11.01.2015 Views

Bisnis-Indonesia-Arah-Bisnis-dan-Politik-2014

Bisnis-Indonesia-Arah-Bisnis-dan-Politik-2014

Bisnis-Indonesia-Arah-Bisnis-dan-Politik-2014

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

telah memaksa pemerintah <strong>dan</strong> bank<br />

sentral melakukan koreksi pertumbuhan<br />

ekonomi melalui serangkaian kebijakan,<br />

termasuk kenaikan BI Rate<br />

hingga menjadi 7,5% pada November<br />

lalu.<br />

Apabila tren kenaikan suku bunga<br />

alias solusi moneter konvensional ini<br />

terus diterapkan, bukan tidak mungkin<br />

dampaknya akan semakin eskalatif<br />

dalam memukul kinerja sektor riil<br />

dam bahkam usaha kecil <strong>dan</strong> menengah.<br />

Kalau tidak dibalik, ini bisa<br />

menjadi skenario buruk bagi perekonomian<br />

tahun <strong>2014</strong>.<br />

Argentina <strong>dan</strong> sebelumnya di Filipina.<br />

Kekhawatiran Ruchir Sarma itu sebenarnya telah<br />

mulai menampakkan gejalanya di <strong>Indonesia</strong>. Dua atau<br />

tiga tahun terakhir ini adalah periode penuh pembelajaran,<br />

di mana pertumbuhan jumlah kelas menengah<br />

<strong>Indonesia</strong> yang pesat di tengahlingkungan demokrasi<br />

yang masih berkembang, telah melahirkan ketimpangan<br />

struktural dalam perekonomian.<br />

Langkah pemerintah dalam mengembalikan kapasitas<br />

nasional di berbagai sektor perekonomian tidak fokus,<br />

karena kebijakan ekonomi banyak tersandera oleh<br />

kepentingan politik—atas nama demokrasi—sehingga<br />

menciptakan penyakit struktural yang semakin kronis.<br />

Dampaknya, setiap 5 tahun menjelang pemilihan<br />

umum, selalu terjadi gejolak perekonomian yang antara<br />

lain ditandai fluktuasi nilai tukar rupiah yang cenderung<br />

melemah pada tahun 2013 serta gejolak pada pasar<br />

finansial.<br />

Penyakit struktural dalam perekonomian muncul<br />

antara lain lantaran defisit transaksi berjalan yang<br />

melampaui 4% dari produk domestik bruto, yang telah<br />

berlangsung sejak 2011 silam. Ini terjadi akibat kinerja<br />

perekonomian yang lebih ditopang impor untuk memenuhi<br />

permintaan kelas menengah yang melonjak besar<br />

dalam teknologi <strong>dan</strong> barang-barang berilai tambah<br />

tinggi.<br />

Memang perekonomian masih mampu tumbuh di atas<br />

6% <strong>dan</strong> diperkirakan pada kisaran 5,8%-6,2% pada<br />

tahun 2013 ini. Namun penyakit struktural tersebut<br />

***<br />

Dalam konteks besar tersebut, kita<br />

berharap pemerintah lebih fokus<br />

dalam memanfaatkan konsolidasi politik<br />

nasional sebagai pijakan dalam<br />

melakukan transformasi struktural<br />

guna memperkuat perekonomian<br />

nasional.<br />

Terlebih <strong>Indonesia</strong> masih akan<br />

mengalami situasi yang tidak mudah<br />

<strong>dan</strong> penuh tantangan pada tahun<br />

<strong>2014</strong>, seperti diakui oleh Presiden<br />

<strong>Bisnis</strong>/Husin Parapat<br />

Susilo Bambang Yudhoyono sendiri.<br />

<strong>Indonesia</strong> masih akan menghadapi<br />

persaingan ketat dalam menarik capital inflow, terutama<br />

sejalan dengan penarikan kembali obligasi besar-besaran<br />

oleh Amerika Serikat serta membaiknya perekonomian<br />

Uni Eropa.<br />

Selain itu, tantangan meningkatkan daya saing untuk<br />

memperkuat landasan struktural juga tidak mudah,<br />

karena sejumlah negara juga melakukan upaya serius<br />

untuk mendorong perekonomian dalam memperebutkan<br />

kue ekonomi global.<br />

Dengan demikian, sembari memanfaatkan konsolidasi<br />

politik yang akan terjadi sepanjang <strong>2014</strong> guna memanfaatkan<br />

momentum pembentukan pemerintahan baru,<br />

ada baiknya pemerintahan sekarang tetap fokus pada<br />

kebijakan ekonomi yang konsisten dalam menjaga stabilitas<br />

sistem keuangan <strong>dan</strong> meningkatkan daya saing<br />

nasional.<br />

Penting untuk meningkatkan kapasitas perekonomian<br />

nasional—melalui paket kebijakan fiskal yang agresif<br />

serta insentif moneter yang non-konvensional—guna<br />

menyangga konsumsi kelas menengah yang terus<br />

menanjak, agar defisit teknologi yang menjadi pemicu<br />

utama ketimpangan struktural dapat terus ditekan.<br />

Dengan demikian, konsolidasi politik dapat dimonetisasi<br />

untuk meletakkan landasan lebih kokoh bagi fundamental<br />

perekonomian nasional. Apabila tidak,<br />

<strong>Indonesia</strong> akan membutuhkan waktu semakin panjang<br />

untuk memanfaatkan benefit kelas menengah yang<br />

besar sebagai mesin pendorong perekonomian yang<br />

efektif. (*)<br />

Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong> | 7

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!