RUU KUHP - Draft II Tahun 2005 Lembaga Studi dan ... - Elsam
RUU KUHP - Draft II Tahun 2005 Lembaga Studi dan ... - Elsam
RUU KUHP - Draft II Tahun 2005 Lembaga Studi dan ... - Elsam
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
<strong>RUU</strong> <strong>KUHP</strong> - <strong>Draft</strong> <strong>II</strong> <strong>Tahun</strong> <strong>2005</strong><br />
Pasal 249<br />
Yang dimaksud dengan “bantuan” <strong>dan</strong> “kemudahan” lihat penjelasan Pasal 248.<br />
Pasal 250<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 251<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 252<br />
Yang dimaksud dengan "bangunan untuk pengamanan lalu lintas udara" adalah fasilitas<br />
penerbangan yang digunakan untuk keamanan <strong>dan</strong> pengaturan lalu lintas udara seperti<br />
terminal, bangunan, menara, rambu udara, penerangan, landasan, serta fasilitas lainnya,<br />
termasuk bangunannya ataupun instalasinya.<br />
Pasal 253<br />
Yang dimaksud dengan "tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan" adalah<br />
fasilitas penerbangan yang digunakan oleh atau bagi pesawat agar dapat mendarat<br />
(landing) atau tinggal landas (take off) secara aman, seperti tanda atau alat landasan<br />
(runway-marking) termasuk garis di tengah landasan (runway- counterline-marking),<br />
tanda penunjuk atau koordinat landasan (runway-designation-marking), tanda ujung<br />
landasan (runway-threshold-marking) <strong>dan</strong> tanda a<strong>dan</strong>ya rintangan landasan (obstaclemarking)<br />
termasuk lampu tanda pemancar radio, lampu tanda menara lalu lintas udara,<br />
<strong>dan</strong> lampu tanda gedung stasiun udara, <strong>dan</strong> lain sebagainya. Pengertian "memasang<br />
tanda atau alat yang keliru" dapat juga berarti secara sengaja <strong>dan</strong> melawan hukum<br />
memasang secara keliru alat atau tanda yang benar.<br />
Pasal 254<br />
Pesawat udara yang dimaksud dalam ketentuan Pasal ini adalah pesawat udara yang<br />
berada di darat, yaitu tidak dalam penerbangan atau masih dalam persiapan oleh awak<br />
darat atau oleh awak pesawat untuk penerbangan tertentu.<br />
Pasal 255<br />
Cukup jelas.<br />
Pasal 256<br />
Tindak pi<strong>dan</strong>a dalam ketentuan Pasal ini lazim dikenal dengan pembajakan udara<br />
(hijacking). Dalam ketentuan ini perbuatan merampas atau mempertahankan<br />
perampasan tersebut dilakukan dengan jalan melawan hukum, misalnya menipu atau<br />
menyuap, sehingga pilot dengan sukarela menyerahkan pengemudian pesawat udara<br />
yang se<strong>dan</strong>g dalam penerbangan.<br />
Pasal 257<br />
Tindak pi<strong>dan</strong>a dalam ketentuan Pasal ini juga merupakan pembajakan udara (hijacking)<br />
sebagaimana diatur dalam Konvensi Internasional tentang The Suppression of Unlawful<br />
Seizure of Aircraft yang diadakan di Den Haag-Belanda tahun 1970.<br />
Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut dengan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Nomor 2 <strong>Tahun</strong><br />
1976 sehingga sebagai negara peserta harus memenuhi kewajiban yang diatur dalam<br />
Pasal 2 Konvensi, yaitu bahwa setiap negara peserta konvensi wajib memi<strong>dan</strong>a<br />
perbuatan pembajakan udara dengan pi<strong>dan</strong>a yang berat. Tindak pi<strong>dan</strong>a tersebut<br />
merupakan tindak pi<strong>dan</strong>a internasional yang berarti bahwa setiap negara (peserta<br />
konvensi) mempunyai jurisdiksi kriminal terhadap setiap pembajak udara, dengan tidak<br />
meman<strong>dan</strong>g nasionalitas pelaku maupun pesawat udara serta tempat (negara)<br />
<strong>Lembaga</strong> <strong>Studi</strong> <strong>dan</strong> Advokasi Masyarakat (ELSAM) 47