Bisnis-Indonesia-Arah-Bisnis-dan-Politik-2014
Bisnis-Indonesia-Arah-Bisnis-dan-Politik-2014
Bisnis-Indonesia-Arah-Bisnis-dan-Politik-2014
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Kebijakan Ekonomi<br />
Kemudian, investment harus digalakkan. Makanya, Pak<br />
Mahendra (Kepala BKPM) muncul waktu itu dengan<br />
Pak Wapres, dengan easy doing business.<br />
Saya cerita bagian saya di Kemenkeu. Salah satu concern<br />
investor adalah pajak membayarnya itu tiap bulan.<br />
Itu repot karena tax filing. Jadi, Pak Fuad Rahmany<br />
[Dirjen Pajak] sudah keluarkan peraturan [perdirjen]-nya<br />
yang akan berlaku Februari <strong>2014</strong>, yang mana, orang<br />
kalau bayar pajak itu satu kali dengan melakukan yang<br />
namanya e-filling, pembayaran pajak dengan cara online.<br />
Di samping itu, BKPM <strong>dan</strong> kementerian terkait se<strong>dan</strong>g<br />
membahas DNI [daftar negatif investasi]. Ini tentu BKPM<br />
yang akan lebih jauh menjelaskan. Tapi yang ingin saya<br />
bilang, dalam DNI ini, intinya adalah bagaimana membuat<br />
arus modalnya bisa masuk ke sini. Kalau kita<br />
bicara current account, itu ada dua. Ada current account<br />
itu ekspor dikurangi impor, ada lagi neraca modal. Kalau<br />
neraca modal ini didominasi portofolio yang setiap kali<br />
dia bisa pulang. Nah, kita harus membuat dia didominasi<br />
oleh arus investasi langsung. Dia<br />
harus dibuat di sini. Kalau dibuat di<br />
<strong>Indonesia</strong> itu tidak<br />
bisa bertahan terusmenerus<br />
hanya di<br />
dalam sumber daya<br />
alam atau buruh<br />
murah.<br />
sini, maka sektornya harus dibuka,<br />
tetapi kepentingan nasional tetap<br />
harus di-protect.<br />
Yang bisa dilakukan lagi adalah<br />
structural reform. Kalau demand<br />
tinggi, itu ada permintaan terhadap<br />
produk barang. Kalau produk<br />
barangnya tidak bisa dipenuhi, kita<br />
harus impor. Misalnya, kalau kita<br />
bikin barang konsumsi makanan<br />
yang harus dikalengkan, bahan kaleng, besi bajanya<br />
harus impor. Setiap permintaan makanan naik, maka<br />
permintaan kalengnya naik.<br />
Kita harus berpikir harus ada barang intermediate<br />
yang dibuat di sini. Nah, sekarang masalahnya kalau<br />
(investasi) di intermediate goods, orang melihat bahwa<br />
return-nya rendah sehingga orang tidak begitu tertarik.<br />
Karena itu, kami bilang, oke kalau Anda tidak tertarik,<br />
kami pikirkan insentifnya melalui tax allowance. Ini<br />
yang sekarang teman-teman di BKF (Ba<strong>dan</strong> Kebijakan<br />
Fiskal) se<strong>dan</strong>g mempersiapkan. Itu tentu medium term.<br />
Yang lebih long term, saya melihat bahwa harga<br />
komoditas sekarang turun. Harga energi juga turun.<br />
<strong>Indonesia</strong> itu tidak bisa bertahan terus-menerus hanya<br />
di dalam sumber daya alam atau buruh murah. Kalau<br />
negaranya [isinya] kelas menengah, upah buruh mau<br />
enggak mau harus naik. Jadi, mau enggak mau kita<br />
harus pindah [ke level lebih tinggi]. Kalau pindah, kita<br />
perlu kualitas orang yang baik. Kita perlu yang namanya<br />
R&D [research and development]. Makanya, ini yang dari<br />
BKF se<strong>dan</strong>g dipersiapkan, insentif tax allowance kalau<br />
orang investasi di sini <strong>dan</strong> R&D-nya atau training-nya<br />
dibikin di <strong>Indonesia</strong>.<br />
Kenapa training ini saya agak obses Karena kalau<br />
kita lihat sejarah, ada tiga negara yang masuk negara<br />
