Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Teknik Batik<br />
Gresik sampai Surabaya, akan terlihat tatawarna yang khas pula, sangat<br />
terpengaruh oleh selera etnis Tionghoa. Pulau Madura sebagai penutup<br />
bunga rampai ini sejak dahulu mempunyai kegemaran akan warna soga<br />
kemerahan. Warna coklat merah ini diperoleh karena campuran soga<br />
dengan mengkudu (Morinda citrofolia) sebagai penghasil zat warna<br />
merah.<br />
Pemakaian zat warna kimia menghilangkan perbedaan tatawarna<br />
menurut daerah. Pekalongan kini sanggup meniru kombinasi warna dari<br />
berbagai daerah. Surakarta dan Yogyakarta juga demikian. Masingmasing<br />
pusat pembatikan mengikuti selera khalayak ramai mengenai<br />
kombinasi warna tertentu yang paling laku saat itu. Upaya-upaya perlu<br />
dilakukan agar pemakaian zat warna dari tumbuh-tumbuhan ini dapat<br />
hidup kembali dan tentunya tanpa memakan waktu yang lama untuk<br />
memperoleh warna yang diinginkan.<br />
1.4. Pembagian pola batik<br />
Pembagian atau penggolongan pola-pola batik bukanlah pekerjaan yang<br />
mudah, oleh karena itu setiap hasil yang diperoleh akan selalu bersifat<br />
garis besar dan semata-mata dimaksudkan untuk pegangan bagi<br />
pembaca atau peneliti.<br />
Pada permulaan abad ini Rouffaer dalam bukunya mencoba<br />
mengumpulkan nama-nama pola batik yang terkenal dan berhasil<br />
mengumpulkan sebanyak 3000 macam. Dalam jangka waktu sejak<br />
ditulisnya buku tersebut sampai kepada terbitnya buku ini tentu seni batik<br />
terus mengalami perkembangan, demikian pula pola-pola bertambah<br />
banyak jenisnya, berganti-ganti muncul dan hilang mengikuti perubahan<br />
selera pemakaiannya. Pola batik dapat dibagi menjadi dua yaitu: pola<br />
geometris dan pola non-geometris.<br />
1.4.1. Pola geometris<br />
Pola “banji”<br />
Pola Banji termasuk salah satu pola batik yang tertua, berupa silang yang<br />
diberi tambahan garis-garis pada ujungnya dengan gaya melingkar<br />
kekanan atau kekiri. Motif yang seperti ini terkenal di berbagai<br />
kebudayaan kuno di dunia ini dan sering disebut swastika. Di Nusantara<br />
pola ini tidak terbatas pada seni batik saja, tetapi dapat dijumpai pula<br />
sebagai hiasan benda-benda lain yang tersebar dibanyak pulau.<br />
Nama “Banji” berasal dari kata-kata Tionghoa “Ban’ berarti sepuluh,<br />
dan “Dzi” yang artinya ribu, perlambang murah rejeki atau kebahagiaan<br />
yang berlipat ganda. Melihat atau mendengar nama ini, maka dapat<br />
diperkirakan bahwa pola banji masuk ke dalam seni batik sebagai akibat<br />
pengaruh kebudayaan Tionghoa.<br />
91