29.12.2015 Views

EFEK DINANTI PAKET DIRACIK EFEK DINANTI

m-130-2015

m-130-2015

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

laporan<br />

utama<br />

TAK SEIRAMA<br />

DENGAN POLITIK<br />

ANGGARAN<br />

menurut saya. Kita boleh berharap ada<br />

1000 tenaga kerja yang terserap. Tapi,<br />

kalau bisa syarat serapan tenaga kerjanya<br />

dikurangi. Industri berteknologi<br />

tinggi tak banyak menyerap tenaga kerja<br />

diban dingkan industri tekstil. Kita lihat<br />

saja progresnya dalam tiga bulan ke depan,<br />

sejauh mana efektivitasnya,” ujar<br />

politisi dari dapil Sumsel II ini.<br />

Pemerintah semangat mengeluarkan<br />

paket kebijakan ekonomi, tapi<br />

tak mau mendukungnya dengan<br />

politik anggaran. Ada ketidakselarasan<br />

dari dua kebijakan ini. Ingin mengundang<br />

banyak investor asing ke dalam,<br />

tapi anggaran Badan Koordinasi Penanaman<br />

Modal dipangkas. Ingin menumbuhkan<br />

UMKM, tapi anggaran Kemenkop<br />

dan UKM dipotong.<br />

Membincang paket kebijakan dengan<br />

politik anggaran tampak tak selaras. Di<br />

satu sisi sangat menggebu mengeluarkan<br />

paket kebijakan, tapi di sisi lain tak<br />

mau mendukungnya dengan fasilitas<br />

anggaran yang cukup. Inilah yang terjadi<br />

di balik rentetan paket kebijakan<br />

yang dirilis pemerintah. Anggota Komisi<br />

VI DPR RI Wahyu Sanjaya mengkritik hal<br />

ini ketika berbincang secara eksklusif di<br />

ruang kerjanya, akhir Oktober lalu.<br />

Pada paket kebijakan jilid II, pemerintah<br />

memberi akses kemudahan dengan<br />

mempercepat proses izin investasi di<br />

Indonesia dari yang sebelumnya berhari-hari,<br />

kini diupayakan hanya tiga<br />

jam saja. Kebijakan ini memang disambut<br />

baik. Namun, Komisi VI DPR justru<br />

mempertanyakan<br />

mengapa kebijakan<br />

yang baik itu tidak<br />

didukung dengan<br />

anggaran<br />

yang memadai.<br />

BKPM sebagai<br />

mitra Komisi<br />

VI mendapat<br />

pemotongan<br />

anggaran hingga setidaknya Rp<br />

120 miliar.<br />

“Saya sempat pertanyakan saat<br />

membahas anggaran, kenapa anggaran<br />

BKPM justru turun. BKPM ini, kan, ujung<br />

tombak untuk menarik investor dari luar<br />

ke dalam. Jadi, jangan sampai anggarannya<br />

ditahan atau dikurangi. Justru harus<br />

ditambah untuk mendorong percepatan<br />

dan akselerasi investasi di Indonesia,”<br />

papar Wahyu.<br />

Untuk menggaet investor, lanjut Wahyu,<br />

BKPM harus dibenahi. Dan salah<br />

satu pembenahannya adalah menaikkan<br />

anggaran. Menurut Wahyu, upaya<br />

pe ngurusan izin investasi hanya tiga jam<br />

itu wajar. Tapi, seberapa banyak kelak<br />

investor bisa berdatangan ke Tanah Air,<br />

masih menunggu waktu.<br />

Dalam urusan investasi, pemerintah<br />

mempermudah investasi yang memiliki<br />

nilai di atas Rp 100 miliar dan menyerap<br />

1.000 tenaga kerja. Politisi Partai Demokrat<br />

itu berpendapat, untuk investor<br />

antarnegara, nilai Rp 100 miliar sangat<br />

kecil. Tapi persoalannya, serapan tenaga<br />

kerja hingga 1000 orang itu yang jadi<br />

masalah. Tidak semua investasi di atas<br />

Rp 100 miliar bisa menyerap tenaga kerja<br />

sebanyak itu.<br />

Investasi di sektor usaha berteknologi<br />

tinggi, mungkin tidak terlalu banyak<br />

menyerap tenaga kerja. Ini perlu dipikirkan<br />

kembali oleh pemerintah. Tak<br />

salah bila pemerintah menginginkan<br />

pembukaan lapangan kerja sebanyakbanyaknya<br />

dari investasi asing. Wahyu<br />

berharap, pemerintah menurunkan sedikit<br />

serapan tenaga kerjanya khusus<br />

yang memanfaatkan teknologi tinggi<br />

dengan tidak kehilangan akses kemudahan<br />

dalam mengurus izin investasi.<br />

“Target 1000 tenaga kerja<br />

itu terlalu optimistik<br />

KUR DAN UKM<br />

Pada paket kebijakan jilid IV, pemerintah<br />

berusaha memberi kemudahan<br />

akses kredit usaha rakyat (KUR) sekaligus<br />

perluasan penerimaanya. KUR<br />

diberikan kepada karyawan atau TKI<br />

yang berpenghasilan tetap. Bahkan, TKI<br />

purna juga diberikan akses KUR. Dalam<br />

paket itu, bunga KUR juga diturunkan<br />

dari 22 persen menjadi 12 persen. Menurut<br />

Wahyu, pengusaha kecil harus diberi<br />

pemahaman bagaimana mengurus KUR,<br />

karena faktanya tidak mudah.<br />

Sebagai pengusaha yang sering<br />

berurusan dengan bank, Wahyu me nga<br />

ku tak mudah mendapatkan pinjaman.<br />

Untuk mengurus KUR tentu butuh dokumen<br />

pendukung seperti KTP, KK, rekening<br />

koran, track record, neraca, hingga<br />

membuat proposal. “Ini sering kali tidak<br />

dimiliki oleh para pelaku usaha kecil<br />

dan mikro. Harus ada desain yang tepat<br />

bagaimana mengakomodir para pengusaha<br />

kecil agar betul-betul mendapatkan<br />

kemudahan KUR,” jelas Wahyu.<br />

Sementara soal bunga KUR yang<br />

diturunkan hingga 12 persen per tahun,<br />

Wahyu menyatakan, sudah wajar<br />

penurunan bunga tersebut. Tinggal<br />

menunggu seberapa efektif penurunan<br />

bunga KUR bagi pertumbuhan UMKM.<br />

Bagi Wahyu, bila namanya sudah KUR,<br />

idealnya bisa diberikan kepada siapa<br />

saja. Perluasan penerima bisa menjangkau<br />

para purnawirawan, bahkan kepada<br />

siapa pun yang mau berusaha.<br />

“Kalau namanya kredit usaha rakyat,<br />

ya untuk seluruh rakyat Indonesia. tidak<br />

peduli jenis kelamin, pekerjaan, dan<br />

profesi. Yang berhak mendapatkan KUR<br />

adalah yang mau berusaha dan masuk<br />

dalam skala ekonomi kecil mikro. Itulah<br />

namanya KUR,” kilah Wahyu lebih lanjut.<br />

(MH) FOTO: NAEFUROJI/PARLE/IW<br />

20 EDISI 130 TH. XLV, 2015<br />

Anggota Komisi VI DPR<br />

Wahyu Sanjaya

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!