” artinya sama-sama memiliki rambut, tapipemikiran dapat berbeda.Dengan menolak memberikan keterangan hukum, untukkepentingan pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), AbuBakar Ba’asyir menempatkan diri di luar wewenang hukum.Dengan demikian, ia menjadi orang yang tidak menganggapnegara dan hukum memiliki wujud/eksistensi, dan sudah tentujuga ia tidak dapat bersikap terus demikian, maka negara harusmenghindarkan adanya dua buah eksistensi yang berlainan: wujudnegara di satu sisi, dan keadilan atas tokoh tersebut di sisilain. Negara memiliki hak hukum untuk menganggapnya sebagaipemberontak yang melanggar Undang-Undang Dasar, dan dengandemikian dapat memilih salah satu dari dua alternatifberikut: mengusir atau menghukum mati tokoh tersebut. Iniadalah konsekuensi logis dan legal dari tindakan yang dilakukannyasendiri dan Islam-pun dapat membenarkan hal tersebut.Ketegasan pihak pemerintah diperlukan, dalam hal iniuntuk mencegah anarkhi hukum. Ini juga pernah terjadi di masapemerintahan Bung Karno dan Panglima Besar Soedirman sebagaipanglima angkatan perangnya, yang memerintahkan SekarmadjiKartosuwiryo untuk mendirikan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) di Jawa Barat. Dasar perintah itu adalahketentuan Perjanjian Renville, bahwa TNI harus ditarik darikawasan tersebut ke Jawa Tengah. Untuk menghindarkan vacuumdi kawasan itu, yang akan dimanfaatkan oleh pasukan-pasukanBelanda, maka dibentuklah DI/TII, sudah tentu perintah itudiketahui oleh Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 353


DEMOCRACY PROJECTNamun, Sekarmadji Kartosuwiryo terus menggunakan DI/TIIuntuk membunuh rakyat, melakukan pembakaran dan merampoksetelah kemerdekaan tercapai dan penyerahan kedaulatanberlangsung. Ini berarti pemberontakan, dan pemerintah menumpaspemberontakan itu yang berakhir tahun 1962. Di saatitu, Presiden Soekarno yang juga menjadi kepala pemerintahan,memerintahkan Sekarmadji Kartosuwiryo diadili oleh MahkamahMiliter yang kemudian menjatuhkan hukuman mati, atasdiri tokoh dan teman dekat Bung Karno itu. Bung Karno tidakmemberikan grasi/pengampunan kepadanya, karena Kartosuwiryotelah memerintahkan pembunuhan rakyat dan perampokan.Bung Karno bahkan memerintahkan pelaksanaan hukum matiatas diri tokoh itu, dan menghilangkan jejak penguburannya diKepulauan Seribu. Persoalannya tidak rumit kalau kita memilikikeberanian, bukan? {}354 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTTAK CUKUPDENGAN PENAMAANDr. Djohan Effendi menulis dalam sebuah harian nasional,bahwa baik Abdullah Sungkar maupun Abu BakarBa’asyir dilaporkan sebagai pendiri gerakan Jama’ahIslamiyah, baik di Malaysia maupun Singapura. Organisasi inilahyang oleh intelijen Amerika Serikat (AS) maupun Australia, dianggapsebagai gerakan teroris internasional. Bahkan, oleh pihakintelijen Malaysia dan Singapura, organisasi itu dilaporkan telahmerencanakan tindak kekerasan di kedua negara tersebut. Persinternasional menyebutkan, baik Sungkar maupun Ba’asyir, sebagaipemimpin spiritual organisasi tersebut. Benarkah organisasiitu merupakan persambungan gerakan teroris Al-Qaeda sepertiyang disangkakan AS, yang berpangkalan di Afghanistan di masapra-pemboman atas AS? Sejarahlah yang akan menjawab pertanyaanitu, setelah pemeriksaan teliti selama bertahun-tahun.Tulisan Dr. Djohan Effendi itu segera dijawab dalam harianyang sama, oleh Fauzan Al-Anshori, Ketua Departemen Data danInformasi Majelis Mujahidin Indonesia, beberapa hari kemudian.Namun, jawaban itu tidak menyangkal keterangan Dr. DjohanEffendi akan kebenaran ungkapan, maupun penyebutan oleh persinternasional bahwa Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir sebagaipemimpin spiritual Jamaah Islamiyah. Yang dilakukan FauzanAl-Anshori dalam jawaban tertulis itu, adalah penamaan Dr.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 355


DEMOCRACY PROJECTDjohan Effendi selaku salah seorang yang disebutnya sebagaikaum pemikir muslim neo-modernis. Kelompok terakhir ini disebut-sebutdalam disertasi Greg Barton dari Deakin University,Australia, sebagai pihak yang meneliti dan menggunakan warisanbudaya Islam lama untuk menafsirkan secara kontemporertempat Islam dalam kebudayaan modern.Greg Barton menyebutkan, Dr. Djohan Effendi, Dr. NucholishMadjid, almarhum Ahmad Wahib, Dawam Rahardjo, dan diripenulis sendiri, sebagai pemuka pendekatan neo-modernis itu.Orang boleh saja suka atau tidak suka terhadap kelompok pemikirtersebut, bahkan juga dapat menerima atau menolaknya sebagaicara berpikir yang absah dalam Islam. Tetapi faktanya,pemikiran dan kelompok pemikir seperti itu memang ada dalamdunia Islam, jadi tidak dapat ditolak secara empirik. Demikianpula, reaksi atasnya adalah sesuatu yang wajar-wajar saja, sepertiyang diperlihatkan oleh tokoh gerakan Majelis Mujahidin yangmembuat jawaban tertulis atas pendapat Dr. Djohan Effendi itu.*****Lagi-lagi terbukti adanya pendapat yang berbeda dalamgerakan Islam mengenai sesuatu yang dianggap penting. Tidakkahini menunjukkan perbedaan antara mereka di saat-saat yangsangat menentukan seperti di masa kini? Jawabannya, persoalanitu tergantung dari sikap kaum muslimin sendiri. Sebagaimanakita ketahui, kaum muslimin dapat dibagi dua, dalam pendekatanmereka kepada perubahan-perubahan sosial yang terjadi. Di satupihak, ada kaum muslimin yang merasakan tidak ada keharusanbergabung dalam gerakan-gerakan Islam tersebut. Di lain pihak,ada pengikut gerakan-gerakan Islam modernis dan tradisional,dan di samping mereka yang mengikuti strategi budaya ataustrategi ideologis. Inilah yang senantiasa harus diingat, kalau kitaberbicara tentang Islam Indonesia saat ini.Seringkali, orang berbicara tentang Islam tanpa356 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTmemperhatikan kenyataan tersebut, terjadilah klaim yang sangatberani, bahwa orang yang mengemukakan pendapat tersebutberbicara atas nama Islam secara keseluruhan. Padahal, iasebenarnya hanya berbicara atas nama kelompok ataupemikirannya sendiri yang dalam bahasa teori hukum Islam(ushûl fiqh) disebutkan sebagai langkah menyebutkan hal-halumum, dan dimaksudkan untuk hal-hal khusus (ithlâqu al-‘âmwa yurâdu bihi al-khâs). Di sini, terjadi perpindahan dari seorangpengamat yang seharusnya bersikap obyektif, menjadi seorangaktivis perjuangan yang harus sering bersikap subyektif.Selama kaum muslimin belum dapat menghilangkanklaim-klaim tersebut di atas, selalu akan terjadi kerancuanberpikir, apalagi kalau hal itu disampaikan melalui mediamassa. Pantaslah kalau kaum muslimin pada umumnya dibuatkebingungan, mungkin termasuk oleh penulis sendiri. Inikarena posisi penulis, yang sering dikacaukan (dan jugamengacaukan) antara peranan sebagai pengamat dan peranansebagai aktivis perjuangan gerakan Islam. Lima belas tahunpenulis menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama(PBNU), dan sekarang pun masih menjadi Mustasyar(penasehat-nya). Warga Nahdlatul Ulama (NU) saja seringkebingungan akan hal itu, apalagi orang lain.*****Dalam sebuah pendekatan, yaitu ilmiah atau tidak subyektifadalah persyaratan mutlak bagi sebuah pandangan/pendapatyang baik. Karena itu, dalam pendekatan sesulit apapun, emositidak boleh digunakan, walaupun kita berada dalam keadaanterjepit/tersudut. Argumentasi yang baik harus kering dari emosiuntuk mencapai obyektivitas yang dimaksudkan. Kalau ini tidakdiperhatikan, maka pendapat itu akan ditertawakan orang dantidak diterima sebagai sesuatu yang rasional oleh publik, sebuahpendapat/pandangan yang dianggap sebagai sesuatu yang me-ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 357


DEMOCRACY PROJECTmalukan. Salah-salah, pandangan atau pendapat subyektif danpenuh emosi seperti itu akan ditertawakan oleh masyarakat,dianggap sebagai lelucon yang tidak lucu.Demikian pula, sanggahan saudara Fauzan atasketerangan Dr. Djohan Effendi itu, yaitu pernyataan yang berisi“tuduhan“ bahwa Dr. Djohan Effendi adalah anggotakelompok kaum neo-modernis Islam di negeri kita. Kalau Dr.Djohan Effendi menggunakan rekaman atas keteranganAbdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir, mengenai perananmereka dalam pembentukan Jamaah Islamiyah, sehingga beranimengambil kesimpulan yang dikemukakannya, sanggahansaudara Fauzan justru tidaklah demikian. Yang dilakukan,hanyalah penamaan atas Dr. Djohan Effendi sebagai anggotakelompok neo-modernis Islam di negeri kita. Tentu orangbertanya, manakah obyektivitas sanggahan tersebut? Ternyata,yang dilakukan hanyalah penamaan di atas belaka, tanpamemberikan argumentasi apa-apa. Tidakkah langkah ini justruakan ditertawakan? Tentu saja hal itu akan dilakukan penulis,jika tidak menyangkut sesuatu yang sangat penting bagi kitabangsa Indonesia, seperti tragedi terorisme.Dari kritikan di atas, menjadi jelas bahwa sanggahan tersebutsangat memalukan, karena tidak disertai argumentasi apapun.Bahwa keterlibatan Dr. Djohan Effendi dalam kelompokneo-modernis Islam di Tanah Air kita adalah informasi yangbenar. Dr. Djohan Effendi, dan juga penulis, tidak perlu merasamalu dengan penamaan itu. Selama kita menghormati dan bersikapbenar terhadap sebuah fakta, selama itu pula kita tidakperlu merasa malu atau takut kepada siapapun. Sedangkan sanggahanterhadap sikap itu, kalau hendak dibantah atau ditolak,hendaknya berdasarkan argumentasi yang kuat dan rasional.Bukannya dengan penamaan belaka bahwa si fulan anggotakelompok ini atau warga kalangan itu. {}358 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTMEMANDANG MASALAHDENGAN JERNIHDalam keterangannya yang dimuat Far Eastern EconomicReview (FEER) edisi 12 Desember 2002, Menteri SeniorSingapura Lee Kuan Yew, menyatakan dia telah bertanyakepada orang-orang muslim gerakan radikal dari AsiaTenggara. Pertanyaannya, apa sebab mereka mengubah citra moderatkaum muslimin di Asia Tenggara menjadi radikalisme berlebihan?Bagi penulis, pendapat Lee Kuan Yew tidak dapat diperhitungkandalam pandangannya mengenai Islam di Indonesia.Karena itu dia mengajukan pertanyaan yang salah, seperti yangdiajukannya kepada gerakan Islam radikal: Mengapakah Andamembuat citra Islam di Asia Tenggara menjadi begitu buruk denganmeledakkan bom? Sedangkan tadinya citra agama Islam dikawasan ini begitu moderat? Mengapa penulis menganggap pertanyaanitu salah, dan karena itu menilainya naif? Bukankah inisebuah “tuduhan berat” terhadap seorang pengamat sekaliberLee yang kawakan menguasai dunia perpolitikan di Singapura?Tentu saja penulis mempunyai dasar yang cukup bagi “tuduhannya”itu. Pertama, karena hal itu di kemukakan oleh tokohtersebut, dengan sendirinya didengarkan oleh banyak pihak,terutama pengambil keputusan di Barat. Karena itu, kalau memangbenar pernyataan Lee Kuan Yew itu salah atau naif, makaharus segera dikoreksi. Koreksi itu harus segera dilakukan sebe-ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 359


DEMOCRACY PROJECTlum pernyataan itu disimpulkan sebagai “kebenaran” oleh parapengambil keputusan di Barat. Demikian juga sebelum “kebenaran”tersebut dipakai sebagai landasan berpikir oleh parapengamat di seluruh dunia.Walhasil, pendapat dari seorang tokoh seperti pimpinanSingapura itu haruslah kita bedah dan koreksi bilamana perlu.Kegagalan melakukan hal ini amat sangat merugikan bagi perkembanganIslam di seluruh dunia. Karenanya tulisan ini dibuatsebagai referensi atas ucapannya tersebut.Kedua, agama Islam selama ini telah menjadi korban darisekian banyak anggapan. Karenanya diperlukan “keberanianmoral” untuk memulai langkah koreksi atas kesalahan demi kesalahanyang telah terjadi, guna menghindari terulangnya hal itudi masa depan. Bukankah tidak ada yang lebih baik untuk “memulai”deretan responsi, selain menerangkan masalah sebenarnyadari pernyataan Lee Kuan Yew itu? Sebuah responsi yangsehat, yaitu dengan mempertanyakan dasar-dasar apa yang digunakanLee Kuan Yew untuk menyusun pernyataannya itu. Begitujuga tinjauan “dari dalam” Islam sendiri, adalah sesuatu yangsangat penting guna “membaca” kebenaran sebuah pernyataan“orang luar.” Tulisan ini justru dikemukakan dengan tujuanmemperoleh pandangan yang tepat tentang gerakan radikalIslam di negeri kita.Dalam mengajukan pernyataan di atas, Lee Kuan Yew nampakmempersamakan kekuatan gerakan Islam radikal dengangerakan Islam moderat di kawasan Asia Tenggara. Ini adalahkesalahpandangan di kalangan “para pengamat.” Tetapi, bagaimanapunjuga Lee Kuan Yew harus disanggah, jika ia tidak mengemukakankebenaran. Kenyataannya, gerakan Islam radikalitu tidaklah besar, tetapi sanggup melakukan kekerasan. Hal ituterjadi karena “kesalahan” prinsipil yang dilakukan pemerintah/eksekutif di negeri kita. Hal ini juga terjadi karena kebanyakanpengamat menganggap berbagai gerakan Islam radikal sebagaisesuatu yang besar. Padahal sebenarnya, muslim yang “terlibat”360 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTgerakan radikal itu, tidaklah banyak. Katakanlah, merekahanya berjumlah 50.000-an orang, namun jumlah itu tidak adaartinya di hadapan 200 juta umat muslim yang moderat. Hanyasaja, “kelompok” moderat ini tidak mempunyai dukunganmateriil yang kuat dan minimnya skill/kecakapan, lain halnyadengan gerakan Islam radikal. Selain itu, gerakan Islam moderatbelum memiliki kohesi organisatoris, yang diperlukannya untukmaju ke depan.Jika dibiarkan, hal ini akan menjadi ketakutan berlebihanperadaban “Islam” yang merasa dikalahkan oleh peradaban“Barat”. Padahal kalau dilihat secara budaya, persoalannya akanjauh berlainan dari pandangan tersebut. Kalaupun “Islam”dikalahkan “Barat”, itu mungkin hanya mencakup teknologi,jaringan perdagangan dan komunikasi. Namun di bidang-bidangperadaban kultural lainnya, secara relatif sangat kuat kedudukannya.Karenanya, kita tidak sah merasa “kalah” oleh keadaan itu.Kita tidak perlu “membuktikan” kehebatan kita melalui penggunaankekerasan (termasuk terorisme), yang berakibat kematianorang-orang yang tidak bersalah.Salah satu tanda pendangkalan agama yang terjadi dikalangan gerakan radikal Islam adalah upaya memandang halhalyang berbau kelembagaan/institusional sebagai satu-satunyaukuran “keberhasilan” kaum muslimin. Padahal kultur Islamlainnya, seperti, rebana, sufisme dan sebagainya, cukup menonjol,bahkan kaum muslimin berhasil menolak pengaruh “Barat.”Lihat saja siaran televisi, yang semakin lama, semakin menunjukkanwarna Islam. Di sini kita melihat, tampak kebangkitankultural Islam dalam perpaduan yang lama dan yang baru, sepertiartis yang sudah tidak malu lagi mejeng membawakan acarakeagamaan pada bulan Ramadhan. Jadi, kebesaran Islam tidakditentukan oleh pakaian jubah yang dikenakan, atau jenggot,sorban dan cadar yang dikenakan, yang menutup seluruh badandan wajah perempuan. Seorang perempuan yang menggunakankerudung “biasa” sama Islamnya dengan yang menggunakanISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 361


DEMOCRACY PROJECTcadar. Karena itu, pandangan yang membedakan antaramereka, adalah pandangan yang tidak mengenal kaummuslimin dan hakikat Islam.Dalam perdebatan dengan Samuel Huntington, denganteori perbenturan budaya (clash of civilization), penulismenyatakan, bahwa dalam teori perbenturan budaya Islam danBarat itu, Huntington hanya melihat pohon, tanpa mengenalhutannya. Memang ada pohon dalam jumlah kecil yangberbeda dari yang lainnya, tetapi keseluruhan hutannya justrumemperlihatkan pohon yang sama dengan jumlahnya lebihbesar. Maksudnya, puluhan ribu kaum muslimin, tiap tahunbelajar di Barat dalam berbagai bidang, tentu saja kalau adayang radikal di antara mereka jumlahnya sangat kecil, dan tidakdapat dijadikan ukuran bahwa mereka mewakili Islam. Arusbelajar “ke Barat” sangat besar, sehinga pertentangan Islammelawan Barat, tidak usah dikhawatirkan, apalagi dijadikanmomok.Karena itu ungkapan Lee Kuan Yew yang memandang gerakanIslam radikal, secara berlebih-lebihan, sebagai representasiumat Islam tersebut, jelas tidak berada pada tempat sebenarnya.Inilah yang harus diubah, yaitu penggunaan kelompok Islamradikal sebagai ukuran bagi Islam dan kaum muslimin yangmayoritas justru bersikap moderat dalam hampir semua hal. Untukperubahan itu, kita harus bersabar sedikit, untuk menungguhasil pemilihan umum yang akan datang, yang menurut penulisakan menunjukkan keunggulan yang sangat besar dari gerakanmoderat dalam Islam. Penulis dapat mengatakan hal ini, karenadalam sehari dapat melakukan tiga sampai empat kali komunikasilangsung dengan rakyat di seluruh pelosok tanah air. Inikarena penulis dan partai politik yang dipimpinnya, tidak dapatbersandar pada media domestik yang masih “lintang pukang”keadaannya.Juga harus ada faktor lain yang harus diperhitungkan, yaituperanan pemerintah/eksekutif yang sangat menentukan. Kalau362 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTpihak itu takut kepada gerakan Islam radikal, seperti yangterjadi dewasa ini di Indonesia, maka gerakan tersebut akanmenjadi berani dan melanggar undang-undang. Karena itudiperlukan keberanian bersikap tegas (kalau perlu bertindakkeras), terhadap unsur-unsur garis keras yang mengacaukankeamanan.Penulis tidak setuju dengan RUU Antiterorisme, tetapidiperlukan juga keberanian secara fisik berhadapan dengan parapelaku kekerasan itu. Hal-hal inilah yang harus dimengerti olehorang-orang seperti Lee Kuan Yew. Sederhana dalam konsep,tapi sulit dilaksanakan bukan? {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 363


