EFEK DINANTI PAKET DIRACIK EFEK DINANTI
m-130-2015
m-130-2015
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
kan untuk pembangunan rusun dan<br />
penyediaan fasilitas rumah lainnya. Sedangkan<br />
pembangunan infrastruktur<br />
bidang konektivitas ditujukan untuk<br />
pembangunan jalan baru, tol, kereta api,<br />
bandara, dan lainnya.<br />
Peningkatan alokasi anggaran infra<br />
struktur yang relatif tajam dalam<br />
APBN-P 2015 dan APBN 2016<br />
menunjukkan keseriusan pemerintah<br />
untuk membenahi ketersediaan<br />
infrastruktur di Indonesia. Akan tetapi<br />
keseriusan tersebut belum begitu terlihat<br />
jika kita mengacu pada realisasi<br />
belanja modal hingga semester I yang<br />
hanya baru dihabiskan Rp 22,8 triliun.<br />
Seharusnya pemerintah serius dalam<br />
merencanakan, menganggarkan hingga<br />
implementasi atau realisasi penyerapan.<br />
Mengingat betapa pentingnya percepatan<br />
pembangunan infrastruktur<br />
untuk menggenjot perekonomian dan<br />
daya saing nasional, keseriusan pemerintah<br />
dalam mengalokasikan anggaran<br />
infrastruktur haruslah linear dengan<br />
kinerja penyerapannya. Linearnya antara<br />
penganggaran dan penyerapan menjadi<br />
hal penting yang harus diperhatikan<br />
oleh pemerintah, mengingat kapasitas<br />
fiskal Indonesia yang masih rendah dan<br />
sebagian pembiayaan anggarannya masih<br />
bersumber dari pinjaman, khususnya<br />
pinjaman luar negeri.<br />
Berdasarkan paparan Deputi Bidang<br />
Sarana dan Prasana Kementerian PPN/<br />
Bappenas beberapa waktu lalu, kebutuhan<br />
pendanaan untuk pembangunan<br />
infrastruktur lima tahun ke depan sebesar<br />
Rp 5,519.4 triliun yang pendanaannya<br />
dapat bersumber dari APBN, APBD,<br />
BUMN dan Swasta. Untuk pembiayaan<br />
yang bersumber dari APBN ditargetkan<br />
sebesar Rp 2,215.6 triliun.<br />
Merujuk kepada kapasitas fiskal dan<br />
penerimaan negara yang masih rendah<br />
dan boleh dikatakan tidak sebanding<br />
dengan kebutuhan Rp 2,215.6 triliun<br />
tersebut, sudah pasti salah satu cara<br />
yang dapat ditempuh oleh pemerintah<br />
dalam konteks merealisasikan pembiayaan<br />
pembangunan infrastruktur yang<br />
bersumber dari APBN adalah melalui<br />
pinjaman luar negeri.<br />
Akan tetapi, jika kinerja penyerapannya<br />
masih rendah, maka pembiayaan<br />
dari pinjaman luar negeri bukanlah<br />
solusi terbaik. Penyerapan yang rendah,<br />
akan menimbulkan beban bagi keuangan<br />
dan perekonomian negara jika pembiayaannya<br />
bersumber dari pinjaman<br />
luar negeri.<br />
ANGIN SEGAR UNTUK<br />
INFRASTRUKTUR<br />
Pinjaman luar negeri merupakan salah<br />
satu solusi alternatif bagi pembiayaan<br />
pembangunan infrastruktur yang lebih<br />
baik dibandingkan penerbitan surat<br />
utang negara (SUN). Hal ini didasarkan<br />
pada argumentasi yang menyatakan<br />
bahwa penerbitan SUN yang berlebihan<br />
akan banyak menyerap uang dari sektor<br />
swasta atau ril, yang dapat menimbulkan<br />
perkembangan sektor swasta terhambat<br />
dan pada akhirnya dapat memicu inflasi<br />
dan perlambatan ekonomi nasional.<br />
Akan tetapi, pinjaman luar negeri<br />
selain memberikan keuntungan bagi<br />
pembangunan juga memberikan potensi<br />
kerugian bagi negara. Keuntungan<br />
pinjaman luar negeri harus dilihat<br />
dari syarat dan ketentuan (term and<br />
conditions) kontrak apakah sesuai untuk<br />
peruntukannya yaitu resiko, bunga, dan<br />
waktu pengembalian yang lebih panjang.<br />
Sedangkan potensi kerugian<br />
pinjaman luar negeri adalah seringkali<br />
ada motivasi politik dan ekonomi dibalik<br />
pinjaman luar negeri yang diberikan<br />
oleh negara peminjam. Hitunghitungan<br />
untung dan rugi ini harus<br />
menjadi fokus pemerintah sebelum<br />
memutuskan pembiayaan pembangunan<br />
infrastruktur bersumber dari pinjaman<br />
luar negeri.<br />
Dalam APBN 2016, pinjaman proyek,<br />
yang merupakan pembiayaan pembangunan<br />
infrastruktur, direncanakan<br />
sebesar Rp 38,26 triliun atau turun 7,0<br />
persen dibandingkan APBN-P tahun<br />
2015 sebesar Rp 41,15 triliun. Jika<br />
dibandingkan dengan besaran pinjaman<br />
proyek di tahun 2014, rencana pinjaman<br />
proyek di tahun 2016 meningkat cukup<br />
EDISI 130 TH. XLV, 2015<br />
35