EFEK DINANTI PAKET DIRACIK EFEK DINANTI
m-130-2015
m-130-2015
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
hatan seksual pada anak.<br />
Sebagai landasan hukum, pemerintah<br />
sedang mempertimbangkan membuat<br />
peraturan pemerintah pengganti undang-undang<br />
(Perppu) untuk hukuman<br />
tambahan bagi pelaku kekerasan pada<br />
anak. Maksud diterbitkannya Perppu,<br />
karena kalau merevisi undang-undang<br />
akan lebih lama prosesnya, sementara<br />
tuntutan tentang perlindungan bagi<br />
anak-anak ini sudah semakin mendesak.<br />
Namun bagi politisi Gerindra Mohammad<br />
Syafei, sanksi kebiri tidak cukup,<br />
pelaku kekerasan seksual pada anak<br />
harus dihukum mati. Apakah ada jaminan,<br />
tegasnya, dengan sanksi kebiri ini<br />
maka semua kasus itu akan tereliminasi.<br />
Lebih lanjut ia menambahkan, mungkin<br />
untuk menghentikan hasrat seksual<br />
si pelaku hukuman ini bisa, tapi apakah<br />
kebiri ini bisa serta merta menghentikan<br />
apa yang menjadi akumulasi dari<br />
penyebab ia melakukan kejahatan itu,<br />
misalnya kemarahan dan dendam si<br />
pelaku.<br />
“Saya melihat lebih komprehensif<br />
karena orang melakukan tindak kekerasan<br />
pada anak belum tentu hanya<br />
hasrat seksual. Bisa saja merupakan<br />
akumulasi dari pengalaman sendiri,<br />
keluarganya atau dia saksikan sendiri,<br />
sehingga apa yang dilakukannya selain<br />
hasrat seks ada pelampiasan kemarahan<br />
balas dendam,” katanya kepada Parlementaria.<br />
Lebih jauh, politisi Dapil Sumut ini<br />
menyatakan, cenderung kejahatan seks<br />
seperti ayah pada anaknya, kakak pada<br />
adiknya atau guru kepada muridnya,<br />
harus ada pemberatan hukuman. Atau<br />
bila perlu hukuman mati sebab dalam<br />
Islam hukuman mati tidak dilarang.<br />
Bahkan merupakan perintah. “Diwajibkan<br />
atas kamu melakukan qisos terhadap<br />
pembunuh,” ujarnya mengutip salah<br />
satu ayat Al-quran.<br />
Menurutnya, pembunuh disini tidak<br />
langsung pembunuhan fisik. Anak-anak<br />
korban kekerasan seks terbunuh masa<br />
depannya, kemudian marah, emosi,<br />
dendam sehingga tertutup masa depannya.<br />
Sama dengan kejahatan korupsi<br />
yang membunuh banyak peluang.<br />
“Pelaku kekerasan seks terhadap<br />
anak, atau guru yang menggagahi muridnya<br />
harus dihukum mati. Mereka<br />
membunuh masa depan anak-anak,<br />
cita-citanya,” katanya lagi<br />
Ia mengakui, dasar hukum untuk<br />
menjatuhkan sanksi kebiri hingga kini<br />
belum ada dan direncanakan diterbitkan<br />
peraturan baru. “Daripada<br />
menunggu hukum yang baru, men ding<br />
hukuman mati saja,” katanya dengan<br />
menambahkan, beberapa negara telah<br />
mempratekkan hukuman kebiri seperti<br />
Israel, Rusia dan Polandia.<br />
Dalam kaitan ini perlu dipelajari juga<br />
terhadap negara yang sudah mempraktekkan<br />
itu bagaimana dampak terhadap<br />
kekerasan seks terhadap anak. “Kalau<br />
efektif, nggak apa langsung dilakukan di<br />
Indonesia. Namun Kalau kurang efektif,<br />
perlu kajian-kajian,” papar dia.<br />
Sesuai data yang ada, Syafei menyebutkan,<br />
kasus kejahatan seks terhadap<br />
anak tidak pernah menurun bahkan<br />
dari tahun ke tahun selalu naik dan<br />
tahun ini sudah mencapai 5.000 an<br />
kasus. “Ini luar biasa, kejahatan seks<br />
terhadap anak merupakan kejahatan<br />
setara bandar narkoba, koruptor<br />
kakap dan teroris yang layak dihukum<br />
mati,” tandas Syafei.<br />
Anggota Komisi VIII DPR RI ini<br />
kembali menegaskan, lebih bagus<br />
dihukum mati saja pelaku tindak<br />
kekerasan seksual pada anak ini<br />
ketimbang di kebiri. Dengan<br />
hukuman kebiri<br />
kita perlu<br />
membuat<br />
peraturan<br />
b a r u .<br />
“Apalagi<br />
yang<br />
k i t a<br />
harapkan<br />
pada orang yang telah mematikan<br />
masa depan anak-anak,” imbuhnya.<br />
Ia menegaskan, jika hukuman kebiri<br />
yang dijatuhkan maka masih banyak<br />
implikasi-implikasi yang ditimbulkan.<br />
Dimana pelaku masih bisa melakukan<br />
kejahatan pada anak, yang tidak dapat<br />
dia lakukan adalah kejahatan seksual<br />
de ngan alat seksnya. Bisa saja dia<br />
melakukan kejahatan seks dengan tangannya<br />
atau dengan alat lain. “Karena<br />
seperti yang telah saya katakan tadi, dia<br />
melakukan kejahatan bukan sematamata<br />
hasrat seksual tapi akumulasi dari<br />
berbagai sebab,” mantapnya.<br />
“Kita berharap, ke depan anak-anak<br />
kita dapat tumbuh dan berkembang dengan<br />
baik, memiliki masa depan yang<br />
cerah. Tentunya menjadi aset yang<br />
luar biasa untuk kemajuan bangsa kita<br />
kedepan,” tegasnya.<br />
(SC) FOTO: IWAN AR-<br />
MANIAS, RIZKA/<br />
PARLE/IW<br />
Anggota Komisi<br />
VIII Muhammad<br />
Syafei<br />
EDISI 130 TH. XLV, 2015<br />
61