11.01.2015 Views

Bisnis-Indonesia-Arah-Bisnis-dan-Politik-2014

Bisnis-Indonesia-Arah-Bisnis-dan-Politik-2014

Bisnis-Indonesia-Arah-Bisnis-dan-Politik-2014

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

jum lah yang mencengangkan setiap bulannya. Banyaknya<br />

uang yang dipompa ke dalam sirkulasi itu tentu pa da<br />

awalnya ditujukan untuk mendongkrak pertumbuhan.<br />

Namun, strategi tersebut belakangan memiliki dampak<br />

yang berbanding terbalik, yaitu penyusutan daya<br />

beli dolar yang menjadi faktor penggerak inflasi. Seiring<br />

dengan merosotnya dolar terhadap mata uang lain,<br />

barang yang diimpor ke AS pun menjadi kian mahal.<br />

Pertanyaan sekarang, apakah akan ada QE babak ke-4<br />

Berbagai ekonom menjawab kemungkinan tidak. Tapi<br />

mereka menekankan itu terjadi hanya karena ronde ke-3<br />

QE kemungkinan berakhir dengan bab terbuka. Sebagian<br />

investor bahkan menyebutnya sebagai QE Eternity.<br />

Ketika krisis dimulai 2008, utang nasional AS bernilai<br />

US$9,2 triliun. Berdasarkan data yang dihimpun dari<br />

Gedung Putih, utang negara berperekonomian terbesar<br />

di dunia itu akan mencapai US$20 triliun pada akhir<br />

dekade ini atau sekitar 140% dari PDB AS saat ini.<br />

AS rupanya tidak sendirian. Utang pemerintah di<br />

banyak negara maju juga telah meroket ke rekor tertingginya<br />

sejak Perang Dunia II. Sebut saja utang di Jepang,<br />

Yunani, Italia, Portugal, <strong>dan</strong> Irlandia yang semuanya<br />

berada di atas level 100% terhadap PDB.<br />

Masalahnya adalah memangkas utang membutuhkan<br />

waktu yang panjang, khususnya<br />

di tengah gejolak ekonomi<br />

global seperti saat ini. Bahkan jika<br />

volatilitas eksternal nihil, mengurangi<br />

beban utang tetap memakan<br />

waktu tahunan.<br />

Sebagaimana disarankan IMF,<br />

memangkas utang membutuhkan<br />

kedisiplinan fiskal <strong>dan</strong> kebijakan<br />

yang mendukung pertumbuhan.<br />

Hal itu mencakup kebijakan moneter<br />

yang suportif <strong>dan</strong> kebijakan lain<br />

yang mengatasi kelemahan struktural<br />

dalam perekonomian.<br />

Formulasi itu tidak sepenuhnya<br />

sukses dijalankan AS. Setelah 5<br />

tahun memperoleh topangan dari<br />

the Fed, pertumbuhan ekonomi AS<br />

masih relatif lesu. IMF bahkan memangkas proyeksi<br />

pertumbuhan AS jadi 2,6% dari 2,8% pada <strong>2014</strong> <strong>dan</strong><br />

