Bisnis-Indonesia-Arah-Bisnis-dan-Politik-2014
Bisnis-Indonesia-Arah-Bisnis-dan-Politik-2014
Bisnis-Indonesia-Arah-Bisnis-dan-Politik-2014
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Subsidi Energi<br />
Masih Perlukah Subsidi BBM<br />
Sejumlah rencana dipaparkan pemerintah<br />
untuk menekan konsumsi<br />
bahan bakar minyak (BBM).<br />
Tujuannya, penyehatan anggaran<br />
pendapatan <strong>dan</strong> belanja negara<br />
(APBN) dengan menekan anggaran<br />
subsidi yang terus membengkak.<br />
Lili Sunardi<br />
lili.sunardi@bisnis.co.id<br />
Opsi yang dipilih adalah pembatasan<br />
konsumsi selain menggenjot penggunaan<br />
bahan bakar nabati atau biofuel.<br />
Campuran ditargetkan bisa<br />
mencapai 10%.<br />
Pemerintah memulai pembatasan<br />
konsumsi BBM dengan cara meningkatkan kadar<br />
campuran bahan bakar nabati (BBN) untuk biodiesel<br />
menjadi 10% pada September 2013. Dengan<br />
cara itu, pemerintah berharap dapat menekan penggunaan<br />
BBM yang sebagian besar volumenya masih<br />
impor.<br />
Dengan melimpahnya minyak sawit mentah atau<br />
crude palm oil (CPO) di dalam negeri, pemerintah<br />
optimistis bisa mengoptimalkan BBN hingga 25%<br />
pada 2025. Bahkan, dalam Permen ESDM No.<br />
25/2013 diamanatkan penggunaan BBN untuk<br />
pembangkit harus mencapai 30% pada 2025.<br />
Sejumlah kalangan pun menyatakan siap melaksanakan<br />
mandatori yang dikeluarkan untuk memperbaiki<br />
neraca perdagangan itu. PT Pertamina<br />
(Persero) sebagai penyalur terbesar BBM bersubsidi<br />
pun bersedia menggunakan fasilitas penyimpanan<br />
BBM miliknya sebagai tempat untuk mencampur<br />
BBN dengan solar.<br />
Chrisna Damayanto, Direktur Pengolahan<br />
Pertamina, sempat mengatakan akan menggunakan<br />
fasilitas yang dimilikinya. Dengan begitu, perseroan<br />
tidak perlu mengeluarkan investasi tambahan<br />
untuk melakukan pengolahan itu.<br />
Untuk memenuhi kebutuhan fatty acid methyl<br />
ester (FAME) sebagai bahan pencampur BBN di<br />
<strong>2014</strong> <strong>dan</strong> 2015, Pertamina melakukan lelang 6,6<br />
juta kiloliter FAME. Dengan pemanfaatan BBN itu,<br />
diharapkan akan terjadi penghematan hingga<br />
US$2,6 miliar per tahun.<br />
Sayangnya, mandatori itu pun tidak berjalan lancar,<br />
karena pada Januari-Oktober 2013 penyerapan<br />
BBN baru mencapai 716.697 kiloliter (kl), atau<br />
hanya 67,43% dari target 1,2 juta kl.<br />
Selain meningkatkan penggunaan BBN, pemerintah<br />
juga terus berupaya membatasi penggunaan<br />
BBM, agar subsidi yang dikeluarkan tepat sasaran.<br />
Selain mengeluarkan Permen ESDM No. 1/2013<br />
tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar<br />
Minyak yang melarang kendaraan dinas, kendaraan<br />
angkutan pertambangan <strong>dan</strong> perkebunan menggunakan<br />
BBM bersubsidi, pemerintah juga berupaya<br />
mengendalikan konsumsi dengan menggunakan<br />
teknologi informasi.<br />
Penggunaan teknologi informasi itu pun dilaksanakan<br />
Pertamina dengan proyek radio frequency<br />
identification (RFId). Sayangnya, proyek yang dikerjakan<br />
PT Industri Telekomunikasi <strong>Indonesia</strong><br />
(Persero) tidak berjalan mulus sesuai dengan rencana.<br />
Pemasangan RFId yang dijadwalkan dilaksanakan<br />
pada Juli 2013, harus molor hingga November<br />
2013 karena persoalan investasi <strong>dan</strong> keandalan teknologi.<br />
PT Inti meminta koreksi terhadap nilai proyek<br />
yang telah disepakati. Alasannya, perubahan<br />
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat,<br />
membuat sejumlah asumsi dalam proyek itu<br />
berubah.<br />
Tidak hanya itu, Pertamina juga masih terus<br />
meminta perseroan memperbaiki keandalan sistem<br />
yang akan mengkoneksikan seluruh stasiun pengisian<br />
bahan bakar umum (SPBU) di <strong>Indonesia</strong>.<br />
BUMN migas itu juga terus memaksa PT Inti segera<br />
menyelesaikan proyek itu sesuai jadwal yang ditentukan,<br />
yakni dapat dioperasikan secara nasional<br />
pada Juli <strong>2014</strong>.<br />
Mengantisipasi keterlambatan RFId, pemerintah<br />
pun mewacanakan pembelian BBM bersubsidi nontunai.<br />
Dalam rencana itu, setiap masyarakat yang<br />
ingin membeli BBM bersubsidi harus menggunakan<br />
kartu sebagai alat pembayarannya.<br />
Sebagai tahap awal, masyarakat bisa menggunakan<br />
kartu debit yang dimilikinya, atau menggunakan<br />
kartu khusus yang memiliki deposit dengan nilai<br />
yang telah ditentukan. Dengan begitu, pemerintah<br />
berharap bisa mencatat dengan pasti berapa<br />
besar transaksi penjualan BBM bersubsidi di<br />
masyarakat.<br />
Secara teknis, program tersebut memang lebih<br />
mudah untuk dilaksanakan, karena tidak perlu<br />
membangun infrastruktur teknologi baru. Wakil<br />
Menteri ESDM Susilo Siswoutomo mengatakan<br />
pemerintah tidak perlu mengeluarkan investasi<br />
tambahan untuk program itu.<br />
“Kami dapat menggandeng perbankan nasional<br />
untuk menyediakan kartu <strong>dan</strong> alat pembaca yang<br />
dipasang di SPBU. Saat ini kan juga sudah ada<br />
56 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>