Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
<strong>Catatan</strong> <strong>Seorang</strong> <strong>Pejalan</strong><br />
Romo berderai, “Hidup itu penuh dengan masalah, karena hidup itu<br />
sendiri adalah masalah. Ketika diterpa masalah, banyak orang yang kalut<br />
saat tak menemukan solusinya. Padahal alasan sebenarnya sederhana<br />
sekali, itu karena mereka menempatkan diri mereka di posisi empunya<br />
masalah. Ketika Kroto berada di atas gunung, itu Eyang sedang<br />
mengajarkan agar bisa melihat dari sudut pandang yang lain, dari sudut<br />
pandang atas. Saat berada di atas, yang semula tak nampak, tak terlihat,<br />
dan tak tersadari, itu menjadi nampak, terlihat, dan tersadari, bukan?<br />
Pendakian gunung terus diperintahkan Eyang agar Kroto terlatih berada<br />
di posisi lain, berada di posisi penyolusi, bukan di posisi empunya<br />
masalah. Sekarang, ketika sudah terlatih bisa berada di posisi lain, sudah<br />
tak ada jadwal pendakian gunung lagi, ‘kan? Kenapa Kroto senang<br />
melihat dari titik pandang ini, bukan hanya melihat laut? Itu karena<br />
nuranimu mengajarkan agar memandang secara holistik, menyeluruh.<br />
Memandang dari atas itu lebih baik daripada memandang dari samping,<br />
dan memandang secara menyeluruh itu lebih baik daripada memandang<br />
dari satu sisi saja. Coba sekarang terusin penguraian maknanya, ‘kan tadi<br />
sudah Romo bantu.”<br />
“Untuk sampai ke puncak gunung, diperlukan pendakian yang<br />
tak mudah. Walau sudah sering mendaki, kelelahan tetap saja ada. Tapi<br />
kelelahannya terbayar setelah berada di puncak. Hal itu menandakan<br />
bahwa, butuh latihan yang tak mudah untuk bisa berada di posisi<br />
penyolusi. Dan ketika bisa berada pada posisi itu, keindahan dan<br />
kebahagiaan sangat terasa. Ternyata masalah yang semula terlihat<br />
besar, nyatanya kecil dan mudah untuk diselesaikan. Tersebab solusinya<br />
justru ada di sekitar, hanya awalnya saja tak terlihat karena sudut<br />
pandangnya yang belum tepat.”<br />
Mendengar perkataan saya, Romo tersenyum sambil menepuk<br />
bahu, dan kemudian berkata, “Nah, begitu dong, Kroto. Ternyata harus<br />
dipancing dulu, ya?” Saya tersenyum. “Lanjutkan lagi, masih banyak<br />
tuh,” tantang Romo.<br />
“Bentar Mo, nafas dulu,” saya berkilah.<br />
[Ratu Marfuah] 51