memperingatkan revisi yang mungkin lebih rendah.<br />

Instabilitas ekonomi, kebuntuan politis, ketidakyakinan<br />

komunitas bisnis terhadap pemerintah, kekhawatiran<br />

tentang kesehatan fiskal, penurunan pasar keuangan,<br />

<strong>dan</strong> pelemahan dolar telah membayangi prospek ekonomi<br />

negara paling berpengaruh di dunia itu.<br />

Langkah yang diambil sejak 2008 telah menyebabkan<br />

perekonomian AS terseok-seok, sehingga prospek untuk<br />

<strong>2014</strong> relatif berkabut. Tahun depan, para investor harus<br />

lebih berhati-hati <strong>dan</strong> mereka harus mempersiapkan diri<br />

akan kejutan lain yang datang dari Paman Sam.<br />

PASAR BERKEMBANG<br />

Tersendatnya perekonomian AS bukanlah satu-satunya<br />

faktor penghambat pertumbuhan global <strong>2014</strong>.<br />

Tantangan <strong>2014</strong><br />

bagi perekonomian<br />

<strong>Indonesia</strong> bisa jadi<br />

lebih berat, terutama<br />

dari faktor<br />

eksternal, terkait<br />

dengan rencana<br />

tapering yang diperkirakan<br />

efektif pada<br />

Maret <strong>2014</strong>.<br />

Gelombang reformasi struktural di negara berkembang<br />

juga menjadi ujung tombak dari buramnya proyeksi pertumbuhan<br />

dunia dalam jangka pendek.<br />

Pasar berkembang (emerging markets) pernah berjasa<br />

membawa dunia keluar dari resesi pada 2009. Kini,<br />

Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan negara<br />

berkembang <strong>2014</strong> menjadi 5,3% dari 5,7%. Namun,<br />

perlambatan itu mungkin memang diperlukan untuk<br />

investasi jangka panjang.<br />

Bart van Ark, Wakil Presiden Eksekutif Conference<br />

Board awal November 2013 menjelaskan pertumbuhan<br />

di negara berkembang—khususnya di India, Meksiko,<br />

<strong>dan</strong> Brasil—jauh lebih rendah dari ekspektasi, karena<br />

a<strong>dan</strong>ya perubahan struktural yang dibutuhkan untuk<br />

menaikkan kelas mereka.<br />

Ini adalah tren yang dapat terus berlanjut hingga<br />

<strong>2014</strong>. Reformasi struktural secara fundamental dibutuhkan<br />

untuk menghindari jebakan middle-income, yaitu<br />

ketika suatu negara berkembang menjadi terlalu kaya<br />

untuk bersaing dengan biaya <strong>dan</strong> terlalu miskin untuk<br />

bersaing dengan inovasi.<br />

Untuk itu, negara-negara berkembang ini harus merekalibrasi<br />

kebijakan mereka di area-area yang mencakup<br />

pendidikan <strong>dan</strong> investasi infrastruktur, hingga<br />

rezim perpajakan <strong>dan</strong> regulasi-regulasi<br />

yang menopang konsumsi kelas<br />

menengah.<br />

Yang jadi masalah, di tengah<br />

upaya reformasi struktural itu, terdapat<br />

pe luang yang teramat lebar<br />

bahwa the Fed akan memulai tapering<br />

(pe ngu rang an program quantitative<br />

easing) pada <strong>2014</strong>, seiring<br />

dengan pemulihan perlahan dari perekonomian<br />

AS.<br />

Tapering tentu berisiko melambungkan<br />

suku bunga AS <strong>dan</strong> membebani<br />

nilai ekuitas yang dapat memantik<br />

reaksi negatif dari pasar. Negara<br />

berkembang seperti <strong>Indonesia</strong> pun<br />

menyadari bahaya laten kenaikan<br />

bunga the Fed bagi prospek pertumbuhan<br />

nasional.<br />

Direktur Kebijakan Moneter Bank <strong>Indonesia</strong> Juda<br />

Agung akhir Oktober lalu mengatakan tantangan<br />

<strong>2014</strong> bagi perekonomian <strong>Indonesia</strong> bisa jadi lebih<br />

berat, terutama dari faktor eksternal, terkait dengan<br />

rencana tapering yang diperkirakan efektif pada<br />

Maret <strong>2014</strong>.<br />

“Dampaknya bisa positif, bisa negatif. Kalau exit<br />

[penghentian stimulus moneter] dilakukan dengan<br />

tidak abrupt, dampaknya bisa positif, sekitar 0-0,5% bagi<br />

ekonomi kita. Namun, jika exit-nya abrupt, dampaknya<br />

bisa negatif.”<br />

Dia menambahkan jika suku bunga jangka panjang<br />

the Fed naik hingga 100 basis poin, dampaknya bagi<br />

outlook ekonomi negara berkembang akan menjadi<br />

sangat negatif. Pertumbuhan di negara seperti RI, Brasil,<br />

Rusia, <strong>dan</strong> India akan terkoreksi hingga 1,25%.<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 9

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!