DEMOCRACY PROJECTKEKURANGAN INFORMASIPertemuan itu diadakan di sebuah kuil/gereja milik sebuahagama baru di Jepang, pecahan dari agama Buddha. Daripihak penulis, hadir Konsul Jenderal Republik Indonesia(Konjen Rl) untuk daerah Kansai, Hupudio Supaidi. Dari pihakJepang datang berpuluh-puluh agamawan dari berbagai agama,termasuk tokoh-tokoh Kristen Protestan-Katolik serta seorangpeserta wanita dari Partai Komunis Jepang. Ia juga termasukseorang legislator lokal yang menjadi anggota dewan kota (townconsellor) dari Sakai, yang berpenduduk sekitar 800 ribu jiwa.Sakai adalah kota satelit di Osaka, Jepang, yang sekarang sedangberusaha menjadi sebuah provinsi/prefectures sendiri, lepas dariOsaka.Dalam pertemuan itu, penulis juga ditemani oleh Mr.Hitoshi Kato, seorang politisi lokal yang mengundang penuliske Sakai dan sang keponakan Hisanori Kato, seorang ahli tentangnegara kita dan dapat berbahasa Indonesia. Ia bekerja di Maniladan kembali ke Sakai hanya untuk menemani penulis. HitoshiKato datang ke Indonesia pada bulan Juli lalu, dan mencoba melakukankerjasama dengan Universitas Indonesia (UI) dan UniversitasNasional (Unas) di Jakarta dengan Universitas Hagoromoyang memiliki mahasiswa 2000 orang, padahal baru didirikanbeberapa bulan yang lalu di Sakai. Ia mempunyai persepsi yang364 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECT‘salah’ tentang Islam dan kaum muslimin, sebagai kaumpenjarah dan teroris, akibat pemberitaan media massa di Jepangtentang peledakan bom di Bali. la menyadari, ratusan ribuwarga daerah Kansai, di mana Osaka dan Sakai terletak, memandangBali sebagai tujuan pariwisata yang harus didatangiberkali-kali.Ternyata, kesan mereka itu salah sama sekali, begitu ia sampaidi Jakarta, ia bertemu dengan orang-orang yang ramah, danbanyak di antaranya yang dapat dijadikan kawan. Ia bertemupenulis, dan meminta keterangan tentang Islam dan kaum muslimin.Tentu saja, penulis menyatakan tindakan para teroris itu—kalau benar dilakukan oleh gerakan Islam- adalah sebuah penyimpangankecil dari gerakan Islam sendiri, yang terutama banyakdikuasai oleh Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.Jadi tidak benar, anggapan bahwa mayoritas kaum muslimin dinegeri ini menyetujui peledakan bom di Bali yang dilakukan olehgerakan Islam. Karena tindakan itu akan dianggap diskriminatifoleh pemeluk-pemeluk agama Hindu, yang justru karena pendudukBali mayoritas beragama Hindu. Jelas gerakan Islam tidakmenyetujuinya, dan ini jelas bertentangan dengan agama Islamyang memberikan perlindungan dan menjamin keselamatan terhadapkaum minoritas.Perubahan pandangan itu, membuat Hitoshi Kato menganggapperlu mengundang penulis ke Sakai. la ingin agar penulismenjelaskan sendiri kepada penduduk Jepang di Sakai, bahwaapa yang digambarkan tentang Islam oleh media massa Jepangselama ini adalah sesuatu yang salah, bertentangan dengan kenyataansebenarnya. Tentu saja, penulis menyambut baik ajakanitu, dan menyediakan waktu untuk itu pada minggu pertamabulan November 2002. Berbagai acara digelar, termasuk kunjungankepada Walikota Sakai dan pertemuan di Tokyo denganAmbassador Noburo Matsunaga dan Pendeta Niwano, keduanyateman penulis yang akrab sejak beberapa tahun yang lalu.Sayang sekali, penulis tidak bertemu dengan Daisaku Ikeda,ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 365


DEMOCRACY PROJECTpendiri gerakan Buddhis Soka Gakkai, yang memiliki sebuahUniversitas —tempat penulis menerima gelar Doctor HonorisCausa dalam bidang humaniora pada bulan April yang lalu.Dalam rangkaian pertemuan-pertemuan di Sakai itu -yang,juga diliput oleh koran Mainichi Shimbun (yang memiliki edisiJepang dan Inggris), penulis menjelaskan hakekat Islam sebagaiagama perdamaian, yang disalah-mengerti oleh sebagian kecilkaum muslimin sendiri, dengan tindakan-tindakan penuh kekerasanyang mereka lakukan. Menurut penulis, hal ini merekalakukan karena dua hal. Di satu sisi, mereka hanya mementingkaninstitusi (kelembagaan) dalam Islam, yang sekarang tengahterancam di mana-mana dalam masyarakat yang berteknologimaju. Mereka lupa, bahwa Islam juga membawakan kultur/budaya kesantrian, yang justru sekarang semakin berkembangsebagai pertahanan kaum muslimin dalam menghadapi “seranganteknologi maju” itu. Di sisi kedua, mereka yang melakukanterorisme itu tidak pernah mendalami Islam sebagai bidang kajian,karena itu mereka tidak mengenal kultur/ budaya santri itu.Sebagai akibatnya, lalu mereka langsung mengambil dari sumbersumbertertulis Islam (al-adillah al-naqliyyah), tanpa mengetahuideretan penafsiran yang sudah berjalan berabad-abad, untukmemahami kitab suci al-Qur’ân dan Hadits Nabi Muhammad Sawmelalui perubahan-perubahan penafsirannya. Inilah yang membuatmengapa Islam memahami toleransi dan menerima pluralitas,yang berujung pada penerimaan mayoritas muslim di negeriini akan Pancasila dan penolakan mereka atas negara Islam melaluipenghapusan Piagam Jakarta dari Undang-Undang Dasar(UUD) 1945.Dalam keterangannya, penulis menyatakan bahwa di Indonesiamasih terdapat kelompok-kelompok kecil dalam gerakanIslam yang masih menginginkan adanya negara Islam. Namun,mereka selalu dikalahkan dalam setiap upaya formal dalam melakukanhal itu. Penulis tambahkan, ia memiliki keyakinan bahwaupaya-upaya tersebut tidak akan pernah mencapai hasil karena366 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTtradisi kesantrian tersebut justru semakin berkembang, kini dandi masa depan, dalam bentuk kultural dan bukan dalam bentukpolitik. Ini rupanya ditangkap oleh mereka yang bertemudengan penulis dan, mudah-mudahan, membuat merekamerasa aman dengan Islam.*****Sisi lain yang juga disinggung penulis, adalah kekhususanIslam —khususnya, di kawasan Asia Tenggara, yang mengembangkanpendidikan pesantren dengan nama bermacam-macam,seperti pondok di Malaysia-Thailand-Kamboja serta Madrasahdi Philipina Selatan. Lembaga tersebut membuat prioritasnya sendiri,yang berbeda dari prioritas pendidikan yang di negara kitadikenal sebagai pendidikan umum. Pendidikan umum itu tidakmemberikan tempat penting kepada etika/akhlak, dan samasekali tidak menghiraukan pendidikan agama. Hal itu berakibathilangnya pertimbangan moral dari pendidikan dan hanya mementingkanpenguasaan ketrampilan dan pengetahuan belaka.Sebenarnya, kalau ditinjau secara mendalam, sikap “garang”yang ditunjukkan berbagai gerakan-gerakan Islam yang kecil,dan sikap menggunakan kekerasan yang diperlihatkan berbagaielemen teroris di negara kita, bersumber pada kurangnya pengetahuanakan Islam itu sendiri. Dengan mencuatnya manifestasilahiriyah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi “Barat”, merekalalu menjadi ketakutan akan kekalahan Islam dari peradabanyang berteknologi maju. Ini tentu saja salah, karena peradabanadalah milik manusia secara keseluruhan, hingga akan terjadiproses perpindahan pengetahuan dan teknologi “Barat” itu keseluruh peradaban-peradaban lain, termasuk peradaban Islam.Proses pergulatan antara kultur/budaya Islam dengan pengetahuandan teknologi “Barat” itu, tentu akan mengalami perubahanbentuk di lingkungan masyarakat muslim. Inilah yang tidakpernah ditangkap mereka, hingga mereka melakukanISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 367


DEMOCRACY PROJECTperlawanan yang acapkali berbentuk kekerasan dan tindakanteror.Ini semua, juga pernah dikemukakan penulis dalam ceramahMaulid Nabi Saw di halaman kantor harian umum Memorandumdi Surabaya, beberapa waktu yang lalu. Bahwa, perubahansosial yang terjadi di Mesir, misalnya, dibawakan atau justru didorongoleh perubahan bahasa dan sastra Arab yang menjadibahasa dan sastra nasional. Tanpa perubahan bahasa dan sastraArab sebagai bahasa nasional, perubahan sosial di negeri itu tidakmungkin terjadi. Inilah jasa Dr. Thaha Husein dan murid-muridnya.Sebaliknya, perubahan sosial juga dapat mengakibatkan terjadinyaperubahan bahasa dan sastra nasional, seperti dapatdilihat dalam perdebatan antara Sutan Takdir Alisyahbana denganSanusi Pane menjelang Perang Dunia II, walaupun tidakmembawa perubahan apa-apa pada bahasa dan sastra Arab diIndonesia. Ia tetap menjadi bahasa dan sastra tradisional yangdibawakan dalam tembang/sya’ir Arab yang demikian banyakditampilkan di Indonesia kini, dengan iringan musik campuranantara yang lama dan yang baru. Ini terjadi, karena bahasa dansastra Arab di negeri ini dianggap sebagai “bahasa dan sastraIslam”, karena memang tidak menjadi bahasa nasional. Sebab,bahasa dan sastra nasional kita berasal dari bahasa Melayu, sepertikita ketahui selama ini. Proses yang sangat menarik, bukan? {}368 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTGANDHI,ISLAM DAN KEKERASANUlang tahun ke-101 Mahatma Gandhi, bulan Oktober yanglalu dirayakan secara sederhana. Tokoh pejuangberkebangsaan India ini terkenal dengan ajaran yangmenentang kekerasan (ahimsa dan satyagraha), yang digunakannyadalam perjuangan menuntut kemerdekaan secara damai bagiIndia dari tangan Inggris. Untuk itu, ia meninggalkan praktekhukum yang sangat menguntungkan di Afrika Selatan, dan kembalike India untuk memimpin perjuangan kemerdekaan. Karenahal itu dilakukannya tanpa kekerasaan, maka kita yang melakukanpeperangan melawan Belanda dalam menuntut kemerdekaan,cenderung untuk meremehkan arti perjuangan damai yangmereka lakukan. Ini adalah wajar saja, yang tidak wajar adalahkecenderungan memandang rendah perjuangan kemerdekaandi India itu. Sikap inilah yang perlu kita ubah, agar tidak mewarnaihubungan kita dengan negeri-negeri lain.India, setelah perang kemerdekaan usai, ternyata menumbuhkandua hal yang sangat penting, yaitu ketundukan kepadahukum dan berani mengembangkan identitas bangsa tersebut.Ketundukan kepada hukum itu tampak nyata dalam kehidupansehari-hari, seperti ketika seorang tamtama polisi mencatat dalambuku catatannya hal-hal yang membuat ia menahan/menangkapseseorang. Setelah keterangan tertulis itu dibacakan kepada siISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 369


DEMOCRACY PROJECTtertangkap, maka ia diminta menandatangani “pra/beritaacara polisi” itu, maka dokumen yang bertanda tangan wargaitu, dijadikan pegangan untuk memeriksanya dengan teliti danmengadilinya di pengadilan, kalau memang ia pantas dihukum.Dengan kata lain, hanya orang yang memang ada indikasi kuatsecara obyektiflah yang dapat ditahan, bukannya keterangan oknumpolisi tersebut. Karenanya warga negara India lebih banyakdilindungi oleh hukum, dibandingkan warga negara kita dinegeri sendiri.Namun, ini tidak berarti undang-undang (law) di India sudahmencerminkan keadilan, karena memang tidak demikianhalnya. Banyak undang-undang yang dihasilkan Lok Sabha(Majelis Rendah Parlemen India), tidak menyelesaikan masalahhak-hak anak dan perempuan, dan juga perlindungan kepadakerja paksa (bounded labour). Kedudukan pekerja paksa itu sangatrendah secara sosial, hal ini karena diperkuat oleh agama Hindudengan sistem kastanya. Datanglah Gandhi dengan ajakanmenciptakan masyarakat tanpa kasta, dan memandang merekadari kasta terbawah (sudra) sebagai harijan (anak Tuhan). Ternyata,penolakannya atas kekerasan menumbuhkan rasa perikemanusiaanyang sangat dalam pada diri Gandhi. Dan ini pula,yang membuat orang-orang Hindu fundamentalis/ekstrim membunuhnyapada tahun 1948.*****Islam juga mengajarkan hidup tanpa kekerasan. Satusatunyaalasan untuk menggunakan kekerasan, adalah jika kaummuslimin diusir dari tempat tinggal mereka (idzâ ukhirijû mindiyârihim). Itupun masih diperdebatkan, bolehkah kaum musliminmembunuh orang lain, jika jiwanya sendiri tidak terancam?Demikianlah Islam berjalan berabad-abad lamanya tanpa kekerasan,termasuk penyebaran agama tersebut di negeri ini. Alangkahjauh bedanya dengan sikap sementara fundamentalis/370 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTteroris muslim di mana-mana dewasa ini. Terjadi pergolakanberdarah di sementara daerah, seperti Poso, Sulawesi Tengahdan Ambon/Maluku. Begitu juga, mereka yang berhaluan“garis keras” di kalangan berbagai gerakan Islam di sini, berlalulalangkian-kemari membawa pedang, clurit, bom, granat sertasenapan rakitan. Perbuatan itu jelas melanggar undangundang,tetapi tanpa ada tindakan apapun dari pemerintah.Bahkan beberapa jenis gerakan memberlakukan pembersihan(sweeping) dan memberhentikan kendaraan untuk diperiksasesuka hati. Pernah juga terjadi, dilakukan sweeping atas coffeehouse di Kemang, Jakarta, demi untuk menegakkan syari’ahIslamiah di negeri ini. Anehnya, botol-botol sandy dipecahkandibuang ke lantai, karena berharga murah, sebaliknya wishky danvodka yang berharga mahal dibawa pulang dalam keadan utuh,mungkin untuk dijual lagi. Sikap mendua yang materialistik inimemperkuat dugaan bahwa di antara para fundamentalis itu adaorang-orang bayaran dari luar. Masalahnya, mengapakah parapemimpin berbagai gerakan tersebut tidak dapat mengendalikananak buah mereka ?Sikap menggunakan kekerasan itu, juga tidak sedikit didorongoleh berbagai produk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah(DPRD I dan DPRD II) di berbagai kawasan, seperti di SumatraBarat, Garut, Cianjur, Tasikmalaya dan Pemekasan yang berkecenderunganuntuk memberlakukan syari’ah Islamiyah secaraformal. Umpamanya saja dalam bentuk peraturan daerah, merekaingin melambangkan kuatnya semangat untuk menolak tindakan-tindakanyang bertentangan dengan syari’ah Islamiyah saatmasa Orde Baru. Jadi, sebenarnya sikap itu tidak berbeda jauhdengan orang-orang fundamentalis itu. Karenanya, sidang kabinetdi waktu penulis masih menjadi Presiden memutuskan bahwaPeraturan Daerah (Perda) yang berlawanan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) dianggap tidak berlaku. Penulis beranggapan,keputusan para pendiri negara ini termasuk 7 (tujuh)orang pemimpin berbagai gerakan Islam, untuk memisahkanISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 371


DEMOCRACY PROJECTagama dan negara, masih berlaku dan belum dicabut olehsiapapun.*****Lalu, mengapakah ada orang-orang fundamentalis itu yangumumnya terdiri dari orang-orang muda yang terampil yangcakap secara teknis, namun tidak pernah jelas diri mereka secarapsikologis? Jawabnya sebenarnya sederhana saja. Pertama karenaorang-orang itu melihat kaum muslimin tertinggal jauh di belakangdari orang-orang lain. Nah, “ketertinggalan” itu merekakejar secara fisik, yaitu menggunakan kekerasan untuk menghalangikemajuan materialistik dan duniawi itu. Mereka lebih mementingkanberbagai institusi kaum muslimin, dan tidak percayabahwa budaya kaum muslimin dapat mendorong mereka untukmeninggalkan kelompok-kelompok lain. Jika sudah mengutamakanbudaya, maka nantinya “mengejar ketertinggalan” dengancara penolakan atas “budaya Barat” akan dilupakan, karenakecakapan yang mereka miliki juga berasal dari “dunia Barat”.Aspek kedua dari munculnya gerakan-gerakan fundamentalistikini adalah proses pendangkalan agama yang menghinggapikaum muda muslimin sendiri. Mereka kebanyakan adalahahli matematika dan ilmu-ilmu eksakta lainnya, para ahli ekonomiyang penuh dengan hitungan-hitungan rasional dan paradokter yang selalu bekerja secara empirik. Maka dengan sendirinyatidak ada waktu bagi mereka untuk mempelajari agama Islamdengan mendalam. Karenanya, mereka mencari jalan pintasdengan kembali kepada sumber-sumber teksual Islam seperti al-Qur’ân dan Hadits, tanpa mempelajari berbagai penafsiran danpendapat-pendapat hukum (akhwâlul hukmi) yang sudah berjalanberabad-abad lamanya.Karena itulah, mereka mencukupkan diri dengan sumbersumbertekstual yang ada. Karena mereka biasa menghafalvademecum berbagai nama obat-obatan dan benda-benda lain,372 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTmaka dengan mudah mereka menghafal ayat-ayat dan haditshaditsdalam jumlah besar yang menimbulkan kekagumanorang. Karena sumber-sumber tertulis itu diturunkan dalamabad ke-7 sampai ke-8 masehi di Jazirah Arab, tentu dibutuhkanpenafsiran yang kontemporer dan bertanggung jawab untukmemahami kedua sumber tertulis di atas. Tetapi karenapengetahuan mereka yang sangat terbatas tentang Islammembuat mereka fundamentalis. Akibatnya bagi kaummuslimin lainnya dan bagi seluruh dunia pula sangat drastis.Tindak kekerasan yang sudah biasa mewarnai langkah-langkahmereka, dianggap oleh masyarakat dunia sebagai ciri khasgerakan Islam. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 373


DEMOCRACY PROJECTBERBEDA TETAPITIDAK BERTENTANGANDalam sebuah diskusi yang diselengarakan FES (FriedrichEbert Stiftung) di Singapura baru-baru ini, dalam sessipertama para peserta membicarakan konsep SamuelHuntington tentang perbenturan antar budaya (clash of civilizations).Yang menggemparkan, beberapa peserta membicarakankonsep itu sebagai landasan pembenaran bagi pendapat adanyapara teroris dari kelompok Islam, walaupun sebenarnya Islamsebagai jalan hidup (syari’ah) menolak penggunaan kekerasantermasuk terorisme dalam menentang modernitas. MengemukakanIslam sebagai jalan hidup adalah sesuatu yang wajar, karenaperbedaan pandangan dalam cara hidup itu diperkenankan, yangtidak dapat diterima adalah perpecahan/pertentangan yang timbulkarenanya. Dengan demikian penggunaan kekerasan (terorisme)harus ditolak.Seorang peserta mengemukakan, bahwa di sini terjadi sebuahproses sangat menarik. Sebagai upaya pemberagaman, bukankahuniversalitas konsep Huntington justru harus ditolak?Bukankah yang kita inginkan, justru konsep Huntington ituhanya merupakan kekhususan? Dimanakah batasan antara yangumum dan yang khusus sehingga tidak ada keraguan lagi mengenaikonsep Huntington itu? Penulis menanggapi pernyataan itudengan mengemukakan, bahwa tidak ada pertentangan antara374 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTyang khusus dan yang umum. Dua-duanya berjalan seiring,tapi pemaksaan yang umum dengan menghilangkan yangkhusus itulah yang justru harus ditolak. Dengan demikian kitamenolak konsep Huntington itu dengan tidak mengingkari hakkita untuk menyatakan konsep-konsep.Di sinilah sebenarnya terletak kepemimpinan yang diharapkan,yaitu yang dapat menyampaikan kepada masyarakat luasbahwa penolakan suatu konsep adalah hal umum, namun dapatmenjadi pendapat dominan dalam sebuah masyarakat. Dengandemikian cara hidup kaum muslimin dapat ditegakkan, dengantidak usah melanggar hak siapapun. Jadi yang harus ditolakadalah pemaksaan itu sendiri, bukannya sikap memberlakukansebuah cara hidup. Inilah arti penolakan terhadap penetapan agamasebagai ideologi negara, dan arti ini sangat dalam bagi gagasanpemisahan agama dari negara.******Sikap para peserta untuk menolak pemaksaan sesuatu konsep,benar-benar merupakan sebuah hal yang sangat menggembirakan.Dengan sikap para intelektual, politisi, dan jurnalis Timurdan Barat itu, menjadi jelas bahwa konsep Huntington itu diperiksabersama-sama secara teliti dan terbuka. Diakui bahwa Huntingtonmenggunakan standar ganda dalam menyusun konsep itu. Tetapiia juga mengingatkan kita kepada perbedaan-perbedaan yangharus dihargai, antara berbagai sistem budaya. Ini justru menimbulkanharapan besar, akan masa depan umat manusia. Berbedadengan Fukuyama yang mengajukan konsep “Berakhirnya Sejarah”(The End of History). Konsep ini membenarkan sikappemerintah Amerika Serikat memiliki wewenang menjadi “polisidunia” (policeman of the world). Juga berarti ia mempunyai hakuntuk campur tangan dalam masalah dalam negeri orang lain.Sikap yang membenarkan pelanggaran wewenang olehAmerika Serikat atas negara-negara lain, sangat bertentanganISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 375