berpendapatan menengah atau middle class, yaitu Afrika<br />
Selatan, Brasil <strong>dan</strong> Korea Selatan. Hanya Korea Selatan<br />
yang berhasil menjadi negara industri karena dia memberi<br />
penekanan pada inovasi <strong>dan</strong> teknologi.<br />
Terkait dengan upaya menekan sisi permintaan,<br />
bagaimana implikasinya terhadap penerimaan<br />
negara <strong>dan</strong> keep buying strategy<br />
Dari segi penerimaan negara, dengan growth yang<br />
melambat, tentu akan terpengaruh. Itu sebabnya dalam<br />
pembahasan APBN <strong>2014</strong> dengan DPR, dilakukan perubahan<br />
di situ. Kalau dibilang bertentangan dengan<br />
growth yang mau tinggi, betul. Tapi, kita harus realistis<br />
dalam 2 tahun ini kita harus stabilisasi <strong>dan</strong> itu pilihan<br />
kita. Jadi, implikasinya kita tidak bisa mendorong pertumbuhan<br />
di atas 6% <strong>dan</strong> dari sisi penerimaan pasti<br />
akan affected.<br />
Sekarang bagaimana dengan penerimaan yang turun<br />
ini, ada upaya. Ini yang sudah saya bicarakan dengan<br />
Ditjen Pajak. Saya harus akui selama ini penekanan<br />
kepada sektor-sektor tertentu memang terjadi, yang disebut<br />
sebagai intensifikasi. Jadi, sumber penerimaan pajak<br />
kita itu datang dari tambang, perkebunan. Dengan<br />
growth yang melambat, harga komoditas<br />
<strong>dan</strong> tambang menurun, penerimaan<br />
pajaknya menurun.<br />
Kami di internal bersama Pak Fuad<br />
[Fuad Rahmany, Dirjen Pajak] menyetujui,<br />
sudah tidak bisa lagi intensifikasi<br />
atau dikenal dengan istilah berburu<br />
di kebun binatang karena binatangnya<br />
enggak ada lagi. Ini mesti<br />
diubah kepada ekstensifikasi. Dicari<br />
sektor-sektor yang masih berkembang<br />
di <strong>Indonesia</strong>, yaitu sektor konsumsi,<br />
misalnya properti. Pak Fuad sudah mulai lakukan, tetapi<br />
ada constraint, concern, di sektor ini jumlah petugas pajaknya<br />
terbatas, knowledge mereka tentang sektor lain terbatas.<br />
Kalau begitu, bagaimana kita menarik pajak tanpa terlalu<br />
banyak pakai orang. Itu yang kemudian ditetapkan<br />
pada pajak UKM, ditetapkan 1% final. Tidak perlu melihat<br />
bukunya, cuma tahu omzetnya saja, kemudian ditarik.<br />
Itu tidak butuh orang banyak. Anda juga tidak perlu<br />
knowledge terlalu detail mengenai itu karena dianggap<br />
sebagai PPh final. Kami coba lihat sektor-sektor yang tidak<br />
terlalu banyak digarap, collection-nya relatif kecil, sehingga<br />
dari sektor-sektor itu, akan ada additional income.<br />
Terus kalau ditanya, ini ideal tidak, tentu tidak. Yang<br />
ideal adalah orang dipajaki berdasarkan bukunya,<br />
untung atau rugi. Tapi, daripada enggak bisa di-collect<br />
karena orangnya terbatas, knowledge-nya terbatas<br />
mengenai sektor itu. Kalau Anda mau tarik pajak dari<br />
suatu sektor, Anda harus mengerti perusahaannya,<br />
harus mengerti bukunya. Bayangkan petugas pajak kita<br />
total 33.000 orang.<br />
Memang mau ada tambahan, tapi orangnya juga mesti<br />
di-training. Kalaupun pegawai ditambah, knowledge-nya<br />
masih terbatas. Jadi, saya harus realistis tahun ini.<br />
Faktanya begitu, we’re not living in the first best world,<br />
kita hidup di dunia yang second best, kalau mau<br />
menunggu dulu sampai jumlah petugasnya cukup, saya<br />
kehilangan 3-4 tahun <strong>dan</strong> income-nya kosong. Jadi,<br />
12 | Laporan Khusus <strong>Arah</strong> <strong>Bisnis</strong> & <strong>Politik</strong>