EFEK DINANTI PAKET DIRACIK EFEK DINANTI
m-130-2015
m-130-2015
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Oleh: Reni Suwarso, Ph.D, Direktur CEPP FISIP UI<br />
porasi pertanian/perkebunan dan kelompok-kelompok masyarakat<br />
yang bergerak di bidang yang sama. Beberapa pihak<br />
menilai paket berjiliid ini terlalu mengistimewakan swasta dan<br />
menganaktirikan BUMN yang menjadi salah satu penopang<br />
kekuatan ekonomi nasional. Jika kemudahan yang diperoleh<br />
swasta seperti pembelian minyak mentah yang termaktub<br />
dalam kebijakan ekonomi sebelumnya, tidak demikian dengan<br />
BUMN yang harus bersiasat dengan UU tentang BUMN, UU<br />
tentang Perseroan Terbatas dan program Corporate Social<br />
Responsibility (CSR) sekaligus.<br />
Persoalan berikutnya yang menyita perhatian publik secara<br />
luas adalah rumusan formula sistem pengupahan dengan<br />
memasukkan variabel persentase<br />
inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Intinya<br />
adalah upah buruh naik setiap<br />
tahun dengan besaran yang terukur.<br />
PP Pe ngupahan mendapat penolakan<br />
dari berbagai elemen buruh, salah satu<br />
penyebabnya karena dianggap bertentangan<br />
dengan Konvensi ILO Nomor 144<br />
yang sudah diratifikasi oleh Indonesia.<br />
Dalam konvensi ini disebutkan bahwa<br />
pemerintah harus melibatkan pekerja<br />
melalui Forum Tripartit yang terdiri<br />
dari pengusaha, pemerintah dan pekerja<br />
jika hendak membuata peraturan tentang Ketenagakerjaan.<br />
Selain itu, besarnya inflasi nasional yang digunakan dalam PP<br />
tersebut dianggap sepihak karena hanya menggunakan data<br />
Badan Pusat Statistik (BPS).<br />
BAGI SEJUMLAH PENGAMAT,<br />
<strong>PAKET</strong> KEBIJAKAN SEBAIKNYA<br />
TIDAK HANYA MEMBERIKAN<br />
KEMUDAHAN BAGI PELAKU<br />
USAHA TAPI JUGA PERLU<br />
MEMPERKUAT DAYA BELI<br />
MASYARAKAT.<br />
<strong>PAKET</strong> KEBIJAKAN DAN MASALAH PEMBANGUNAN<br />
Bagi sejumlah pengamat, paket kebijakan sebaiknya tidak<br />
hanya memberikan kemudahan bagi pelaku usaha tapi juga<br />
perlu memperkuat daya beli masyarakat. Pertimbangannya<br />
adalah tanpa kenaikan konsumsi masyarakat, pelaku usaha<br />
produksi tetap akan susah berkembang. Banyaknya kebijakan<br />
yang nantinya akan dikeluarkan bisa dipahami sebagai antisipasi<br />
terhadap situasi yang tidak pasti di kala krisis global<br />
seperti sekarang. Namun kita juga tidak hendak terjebak pada<br />
kebijakan business as usual yang tidak melahirkan perubahan<br />
signifikan bagi pembagunan Indonesia. Setiap kalangan<br />
pelaku usaha tentunya sangat mengapresiasi kebijakan-kebijakan<br />
yang dikeluarkan pemerintah. Namun tuntutan implementasi<br />
di lapangan yang konsisten dan terukur akan menjadi<br />
konsekuensi-konsekuensi lanjutan. Pemerintah pun harus<br />
mampu mewaspadai para pemburu rente dalam perumusan<br />
payung hukum perundang-undangan atau pada peluncuran<br />
skema program-program baru.<br />
Kebijakan yang kita belum tahu akan mencapai di jilid berapa,<br />
kiranya diharapkan tidak memperlemah aspek monitoring<br />
dan evaluasi dari setiap program yang dikeluarkan. Indonesia<br />
kini bersiap-siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN<br />
(MEA) yang akan segera diimplementasikan<br />
pada 1 Januari 2016. Namun hingga<br />
saat ini kita masih sulit bersaing karena<br />
kelemahan di berbagai hal seperti SDM<br />
yang rendah, kelembagaan yang lemah,<br />
kurangnya infrastruktur, biaya logistik<br />
tinggi, dan perencanaan yang kurang<br />
matang. Pemerintah menurut hemat<br />
penulis tidak seharusnya fokus pada<br />
aspek pertumbuhan semata, melainkan<br />
juga capaian di sektor kesejahteraan<br />
masyarakat secara agregat seperti di<br />
sektor ekonomi dan sektor sosial sekaligus.<br />
Ke sejahteraan yang kami maksudkan disini tidak hanya<br />
ditilik melalui perspektif ekonomi semata sebagaimana lazim<br />
terekam dalam Produk Domestik Regional Bruto, tetapi juga<br />
diteropong via capaian di sektor sosial, seperti pendidikan dan<br />
kesehatan. Paket Kebijakan Ekonomi yang telah mencapai jilid<br />
kelimanya tentu merupakan rumusan-rumusan terbaik dari<br />
berbagai pertimbangan pemerintahan. Hasil yang paling nyata<br />
dari paket kebijakan pemerintah dalam dua bulan terakhir<br />
ini adalah nilai tukar rupiah yang mulai stabil dan masuknya<br />
berbagai investasi ke dalam negeri. Ini tentu yang kita harapkan<br />
mampu mendorong angka-angka pertumbuhan ekonomi<br />
dalam jangka pendek. Namun rangkaian kebijakan ini masih<br />
akan diuji implementasi lapangannya, apakah ia berada tepat<br />
di jalur cita-cita bernegara dan berbangsa kita, menuju masyarakat<br />
yang adil dan sejahtera. [PARLE]<br />
EDISI 130 TH. XLV, 2015<br />
27