DEMOCRACY PROJECTdengan pendapat Republik Rakyat Cina (RRC). RRCberpendapat pengeboman atas sebuah negara harusdiputuskan secara multi-lateral oleh PBB, dan berdasarkanbukti-bukti yang kuat. Ini dapat diartikan negara itu menolak“hak-hak” Amerika Serikat untuk melakukan pengeboman atasAfghanistan dan Irak sebagai negeri yang berdaulat. BahkanRRC berpendapat, tindakan Amerika Serikat itu hanyaberdasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan geopolitisyang belum tentu benar.Sudah tentu, kita sangat berkepentingan dengan konsepHuntington itu. Bukankah di negeri kita juga ada terorisme -untuk“melawan” kebudayaan Barat-, yang dituduh menjadi bagiandari terorisme internasional. Pembenaraan anggapan bahwa budayaIslam ataupun budaya bangsa-bangsa berkembang bertentangandengan “budaya Barat”, adalah pembenaran bagi terorisyang merasa budaya Islam harus lebih unggul dari pada budayaBarat. Mungkin saja pendapat ini di dasarkan pada hadits “Islamharus diunggulkan atas (cara-cara hidup) yang lain” (al Islâm ya’luwa lâ yu’lâ ‘alaih). Secara tersamar Huntington menyimpulkanada keterpisahan antara budaya Islam –budaya non Barat- denganbudaya Barat. Justru itulah yang menjadi keberatan penulisdan teman-teman karena menyiratkan adanya perbenturan.*****Asal pandangan yang menganggap Islam sebagai carahidup memiliki keungulan atas cara-cara hidup lain, sebenarnyatidak salah. Setiap orang tentu menganggap sistemnya sendiriyang benar. Karena itu perbedaan cara hidup adalah sesuatu yangwajar. Ini termasuk dalam apa yang dimaksudkan oleh kitab sucial-Qur’ân : “Dan telah Ku buat kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-sukubangsa, agar kalian saling mengenal “(wa ja’alnâkumsyu’ûban waqabâila li ta’ârafû) (QS al-Hujurat(49):13). Perbedaanpandangan atau pendapat adalah sesuatu yang wajar bahkan376 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTakan memperkaya kehidupan kolektif kita, sehingga tidak perluditakuti. Kenyataan inilah yang mengiringi adanya perbedaankultural (dan juga politik) antara berbagai kelompok musliminyang ada kawasan-kawasan dunia.Yang dilarang oleh agama Islam adalah perpecahan, bukannyaperbedaan pendapat. Kitab suci al-Qur’ân menyatakan ;“Berpeganglah kalian pada tali Allah, dan jangan terpecahpecah”(wa’tashimû bi hablillâh jamîan wa lâ tafarraqû)(QS AliImran(3):103). Dengan demikian, perbedaan diakui namun perpecahan/keterpecah-belahanditolak oleh agama Islam. Padahalpara teroris yang mengatasnamakan Islam, justru menolak perbedaanpandangan/pendapat itu, disamping perpecahan. Jikapandangan ini diterima, maka artinya akan menjadi, agama Islammemerintahkan terorisme. Padahal agama tersebut memperkenankanpengunaan kekerasannya, hanya jika kaum muslimin diusirdari tempat tinggal mereka, (idzâ ukhrijû min diyârihim). Jadidi sini ada pertentangan antara pendirian sebagian sangat kecilkaum muslimin dengan ajaran agama mereka.Ada sesuatu yang sangat menarik dalam membandingkanajaran Islam dengan konsep perbenturan budaya dari Huntingtonitu. Penolakan atas konsep Huntington tersebut, berarti jugapenolakan teoritis atas terorisme dan penggunaan kekerasanyang dilakukan oleh sebagian sangat kecil kaum muslimin. Menurutpenulis, baik konsep ataupun pandangan tersebut berasaldari suatu hal yang sama: rasa rendah diri. Ditutupi dengan kecongkakansikap, konsep dan pandangan tersebut sangat mengganggusaling pengertian antara kekuatan jiwa dari budayabudayayang saling berbeda dalam kehidupan umat manusiadewasa ini. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 377


DEMOCRACY PROJECT378 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTBAB VIIISLAMPERDAMAIANDAN MASALAH-MASALAHINTERNASIONALISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 379


DEMOCRACY PROJECT380 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTKITA DAN PERDAMAIANPenulis diundang oleh UNESCO ke Paris, pada Mei 2003,untuk menyampaikan pidato pembukaan (keynote address)dalam sebuah konferensi mengenai pemerintahan yangbaik (good governance) dan etika dunia (global ethics), yang diadakanantara kaum Buddhis dan Muslimin. Konferensi itu dimaksudkanuntuk mencari jembatan pertama antara agama Islam,yang mewakili agama-agama Ibrahim dan Buddhisme (yangmenjadi mitra dialog pertama) mewakili agama-agama di luartradisi Ibrahim.Dalam kesempatan itu juga, penulis diminta berbicara mengenaiasal-usul terorisme bersenjata yang sedang melanda duniasaat ini. Diharapkan pidato pembukaan itu akan mewarnai dialogtersebut, yang juga dihadiri oleh delegasi dari PersekutuanGereja-Gereja Eropa, wakil dari pimpinan agama Yahudi, GerejaKristen Orthodox Syria, wakil agama Hindu dan sebagainya.Dari kalangan agama Buddha sendiri, hadir Dharma MasterHsin-Tao dari Taiwan dan Sulak Sivaraksa dari Thailand, disamping David Chappel dari University of California di LosAngeles.Pertemuan tersebut adalah yang ketiga kalinya, antara sebagiankaum Buddhis dan kaum Muslimin (termasuk dariTunisia, Marokko, Saudi Arabia, Sudan, Tanzania dan sejumlahISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 381


DEMOCRACY PROJECTpemuka kaum Muslimin lainnya). Pertemuan pertama terjaditahun lalu di sebuah hotel di Jakarta, disusul pertemuan pertemuandi New York dan disudahi dengan pertemuan di KualaLumpur (dengan Dr. Chandra Muzaffar sebagai tuan rumah).Dari pertemuan-pertemuan tersebut, diharapkan kelanjutanhubungan antara kaum Muslimin dan Buddhis, di samping jugaakan dilaksanakannya sebuah konferensi besar antar kepala negara-negaraberkembang (developing countries) di Bandung, untukmerayakan 50 tahun Konferensi Asia-Afrika I (Bandung I) padatahun 2005 (Bandung II) kelak. Untuk mempersiapkan peringatanitu sendiri di Jawa Barat pada waktunya nanti, maka agendaagendaKonferensi Bandung II harus ditetapkan tahun ini. Halini diperlukan, guna mencari alternatif bagi dominasi AmerikaSerikat dan sekutu-sekutunya dalam dunia internasional (sepertiterbukti dari serangan-serangan atas Afghanistan dan Irak), tanpaharus berkonfrontasi dengan negara adi kuasa tersebut.Timbulnya sikap konfrontatif itu, karena tidak dipikirkandengan mendalam dan jika hanya dilakukan oleh sebuah negarasaja. Terbukti dengan adanya rencana “politik luar negeri” Indonesiayang konyol –seperti keputusan untuk (pada akhir tahun2003 ini) keluar dari keanggotaan Dana Moneter Internasional(International Monetary Funds, IMF).Pada saat menjadi Presiden, penulis bertanya pada seorangekonom raksasa dari MIT (Massachusset Institute of Technology),Paul Krugman soal sikap Indonesia terhadap IMF. Ia menjawab,sebaiknya Indonesia jangan keluar dari keanggotaaan badaninternasional tersebut. Paul Krugman yang juga pengkritik terbesarlembaga keuangan dunia itu menyatakan kepada penulis,hanya negara dengan birokrasi kecil dan bersih (lean and cleanbureaucracy) yang dapat keluar dari IMF secara baik, sedangkanbirokrasi Indonesia sangatlah besar dan kotor.*****382 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTDalam pidato pembukaan itu, penulis menyatakan bahwaetika global dan pemerintahan yang baik (good governance) hanyaakan ada artinya kalau didasarkan pada dua hal: kedaulatanhukum dan keadilan dalam hubungan internasional. Ini berarti,negara adi kuasa manapun harus memperhatikan kedua prinsipini. Karena itu, perjuangan untuk menegakkan kedaulatan hukumdan keadilan dalam hubungan internasional itu harus mendapatkanperhatian utama. Pidato pembukaan itu, mendapatkanjawaban dan tanggapan sangat positif dari berbagai pihak,termasuk Dharma Master Hsin-Tao (Taiwan) yang mewakili parapengikut agama Buddha. Tanggapan yang sama positifnya jugadisampaikan oleh Wolfgang Smith dari Persekutuan Gereja-Gereja Eropa dan Rabbi Alon Goshen Gottstein dari Jerusalem.Penulis menyatakan pentingnya arti kedaulatan hukum,karena di Indonesia dan umumnya negara-negara berkembang,hal ini masih sangat langka. Justru pada umumnya pemerintahanyang bersifat korup mudah sekali melakukan pelanggaran hukumdan di sini konstitusi hampir-hampir diabaikan. Pernyataankitab suci al-Qur’ân: “Wahai kaum Muslimin, tegakkanlah keadilandan jadilah saksi bagi Tuhan, walaupun mengenai dirikalian sendiri” (yâ ayyuha alladzîna âmanû kûnû qawwâmîna bi alqisthisyuhadâ’a li allâhi walau ‘alâ anfusikum) (QS al-Nisa (4): 134),ternyata tidak diikuti oleh umat Islam sendiri, yang lebih senangdengan capaian duniawi yang penuh ketidak-adilan, denganmeninggalkan ketentuan-ketentuan yang dirumuskan oleh kitabsuci agama mereka sendiri.Pernyataan penulis dalam pidato pembukaan tersebut, agarkeadilan menjadi sifat dari etika global dan pemerintahan yangbaik (good governance) itu, di dasarkan pada pengamatan bahwasebuah negara adi kuasa, seperti Amerika Serikat dapat saja melaksanakandominasi yang hanya menguntungkan dirinya sendiridan merugikan kepentingan negara-negara lain. Ini terbuktidari serangannya atas Irak, yang terjadi dengan mengabaikansikap Dewan Keamanan (DK) PBB.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 383


DEMOCRACY PROJECTPenulis berpendapat jika dalam waktu tiga bulan SaddamHussein tidak dapat ditangkap, maka tentu rakyat AS akan ributminta tentara mereka ditarik dari Irak, dan harus ditegakkanperdamaian di negeri Abu Nawas itu melalui perundingan damai.Kalau tidak, pemerintah apapun yang akan menggantikanSaddam Hussein akan dianggap sebagai pemerintahan bonekaoleh rakyat Irak sendiri. Dengan demikian, perubahan berbagaisistem (termasuk sistem politik dan pemerintahan) di Irak harusdilakukan tanpa melalui paksaan, melainkan harus dengan perundingandamai. Kenyataan inilah yang harus dipahami olehsemua pihak, termasuk AS. Dengan demikian, apa yang sejakberbulan-bulan ini diusulkan penulis, yaitu perdamaian di Irakharus dikaitkan langsung dengan perdamaian abadi antaraPalestina dan Israel, semakin menjadi relevan.*****Sebagai bagian dari pembentukan etika global dan pemerintahanbaik (good governance) itu, tentu diperlukan adanya kampanyebesar-besaran untuk membentuk pengertian yang mendalamatas kedua hal tersebut. Di sinilah terletak peranan paraagamawan dan moralis dunia, dengan didukung oleh lembagalembagainternasional seperti UNESCO. Karena itu tindakansendiri-sendiri dalam pembentukan pendapat dunia, mengenaietika global dan pemerintahan baik itu tidak dapat dibenarkankarena diragukan keberhasilannya. Harus ada dialog terusmenerusantara berbagai kalangan bangsa, terutama antara parateoritisi dan para penerap nilai-nilai di lapangan. Di sinilah terasabetapa pentingnya arti dialog seperti yang telah diselenggarakanoleh UNESCO di Paris itu. Minimal, bagi berbagai pihak di luarlingkup negara, dapat melakukan pembicaraan mengenai nilainilaiglobal yang ingin kita tegakkan dalam pergaulan internasional.Dengan pertemuan antar berbagai agama tadi, masingmasingpihak akan belajar dan menimba sumber-sumber384 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTspiritual, dalam membentuk pandangan hidup di masa depan.Kesadaran seperti ini, mulai muncul akibat merajalelanyasinisme yang dibawa oleh “pertimbangan-pertimbangan politikglobal” (global political considerations) dan akhirnya menjadi satusatunyaalat pertimbangan. Pertimbangan itu -dalam kerangkakajian strategis disebut sebagai “geopolitical considerations”-, hanyamelahirkan perbenturan kepentingan antara negara-negara adikuasa (super power) saja, akibatnya tentu akan melumpuhkannegara-negara yang bukan adi kuasa. Apalagi setelah Uni Sovietberantakan, maka hanya tinggal sebuah negara adi kuasa yangmemaksakan kehendak dan menginjak-injak hukum internasionaluntuk kepentingannya sendiri. Contohnya adalah penyerbuanAS atas Irak, dengan mengesampingkan peranan PBBmelalui Dewan Keamanan.Di masa depan, tentu saja hal ini akan mengakibatkan reaksiberupa sederet tuntutan dari negara-negara berkembang akansebuah tatanan yang lebih berimbang secara internasional, antaranegara industri maju (developed countries) dengan negara berkembang(developing countries). Dalam penyusunan tatanan baru sepertiitu, tentu saja etika global dan pemerintahan yang baik harusmemperoleh perhatian khusus, baik untuk acuan kerangka baruyang hendak didirikan maupun untuk mengendalikan perubahanperubahan yang bakal terjadi.Karena itu dialog terus-menerus akan kedua hal itu harusdilakukan, termasuk dalam pertukaran pikiran mengenai perananspiritualitas manusia, sangat diperlukan. Dialog antara parapemeluk berbagai agama, seperti yang diselenggarakan di Paristersebut, tentulah sangat menarik bagi kita. Pemaparan pengalamanpribadi dan pikiran dari para pemimpin agama, sepertiDharma Master Hsin Tao dari Taiwan, tentu saja harus menjadibagian integral dari dialog semacam itu.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 385


DEMOCRACY PROJECTPERDAMAIAN BELUM TERWUJUDDI TIMUR TENGAHPada akhir Februari hingga awal Maret 2003 ini, penulisberada di Washington DC, Amerika Serikat (AS), gunamenghadiri sebuah konferensi perdamaian untuk kawasanTimur Tengah. Undangan sebagai peserta konferensi, diberikanoleh IIFWP (Interreligious and International Federation for WorldPeace, Federasi Internasional Antar Agama untuk PerdamaianDunia), yang berkedudukan di New York. Mengapakah penulisjauh-jauh mengikuti konferensi tersebut, padahal hampir setiaphari demonstrasi-demonstrasi di tanah air, menuntut turun/lengsernyapasangan Megawati-Hamzah Haz? Penulis memutuskanpergi ke negara Paman Sam itu, karena dua alasan. Pertama, karenaperkembangan dalam negeri baru mencapai titik kulminasisetelah minggu kedua bulan Maret 2003. Kedua, karena persiapan-persiapanperang yang dilakukan oleh Amerika Serikat(AS) dan Inggris sudah berjalan sangat jauh, -saat tulisan inidibuat- dengan dikirimnya 198.000 pasukan AS dan 40.000 tentaraInggris ke kawasan tersebut, berarti pencegahan perang lebihterasa urgensinya di kawasan Timur Tengah saat ini.Tentu ada orang yang berpendapat, sikap gila dalam pendirianpenulis, karena menilai saat ini justru saat yang palingbaik untuk memulai sebuah inisiatif baru guna mencari titik perdamaianabadi bagi kawasan Timur Tengah. Bukankah persiapan386 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTnegara adi kuasa AS dan sekutunya Inggris Raya, merupakanpetunjuk tak terbantahkan akan persiapan perang yang sudahberjalan sangat jauh, hingga tidak dapat dihentikan? Bukankahpertimbangan-pertimbangan geopolitik telah memaksa AS danpara sekutunya untuk menggunakan perang sebagai “alat pemaksa”atas Irak? Jawabannya, adalah bahwa dapat dibenarkanucapan ahli strategi perang Jerman Von Clausewitz, bahwa “perangadalah kelanjutan dari diplomasi/perundingan yang gagal”.Dalam pandangan penulis, sikap negara-negara besar sepertiJerman, Perancis, Rusia dan Tiongkok menunjukan, bahwa upayaupayadiplomatik tetap memiliki relevansi yang besar, dalammencari solusi damai atas masalah Timur Tengah. Karenanya,dari sekarang sampai dengan terjadinya secara aktual/formalpemboman atas Irak, dapat dikatakan peluang bagi perdamaiandi kawasan itu tetap terbuka.Kitapun sudah terbiasa menghadapai kenyataan, bahwapenyelesaian sebuah konflik didapati hanya pada akhir sebuahproses yang panjang di hadapan persiapan-persiapan “penuhkekerasan”, yang dalam bahasa asing disebut “merebut kemenangandari gigitan musuh di saat-saat terakhir” (snatch victoryfrom the jaws of defeat). Namun, hal itu tidak akan tercapai, apabiladua buah tindakan tidak diambil pada waktu yang bersamaan.Pertama, adanya sebuah forum yang untuk kesekian kalinyamembicarakan dan kemudian menetapkan upaya terakhir yangharus dijalankan untuk menyelesaikan konflik secara damai.Kedua, begitu keputusan diambil, harus segera ditunjuk orangyang melaksanakannya, dalam waktu yang begitu sempit.Dengan dua persyaratan itulah, baru ada harganya untuk“menggunakan kesempatan dalam kesempitan”. Kesempatanmenegakkan perdamaian abadi di kawasan tersebut, denganmenggunakan kesempitan menghadapi kenyataan pahit dikawasan tersebut.*****ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 387


