Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
<strong>Catatan</strong> <strong>Seorang</strong> <strong>Pejalan</strong><br />
Eyang tersenyum, “Hanya ujian kecil. Di depan sana, masih<br />
banyak ujian yang lebih besar lagi. Jika tak pernah mengalami ujian kecil,<br />
maka tak akan pernah merasakan ujian besar. Jika di ujian kecilnya tak<br />
berhasil, maka akan ketakutan dengan ujian besar. Diuji agar<br />
mengetahui kesiapan. Tak pernah diuji, berarti tak sayang,” ujar Eyang,<br />
“Srikandinya Eyang, sudah tentu berani menerima ujian, kan? Lah<br />
katanya dare to be more,” lanjutnya lagi.<br />
Saya tersenyum, “Yes, I dare, Eyang.” Eyang kembali tersenyum.<br />
“Yang, kok tadi Neng dipanggil Srikandi?” tanya saya kemudian.<br />
“Emangnya gak boleh?” Eyang balik bertanya.<br />
“Ya gak apa-apa. Tapi semua hal kan ada alasannya. Terus apa<br />
yang menjadi alasannya Eyang?” Eyang tersenyum sambil mengusapi<br />
kepala saya.<br />
“Neng tahu Srikandi?” tanya Eyang.<br />
“Srikandi adalah satria wanita yang terkenal gagah berani.<br />
Gemar berperang dan menguasai banyak kesaktian. Istri dari Arjuna,”<br />
jawab saya.<br />
“Setelah tahu itu, berarti Neng bisa tahu, kan, alasannya<br />
Eyang?” Saya menggeleng. Otak sedang tak bisa diajak merenung.<br />
“Afirmasi. Eyang mencoba mengafirmasikan agar Neng selalu berjiwa<br />
satria, seperti Srikandi.” Saya meresapi ucapan Eyang.<br />
“Satria itu bukanlah orang yang senang mengangkat senjata<br />
untuk berperang. Apalagi untuk memerangi orang-orang yang tak salah<br />
atau berlainan pendapat dengannya. Itu pecundang namanya. Satria<br />
adalah gelar untuk jiwa. Jiwa yang telah menjadi satria adalah jiwa yang<br />
sejati, jiwa yang telah terlepas dari ego. Sedangkan perilakunya justru<br />
harus lemah lembut, namun tegas.” Saya memandang Eyang. “Sebagai<br />
[Ratu Marfuah] 92