20.04.2017 Views

Catatan Seorang Pejalan

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Catatan</strong> <strong>Seorang</strong> <strong>Pejalan</strong><br />

Saya menggeleng, “Gak tahu Mbah, kan sejarahnya gak jelas.”<br />

Beliau bergumam pelan, “Itu sudah takdir, Nduk.” Tawa kecil<br />

berhamburan dari mulutnya. “Ya, itu sudah takdir. Seperti apa jalan<br />

takdirnya, itulah yang harus diteliti. Jadi kutukan Sabdopalon—<br />

Pamomong Prabu Brawijaya, bukan berdasarkan atas ketidaksukaannya<br />

karena Sang Prabu berganti memeluk Islam, karena Sang Prabu menjadi<br />

Jawan, karena suratan takdir sudah menggariskannya begitu.<br />

Sabdopalon hanya menyampaikan apa yang ia ketahui berdasarkan<br />

petunjuk dari Gusti Allah. Begitu pun yang terjadi dengan Prabu<br />

Jayabaya dan Ranggawarsita. Jangan tanya mereka agamanya apa, ya?<br />

Hehehe. Kewaskitaan seseorang bukan karena faktor agama, melainkan<br />

karena mereka telah mencapai maqom ma’rifat, mengetahui dirinya<br />

yang sejati, sehingga weruh sakdurunge winarah. Perhatikanlah orang<br />

Islam sekarang, tak mencerminkan orang Islam. Padahal Islam itu agama<br />

yang rahmatan lil alamin, tapi kenyataannya kini…” Kalimatnya terhenti.<br />

Saya memandangnya dan mendapati ada air yang menggenang di sana.<br />

“Mbah menyesal sudah ikut menyebarkan Islam?”<br />

Punggung tangan kanannya digunakan untuk menghapus air<br />

mata, “Tidak sama sekali Nduk. Bukan salah agamanya, tapi umatnya.<br />

Umat Islam sudah hilang keislamannya, pun orang Jawa yang menjadi<br />

Jawan—kehilangan Jawanya. Kekacauannya karena itu, karena mereka<br />

lupa akan diri mereka, lupa akan asal usulnya, lupa akan ibu pertiwinya,<br />

lupa akan budayanya, dan yang terakhir, lupa akan Gusti Allah. Gusti<br />

Allah telah hilang dari hatinya, sudah tak lagi bermakna. Ranggawarsita<br />

menyebut ini sebagai zaman Kalatida—zaman yang penuh dengan<br />

kekacauan, dan pada puncaknya, akan ada goro-goro besar. Dalam<br />

pewayangan, seperti lakon Petruk dadi ratu. Petruk yang seorang<br />

panokawan, pemomong bagi Arjuna, tiba-tiba menjadi raja. Yang terjadi<br />

kemudian adalah kekacauan dan ketidakseimbangan karena tak sesuai<br />

dengan kemampuannya. Tidak lagi berjalan sesuai dengan fitrahnya dan<br />

tidak lagi pada tempatnya.” Saya memilih diam, tak tahu harus berkata<br />

apa.<br />

[Ratu Marfuah] 88

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!