DEMOCRACY PROJECTPenulis mengajukan dalam pidato pembukaan dikonferensi itu, bahwa perdamaian abadi di Timur Tengahhanya dapat dicapai, kalau penyelesaian damai atas konflikIsrael-Palestina dikaitkan dengan perdamaian di Irak.Perdamaian antara Israel–Palestina dapat saja dicapai dengandihentikannya persiapan–persiapan untuk melakukanpemboman dan pengiriman pasukan-pasukan ke negeri AbuNawas itu. Dengan demikian, penyelesaian konflik Israel-Palestina akan membawa perdamaian di Timur Tengah, jikadihentikan persiapan perang dalam skala besar ke Irak.Demikian pula, upaya perdamaian dapat dilakukan denganberhentinya pemboman atas Irak, jika ternyata hal itu tidak membawahasil. Dengan kata lain, ucapan Von Clausewitz di atasharus diteruskan dengan ungkapan “perundingan/negosiasiadalah kelanjutan dari peperangan yang gagal”. Kegagalanpeperangan atas Irak akan terjadi, jika Presiden AS, George BushJr. gagal menangkap Saddam dalam waktu yang cepat. Mengapa?Karena rakyat AS tidak akan bersedia membiayai peperanganuntuk jangka waktu yang lama, walaupun negara tersebut telahmencapai kekayaan berlimpah-limpah, atau justru karena persenjataanyang sangat canggih juga membutuhkan biaya yangsangat besar untuk digunakan. Dikombinasikan dengan demonstrasidi mana-mana, termasuk di AS dan Inggris, untuk tidakmenyelesaikan konflik tesebut dengan kekerasan, maka dapatlahdiperhitungkan peperangan akan terhenti dengan sendirinya,kalau Saddam Hussein tidak juga segera tertangkap oleh musuhmusuhpolitiknya.Maka untuk menolong “muka” AS-Inggris dan Israel, -upayaini dilakukan agar tidak membuat peperangan berjalan lamadiperlukanlangkah-langkah untuk mencapai dua pemecahan(solusi), caranya adalah dengan mencapai kesepakatan antarake empat pihak (AS, Inggris, Israel dan Irak), yang berlanjut denganpenghentian tindak-tindak militer di kawasan Israel-Palestinadan Irak. Digabungkan dengan melakukan hal-hal berikut ini,388 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTpertama, dengan memperkuat negara Palestina merdeka,melalui pemberian bantuan keuangan berupa kredit murahberjangka panjang bagi negara itu, katakanlah sebesar 1 miliardolar AS. Karena dengan bantuan seperti itu, kebangkitanindustri dan perdagangan Palestina akan menjadi sangat cepat,apabila para pemimpin Palestina mampu menciptakanpemerintahan yang bersih di masa depan. Kedua, untukmenghindari perang, -ini paling pahit dan sulit dilaksanakanmengusahakanagar Saddam Hussein lengser dari jabatankepresidenan secara sukarela, untuk memungkinkantercapainya negara Palestina yang kuat secara industrial/komersial dalam waktu cepat.*****Untuk memungkinkan tercapainya hal tersebut di atas, yaitu“menolong posisi” Israel dan Amerika Serikat-Inggris dalampercaturan politik internasional, maka diperlukan seorangpenengah yang bersedia mondar-mandir ke AS, Inggris, Israel,Palestina, Libya, Irak dan negara-negara lain di Timur Tengah.Dengan demikian, sikap untuk menentang atau mendukung posisiIsrael dan Amerika Serikat-Inggris dalam kedua hal tersebut,harus dibaca sebagai sikap permulaan (initial attitudes), yangdapat saja berubah karena perkembangan keadaan. Sedangkanperan “negosiator” (juru runding) itu, kalau tidak dilakukan olehseseorang secara pribadi (seperti disebutkan di atas), dapat sajadilakukan oleh sekelompok orang (institusi/group). Hal itu telahdilakukan dalam kasus Aceh oleh Henry Dunant Center, sebuahLembaga Swadaya Masyarakat (LSM) internasional yang berkedudukandi Geneva.Kesungguhan sikap negara-negara yang terlibat, maupunkegigihan sang negosiator sangatlah diperlukan, untuk mencapaiperdamaian abadi di kawasan itu. Karenanya, negosiator tersebutharuslah memperoleh dukungan kuat dari siapapun, dalam ben-ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 389


DEMOCRACY PROJECTtuk bantuan logistik maupun kemudahan-kemudahan yanglain. Kalau tugas itu dibebankan pada seseorang, haruslahdipastikan orang tersebut memiliki stamina yang sangat prima,dibantu oleh dua orang asisten yang bekerja terus-menerusselama beberapa bulan. Tentu saja, peranan seperti itu akansangat menarik hati siapapun, hingga banyak yang inginmelakukannya. Tetapi, tentu saja tidak setiap orang (termasukpara diplomat dan para negarawan) mampu untukmelaksanakannya. Ada sebuah persyaratan lain yang sangatpenting dalam hal ini; negosiator itu haruslah dipercaya olehsemua pihak yang terlibat, yang juga membawa “kelayakan”bagi seorang muslim untuk tugas tersebut.Itulah sebabnya,mengapa penulis bergairah untuk datangke Washington DC. Pertama, untuk mengemukakan pendapatnya,bahwa sampai titik terakhir sekalipun, harus diupayakanpenyelesaiaan damai (peaceful settlement) yang bersifat permanenuntuk kawasan Timur Tengah. Kedua, untuk bertemu dan menyampaikanbeberapa hasil pemikiran pada negosiator yangdipilih atau ditunjuk oleh konferensi di ibu kota negara tersebut.Konferensi diselenggarakan di sebuah hotel di Washington, yangdari dalam ruangannya masih dapat terlihat bekas-bekas seranganke gedung Pentagon pada Tragedi 11 September 2001, diharapkania menjadi forum dengan kewibawaan sangat tinggi (prestigiousbody) dalam lingkup politik dunia. Di samping itu, penulisjuga dapat memenuhi undangan berceramah pada UniversitasMichigan di Ann Arbor dan disamping check up medis di BostonGeneral Hospital. Perjalanan menarik walaupun sangatmelelahkan. {}390 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTDICARI PERDAMAIAN,PERANG YANG DIDAPATPeperangan di Irak telah terjadi, dengan pelemparanratusan buah peluru kendali dari sejumlah alat perangAmerika Serikat (AS) dan sekutunya. Bagi sementaraorang, perang itu disebut sebagai penyerbuan (invasi), karenakekuatan militer yang sangat tidak berimbang antara kedua belahpihak. Pada waktu penulis berada di Ann Arbor, di kalangan kampusUniversitas Michigan, seorang hadirin bertanya; —mengenaiterjadinya penyerbuan AS ke Irak, seorang peserta lain segeramelakukan koreksi; —bukan penyerbuan AS, melainkan penyerbuanGeorge W. Bush Junior. Ini menunjukkan bahwa penentanganterhadap perang itu berjumlah sangat besar, termasukoleh pemerintah kita. Bahkan tiga negara anggota tetap DewanKeamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) –yakni,Perancis, Rusia, dan RRT menentangnya. Dan karenanya Bushmelakukan penyerbuan dengan tidak ada izin dari DK-PBB, yangmembawa krisisnya sendiri -minimal krisis kredibilitas bagi PBB.Bush selalu menyatakan keinginannya untuk menghilangkan“semangat kejahatan” (evil spirit), dengan jalan menurunkanSaddam Hussein dari kursi kepresidenan Irak. Dengan demikian,ia berusaha menegakkan pemerintahan demokratis yang kuat diIrak. Tetapi banyak orang meragukan niatan Bush itu, karenaterlihat pertimbangan-pertimbangan geopolitik juga ada dalamISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 391


DEMOCRACY PROJECTmemutuskan penyerangan atas Irak itu. Penyebabnya SaudiArabia -yang merupakan penghasil minyak terbesar di duniadalamkasus Israel-Palestina, telah meninggalkan kebijakanpolitik luar negeri AS. Dengan demikian, peranan negeri itu haruslahdiimbangi dengan negeri penghasil minyak terbesar keduadi dunia, yaitu Irak. Karena Irak masih diperintah oleh SaddamHussein, dengan sendirinya iapun harus diganti dengan oranglain, yang lebih “terbuka” bagi tekanan-tekanan politik luar negeriAS, berarti Irak harus diserang. Ada pula orang yang menganggapfaktor psikologis tidak boleh dilupakan dalam hal ini,yaitu Presiden Bush muda (Junior) harus memenangkan perangterhadap Saddam Hussein, yang telah menggagalkan “kemenangan”Presiden Bush tua (Senior). Rasa-rasanya semua argumentasitadi cukup beralasan untuk diajukan kepada perdebatanpendapat tentang benar-tidaknya penyerbuan ke Irak itu. Kalaumemang benar adanya, maka AS dan sekutunya harus mengakhiriperang.Jelas Irak harus menemukan jalannya sendiri kepada kemajuandalam pembangunan ekonomi, maupun dalam penemuanidentitas sendiri, sebagaimana diharapkan oleh banyak kalanganpemikir. Sebagaimana halnya dengan Chun Do-Hwan diKorea, yang pada akhirnya menjadi biarawan Buddha, dandengan demikian tidak dituntut oleh pengadilan di sana, sebagaibagian penting dari rekonsiliasi nasional ala Korea, maka tentuIrak-pun akan menemukan caranya sendiri akan rekonsiliasinasional tanpa campur tangan AS.*****Gempuran militer atas Irak itu tentu saja menimbulkan reaksikeras cukup besar di seluruh dunia. Sebuah negara adikuasatelah memaksakan kehendak kepada dunia, melalui penafsirannyasendiri atas perkembangan yang terjadi di dunia ini, denganalasan-alasannya sendiri berbeda dari pendapat resmi DK-PBB,392 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTjelas telah membuka lembaran baru dalam tata hubunganinternasional.Banyak juga orang memuji keberanian “moral” Bush dalamhal ini. Tetapi, ada yang menyatakan, hancurnya kredibilitas PBBdan tata hukum internasional yang obyektif. Dampaknya,memungkinkan sebuah negara di Afrika untuk menyerbutetangganya dengan alasan yang dicari-cari. Jika ini yang terjadi,dapatkah AS mengerahkan kekuatan militer di seluruh duniapada saat bersamaan? Inilah yang mengkhawatirkan parapengamat itu: hubungan internasional atas dasar penafsiransepihak, tanpa ada pembenaran formal dari DK-PBB, dapatkahmenjamin menetapnya perdamaian dan ketentraman dunia?Di hari-hari pertama penyerangan atas Irak tersebut, tentusajian televisi CNN selalu menggambarkan tentang keperkasaanAS. Setelah dua hari “membatasi diri” dalam penyerangantersebut, di hari ketiga kekuatan militer AS yang demikiandahsyat digelar dengan kekuatan penuh. Sebagian Irak Selatantelah “dibebaskan” dari Saddam Hussein. Pasukan-pasukanKavaleri AS dari kawasan Kuwait menerobos dengan mudahwilayah Irak Selatan, dan dalam hal ini kecepatan yang luar biasadari pasukan-pasukan Kavaleri AS dan para Marinir Inggrissangat mengagumkan. Dalam waktu sebentar saja, tanpaperlawanan berarti, pasukan-pasukan Irak dengan mudah begitusaja menyerah tanpa syarat. Karena itulah, dapat saja segera diajukanklaim “kemenangan” AS dan sekutu-sekutunya ditambahdengan pasukan-pasukan AS yang tergabung dalam bala tentaraKurdi di sebelah utara Irak, jelas bahwa Baghdad dijepit dari utaradan selatan. Dengan demikian, kejatuhan Baghdad tinggalmenunggu waktu saja.Benarkah sikap menganggap AS telah memenangkanpertempuran-pertempuran tersebut? Penulis justru menganggapnyasebagai permulaaan dari sebuah proses yang sangat panjang.Jika AS tidak dapat menangkap Saddam Hussein dalam waktubeberapa bulan yang akan datang ini, maka sikap rakyat IrakISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 393


DEMOCRACY PROJECTakan berubah dengan cepat. Sikap yang selama ini diperlihatkan,paling tidak akan berubah menjadi sikap menolaksecara psikologis serangan demi serangan AS itu. Sikap sepertiini, jelas didukung oleh mayoritas bangsa-bangsa dan negaranegaradi dunia. Jelas yang harus diperbuat oleh SaddamHussein adalah menghindari penangkapan atas dirinya.Selebihnya, akan “diselesaikan dengan cara damai dan denganperundingan”. Jika Von Clausewitz menyatakan, perang adalahpenerusan perundingan yang gagal, maka dapat kita katakan,perundingan damai adalah penerusan dari peperangan yang tidakmencapai maksudnya.*****Inilah kemungkinan buruk yang tidak diperhitungkan jauhsebelumnya oleh Bush, yang hanya mengandalkan kemarahankepada Saddam Hussein saja. Sikap seperti ini memang dapatsaja membawa hasil cepat yang menguntungkan, tetapi dapatjuga berakibat sebaliknya. Penulis memandang rakyat AS tidakakan mau berperang lama-lama melawan siapapun. Karenanya,sangat riskan untuk mendasarkan sebuah penyerbuan besar-besaranatas negeri lain dalam tatanan dunia sekarang ini. Di sinilahletak arti penting dari peranan sebuah lembaga internasional –seperti PBB. Paling tidak, persetujuan PBB merupakan pembenaranformal atas apapun yang dilakukan oleh seluruh negaraatas negara yang lain. Jika kenyataan ini diabaikan, tidaklah menjadisoal jika sukses yang diperoleh. Tapi, jika sebaliknya yangterjadi, akan runtuhlah kewibawaan AS di mata negara-negaralain yang kecil.Jika AS gagal menangkap Saddam Hussein, dan terpaksaberperang untuk jangka panjang, maka segera tindakan itu harusdihentikan, karena tuntutan rakyat Amerika Serikat sendiri yangtidak mau berperang lama-lama. Jika ini terjadi, maka mau tidakmau harus dicari formula persetujuan damai atas Irak. Banyak394 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTmasalah terkait dengan hal itu, tetapi jelas perundinganmerupakan penyelesaian terbaik. Dalam hal ini, penulis memintaagar supaya penyelesaian damai di Irak, dikaitkan langsungdengan upaya perdamaian antara Israel dan Palestina. Dengandemikian, baik Israel maupun seluruh bangsa-bangsa Arab akanberkepentingan untuk menjaga perdamaian tersebut. Ini adalahpersyaratan sangat penting, karena hanya dengan carademikianlah sebuah perdamaian abadi dapat ditegakkan dikawasan Timur-Tengah. Di sinilah terletak kaitan vital antarapenyelesaian sengketa Irak di satu pihak dan sengketa Israel-Palestina di pihak lain.Perdamaian abadi antara Israel dan Palestina, hanya dapatdicapai manakala negara Palestina dapat diperkuat dengan kemungkinanmengembangkan industri dan perdagangannya. Halitu hanya dapat dicapai jika ada bantuan ekonomi besar-besaran,dalam bentuk kredit murah bagi mereka. Katakanlah pinjamanlunak selama dua puluh tahun, sebesar satu milyar dollar AS.Sedangkan sebaliknya, jika AS-Inggris tidak dapat menangkapSaddam Hussein, maka pendapat umum dalam negeri maupuninternasional akan memaksa penarikan mundur pasukan-pasukanmereka. Dalam hal ini, dapat diminta Saddam Hussein mengundurkandiri untuk kepentingan bangsa Arab secara keseluruhan,khususnya untuk memungkinkan pemberian kredit lunakdalam jumlah demikian besar kepada negara Palestina. Ini karenakeyakinan penulis, bahwa Saddam Hussein sangat menghormatisebuah negara Palestina yang merdeka, dan karena ia sendiritelah berhasil menunjukkan keberhasilannya dalam memimpinIrak yang diserang sebuah negara adikuasa, seperti AS. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 395


DEMOCRACY PROJECTKITA DAN PEMBOMANATAS IRAKPada umumnya, kita mengikuti salah satu dari duapandangan berikut. Pendapat pertama adalah, kitamemandang kemungkinan pemboman atas Irak olehAmerika Serikat dan sekutu-sekutunya sebagai sebuah bagiandari rencana jahat untuk menyerang Irak dan mengganti presidennya,Saddam Hussein. Dilanjutkan dengan pandangan bahwarencana itu adalah bagian dari Konspirasi Zionisme yang dipeloporiIsrael. Kita boleh setuju atau tidak dengan pandangan ini,namun penulis menolak teori komplotan/konspirasi seperti itu.Tetapi bagaimana pun pendapat seperti itu ada dan diikuti banyakorang. Karenanya, pendapat seperti itu harus diakui keberadaannyadan untuk itulah diciptakan sebuah disiplin ilmiahyang bernama studi kawasan, yang berjalan seiring dengan teoriteorigeopolitik dalam kajian internasional yang berkembang saatini.Sebaliknya, ada pihak lain yang memandang Irak di bawahpimpinan Presiden Sadam Hussein sebagai biang kerok tindakantindakanteror internasional, karena itu diperlukan pembomanke Irak, untuk menggulingkan presiden tersebut dari jabatanya.Pemboman itu harus dilakukan secara masif, walaupun memakankorban sangat banyak dari penduduk Irak, belum lagi rusaknyakota-kota besar di Irak sebagai akibatnya, yang kesemuanya396 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTtidak dapat dinilai kerugiannya. Tindakan itu, dalampandangan Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya haruslahdilakukan dengan tujuan untuk membersihkan dunia dariterorisme. Kalau ini tidak dilakukan, terorisme internasionalakan berlanjut, dan kehidupan di negara-negara tersebut akansangat terganggu. Karenanya walaupun menimbulkan banyakkorban, langkah itu harus tetap diambil untuk perdamaiandunia.Memang, kedua hal yang saling bertentangan itu terwujuddalam kenyataan, dan kita tidak dapat menutup mata akan keadaanini. Berarti, kita harus mengambil sikap: membenarkanatau menolak tindakan pemboman atas Irak itu. Memang, inipilihan yang sangat sulit, tetapi bagaimanapun juga pilihan harusdilakukan. Pandangan kita harus dirumuskan. Keengganan,ketakutan ataupun emosi kita hanya akan memperpanjang soalitu. Belum lagi akan munculnya sikap pihak-pihak lain terhadappendirian kita itu. Karenanya, sebaiknya kita bersikap yang jelas,masing-masing dengan akibat-akibatnya sendiri.*******Sikap itu pun tidak seluruhnya dapat dikemukakan denganlugas apa adanya. Karena salah satu persyaratan hubungan internasionaladalah, kemampuan untuk menyampaikan ‘bahasa’yang digunakan antara bangsa atau kelompok yang saling terkaitsatu dengan yang lain. Penggunaan bahasa yang semakin canggihitu, menutupi ambisi pribadi atau golongan yang ada. Dan segalasesuatunya dirumuskan, supaya sesedikit mungkin membuatorang yang berpandangan lain dengan kita menjadi jengkel ataumarah. Karenanya, kita bisa saksikan betapa istilah-istilah yangberubah arti atau bentuk. Ini adalah konsekuensi logis dari tatanangeopolitik yang ada. Akibat penguasaan pendapat umumdi sebuah negara, yang ditentukan oleh faktor-faktor yang serbabagai itu, maka penggunaan istilah semakin menyimpang jauhISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 397


