You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
<strong>Catatan</strong> <strong>Seorang</strong> <strong>Pejalan</strong><br />
yang menumbuhkan buah karma? Sesungguhnya alam semesta itu tanpa<br />
kesadaran. Ia adalah mesin super canggih yang merekam segala aktivitas<br />
yang dilakukan manusia, baik buruk atau pun baik. Dan pada akhirnya,<br />
buah aktivitas itu ditumbuhkan oleh alam semesta dalam bentuk<br />
rangkaian takdir bagi manusia itu sendiri. Alam semesta adalah Kyai Sepi,<br />
seolah tidak ada; tak merekam aktivitas dan menumbuhkan buah karma.<br />
Padahal tergelar nyata; merekam aktivitas dan menumbuhkan buah<br />
karma. Alam semesta itu langgeng, tak berubah, tak bertambah atau tak<br />
dikurangi, tanpa kehendak sendiri dan tak memiliki kesadaran sendiri.<br />
Alam semesta adalah bayangan dari Gusti Allah; Gusti Ingkang Akaryo<br />
Jagad. Sekarang giliran Nduk yang menjelaskan makna dari Kyai Urip.<br />
Siap?”<br />
“Sendiko dhawuh, Yai.” Romo dan Rama kompak tersenyum.<br />
Saya menarik nafas panjang, bersiap menjelaskan. “Kyai Urip atau Kyai<br />
Hidup itu sesungguhnya adalah Allah; Gusti Kang Murbeng Dumadi.<br />
Sumber abadi kehidupan alam semesta. Inti seluruh kehidupan. Asal dan<br />
tujuan seluruh kehidupan. Orang Arab menyebutnya Inna lillahi wa inna<br />
ilaihi rajiun, sedangkan orang Jawa menyebutnya sangkan paraning<br />
dumadi. Gusti Allah adalah sumber maha energi yang melampaui<br />
segalanya. Maha di atas maha. Cahaya di atas cahaya.”<br />
Wajah Kyai Said berhiaskan senyum, “Sejatinya, wayang, kelir,<br />
Niyaga, Penonton, Sinden, dan Kyai Sepi, itu adalah manifestasi dari<br />
Gusti Allah. Sudah mengerti Nduk?” Saya mengangguk. “Wis, sudah<br />
beres semua pembahasannya. Pesan saya cuma satu, terus<br />
tingkatkanlah kesadaran agar menjadi manusia sejati; manusia yang<br />
memahami kemuliaan proses penciptaannya dan mampu<br />
mengendalikan anasir-anasir dalam dirinya hingga bisa mencapai<br />
sangkan paraning dumadi.”<br />
Kembali saya mengangguk. “Pesan yang tak mudah,” saya<br />
membatin.<br />
[Ratu Marfuah] 77