EFEK DINANTI PAKET DIRACIK EFEK DINANTI
m-130-2015
m-130-2015
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
aro ada Taro Gau merupakan<br />
peribahasa Bugis yang berarti<br />
satu kata satu perbuatan. Ya,<br />
konsistensi antara perbuatan<br />
dengan perkataan itu menjadi prinsip<br />
hidup yang diajarkan mendiang sang<br />
ayah kepada Sarifuddin dan kesepuluh<br />
saudaranya.<br />
Begitupun ketika sang ayah menerapkan<br />
sejumlah kebijakan kepada putra-putrinya.<br />
Misalnya kewajiban sang<br />
anak untuk mengaji, belajar, sekolah,<br />
membantu pekerjaan di rumah sampai<br />
memberi makan bebek-bebek. Jika salah<br />
satu putranya lalai menjalani kewajibannya,<br />
sang ayahpun tak segan-segan<br />
mencambuknya. Tidak kurang empat<br />
kali cambukkan diterima Sarif sepanjang<br />
masa kecilnya. Keras memang jika<br />
dirasakan ketika itu. Namun perlahan<br />
ia mulai mendapati manfaat dari sikap<br />
keras sang ayah selama ini. Salah satunya<br />
membentuk pribadi yang disiplin,<br />
tegas dan berani dalam kebenaran.<br />
“Seingat saya mendapatkan empat<br />
kali cambukan dari ayah saya dan hampir<br />
pingsan. Salah satunya ketika saya<br />
tidak masuk sekolah karena hujan. Biasanya<br />
saya sekolah di SDN Salutubu di<br />
Sulawesi Selatan dengan bersepeda.<br />
Tapi karena hujan saya menunggu kendaraan<br />
umum. Namun kendaraan yang<br />
saya tunggu tidak juga datang (maklum<br />
ketika itu alat transportasi umum masih<br />
minim sekali. Karena kondisi sudah terlambat,<br />
maka saya putuskan untuk tidak<br />
sekolah hari itu,” kisah Sarif begitu ia biasa<br />
disapa.<br />
Tak dinyana, sekembalinya sang<br />
ayah dari kantor dan mendapati Sarif di<br />
rumah dan tidak ke sekolah,membuat<br />
murka ayahnya. Satu per satu cambukan<br />
pun langsung “melayang” ke tubuh Sarif.<br />
Seketika itu jua, tubuhnya pun memerah,<br />
lemah bahkan nyaris pingsan. Jera?<br />
Pasti. Namun lebih dari itu, menjadi<br />
‘cambuk’ baginya untuk mengutamakan<br />
sekolah dan tidak mudah menyerah. “Itu<br />
semua demi keberhasilan kalian di masa<br />
depan,” tegas Sarif menirukan ungkapan<br />
sang ayah ketika itu.<br />
Sang ayah pun mencoba mengasah<br />
jiwa sosial Sarif lewat realita sosial yang<br />
terjadi di sekitarnya. Ia kerap diajak sang<br />
ayah melihat penggusuran yang dialami<br />
rakyat jelata.<br />
Tak berlebihan jika kemudian peristiwa<br />
demi peristiwa itu membentuk sebuah<br />
penilaian dan harapan tersen diri<br />
bagi Sarifuddin. Nuraninya tergugah<br />
untuk ikut membela kaum papa yang<br />
kerap termarjinalkan.<br />
AKTIVIS KAMPUS<br />
Lulus dari SMAN 4 Ujung Pandang<br />
awalnya ia merasa sangsi bisa melanjutkan<br />
ke jenjang perguruan tinggi. Pasalnya,<br />
sang ayah yang hanya berstatus<br />
sebagai pegawai negeri dengan sebelas<br />
anaknya tentu sangat sulit untuk mampu<br />
membiayai Sarifuddin yang merupakan<br />
anak ke enamnya.<br />
Saat rapat Kerja Komisi III dengan Kapolri<br />
“Kalau mengharapkan biaya orangtua,<br />
darimana? Kami bukan dari keluarga<br />
kaya, hanya pensiunan PNS,” aku<br />
putra ke enam pasangan Hj. Alanan dan<br />
Alm. Sudding.<br />
Sejak awal masa perkuliahan sudah<br />
terlihat jelas kepiawaiannya dalam dunia<br />
politik dan hukum. Ia pun aktif dalam<br />
beberapa organisasi kemahasiswaan dan<br />
kepemudaan. Salah satunya dalam himpunan<br />
mahasiswa Islam di Ujung Pandang.<br />
“Ya sejak awal saya memang ingin<br />
masuk jurusan hukum dengan harapan<br />
kelak akan menekuni bidang hukum untuk<br />
mampu mengambil peran yang lebih<br />
besar dalam masyarakat, misalnya lewat<br />
pemberian bantuan hukum kepada masyarakat<br />
yang mengalami penggusuran<br />
atau berbagai kasus hukum lainnya,”<br />
jelasnya.<br />
Usai menyandang gelar sarjana hukum,<br />
sekitar tahun 1989, Sarif pun bergabung<br />
dalam Lembaga Bantuan Hukum<br />
(LBH) Makassar sebagai pembela umum.<br />
Disana Sarif bersama rekan-rekannya<br />
memberikan bantuan-bantuan hukum<br />
bagi masyarakat kecil dan lemah yang<br />
mengalami ketidak adilan. Disini eksistensi<br />
Sarifuddin terlihat sangat menonjol.<br />
Tidak puas hanya menyandang sarjana<br />
hukum untuk membela kaum papa,<br />
Sarif memutuskan memperdalam ilmu<br />
hukumnya di pasca sarjana, Magister<br />
Hukum Tata Negara di kampus yang<br />
sama. Seiring dengan itu, karirnya pun<br />
meningkat, ia lolos menjadi pengacara,<br />
sekaligus menduduki jabatan sebagai<br />
Ketua Bidang Operasional Yayasan LBH<br />
Makassar.<br />
Di tahun 1997 ia didaulat menjadi Direktur<br />
Perhimpunan Bantuan Hukum<br />
dan HAM (Hak Asasi Manusia) di Su<br />
EDISI 130 TH. XLV, 2015<br />
47