DEMOCRACY PROJECTdari apa yang dimaksudkan semula.Salah satu contoh yang dapat dikemukakan di sini adalahkata “globalisasi” (penduniaan). Dalam pengertian yang kitagunakan sehari-hari, yang dimaksud globalisasi adalah sikapmemberikan arti terhadap dunia atau universal. Tetapi segeraterjadi perubahan arti dari kata tersebut, yaitu terjadi pemaksaankehendak atas pemahaman orang banyak, seperti dikehendakioleh kelompok-kelompok yang berjumlah kecil. Karenanya olehperusahaan-perusahaan raksasa, kata globalisasi tersebut laluberubah arti menjadi dominasi.Selain itu pengertian dan pemahaman kelompok yang lebihbesar atas kata “perdagangan bebas” (free trade) yaitu kebebasanberdagang namun menurut pengertian pihak yang kecil, kata ituberarti sistem yang menguntungkan pihak yang mempunyaimodal besar. Kata “modern” berarti penggusuran pengertian artitradisional oleh hal-hal baru, yang dianggap lebih menguntungkandari pada arti tradisional itu. Dengan demikian, tersembunyilaharti lebih dalam dari tradisional, oleh bentuk-bentuk baruyang dianggap modern.Kata “tempe” umpamanya, dipakaikan untuk menentukankekurangan, kelemahan atau ketidakmampuan. Mengemukakansuatu istilah “bangsa tempe”, umpamanya, dianggap kalah artidari bangsa yang kuat. Padahal kata tempe dalam pengunaan disini, seharusnya sesuai dengan hakikatnya sebagai sesuatu yangmemiliki gizi tinggi dan nilai berlebih. Jadi, penggunaan kata itumencerminkan pandangan salah di masa lampau, bahwa hanyamakanan yang menggunakan daging sajalah yang dianggapbergizi.Demikian pula kata “perdamaian” dalam pergaulan antarbangsa.Sekarang kata itu berarti, tidak adanya peperangan ataupenggunaan kekerasan oleh sesuatu pihak atas pihak yang lain,dengan persyaratan dan pengertian dari pihak yang menang.Kata “terorisme” dapat diartikan menurut kepentingan geopolitiknegara-negara adi kuasa, sehingga yang menentang pengertian398 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTtersebut dianggap sebagai teroris. Berhasilkah upaya PresidenGeorge W Bush Jr. mengembalikan arti kata teroris, padapengertian semula, yaitu penggunaan kekerasan oleh pihakpihakyang tidak mau berunding? Kalau ini yang dimaksudkanoleh Presiden Amerika Serikat itu, lalu mengapakah harus jatuhkorban puluhan ribu jiwa orang-orang yang tidak bersalah,akibat pemboman itu sendiri? Di sini, kita lihat terjadiperubahan arti kata “perdamaian” dan “terorisme”.*****Dengan demikian, menjadi jelaslah bagi kita bahwa tindakanpemboman secara masif atas Irak adalah sesuatu yang jugadiperdebatkan secara bahasa/epistemologi, dan tidak hanya berdasarkan“rasa panggilan historis” seperti dirasakan pemerintahanAmerika Serikat saat ini. Di sinilah terletak signifikansidari filsafat dan moralitas, perdamaian dunia tidak selayaknyahanya dibatasi pengertianya secara geopolitik belaka melainkanharus memasukan moralitas ke dalam dirinya. Dalam hal ini,moralitas harus ditentukan oleh kerangka multilateral sepertiPBB, bukan hanya oleh sebuah negara adi kuasa belaka. Mungkinini terdengar seperti lamunan belaka, namun bukankah cita-citabesar sering berangkat dari lamunan? Lebih jauh lagi, sinismekekuasaan yang didasari pertimbangan-pertimbangan geopolitik,lalu membuat kita menghadapi jurang pertentangan dan peperangandalam ukuran yang masif.Karenanya, marilah kita berupaya menggunakan ukuranukuranmoral dan etis dalam tata pergaulan internasional, walaupunbanyak penguasa lain memaksakan kehendak dengan menggunakankekerasan. Bagaimanapun juga, sejarah kekerasan yangtelah demikian lama mengikuti umat manusia, tidak dapat begitusaja dihilangkan, apalagi menggunakan kekerasan dalam berbagaibentuk. Inilah akibat kalau penafsiran diserahkan kepada sebuahnegara adikuasa belaka. Dan ini yang sebenarnya menjadiISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 399


DEMOCRACY PROJECTesensi ajaran Mahatma Gandhi tentang ahimsa dan satya graha/dunia tanpa kekerasan. Islam juga menolak penggunaan kekerasansemaunya saja oleh siapapun, dan kekerasan hanya dapatdilakukan oleh kaum muslimin, jika mereka diusir dari rumahrumahkediaman mereka (idzâ ukhrijû min diyârihim). {}400 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTSADDAM HUSSEIN DAN KITADalam sebuah wawancara televisi, penulis mengemukakanbahwa banyak hal yang dilupakan PresidenAmerika Serikat, George W Bush Junior, mengenaiPresiden Saddam Hussein dari Irak. Bush beberapa kali mengatakan,bahwa tujuan Amerika Serikat melakukan penyeranganberulang kali, untuk menangkap Saddam Hussein yang dianggapnyamenjadi penyebab terorisme bersimaharajalela di duniasaat ini. Jadi, ia merasa berkewajiban menangkap Saddam Husseinuntuk menegakkan pemerintahan yang kuat dan demokratis diIrak. Untuk tujuan itulah ia menyerang Irak secara besar-besaran.Bukan hanya sekadar bom yang dijatuhkan seperti hujan, melainkanjuga dengan serangan seperempat juta orang bala tentaradari utara dan selatan, ditambah 40.000 orang prajurit Inggris.Ini berarti rangkaian serangan dalam ukuran perang sebenarnya.Dilihat dari rencana semula, serangan itu seharusnya berakhirdengan kemenangan mutlak dalam waktu paling akhir 3hari. Tetapi ternyata, setelah 13 hari serangan —ketika tulisanini dibuat-, Saddam Hussein belum juga tertangkap. Sedang jumlahkorban jiwa dan harta benda dalam satuan-satuan tempurpasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat maupun kerugian materiallainnya telah menimpa Amerika Serikat dan sekutunyadalam jumlah sangat besar, termasuk di dalamnya tank-tank dansenjata berat yang terkubur di gurun pasir.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 401


DEMOCRACY PROJECTIni belum lagi termasuk sikap negara-negara Arab lainnya(di luar Kuwait), yang justru cenderung bersikap netral dalamsengketa tersebut. Di satu pihak, Bush Jr, tidak mengindahkankeputusan Dewan Keamanan PBB, sehingga serangan yang dilakukannyaseperti tidak memiliki legitimasi internasional, sedangserangan atas Irak, merusak kehormatan nasional yangdimiliki negara-negara Arab lainnya.Di samping hal-hal di atas, serangan Amerika Serikat dansekutu-sekutunya itu juga dilihat sebagai serangan terhadapIslam. Umat Islam di seluruh dunia menyesalkan hal itu, apapunsebab, alasan dan argumentasi untuk mendukung sikap menolakserangan itu. Megawati Soekarnoputri yang tidak mau mengutukserangan tersebut, dianggap oleh banyak kalangan gerakan Islamdi negeri kita, sebagai tidak membela Islam dari serangan (invasi)atas sebuah bangsa muslim seperti Irak. Bahkan banyak demonstrasiyang menuntut agar hubungan diplomatik RI-AS diputuskansaja, sedang produk-produk AS di boikot oleh kaum muslimin.Sebuah sikap konfrontatif yang sebenarnya jarang diperlihatkanoleh gerakan-gerakan Islam, di manapun ia berada.Sebab utama dari reaksi seperti itu adalah inkonsistensipernyataan Presiden AS George W Bush Jr, tentang hakikatserangan AS atas Irak. Awalnya ia mengemukakan serangan itudilakukan guna mencegah malapetaka bagi dunia, karena SaddamHussein memiliki senjata pemusnah massal dalam jumlah besaryang ditemukan. Ternyata belakangan diketahui, senjata-senjataitu justru dahulu diberikan AS kepada Saddam Hussein untukmenyerang Iran. Ini berarti AS ikut membuat senjata-senjatatersebut di masa lampau, dan sekarang cuci tangan dari kesalahantersebut.Dalam kesempatan lain, Bush mengatakan bahwa Saddamadalah “tokoh jahat” (evil figure)” yang harus dilenyapkan karenamelanggar hak-hak asasi manusia. Mengapa hanya SaddamHussein? Bukankah ada sebuah negeri di Timur Tengah yangsetiap tahun menembak mati para warga negaranya, hanya402 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTkarena mereka dianggap menjadi oposan politik bagi parapenguasa negeri?Kalau memang Bush benar-benar ingin membela demokrasi,tentunya ia harus mulai dengan Benua Amerika sendiri,masih ada negara-negara otokrasi di benua tersebut, sepertiGuatemala. Bahwa ini tidak diperbuat Bush Jr, sangat mengurangikredibilitas ungkapannya itu, hingga dapat dikatakansebagai argumentasi kosong, pernyataan tersebut tidak punyaarti apa-apa dan dengan demikian tidak menyakinkan siapapun.Karena itulah terjadi demonstrasi besar-besaran di seluruhdunia, apalagi di kalangan bangsa-bangsa muslim. Walaupunpenulis sendiri dianggap sebagai “moderat”, namun penulis tidakdapat menerima serbuan itu sebagai sebuah langkah yang tepat.Baik secara militer maupun menurut diplomasi, langkah itu adalahsebuah tindakan gegabah dari sebuah negara adi kuasa atasnegara lain yang lemah.Lebih-lebih lagi, Bush Jr sama sekali “melalaikan” perhitungantujuan perangnya, yaitu menangkap Presiden Irak,Saddam Hussein. Maka jika dalam waktu tiga bulan SaddamHussein tidak tertangkap, haruslah dilakukan penyelesaiandamai. Sangat sulit untuk menangkap Saddam Hussein, karenahubungan yang sangat baik dengan suku-suku Arab yangberpindah-pindah tempat (nomaden) di Irak, Jordania, dan Syria.Mungkin Saddam Hussein akan mengulangi tindakannya dalampertengahan abad lampau, ketika ia melarikan diri karenadiancam hukuman mati di Irak. Dengan hubungannya yangsangat baik itu, Saddam dilindungi oleh suku-suku (qabilah) dariberbagai negara, sehingga ia sanggup berjalan kaki dan naik untasejauh lebih dari 2.000 km untuk mencapai Mesir di bawahpahlawan Gamal Abdul Nasser.Karena itulah, penulis mengatakan dalam wawancara denganTV7, bahwa jangan-jangan diktum Von Clausewitz: “perangadalah penerusan perundingan damai yang gagal” harus dilaksanakansecara terbalik dalam kasus Irak. Yaitu, perundinganISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 403


DEMOCRACY PROJECTdamai adalah kelanjutan dari perang yang tidak mencapaitujuannya. Ini akan terjadi kalau dalam tiga bulan pasukanpasukanAS-Inggris tidak berhasil menangkap Saddam Hussein.Karena rakyat AS tentu menuntut melalui demonstrasi besarbesaranagar pasukan AS ditarik dari Irak. Perundingan tersebutdiperlukan untuk “menolong muka” AS. Hal ini juga penulissampaikan kepada Duta Besar Australia di sebuah tempat limahari setelah itu, di depan para stafnya.Menjadi jelas dari uraian di atas, bahwa pengenalan mendalamatas sebuah kawasan sangat diperlukan jika ingin diambiltindakan militer atasnya. Dan pengenalan kawasan itu harusdisertai pertimbangan objektif yang justru sangat diabaikan olehPresiden Bush Jr. Arogansinya yang timbul dari pengetahuan,bahwa AS adalah satu-satunya negara adi kuasa yang dapat“mengalahkan” negara manapun, menutupi kenyataan seranganmiliter itu dilakukan karena pertimbangan-pertimbangan geopolitis,bukan pertimbangan moral. Menurut “ketentuan” geopolitisBush Jr, Irak sebagai penghasil minyak kedua terbesar didunia, dengan 116 miliar barel atau sekitar separuh dari produksiSaudi Arabia sebagai penghasil minyak terbesar di dunia, haruslah“dikembangkan” sebagai imbangan, karena Saudi Arabiadewasa ini menyimpang dari kebijaksanaan luar negeri AS. Ditambahlagi, karena Irak saat ini mulai menggunakan mata uangmasyarakat Eropa, Euro dalam menyelesaikan transaksiminyaknya.Keterusterangan pihak AS dalam menggunakan pertimbangan-pertimbanganekonomis ini, haruslah disampaikan olehBush Jr, setidak-tidaknya melalui berbagai lembaga-lembaga nonpemerintahandi negeri Paman Sam itu. Tindakan menutup-nutupiberbagai pertimbangan geopolitis dan finansial itu hanyaakan mengurangi kredibilitas AS saja. Hilangnya kredibilitas ituakan memaksa negara tersebut, menggunakan kekuatan militerdalam hubungan dengan negeri-negeri lain. Menjadi teladan bagikita, bahwa mengendalikan sebuah negara adi kuasa tidaklah404 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTmudah, melainkan membutuhkan kemampuan bersabar dansikap tidak memandang rendah orang lain. Apalagi hanya mendengarkansuara kelompok-kelompok garis keras belaka. Tidakmudah menjadi pemimpin dunia, bukan? {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 405


DEMOCRACY PROJECTADAKAH PERDAMAIANDI IRAK?Amerika Serikat (AS) telah menyerbu Irak dengan sekutusekutunya,melalui peralatan militer yang sangatcanggih dan personel tentara yang tangguh dibantuoleh sistem komunikasi mutakhir. Dalam waktu tiga minggu,ibu kota Baghdad jatuh ke tangan pasukan AS, dan patung SaddamHussein setinggi belasan meter itu dirobohkan. Anehnya,Saddam sendiri bersama keluarga dan menteri-menterinya tidakjuga tertangkap. Hal ini sangat mengherankan, dan menimbulkantanda tanya besar, apakah gerangan yang terjadi. Kalau tadinyadiproyeksikan Saddam akan tertangkap dan ia digantikan olehseorang pemimpin lewat pemilu demokratis, maka sampaitulisan ini dibuat hal itu belum terjadi.Karenannya kita perkirakan hanya satu dari kedua proyeksidi atas akan terwujud, yaitu mengganti pemerintahan Saddamdengan pemerintah yang baru, itu pun belum tentu dapat diterimarakyat Irak. Pemerintahan yang baru itu akan melaksanakanpemilu dalam waktu dekat, guna mendirikan legitimasi bagi dirinya.Dan tanpa legitimasi itu, pemerintah yang didirikan, tidakakan menjadi pemerintahan yang kuat. Klaim Presiden Bush akanmenjadi suatu yang kosong dan seluruh dunia akan bertanyamengapa Irak harus diserang? Jawabannya adalah, AS menyerbuIrak untuk kepentingan minyak bumi, alias hanya berdasarkan406 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTpertimbangan-pertimbangan geopolitis: “Menciptakanimbangan bagi Saudi Arabia yang merupakan negara penghasilminyak bumi terbesar di dunia (dengan cadangan 260 milyarbarel minyak mentah (crude oil), yang sekarang saja sudah mulaimenyimpang dari kebijakan luar negeri AS dalam soal Israel.”Dalam waktu sekitar tiga bulan atau 100 hari, jika AS tidakberhasil menangkap Saddam Hussein maka rakyat AS tentu akanmenuntut pasukan-pasukan mereka ditarik dari Irak. Jika ini terjadi,maka di samping adanya pemerintah yang lemah (dan belumtentu demokratis), maka mau tidak mau perdamaian di Irakmenjadi opsi yang harus diperhitungkan? Di sinilah letak “kelalaian”dari serangan AS atas Irak itu. Sebuah serangan yang tidakmemperhitungkan kemungkinan Saddam tidak tertangkap tentulahmembawa resiko tersendiri, jalan selanjutnya melaluiperdamaian untuk menyelesaikan konflik di Irak.*****Kemungkinan penyelesaian damai di Irak, apalagi kalauPBB diserahi tugas “mengamankan” negeri itu, haruslah memperhitungkanhal lain, yaitu perlunya menciptakan perdamaianabadi di kawasan Timur Tengah. Karena itulah, penulis mengusulkanperdamaian di Irak harus terkait langsung dengan perdamaianabadi antara Palestina dan Israel. Dengan demikian,selanjutnya tidak ada “pengaruh-pengaruh negatif” perkembangankonflik antara Israel dan Palestina dengan perkembangan diIrak. Kalau kita berpikir secara rasional dan obyektif, tentu akansampai ke tingkat itu. Dalam hal ini, apa yang dilontarkan penulisitu bukanlah sesuatu yang utopis dan dalam angan-angan saja.Untuk mencapai perdamaian abadi antara Palestina danIsrael harus ada negara Palestina yang kuat, terutama industridan perdagangannya. Hal itu hanya mungkin terjadi kalau adapemerintahan yang kuat dan tangguh dalam negara Palestina(State of Palestina). Jika Israel memiliki industri dan perdaganganISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 407


DEMOCRACY PROJECTyang tangguh, itu tidak lain pada masa permulaanya negeriitu mengenal sistem Kibutz (koperasi pertanian yang sangattangguh). Sebagai tandingannya negara Palestina harusmengembangkan UKM (Usaha Kecil dan Menengah) yangtangguh, guna melakukan pembangunan industri danperdagangan yang tangguh pula. Untuk hal tersebut, disampingpemerintahan yang moderat dan kuat, juga diperlukan bantuanekonomi secara besar-besaran dalam bentuk kredit murah baginegeri Palestina.Israel dan Palestina yang kuat, merupakan persyaratan utamabagi perdamaian dunia kawasan Timur Tengah, sedangkanperdamaian seperti itu sangat tergantung kepada kemampuandunia untuk menciptakan perdamaian abadi di Irak. Inilah sebabnyamengapa penulis mengusulkan kaitan langsung antaraperdamaian di Irak dengan antara Israel-Palestina. Sebagai orangluar yang memperhatikan perkembangan di kawasan TimurTengah -karena merupakan bagian dari dunia Islam yang digelutinya-,maka usul itu tentunya memiliki unsur kemungkinangagal yang cukup besar, tetapi ini tidak menghilangkan keharusankita terus berupaya menciptakan perdamaian di manapunjuga.*****Usul diatas penulis kemukakan dalam berbagai forum,antaranya pada ujung bulan Maret 2003, dalam sebuah konferensipenciptaan perdamaian di seluruh dunia di selenggarakan olehIIFWP (Interreligius and International Federation for World Peace) diWashington DC. Begitu juga hal itu penulis kemukakan dalamrangkaian ceramah di Michigan University, Ann Arbor, pada akhirMaret 2003. Penulis lagi-lagi mengemukakan hal itu dalamseminar yang diselenggarakan Strategic Dialogue Centre UniversitasNetanya, Israel di New York awal Februari 2003 lalu,berjudul “Mencari Kerangka Perdamaian di Timur Tengah”.408 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTDalam seminar di New York itu, penulis juga mengemukakanpentingnya mengenal sebab-sebab terorisme yang dilakukansebagian sangat kecil kaum muslimin, dengan atas nama agamamereka, seperti peledakan bom di BaliDi antara sebab-sebab yang dikemukakan penulis adalahkelalaian sebagian kecil kalangan pemuda muslimin untuk membedakanantara institusi (lembaga) dan budaya (kultur) Islam.Jika ada yang melupakan budaya (kultur) itu, tentu ada ketakutanbahwa institusi (kelembagaan) ke-Islaman sedang diancam olehperadaban Barat dalam bentuk modernisasi . Dengan sendirinya,mereka merasa tantangan modernisasi dan ke barat-baratan sulituntuk dihadapi, maka mereka menggunakan segala macam cara(termasuk penggunaan kekerasan) dalam “mempertahankan”agama yang mereka cintai.Dalam hal itu, mereka tidak memperhitungkan nyawa parakorban yang berjatuhan, yang terpenting “rasa puas” karena telahdapat membela agama. Sikap mental yang demikian ini tentusaja negatif dan perlu diganti dengan tindakan lain yang lebihpositif. Tentu hal itu akan terjadi jika pemikiran yang ada diarahkankepada penciptaan kondisi damai di manapun kaum musliminberada, termasuk di kawasan Timur Tengah.Kalau kita palingkan perhatian dari kawasan tersebut, makaakan tampak betapa besar keragaman cara hidup di kalangankaum muslimin yang berbeda etnis, bahasa, agama dan budayayang mereka miliki. Kalau kita sadari hal ini dengan mendalam,maka tampak nyata bagi kita bahwa ragam dan jenis kaum muslimpun sangat banyak jumlahnya. Kewajiban kita untuk melestarikanhal itu. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 409


