11.01.2015 Views

Bisnis-Indonesia-Arah-Bisnis-dan-Politik-2014

Bisnis-Indonesia-Arah-Bisnis-dan-Politik-2014

Bisnis-Indonesia-Arah-Bisnis-dan-Politik-2014

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Sektor Pertambangan<br />

Menanti Konsistensi Melalui Penghiliran<br />

Pada 2013, pelaku usaha sektor pertambangan<br />

sempat mengalami kerugian<br />

akibat anjloknya harga komoditas.<br />

Pada tahun lalu, pelaku usaha<br />

berlomba-lomba menggenjot produksi<br />

yang menyebabkan pasar banjir,<br />

selain ekonomi global yang lagi<br />

melesu, yang berimplikasi terhadap<br />

harga produk tambang.<br />

Inda Marlina<br />

redaksi@bisnis.co.id<br />

Berbagai upaya dilakukan pelaku industri<br />

pertambangan untuk segera memulihkan<br />

kondisi bisnis di sektor tersebut<br />

selama tahun lalu. Efisiensi merupakan<br />

salah satu upaya untuk menstabilkan<br />

roda perusahaan.<br />

Di sektor pertambangan batu bara misalnya,<br />

me reka mengurangi kerja alat tambang. Bahkan<br />

ada yang sampai menjual alat tambangnya—excavator,<br />

<strong>dan</strong> dumb truck. Akibat lanjutan dari kondisi<br />

itu, bisnis sewa menyewa alat tambang juga menjadi<br />

lesu.<br />

Lain lagi yang dilakukan oleh Newmont Nusa<br />

Tenggara. Akibat lesunya harga tembaga <strong>dan</strong> emas,<br />

perusahaan asal Denver, Amerika Serikat melakukan<br />

empat langkah agar roda perusahaan bisa berjalan<br />

efektif <strong>dan</strong> efisien.<br />

“Ada empat langkah yang kami [Newmont] lakukan<br />

agar roda organisasi bisa berjalan lebih efektif<br />

<strong>dan</strong> efisien. Dengan langkah itu, kami mentargetkan<br />

bisa menekan biaya sebesar 30% sehingga<br />

gerak perusahaan akan lebih baik lagi pada <strong>2014</strong>,”<br />

ujar Presdir Newmont Martiono Hadianto kepada<br />

<strong>Bisnis</strong>, dalam satu kesempataan pertengahan<br />

Oktober 2013.<br />

Keempat langkah itu, pertama, melakukan evalua<br />

si terhadap semua kontrak. Kedua, evaluasi terhadap<br />

keberadaan tenaga kerja asing. Ketiga,<br />

melakukan perampingan organisasi terutama<br />

organisasi pendukung sehingga bisa menekan overheadcost,<br />

<strong>dan</strong> terakhir meluncurkan program sustainable<br />

work force program (SWP)—program pensiun<br />

dini secara sukarela.<br />

Newmont Nusa Tenggara saat ini memiliki karyawan<br />

sebanyak 4.000 orang. Bila mengacu kepada<br />

kondisi pada 2009 dengan jumlah karyawan yang<br />

mencapai 1.200 orang, Martiono menjelaskan gerak<br />

organisasi perusahaan sangat lincah dengan tingkat<br />

pertumbuhan sebesar 15%.<br />

“Kami sangat optimistis iklim usaha mendekati<br />

penghujung 2013 akan membaik <strong>dan</strong> diharapkan<br />

bisa terus berlangsung hingga <strong>2014</strong>. Kami optimistis<br />

harga komoditas lebih membaik lagi pada<br />

<strong>2014</strong>.”<br />

Bisa jadi langkah yang sama juga dilakukan oleh<br />

perusahaan tambang mineral lainnya. Begitu juga<br />

dengan sektor batu bara. Sebagai produsen utama<br />

batu bara dunia, bahkan Asosiasi Pengusaha Batu<br />

Bara <strong>Indonesia</strong> (APBI) berencana mengadakan pertemuan<br />

antar produsen produk tambang itu dari<br />

sejumlah negara seperti China, Australia.<br />

Tujuannya jelas, meredam anjloknya harga <strong>dan</strong><br />

menyeimbangkan kembali permintaan komoditas<br />

tersebut.<br />

Ketua APBI Bob Kaman<strong>dan</strong>u mengakui harga<br />

batu bara belum pulih seperti awal 2013 yang pernah<br />

mencapai US$87,55 per ton. Harga komoditas<br />

itu masih di kisaran US$76-US$78 per ton. “Kami<br />

berencana menyamakan persepsi antara para produsen<br />

berkaitan dengan produksi <strong>dan</strong> kualitas batu<br />

bara melalui Global Coal Summit,” ujarnya.<br />

Berkaitan dengan strategi yang harus dilakukan<br />

industri pada <strong>2014</strong>, Direktur Eksekutif <strong>Indonesia</strong><br />

Mining Association (IMA) Syahrir A.B mengatakan<br />

pelaku kini menanti langkah pemerintah<br />

berkaitan dengan implementasi UU No. 4/2009.<br />

Regulasi itu menyebutkan implementasi UU itu<br />

sudah harus mulai berlaku 5 tahun setelah UU<br />

ke luar pada 2009.<br />

“Kami menilai kebijakan yang dirangkum dalam<br />

UU tersebut masih banyak mengalami tambal<br />

sulam, terutama pada program hilirisasi mineral.<br />

Masih banyak smelter yang belum terbangun,<br />

pemerintah sebaiknya tetap mengizinkan ekspor,<br />

tetapi dengan pola kuota,” katanya.<br />

Syahrir menjelaskan program hilirisasi akan<br />

menjadi fokus baik pengusaha <strong>dan</strong> pemerintah.<br />

Namun, asosiasi menyoroti program tersebut agar<br />

tahun depan lebih memperhatikan dua garis<br />

besar.<br />

Pertama, ketegasan <strong>dan</strong> kejelasan payung<br />

hukum. Persiapan pembangunan smelter yang<br />

berkelanjutan membutuhkan beleid yang jelas<br />

sehingga tidak terlalu banyak revisi. Kedua, menilai<br />

perusahaan yang memang serius membangun<br />

smelter.<br />

Penilaian tersebut dilihat dari kelayakan usaha<br />

setelah smelter terbangun, teknologi yang menunjang,<br />

transparansi pembiayaan, <strong>dan</strong> pasokan bijih<br />

yang jelas. Dari perkembangan pembangunan<br />

smelter, asosiasi itu menilai kedua pihak harus<br />

melihat waktu penyelesaian smelter per komoditas.<br />

58 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!