DEMOCRACY PROJECTDAPATKAH KITA HINDARKANPERANG DUNIA KE TIGA?Judul dan sekaligus pertanyaan di atas, dapat dijawab denganberbagai cara. Secara historis, perang dunia kedua berakhirdengan kalahnya Adolf Hitler dan Jenderal Tojo (Jepang) padatahun 1945. Peperangan yang terjadi setelah itu secara umumdapat dianggap sebagai perang kemerdekaan, setidak-tidaknyadari kaca mata negara-negara yang memerdekakan diri dari penjajahan.Namun anehnya, perang Arab-Israel dalam tahun 1948,hanya oleh orang-orang Israel saja dianggap sebagai perang kemerdekaan.Karena orang-orang Israel melihat gerakan-gerakanHagana, yang dipimpin Menachem Begin sebagai upaya mencapaikemerdekaan, sedangkan sejarah dunia tidak mau mencatatnyademikian.Setelah terorisme berkembang, baik dalam bentuk “gerakanpembebasan” yang berdasarkan marxisme-leninisme, seperti diKuba dan beberapa negara Amerika Latin, maupun yang berdasarkanideologi keagamaan tertentu, seperti Pan-Islamisme dariAl-Afghani hingga ke Abu al-A’la Al Maududi di Pakistan, semuanyamenunjuk kepada sebuah upaya bersenjata untuk merebutkekuasaan dan memaksakan visi masing-masing atas bangsayang sebenarnya tidak mengikuti pikiran mereka. Dari sejarahberbagai gerakan Islam berwajah ideologis di Turki, gerakan dibawah pimpinan Nejmetin Erbakan kemudian “terpaksa”410 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTmengadopsi pikiran-pikiran sekuler dalam partai politiknya PartaiKeadilan dan Pembangunan, dan baru-baru ini memenangkan2/3 lebih kursi parlemen negeri itu. Dengan kata lain, ketidakpuasanbangsa Turki atas pendekatan politis anti-agama danpendekatan teknokratis dalam pembangunan oleh partai–partaipolitik yang berkuasa, akhirnya membawakan sesuatu yang baru:Islam membawa akhlak agama yang dirindukan, tetapi tidak membawanegara-agama yang penuh dengan segala macam keruwetan.Hal ini juga secara terselubung merupakan persoalan yangmelatarbelakangi tumbuhnya afilitas berbagai agama dunia kepadasejumlah partai politik tertentu. Soka Gakkai, sebagai organisasiBuddha terbesar di dunia, berada di belakang Partai Komeito,(partai bersih), yang sekarang menjadi partner junior dalam pemerintahanJepang; begitu juga RSS (Rashtriya SwayamsevakSangh), sebagai organisasi Hindu terbesar di India, berada di belakangBJP (Barathiya Janata Party) yang dipimpin Perdana MenteriAtal Behari Vajpayee. Sementara itu, di Iran, Jam’iya al-Taqrib bainal-Madzahib (asosiasi pendekatan antar madzhab) pimpinan AyatullahWa’iz Zadeh mendukung tokoh moderat Mohammad Al-Khatami –yang kini menjadì Presiden Iran. Semuanya itu menunjukkanbangkitnya kembali paham keagamaan “non-legalis dannon-ideologis” di negara-negara itu.Dari sudut sosiologis, munculnya elit baru yang sepenuhnyamenggunakan “acuan-acuan Barat” yang positivistik dan teknokratik,yang didahului oleh sejarah moral yang panjang dari“bangsa-bangsa Barat”, telah membawa ketegangan-keteganganbaru dalam hubungan antar kelompok di negara-negara sedangberkembang. Baik di dalam negeri masing-masing, maupun dikalangan anak-anak mereka yang belajar di “negeri-negeri Barat”,dengan segera muncul semacam kesadaran harus melakukan sesuatuuntuk melaksanakan -dalam beberapa hal tertentu memaksakan-moralitas baru dalam kehidupan masyarakat yang merekakenal. Kesadaran seperti itu, dikombinasikan dengan sedikitnyapengenalan mereka akan sejarah Islam yang panjang -yangISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 411


DEMOCRACY PROJECTsenantiasa bersandar pada proses reinterpretasi ajaran agama-, akhirnya menumbuhkan “kebutuhan” akan tindak kekerasan,yang menjadi pangkal bagi munculnya terorisme dalamkalangan gerakan-gerakan Islam.Dangkalnya pengetahuan agama para teroris itu, karenatidak mengenal proses penafsiran kembali ajaran Islam, jugadiperparah dengan langkanya pengenalan akan kondisi berbagaimasyarakat muslim. Tradisi Asia Tenggara yang menganggapLSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) sebagai partner pemerintahdalam pembangunan, jelas tidak terdapat di Timur Tengah,di mana para rektor dan ketua gerakan palang merah, juga harusditunjuk oleh Presiden, Raja atau Amir. Mereka yang tidak setujudengan peranan pemerintah yang demikian besar, dengansendirinya harus bergerak di bawah tanah untuk tidak melawanpemerintah. Karena itu pula mereka harus meniadakan perlawananpolitis kepada pemerintah sendiri, namun melawan “materialismeBarat” dengan tindak-tindak kekerasan. Barulah setelahmereka mencapai kecanggihan finansial dan militer tertentu,mereka lalu membantu “orang-orang dangkal” di berbagaibilangan dunia, termasuk di negara-negara Asia Tenggara yangtadinya tidak mengenal terorisme terorganisir seperti itu. Yangdalam abad-abad yang lalu, adalah gerakan spontan yang tidakberumur panjang dalam “pembelaan terhadap Islam”, yangbersifat mesianistik.Hal yang bersifat antropologis, yang menandai munculnyaberbagai usaha teroris di kalangan kaum muslimin, adalah hilangnyapembedaan antara institusi dan kultur. Namun gerakangerakanIslam tradisional tetap menekankan diri pada upayaupayakultural, -seperti pendidikan agama, pengelolaan hartabenda-benda kaum muslimin (wakaf), pemunculan berbagai manifestasikultural, seperti ziarah ke makam-makam suci dan penggunaansimbol-simbol agama seperti shalawat dan kegiatanseremonial kaum sufi dan reformulasi peranan perempuan dalamkehidupan masyarakat-, dengan tidak memberikan tempat412 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTkepada upaya-upaya institusionalisasi yang dibawakan oleh“kaum pembaharu” itu.****Dilihat dari berbagai sudut pandangan muslim Sunni tradisionaldi atas, jelas pendekatan terhadap berbagai manifestasitindakan-tindakan kaum muslimin di seluruh dunia tidak dapatdianggap sebagai “berlatar belakang terorisme” belaka. Ada berbagaireaksi berlainan antara bermacam-macam masyarakatIslam, sehingga tidak dapat dicari pola umum tunggal dalamhal ini. Umpamanya saja, pandangan terhadap upaya demokratisasidengan tumpuan pada kedaulatan hukum dan persamaanperlakuan bagi semua warga negara di muka undang-undang,bagi beberapa kaum muslimin Sunni tradisional tidak dianggapsebagai langkah menuju “pem-Barat-an”. Dengan demikian,tidak setiap tindakan menyimpang dari demokrasi liberal harusdianggap sebagai sikap anti-Barat, melainkan pertanda sebuahpencarian antara sesama “gerakan Islam”. Jelas upaya merekaitu tidak menggunakan kekerasan seperti beberapa partai–partaiIslam di Indonesia, PAS di semenanjung Malaysia dan berbagaiwilayah kaum muslimin yang lain. Karenanya, kita harus bersikaphati-hati dalam hal ini, dan tidak menganggap setiap upayanon-liberal sebagai musuh dari lingkungan anti-demokrasi.Tidak semua keinginan berbagai gerakan Islam harus diwujudkandalam kehidupan, karena sifatnya yang khusus bagimasyarakat Islam saja. Contohnya, adalah penghormatan sangattinggi kepada para ulama–dalam masyarakat Islam. Mereka adalahpenentu pendapat umum masyarakat, sehingga perlu dicariformulasi peranan para birokrat dan pengusaha kaya dalam masyarakatmuslim yang semakin lama semakin canggih. Kegagalanmenemukan rumusan yang baik dalam hal ini, akan membuatmasyarakat muslim di mana-mana menjadi korban kepentingankelompok-kelompok birokrat maupun pengusaha kaya yang adaISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 413


DEMOCRACY PROJECTdi kalangan masyarakat muslim itu. Sementara itu mereka tidakmengenal warisan tradisi yang ada, dalam bentuk penafsiran kembaliajaran–ajaran Islam sesuai dengan tantangan yang dihadapi.Dengan sendirinya penafsiran mereka hanya bertujuan mencapaikebutuhan jangka pendek mereka sendiri akan sangat dominan.Apa yang diperbuat mantan Presiden Soeharto dariIndonesia antara akhir 1989 hingga pertengahan 1999, dapatdigunakan sebagai contoh dalam hal ini. Soeharto, yang tidakmemiliki pengetahuan mendalam akan sejarah Islam, menganggappenguatan institusional bagi kaum muslimin di negaranya,sebagai cara terbaik untuk memperoleh dukungan masyarakatmuslimin di Indonesia bagi pemerintahannya, yang semuladidukung oleh ABRI/birokrasi/Golongaan Karya sebagai “partaipemerintah”. Ia menambahkan unsur keempat untuk menopangpemerintahannya yang semakin melemah, dalam bentuk dukungankongkrit kepada kaum muslim modernis, khususnyakepada Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI). Ia melupakanNU sebagai kelompok muslim Sunni tradisional yangsibuk dengan manifestasi kultural Islam, dan melupakan kebutuhaninstitusional golongan itu. Sebagai seorang muslim darilingkungan perwira yang dididik secara Barat, ia mengabaikanaspek-aspek kultural itu dan memusatkan diri pada penguataninstitusional kaum muslimin modernis itu. Sebagai akibat, ia terasingdari dua kelompok masyarakat luas yang sangat berpengaruh:kaum muslim Sunni tradisional (yang diwakili NU) danmereka yang terdidik oleh “sistem Barat” dan tidak mementingkangerakan-gerakan Islam lagi, seperti kaum profesional, pengusaha,intelektual dan mahasiswa. Akibat lainnya, Soeharto tidakkuat menghadapai tekanan demokratisasi, apalagi ketika parapolitisi “mencuri” isu demokratisiasi dan reformasi di Indonesia,maka Soeharto tidak memiliki pilihan selain lengser. Ini menunjukkan,betapa salahnya menganggap Soeharto sebagai wakilgolongan Islam. Dia hanyalah seorang pemimpin yang mencobamemanfaatkan sekian banyak institusi keagamaan bagi kepen-414 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTtingan memelihara kekuasaan, namun ia gagal dalam hal ini.Demikianlah salah satu contoh dari “manipulasi”kekuatan gerakan-gerakan Islam. Sekali manipulasi itu tidaklagi dinilai sebagai satu-satunya kebutuhan menjagakepentingan golongan -sebagaimana dirasakan para ulama diIndonesia-, maka upaya menegakkan demokrasi danmemperluas otonomi daerah di negeri itu, dianggap sebagai“memenuhi kebutuhan kaum muslimin” di negeri itu. Inilahyang membuat mengapa PKB (Partai Kebangkitan Bangsa)memiliki prospek sangat cerah sebagai pemenang mayoritastunggal dalam pemilu Indonesia tahun depan. Ini tampak jelasbagi orang yang mengikuti dan mengamati komunikasilangsung antara PKB dan seluruh masyarakat bangsa Indonesia.Kalangan Kristen, kelompok-kelompok minoritas etnis (sepertikaum Tionghoa) yang mencapai 15% seluruh bangsa, kaumprofesional-intelektual-mahasiswa mendukung partai itu,karena melalui dukungan itu mereka mengharapkan bentukbentukdemokratisasi akan terwujud di negeri khatulistiwa ini.Dengan melakukan fungsionalisasi Islam, disamping mempeloporiproses demokratisasi, PKB berhasil menetralisir dampakdampaknegatif di dalam negeri dari terorisme kaum musliminradikal. Hasil dari upaya ini tidak akan lama lagi, jika negeriini menjalankan dua hal.Hal pertama, haruslah dikembangkan pendapat yang mencobamelakukan identifikasi upaya-upaya redefinisi fungsi-fungsiIslam dalam kehidupan masyarakat, dengan berbagai tindakandemokratisasi. Dan kedua, adalah penegakkan demokrasi di negeriberpenduduk puluhan juta manusia yang menginginkan kehidupandemokratis bagi bangsa tersebut, yang berintikan penegakankedaulatan hukum.****Dari uraian-uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan,ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 415


DEMOCRACY PROJECTuntuk memerangi terorisme yang dilakukaan oleh golongangolonganmuslimin radikal di Indonesia, dengan ujungpeledakan bom di Bali, diperlukan langkah-langkah berikut.Pertama, diperlukan kemampuan membedakan secaratajam antara kelompok kultural dan kelompok institusional, diantara berbagai kelompok–kelompok kaum muslimin di negeriitu. Kedua, dilakukan pengenalan mendalam dan penyebarankonsep-konsep memajukan warga masyarakat muslim di negeriitu, dari kemiskinan yang masih melatarbelakangi prosentasisangat besar dari penduduk secara keseluruhan. Ketiga, mengoptimalkankembali kemampuan bangsa Indonesia menekan pertumbuhanpenduduk, -hingga pertengahan 1995 pertumbuhanpenduduk hanya 1,6% tiap tahun, berarti penambahan penduduksekitar 3,5 juta jiwa, tapi sejak beberapa tahun terakhir ini kembalimenjadi 3,5%-. Pemerintah yang sekarang ini berkuasa, tidakmampu menekan kenaikan absolut jumlah warga negara yangjustru dirugikan oleh program-program pembangunan yang tidakmemiliki wawasan kependudukan. Keempat, sikap aroganmereka yang merasa “berjuang secara fisik untuk Islam”, haruslahdiatasi paling tidak oleh pemerintah. Tindakan menghukummereka itu haruslah diusahakan, karena sebenarnya bertujuanmenghilangkan sikap arogan yang selalu merasa benar danmenganggap pihak-pihak lain salah. Karenannya tindakan kepalateam Polri yang menangkap mereka yang disangka melakukanterorisme dengan meledakkan bom di Bali (Imam Samudra,Amrozy dan sejumlah teman lainnya) dengan memasukkan IMade Pastika dan Edy Darnadi ke dalam team tersebut, jelasmerupakan upaya pemerintah Indonesia untuk memberlakukankeinginan menghukum itu.Terserah kepada bukti-bukti legal yang diperoleh, memilikikekuatan untuk itu atau tidak, namun jelas merupakan langkahpertama untuk menindak terorisme yang berbaju agama itu. Disini berlaku apa yang dikatakan oleh mantan Ketua MahkamahAgung Mesir, Al-Ashmawi, bahwa selama tiap tindakan416 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECThukum di bidang pidana memiliki unsur hukuman dan cegahan(punishment and deterrence), selama itu pula ia dapat disamakandengan hukum pidana kanonik yang terdapat dalam hukumIslam (fiqh). Dengan demikian, salah satu keberatan para terorisyang diadili itu, melalui para pengacara mereka, bahwa merekatidak dapat dikenakan tindakan legal berdasarkan “HukumBarat”, seperti hukum Pidana Indonesia saat ini yang dikodifikasikandalam KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum AcaraPidana), tertolak dengan sendirinya.Di samping upaya hukum itu, diperlukan pengamatan ketatdari pihak intelijen, guna menangkal upaya-upaya teroristik yangmereka lakukan, sebelum hal itu terjadi. Ini sangat diperlukankarena letak geografis Indonesia yang sangat memudahkan langkah-langkahmempersiapkan terorisme internasional di dalamnegeri, dengan bantuan keuangan dan latihan-latihan dari luarkawasan Asia Tenggara. Jumlah pulau Indonesia sebanyak 17.000buah, dengan 4000 buah diantaranya tanpa penghuni, adalah sesuatuyang sangat mudah bagi gerakan-gerakan teroris internasionaluntuk menciptakan kondisi matang bagi terorisme. Apayang dilakukan gerakan Abu Sayyaf di Filipina Selatan, merupakanbukti adanya watak internasionalistik dari tindakan-tindakanteror yang dilakukan di kawasan Asia Tenggara. Tidakmenjadi soal apakah gerakan tersebut punya kaitan dengan MILF(Moro Islamic Liberation Front) atau MNLF (Moro NationalLiberation Front), jelas watak internasional dari gerakan tersebutmenunjuk kepada penanganan lebih menyeluruh dari pihakinternasional di bawah koordinasi Pemerintah Filipina.Kegagalan untuk menciptakan mekanisme yang diperlukanuntuk menangani terorisme itu, akan membawa konsekuensikonsekuensinyasendiri, seperti perkembangan di Australia danJepang serta reaksi-reaksi balik dari “negeri-negeri sosialistik”di kawasan pasifik selatan. Belum lagi kalau dilihat kemungkinanbersambungnya gerakan tersebut dengan terorisme “bertopeng”agama Islam yang berkembang secara domestik di Indonesia.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 417


DEMOCRACY PROJECTTindakan-tindakan hukumlah yang akan membuktikan,apakah yang terjadi di Indonesia juga merupakan sesuatu yangberwatak internasional. Memang ada oknum-oknum dariberbagai gerakan Isalam di Indonesia yang tampak memilikihubungan dengan MILF dan MNLF di Filipina Selatan, tetapimasih terlalu dini untuk melihatnya sebagai jaringan terorismeinternasional.*****Hal kelima yang harus dilakukan, adalah memberikan informasiyang benar tentang jalannya sejarah Islam kepada generasimuda kaum muslimin sendiri. Kepada mereka tidak jemu-jemunyaharus diberikan keterangan, bahwa dalam perkembangannya,Islam mendasarkan diri kepada proses penafsiran kembali,dan tidak merujuk kepada perlawanan keras (apalagi fisik) kepadaproses modernisasi. Sabda Nabi Muhammad Saw, umpamanya,“Sesungguhnya aku akan membanggakan kalian di muka umatumatlain pada hari kiamat”, seharusnya maksud sabda itu bersifatkualitatif, bukannya kuantitatif seperti yang banyak diartikanoleh mayoritas kaum muslimin sekarang. Karenanya tidak adaalasan untuk menolak gagasan keluarga berencana selama tidakmenghilangkan wewenang reproduktif yang ada di tanganTuhan atas umat manusia, dengan melaksanakan kontrasepsiyang tidak bertentangan dengan syari’ah.Di samping itu diperlukan pula pengembangan pemikirankaum muda bangsa ini, dengan memaparkan bahwa kawasanTimur Tengah tidak memiliki tradisi LSM yang kuat, sehinggakritik-kritik terhadap pemerintahan mereka harus dilaksanakandi bawah tanah, maka kritik-kritik terbuka itu diarahkan bukankepada pemerintah sendiri, melainkan kepada “cara hidup Barat”.Inilah yang kemudian masuk ke dalam pola pemikiran SamuelHuntington dengan teori perbenturan budayanya (Clash of Civilization)yang terkenal itu. Huntington lupa bahwa tiap tahun,418 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTpuluhan kalau tidak ratusan ribu pemuda muslim belajar “teknologiBarat”, yang berarti juga terjadinya akomodasi budayaantara Islam dan Barat.Proses saling belajar seperti itu, jika tidak dijelaskan denganbaik, justru akan membuat para pemuda muslim cenderungmenganggap Barat sebagai musuh, dan dengan demikian membuatmereka menggunakan kekerasan melawan apa yang merekaanggap sebagai “musuh” itu. Perbedaan persepsi dari prosesbesar itu, justru digunakan oleh tokoh-tokoh Islam yang melihat“bahaya” dari perjumpaan akomodatif antara Islam dan Baratitu. Apalagi, jika di dunia Barat sendiri lahir kelompok-kelompokyang “benci” kepada peradaban Barat itu sendiri, seperti LouisFarrakhan di Amerika Serikat.Dalam hal ini, studi kawasan Islam (Islamic Area Studies)sangat diperlukan, karena dengan demikian akan nampak perbedaancara hidup kaum muslimin dari sebuah kawasan ke kawasanlain dengan jelas. Penulis pernah mengemukakan kepadaUniversitas PBB di Tokyo dalam tahun-tahun 80-an, dunia Islamsebaiknya dibagi menjadi enam buah studi kawasan: masyarakatmasyarakatmuslim di kawasan Afrika hitam, kawasan Afrikautara dan dunia Arab, kawasan budaya Turki-Persia-Afghan, kawasanAsia Selatan (Bangladesh, Nepal, Pakistan, India danSrilangka), kawasan Asia Tenggara dan kawasan minoritas muslimdi negeri-negeri berteknologi maju. Sekarang ini kita cenderungmelakukan studi kawasan nasional, padahal yang diperlukanadalah studi kawasan regional. Ini saja sudah menunjukkanbetapa jauhnya jarak antara kerja intelijen dengan kerja duniaakademik. Herankah kita jika lalu para politisi banyak melakukankesalahan dalam mengambil keputusan? Ini tentu berimbas padasikap bersama kita terhadap tindakan-tindakan para teroris. {}ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 419


DEMOCRACY PROJECTHARUSKAH ADA KESEPAKATAN?Sewaktu penulis berkunjung ke Boston, kota pelajar diAmerika Serikat (AS), bulan September 2002, penulisdiminta memberikan ceramah bagi sejumlah mahasiswaasing di Kennedy School of Government Universitas Harvard.Penulis diminta para mahasiswa tersebut melalui anak penulisZannuba Arifah Chafsoh yang belajar di situ untuk programsetahun lamanya. Saat itu minggu sore hari, penulis diminta berbicaramengenai situasi global saat ini, bagaimana responsi gerakan-gerakandan negara-negara muslim di dunia atas perkembangantersebut, dan apa akibatnya bagi Indonesia.Sungguh sebuah tema yang besar —yang tentunya tidakakan dapat dikemukakan hanya dalam waktu dua jam saja, danitupun termasuk dengan tanya jawabnya sekalian. Demikianpula, melihat komposisi mahasiswanya yang datang dari berbagainegara, kiranya tidak memungkinkan untuk mengupas satupersatutema di atas. Sebab, bagi mahasiswa-mahasiswa AmerikaLatin —misalnya, tentu tidak tahu persoalan Asia Tenggara. Danbegitupun mahasiswa non-muslim tentu juga tidak mengerti masalah-masalahyang dihadapi kaum muslimin. Karena itu, penulisharus memilih masalah paling utama yang sedang aktual dibicarakandi mana-mana, yaitu rencana penyerangan dan pembomanAS atas Irak. Dari hal itulah baru dikernukakan hal-hal420 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTmendasar yang menyangkut ketiga tema di atas.Penulis beranggapan, penyerangan dan pemboman AS atasIrak dapat dipastikan akan mencapai semua hasil yang diharapkan.Mungkin, karena masalah produksi dan penyediaan bahanbakar minyak bumi yang melimpah-ruah dapat diubah melaluipenyerangan tersebut, atau Saddam Husein digulingkan daripemerintahannya. Tetapi bahwa Irak akan menjadi negara penurutbagi AS, rasanya jauh dari kenyataan. Para pemimpin oposisiIrak yang menentang Saddam Husein dan baru-baru ini berkumpuldi Gedung Putih—setelah memegang tampuk pemerintahandukungan AS, belum tentu nantinya akan mengikuti kehendaknegara Paman Sam itu. Untuk dapat bertahan, mereka harus pandai-pandaimenampung perasaan rakyat Irak yang benci terhadapcampur tangan asing, dalam hal ini adalah AS. Ini semua,merupakan sebuah aspek saja yang harus diperhitungkan dalammelihat permasalahan di atas.*****Sekali lagi, menjadi nyatalah bagi kita bahwa kekuatan sajabelum tentu dapat mengubah perasaan orang banyak. Ada residuperasaan tidak senang, apabila kekuatan dan kekuasaan digunakansecara berlebihan. Dalam jangka panjang, hanya kerugianbagi semua pihak saja yang terjadi akibat pertimbangan-pertimbangangeopolitik yang digunakan AS saat ini. Karenanya, kitaharus berhati-hati dengan berbagai pertimbangan tersebut, apalagikalau tindakan yang diambil sangat dipengaruhi oleh emosipara pengambil keputusan.Tampaknya, Presiden AS George W. Bush Jr, merencanakanserangan dan pemboman atas Irak itu dengan pertimbangan mencaripopularitas, karena ketidakmampuan memecahkan krisisekonomi AS yang sedang terjadi. Tetapi bahayanya, kalau serangandan pemboman besar-besaran itu tidak menghasilkan sikapIrak untuk mengikuti kehendak AS -katakanlah di bidang minyakISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 421


DEMOCRACY PROJECTbumi, ditambah dengan jumlah besar penduduk sipil yangmenjadi korban serta banyaknya serdadu AS yang gugur ataumenderita luka-luka di kawasan tersebut, bisa jadi pendapatumum di AS dapat berbalik menyalahkan Presiden tersebut. Dankemungkinan untuk itu tampaknya cukup besar, karena SaddamHusein menarik pasukan-pasukannya ke kawasan perkotaan,yang berati akan jatuh lebih banyak korban, apalagi kalau ia berhasilmenggerakkan perlawanan gerilya kota terhadap seranganAS. Sementara itu, bagi kaum muslimin di seluruh dunia, serangandan pemboman itu akan menimbulkan kemarahan luarbiasa terhadap Pemerintah AS sendiri. Karena ketidakberdayaanmenghentikan serangan dan pemboman itu, dengan sendirinyaperadaban yang melahirkannya yaitu peradaban Barat, ditolaksebagai mitra peradaban Islam ke arah kemajuan. Dengan demikian,kemelut psikologis yang menghinggapi diri kaum muslimindi seluruh dunia, akan semakin menjadi-jadi, minimal bagi parawarga gerakan-gerakan Islam. Sikap keras sebagian mereka, dengansendirinya semakin sulit untuk dilerai, dan perlawanan gilagilaanseperti bom bunuh diri di Israel-Palestina akan semakinbanyak. Kalaupun tidak bertambah jumlahnya, reaksi psikologisyang menghinggapi para warga gerakan-gerakan Islam itu akanmenjadi keras dan bertambah kompleks. Apalagi ditambah dengansikap Perdana Menteri Ariel Sharon dan Kepala Staf AngkatanBersenjata Israel Jenderal Allon yang semakin kerasterhadap kaum pejuang Palestina, maka rasa tidak berdaya ituakan berubah secara kualitatif dan kuantitatif menjadi kebenciansemakin besar terhadap “peradaban Barat”.*****Bagi Indonesia, atau lebih tepatnya bagi gerakan-gerakanIslam moderat di negeri ini, tantangan yang dihadapi juga akansemakin besar. Di tengah-tengah sikap moderat kebanyakankaum muslimin di negeri ini, terdapat kelompok-kelompok422 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECT“muslim garis keras” yang tentu saja akan merasakan tekanantekananpsikologis yang dirasakan kaum muslimin di seluruhdunia sebagai akibat dari serangan dan pemboman AS atas Irakitu. Rasa tidak berdaya itu tentu akan membawa akibat-akibatnyasendiri yang serius bagi keadaan umat manusia dewasa ini, yaitumembuat lebih tipis keinginan mencari langkah-langkahakomodatif antara peradaban Islam dan peradaban-peradabanlain.Rasa tidak berdaya itu, tentu lebih terasa di kalangan kaummuda dan kaum miskin perkotaan (urban poor), suatu hal yangsama sekali tidak dilihat oleh Presiden George Bush Jr, yangsudah dapat diperkirakan sebelumnya, dari kualitas pertimbangan-pertimbangangeopolitis yang digunakan olehnya. Disinilah sebenarnya terletak pangkal masalah yang dihadapi umatmanusia dewasa ini.Di satu pihak, negara-negara yang berindustri maju, seringdisebut sebagai negara-negara makmur (affluent countries), tidakpenah menyadari parahnya keadaan di negara-negara berkembangdan lebarnya kesenjangan antara kaum kaya dan miskin dikawasan-kawasan tersebut. Memang, meski peperangan terhadapterorisme internasional dan penegakan demokrasi telah dilakukan,tetapi AS bukanlah contoh yang baik tentang bagaimanaupaya menegakkan demokrasi dan menghilangkan kesenjangankaya-miskin serta pembelaan terhadap negara-negara berkembangyang lemah. Bahkan, AS sendiri lebih sering dianggap sebagaipendukung para penguasa lalim di seluruh dunia. Kalaudemikian, berhakkah dia berbicara tentang moral dan etika? Padahalperjuangan melawan terorisme internasional dan domestik,haruslah didasarkan pada acuan moral dan etika. Karena, banyakyang mempertanyakan hak AS untuk memberantas terorismeinternasional, yang akan membunuh sangat banyak penduduksipil yang dibom dan diserang dengan sebuah keputusan yangbersifat unilateral.Dengan dasar etis dan moral yang masih dipertanyakan,ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 423


DEMOCRACY PROJECTherankah kita jika banyak kaum muslimin lalu mengambil sikapmempertanyakan sendi-sendi peradaban yang tidak seimbangantara yang terjadi dengan yang dibawakan AS sebagai negaraadikuasa dan negara-negara berteknologi maju? Karena tidakmemiliki pengetahuan agama yang cukup, herankah jika merekamelihat sikap moderat mayoritas kaum muslimin, sebagai langkahmenyerah bulat pada peradaban sekuler yang melahirkanarogansi sikap itu? Sikap Presiden Bush itu membebani kaummuslimin moderat dengan tugas yang tidak ringan, yaitu mengatasisikap utopis di kalangan kaum “muslimin garis keras”. Adilkahyang demikian itu? {}424 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTPERTENTANGANBUKANLAH PERMUSUHANKetika penulis memberikan ceramah di KSG (KennedySchool of Government) bagi sejumlah orang mahasiswaUniversitas Harvard, akhir September 2002 ini, ada pertanyaandari seorang mahasiswa pascasarjana asal Singapura:mengapakah penulis memusuhi Singapura? Penulis menjawab,bahwa ia memang menolak arogansi sementara para pemimpinSingapura, yang sok tahu tentang perkembangan Islam di TanahAir kita. Bahkan dua orang pejabat tinggi Singapura menyatakanbahwa “muslim garis keras” akan memerintah Indonesia dalamwaktu 50 tahun lagi. Penulis menyatakan melalui jawaban tulisan—ia menjawab melalui beberapa buah media massa Indonesiayang masih mau memuat pernyataannya, bahwa kita tidak perlumendengarkan pendapat kedua orang pemimpin Singapura tentangIslam di negeri ini, karena mereka tidak tahu apa-apa tentangagama tersebut.Jawaban penulis ini, menunjuk pada sebuah perkembanganpenting di negeri kita. Karena para pemimpin kita di masa lampaumenerima suapan dari sejumlah tokoh Singapura, lalu merekaberada pada posisi bergantung pada ekonomi Singapura. Karenaitu, timbulah arogansi di kalangan sementara tokoh negeriitu. Bahwa Indonesia kini tidak berdaya, tapi dapat memperbaikihidupnya sendiri tanpa pertolongan mereka. Dari arogansi ini,lalu timbul sikap mementingkan pihak yang tidak penting, danmemberikan penilaian yang terlalu tinggi terhadap mereka.ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 425


DEMOCRACY PROJECTTermasuk dalam sikap ini, pandangan sangat merendahkanterhadap kaum Sunni tradisional seperti yang ada di lingkunganNahdlatul Ulama sendiri. Selain itu, karena penulis tidak maumenggunakan kekerasan untuk mempertahankan jabatan negara,sebagai presiden yang berfungsi menjadi kepala negara sekaliguskepala pemerintahan, sikap itu dianggap mereka sebagai kelemahan.Mereka tidak ada percaya, bahwa demokrasi melalui pemilihanumum akan memberikan penilaiannya sendiri. Apalagikarena memang para tokoh Singapura itu tidak percaya padademokrasi dan memperlakukannya secara manipulatif.Begitulah pandangan seorang tokoh Singapura yang dianggapsudah mendunia, padahal postulat-postulat yang digunakannyahanya berasal dari kalangan elit belaka. Kelompok tersebut,tidak pernah menyadari bahwa dunia baru sedang menggeliat,bangun dari tidurnya selama berabad-abad. Dunia baru itumengembangkan postulat-postulat dan premis-premisnyasendiri, yang harus ditangkap dengan jitu oleh semua pihak, agartidak terjadi hal-hal yang merugikan semua pihak. Termasuk didalamnya, kaum muslimin moderat yang sanggup mempertahankankeyakinan agama mereka, sambil menyerap hal-hal baikdari kemajuan pengetahuan dan teknologi modern.Jelaslah dari uraian di atas, penulis tetap menganggap pentingkemajuan pengetahuan dan teknologi Singapura, namun penulistetap beranggapan bahwa Singapura juga memiliki keterbatasannyasendiri. Ini berarti, sikap arogan dari sejumlah tokohmereka terhadap Indonesia dan Islam harus dihilangkan, jikadiinginkan tetap ada hubungan baik antara kedua negara. Penulissendiri sangat menghargai kemampuan bangsa Singapura untukmaju dengan cepat, walaupun terkadang dicapai atas kerugianbangsa-bangsa lain di sekitarnya. Bagaimana mempertahankankemajuan yang dicapai, sambil menghargai dengan sungguhsungguhupaya bangsa-bangsa sekitar untuk maju dengan caramereka sendiri.Sikap memandang rendah bangsa dan negara lain —betapa426 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTcanggihnya sekalipun ia dibungkus-, tetap akan tampak dalamjangka panjang. Inilah yang membuat orang-orang seperti penulisberbeda pandangan dari tokoh-tokoh arogan Singapura itu. Walaupunpenulis berbeda pandangan dari tokoh-tokoh tersebut,namun ia tidak memusuhi bangsa Singapura. Sebagai penganutpaham non-hegemonik hubungan internasional, penulis sangatmenghargai bangsa Singapura. Tetapi ini tidak berarti penulis menganggapSingapura patut menjadi contoh bangsa dan negara kita.Tentu saja persoalan-persoalan yang dihadapi negara-kota (city state)-yang sangat kecil seperti Singapura-, tidak sama dengan masalahmasalahyang dihadapi negara-bangsa (nation state) sepertiIndonesia, yang memiliki lebih dari 200 juta penduduk dan memilikiwilayah ribuan kilometer.Dengan sendirinya, para pemimpin negara kita harus memilikiwawasan dan kebijakan (policy) sendiri, yang akan melahirkankebijaksanaan (wisdom) dalam menangani berbagai masalahdalam menghadapi bermacam-macam sikap, termasuk arogansitokoh-tokoh negara lain sekecil Singapura itu.Jelaslah dengan demikian, apa yang baik bagi Singapura,belum tentu baik bagi Indonesia. Penulis teringat ungkapan CEO(Chief Excutive Officer), pejabat ekskutif tertinggi General Motors,beberapa puluh tahun yang lalu, yaitu Charlie “Engine” Wilson,bahwa apa yang baik bagi perusahaan tersebut, juga baik bagiAmerika Serikat, tidak berlaku dalam hubungan internasionalantara Indonesia dan Singapura. Sekarang saja, ketika komplekserba ada seperti ITC di Mangga Dua sudah berfungsi, Singapurasudah kewalahan menarik para pembeli kita. Demikian juga,hotel-hotel mereka yang dahulu memanfaatkan konsumen darinegara kita, sekarang juga dibuat pusing oleh sulitnya menarikpara pembeli bangsa kita.Bangsa Singapura harus menyadari, pola hubungan berketergantunganantara negara mereka dengan Indonesia-Malaysia-Thailand-Brunei Darussalam, adalah pola hubungan tidaknormal, yang pada suatu ketika akan berfungsi kontraproduktifISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 427


DEMOCRACY PROJECTdan merugikan Singapura sendiri. Ini berarti, sikap arogan terhadapbangsa-bangsa dan negara-negara sekitar, haruslah diakhiri.Hubungan baru harus segera dibuat atas dasar saling penghormatandan kesadaran masa depan bersama yang akan penuh rintangan.Sekarang saja, tekanan kegiatan ekonomi ASEAN sudahberpindah dari kawasan selatan ke kawasan utara persekutuantersebut. Proyek Delta Mekong yang melibatkan Thailand-Kambodia-Vietnam-Laosdan Myanmar merupakan titik baru ekonomiregional, walaupun proyek jalan raya, pelayaran maupun penerbanganBIMP-EAGA (Filipina–Brunei–Malaysia-Indonesia dankawasan pengembangan ASEAN Timur) masih tersendat-sendat.Kesadaran bersama ini mengambil bentuk bermacam-macam.Indonesia, umpamanya, lebih mementingkan pelabuhan samudera.Sementara upaya mengatasi kebakaran hutan yangmengganggu negara-negara tetangga, adalah antara lain denganmempertimbangkan usulan Ir. Erna Witoelar agar kelompok-kelompokmasyarakat memiliki dan mengelola daerah-daerah pinggiranhutan, agar mereka turut bertanggungjawab dalam memeliharakelebatan hutan, karena ditakutkan akan merembet kekawasan yang mereka miliki. Juga, kelestarian sumber-sumberalam, seperti batu-bara, minyak bumi, gas alam serta barangtambang lainnya, akan membawa perubahan besar-besaran dalammengelola ekonomi di masa depan. Di sini yang dipentingkanadalah bagaimana meningkatkan taraf hidup rakyat kebanyakan,agar mereka turut bertangungjawab atas kelestariansumber-sumber alam tersebut.Ini semua berarti, Indonesia akan membuka diri terhadapinvestasi masuknya modal asing. Kalau ini yang selalu diingat,hubungan Indonesia dengan negara-negara tetangganya, atasdasar prinsip saling menghormati, akan menjadi lancar danmendorong stabilitas kawasan. Dan, hal itu berarti harus adapenyeimbangan kepentingan nasional masing-masing negara, disatu sisi dan kepentingan bersama bagi kawasan yang memilikikolektifitasnya sendiri, di sisi lain. {}428 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTINDONESIA-MUANGTHAI:SEBUAH KEMUNGKINANMEMPERLUAS KERJASAMASeorang yang dekat dengan Perdana Menteri ThaksinShinawatra (dibaca,Cinawat) mengatakan pada penulistentang ketidakmengertian orang-orang Thai tentang tidakterlaksananya dua buah masalah pokok yang telah disepakatiantara Muangthai dan Indonesia. Yang pernah dicapai antaraPerdana Menteri Thaksin dengan penulis, dalam kapasitassebagai Presiden Republik Indonesia. Tanpa pelaksanaan keduahal itu, yang terjadi adalah keraguan dari pihak Muangthai,benarkah orang Indonesia serius dalam melaksanakan hal-halyang telah disepakati? Jika dapat berjalan dengan lancar, makasekaligus akan merupakan terobosan.Kedua hal itu adalah kesepakatan untuk memproses minyakmentah Indonesia di berbagai kilang minyak Muangthai, tujuannyauntuk mengurangi ketergantungan Indonesia kepada kilangkilangminyak Singapura. Tampaknya, para pejabat Pertaminatidak mau bersusah payah dalam hal ini, karena hanya bersediabersandar pada keinginan pemerintah Singapura saja. Dalampembicaraan itu penulis menyatakan bahwa mungkin pihak pemilikkilang di Singapura telah memberikan sesuatu sebagai sogokankepada para pejabat Indonesia.Hal kedua adalah menciptakan keseimbangan perdagangan(balance trade account) dalam perdagangan antara Indonesia-ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 429


DEMOCRACY PROJECTMuangthai. Dasar dari pemikiran itu, adalah apa yang dialamioleh negara-negara Eropa setelah Perang Dunia II. Waktu itu,negara-negara Eropa tidak memiliki jumlah uang yang besar,sehingga mereka tidak menggunakan uang sama sekali dalamperdagangan antar negara di Benua Eropa. Jika hampir tutupbuku, mereka cukup membandingkan neraca pembayaran antaradua negara. Dari situ akan tampak, berapa tanggungan sebuahnegara pada negara yang lain sebagai hasil penyeimbangan.Hanya jumlah berlebih itulah yang harus dibayar dalam valutaasing oleh sebuah negara dalam sistem penyeimbangan itu. Halini dilakukan, oleh negara-negara yang kekurangan valuta asing.*****Bagi negara-negara berkembang, yang selalu kekurangandevisa, sebaiknya menerapkan cara ini di antara mereka. Dengandemikian, keseimbangan neraca perdagangan dapat dipelihara,tanpa menghilangkan kewajiban menyelesaikan jumlah-jumlahselisih antara mereka dalam neraca pembayaran. Hanya dengancara inilah dapat dilakukan kerjasama untuk melawan kekuasaannegara-negara maju, seperti Amerika Serikat. Namun, keinginanmulia Muangthai justru tidak ditindaklanjuti oleh pemerintahIndonesia sekarang yang sedang mengalami krisis multidimensional.Ini adalah hal yang sangat mengherankan Muangthaisendiri.Penulis menyatakan, tidak usah heran dengan sikap tersebut.Karena Indonesia sangat tergantung kepada mitranya darinegara-negara berteknologi maju, dan kurang memperhatikansesama negara melarat. Ini tentu disebabkan oleh kecenderunganpara penguasa negara untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri,baru setelah itu memikirkan kepentingan negara. Mentalitasinilah yang diketahui para pengusaha negara-negara berteknologimaju, hingga upeti tertentu dapat dibayarkan untuk kepentingankalangan pejabat di negeri ini.430 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTKeheranan teman-teman di Muangthai itu segera terjawabkarena sebab-sebab tadi. Nyata benar, sikap para penyelenggarapemerintahan, dapat menimbulkan dampak-dampak negatif bagipertumbuhan ekonomi negeri ini. Karenanya, patutlah pertimbanganPaul Krugman, seorang maha guru ekonomi dari MIT(Massachusset Institute of Technology) bahwa selama birokrasipemerintah di Indonesia berjumlah terlalu besar dan belum bersihbetul dari korupsi, selama itu pula jangan diharapkan untukbisa sukses ketika keluar dari IMF (International Monetary Fund).Selama kebersihan birokrasi pemerintah tidak diperhatikan,maka jangan diharapkan akan tumbuh sikap yang memandangperlu memelihara kepentingan orang banyak.*****Jelas dari uraian diatas, hubungan sehat dalam perdaganganantar negara sangat tergantung pada kesehatan birokrasinya.Sikap inilah yang tidak pernah mendapatkan perhatian seriuskita dalam peyelenggaraan kemitraan dengan sesama negaraberkembang, baik dalam lingkungan ASEAN maupun di luarnya.Karena itu, kita tidak perlu heran dengan pertanyaan orangorangMuangthai yang menanyakan keseriusan untuk bermitraantara sesama Negara ASEAN, maupun antara sesama negaraberkembang. Dan jangan heran dengan keluhan para pengamatluar dan dalam negeri, karena sebenarnya kita juga tahu akibatyang ditimbulkan penyelenggara pemerintahan, bersumber daripemahaman mereka atas situasi yang dipengaruhi oleh kepentinganpribadi masing-masing.Dengan menelaah apa yang terjadi dalam proses pengambilankeputusan tadi, tentu saja keinginan penulis untuk mewujudkansebuah prinsip bekerjasama antara sesama negara berkembangseringkali diabaikan, seperti halnya bagaimana kitamenyambut sebuah investasi yang akan menguntungkan daerah.Keinginan penulis untuk mewujudkan segala sesuatu yangISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 431


DEMOCRACY PROJECTproduktif, antara para pejabat Muangthai dengan pejabatIndonesia ternyata masih harus ditunda lagi, hingga entah kapanterwujudnya. Jadi tidak heranlah jika kepentingan negara-negaraberteknologi maju lebih diutamakan oleh para penyelenggarapemerintahan kita saat ini. {}432 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTPEMBENTUKAN SEBUAH FORUMDI BANGKOKPada pertengahan Juni 2002, penulis pergi ke Bangkok,Thailand. Di kota tersebut, penulis menghadiripembentukan sebuah lembaga pertimbangan bagi PerserikatanBangsa-Bangsa (PBB), bernama World Council for ReligiousLeaders (Dewan Dunia Pemimpin-pemimpin Agama). Dalamanggaran dasar lembaga pertimbangan itu, dikemukakan bahwalembaga itu mengacu kepada perdamaian dunia tanpa kekerasan,dan harus berbicara mengenai cara-cara mencapai perjuanganperdamaian dunia sebagai kenyataan yang paling diperlukan didunia ini. Lembaga ini adalah hasil dan Konferensi Dunia untukAgama dan Perdamaian (World Conference on Religion and Peace),yang dibuka oleh Presiden Amerika Serikat (AS) saat itu, BillClinton, tahun 2001. Penulis sendiri dan Presiden Khatami dariIran, ketika itu, tidak dapat datang karena kesibukan masingmasingdi dalam negeri. Namun, ia diwakili oleh AyatullahTaskhiri dan Diwan Al-Taqrib Baina Al-Madzâhib (Dewan PendekatanAntar Sekte). Dihadiri oleh para agamawan dari berbagaiagama, pembentukan lembaga tersebut merupakan sebuahkejadian penting, karena para agamawan itu mewakili para agamawanse-dunia untuk memberikan pertimbangan bagi PerserikatanBangsa-Bangsa (PBB).ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 433


DEMOCRACY PROJECTWalaupun fungsi badan ini hanyalah memberikan pertimbanganbelaka, yang dapat dipakai atau dibuang olehorganisasi tingkat dunia itu, namun pertimbangan yangdiberikan memiliki bobot tersendiri. Karenanya, lembaga baruini tidak dapat begitu saja diabaikan, sebab ia merupakanlangkah baru untuk memperkuat badan tingkat dunia sepertiPBB itu.*****Dalam pidato pembukaan, penulis mengemukakan tiga halyang harus menjadi kerangka lembaga baru tersebut. Pertama,harus disadari bahwa pertimbangan yang diberikan akan memilikispiritualitasnya sendiri, di tengah-tengah orientasi PBBsendiri yang bersandarkan filsafat materialisme dalam segenapteori pembangunan yang sekuler yang jauh dari ukuran-ukurankeagamaan. Kedua, pertimbangan yang diberikan memiliki latarbelakang dinamika masing-masing agama yang penuh denganperubahan, yang berarti ia adalah hasil dan sebuah proses yangbelum selesai. Ketiga, proses yang menghasilkan pertimbanganpertimbanganitu harus dilihat dari sudut pandangan dialog antaragama, bukannya konfrontasi antara agama dan materialisme.Mengenai hal pertama, sudah jelas bahwa acuan materialistiksekarang merupakan bahan pertimbangan satu-satunyabagi organisasi tingkat dunia tersebut. Dasar-dasar pertimbangangeopolitik yang benar-benar materialistik dalam orientasi,merupakan satu-satunya nafas dalam mengambil keputusan. Initerjadi, karena lembaga tertinggi dunia itu meneruskan prosespengambilan keputusan-keputusan nasional yang hampirseluruhnya didasarkan pada pemikiran materialistik masingmasingnegara. Akibatnya, terjadilah perbenturan kepentingan,antara negara-negara besar yang menjadi anggota DewanKeamanan PBB.Dalam lingkup pikiran materialistik yang dominan, pertim-434 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTbangan-pertimbangan spiritual yang dibawakan oleh berbagaiagama tentu dirasa tidak diperlukan bagi PBB. Tetapi,kemacetan-kemacetan dalam pengambilan keputusan yangdiakibatkan oleh sederetan pertentangan yang ada kini,membuat setiap pertimbangan keagamaan menjadi kebutuhantersendiri yang dapat membawa pemecahan, melaluipendekatan spiritual yang holistik. Di sinilah nantinya akanterasa adanya keperluan membentuk dewan baru itu.*****Sedangkan pertimbangan-pertimbangan spiritual itu hanyapencerminan belaka dan dinamika yang terjadi di masing-masingagama. Aspek-aspek tradisionalisme dan pembaharuan dalammasing-masing agama terjadi dalam skala yang sangat luas, danmerupakan proses yang memberikan bekas mendalam atasperilaku perorangan maupun kelompok dalam masing-masingagama. Ini berarti, lembaga baru itu harus memperhitungkanaspek-aspek tradisional yang dipelihara dan langkah-langkahpembaharuan yang diambil oleh tiap agama, dan dari pengalamantersebut baru dapat diperoleh pertimbangan yang matanguntuk dibawakan kepada lembaga tertinggi dunia tersebut.Hanya dengan cara inilah, sebuah pertimbangan akan memilikikematangan spiritual yang diperlukan, guna menghadapi dasardasarmaterialistik dari keputusan yang diambil oleh masingmasingnegara.Sedangkan aspek ketiga yang dikemukakan penulis, yaituwatak saling melengkapi dan tidak konfrontatif antara berbagaiperadaban dunia, merupakan sebuah latar belakang yang diperlukandi masa-masa yang akan datang, sedangkan hal itu telahmelatar belakangi keputusan-keputusan bersama berbagaicabang dan anak cabang dari lembaga tertinggi dunia itu. ProdukprodukUNESCO, Komisariat Tinggi PBB untuk HAM, konferensiantar bangsa mengenai lingkungan di Rio de Janeiro beberapaISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 435


DEMOCRACY PROJECTtahun lalu dan kegiatan-kegiatan sejenis, seluruhnya membawaproduk-produk saling melengkapi dan bukannya pendekatanpersaingan antara berbagai peradaban.Dengan demikian, dapat dilihat bahwa PBB memiliki duajenis produk saat ini yang harus dipahami apabila kita menginginkania menjadi lebih kuat di masa depan. Kemacetan dalampengambilan keputusan, baik kegagalan dalam memutuskanmaupun kegagalan dalam melaksanakan keputusan, tampak jelassekali akibat perbedaan kepentingan negara-negara besar.Sebaliknya, dibutuhkan pelestarian dunia dan isinya, berdasarkanpada sikap yang mengacu kepada kepentingan bersama semuanegara di masa depan. Di sinilah PBB dapat menyampaikankeputusan-keputusan yang membuatnya menjadi badan tertinggidunia yang diperlukan di masa depan, dan bukannya lembagayang terpaku pada kemacetan-kemacetan di masa kini belaka. {}436 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTLAMPIRANISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 437


DEMOCRACY PROJECT438 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTLAMPIRANBAB I ISLAM DALAM DISKURSUS IDEOLOGI,KULTURAL DAN GERAKANAdakah Sistem Islami? Memorandum 22-Jul-2002Islam: Pengertian Sebuah Penafsiran Tidak TerlacakIslam: Pokok dan Rincian Kedaulatan Rakyat 14-Feb-2003Islam dan DeskripsinyaTidak TerlacakIslam dan Formalisme Ajarannya Duta Masyarakat 8-Jul-2002Islam: Pribadi dan Masyarakat Duta Masyarakat 14-Feb-2003Islam: Sebuah Ajaran Kemasyarakatan Duta Masyarakat 24-May-2002Islam: Agama Populer Ataukah Elitis? Kompas 2-Jun-2002Islam: Apakah Bentuk Perlawanannya? Kompas 16-May-2002Islam: Ideologis Ataukah Kultural? (1) Kedaulatan Rakyat 4-Mar-2002Islam: Ideologis Ataukah Kultural? (2) Kedaulatan Rakyat 5-Apr-2002Islam: Ideologis Ataukah Kultural? (3) Kedaulatan Rakyat 7-Apr-2002Islam: Ideologis Ataukah Kultural? (4) Kompas 4-Apr-2002Islam: Ideologis Ataukah kultural? (5) Suara PembaruanIslam: Gerakan Ataukah Kultur?Tidak TerlacakIslam ku, Islam Anda, Islam Kita Kedaulatan Rakyat 29-Apr-2003Kaum Muslimin dan Cita-Cita Kedaulatan Rakyat 29-Apr-2003Islam dan Orientasi Bangsa Kedaulatan Rakyat 18-Aug-2002BAB II ISLAM NEGARA DAN KEPEMIMPINAN UMATNegara Islam, Adakah Konsepnya? Kompas 18-Apr-2002Islam dan Perjuangan Negara Islam Memorandum 22-Jun-2002Negara Berideologi Satu Bukan Dua Tidak TerlacakIslam, Negara dan Rasa Keadilan Duta Masyarakat 31-Jul-2002Negara dan Kepemimpinan Dalam Islam Kedaulatan Rakyat 21-Dec-2002NU dan Negara Islam (1) Duta Masyarakat 1-Mar-2003NU dan Negara Islam (2) Duta Masyarakat 29-Mar-2003Islam: Perjuangan Etis Ataukah Ideologis? Kedaulatan Rakyat 30-Apr-2002Yang Terbaik Ada Di Tengah Kedaulatan Rakyat 28-Feb-2002ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 439


DEMOCRACY PROJECTBAB III ISLAM KEADILAN DAN HAK ASASI MANUSIAIslam dan Hak Asasi Manusia Duta Masyarakat 23-May-2002Penafsiran Kembali Kebenaran Relatif Kedaulatan Rakyat 7-Feb-2003Islam dan Kepemimpinan Wanita Suara Pembaruan 27-May-2002Islam dan Dialog Antar Agama Duta Masyarakat 26-Aug-2002Umat Buddha dan Kesadaran Berbangsa Pidato Hari Raya Nyepi 1-May-2003Islam dan Idiosinkrasi Penguasa Kedaulatan Rakyat 3-May-2002Ulil Dengan Liberalismenya Duta Masyarakat 28-Jan-2003Haruskah Inul Diberangus? Memorandum 10-May-2003Inul, Rhoma dan Saya Duta Masyarakat 15-May-2003Aceh, Kekerasan dan Rasa Kebangsaan Suara Pembaruan 13-Apr-2003Ras dan Diskriminasi Di Negara Ini Memorandum 15-Feb-2003Keadilan dan Rekonsiliasi Kompas 14-Feb-2004BAB IV ISLAM DAN EKONOMI KERAKYATANIslam dan Orientasi Ekonomi Sinar Harapan 21-Feb-2003Islam, Moralitas dan EkonomiTidak TerlacakIslam dan Keadilan Sosial Memorandum 20-May-2003Islam dan Masalah Kecukupan Duta Masyarakat 23-Aug-2003Islam dan Kesejahteraan Rakyat Duta Masyarakat 1-Jun-2002Islam: Antara Birokrasi dan Pasar Bebas Kedaulatan Rakyat 19-May-2002Islam dan Teori Pembangunan Nasional Memorandum 30-Jun-2003Islam dan Globalisasi EkonomiTidak TerlacakSyari’atisasi dan Bank Syari’ah Memorandum 28-Nov-2003Ekonomi Rakyat Ataukah Ekonomi Islam? Kedaulatan Rakyat 6-Jul-2003Apakah Itu Ekonomi Rakyat?Kata Pengantar Buku Hendi KEkonomi Ditata Dari Orientasinya Memorandum 3-Jan-2003Benarkah Harus Ada Konsepnya? Media Indonesia 5-Jan-2003Kemiskinan, Kaum Muslimin dan Parpol Media Indonesia 16-Jul-2002Menyelesaikan Krisis Mengubah Keadaan Kedaulatan Rakyat 20-Dec-2002BAB V ISLAM PENDIDIKAN DAN MASALAH SOSIAL BUDAYAPendidikan Islam Harus Beragam Kedaulatan Rakyat 21-Dec-2002Bersabar dan Memberi Maaf Memorandum 20-Feb-2003Berkuasa dan Harus Memimpin Sinar Harapan 7-Nov-2002Tata Krama dan ‘Ummatan Wahidat an Majalah Tempo 5-Dec-2002Agama Di TV dan Dalam Kehidupan Kedaulatan Rakyat 2-Apr-2002Arabisasi, Samakah dengan Islamisasi?Penyesuaian Ataukah PembaharuanTerbatas? Suara Pembaruan 16-Dec-2002Pentingnya Sebuah Arti Memorandum 22-Feb-2002440 / ABDURRAHMAN WAHID


DEMOCRACY PROJECTSistem Budaya Daerah Kita dan Modernisasi Suara Pembaruan Tidak Terlacak“Tombo Ati” Berbentuk Jazz? Kedaulatan Rakyat 6-Jun-2003Dicari: Keunggulan Budaya Duta Masyarakat 5-Jul-2003Keraton dan Perjalanan Budayanya Kedaulatan Rakyat 1-Jan-2003Akan Jadi Apakah Para Raja? Suara Pembaruan Tidak TerlacakIslam dan Marshall McLuhan Di Surabaya Memorandum 13-Jun-2002Diperlukan Spiritualitas Baru Memorandum 4-Apr-2002Doktrin dan Tembang Sinar Harapan Tidak TerlacakBAB VI ISLAM TENTANG KEKERASAN DAN TERORISMETerorisme Harus DilawanTidak TerlacakTerorisme Di Negeri Kita Memorandum 12-Oct-2002Bersumber Dari Pendangkalan Duta Masyarakat 8-Feb-2003NU dan Terorisme Berkedok Islam Duta Masyarakat 12-Apr-2003Bom Di Bali dan Islam Memorandum Tidak TerlacakBenarkah Mereka Terlibat Terorisme? Kedaulatan Rakyat 27-Oct-2002Benarkah Ba’asyir Teroris?Duta MasyarakatSikap Yang Benar Dalam Kasus Bali Duta Masyarakat Tidak TerlacakKepala Sama Berbulu, Pendapat Berlain-lain Duta Masyarakat 12-Nov-2002Tak Cukup Dengan PenamaanTidak TerlacakMemandang Masalah Dengan Jernih Tidak TerlacakKekurangan Informasi Memorandum Tidak TerlacakGandhi, Islam dan Kekerasan Kedaulatan Rakyat 1-Nov-2002Berbeda Tetapi Tidak Bertentangan Tidak Terlacak 22-Nov-2002BAB VII ISLAM PERDAMAIAN DAN MASALAH INTERNASIONALKita dan Perdamaian Kedaulatan Rakyat 23-May-2003Perdamaian Belum Terwujud Di Timur Tengah Memorandum8-Mar-2003Dicari Perdamaian Perang Yang Didap at Suara Pembaruan Tidak TerlacakKita dan Pemboman Atas Irak Memorandum 10-Nov-2002Saddam Hussein dan Kita Kedaulatan Rakyat 4-Apr-2003Adakah Perdamaian Di Irak? Memorandum 20-Apr-2003Dapatkah Kita Hindarkan Perang DuniaKe Tiga? The Jakarta Post 14-Apr-2003Haruskah Ada Kesepakatan? Memorandum Tidak TerlacakPertentangan Bukanlah Permusuhan Tidak TerlacakIndonesia-Muangthai: Sebuah KemungkinanMemperluas Kerjasama Sinar Harapan 17-Jun-2002Pembentukan Sebuah Forum Di Bangkok Memorandum Tidak TerlacakISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA / 441


DEMOCRACY PROJECTCredit:Edisi cetak buku ini diterbitkan pertama kali oleh The WahidInstitute, Agustus 2006. ISBN: 979-98737-0-3Halaman buku pada Edisi Digital ini tidak sama denganhalaman edisi cetak. Untuk merujuk buku edisi digital ini,Anda harus menyebutkan “Edisi Digital” dan ataumenuliskan link-nya. Juga disarankan mengunduh danmenyimpan file buku ini dalam bentuk pdf.442 / ABDURRAHMAN WAHID


Yayasan Abad Demokrasiadalah lembaga nirlaba yangberkomitmen untuk pemajuandemokrasi di Indonesia, terutama dalam kaitannyadengan tradisi keberagamaan yang menghargai nilai-nilaidemokrasi, pluralisme, perdamaian, dan penghargaanterhadap hak-hak asasi manusia.Lembaga ini berupaya menyebarkan seluas-luasnyaide-ide pencerahan dan demokrasi ke khalayak publik,melalui publikasi, penelitian, dan inisiatif-inisiatif lainterkait dengan isu tersebut.Juga berupaya memfasilitasi transfer pengetahuan danpembelajaran demokrasi dari berbagai belahan dunia.Lembaga ini juga concern terhadap upaya membanguntradisi akademik dan intelektual, sehingga prosesdemokratisasi Indonesia berjalan dalam fundamenyang kokoh dan visioner.Lembaga ini juga akan mengembangkan kader-kaderpendukung proses pemajuan demokratisasi di Indonesia.www.abad-demokrasi.comredaksi@abad-demokrasi.com

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!