bergantung tali rapuh cokelat.pmd - International Labour Organization
bergantung tali rapuh cokelat.pmd - International Labour Organization
bergantung tali rapuh cokelat.pmd - International Labour Organization
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Kisah Robi’ah dari Madura<br />
Robi’ah Al-Adawiyah, bukan nama asli tentu. Hidupnya cukup berwarna. Lahir di<br />
Gondanglegi, Malang. Dia menghabiskan masa kanak-kanak di Jember dan<br />
Pamekasan, Madura. Tujuh tahun masa produktif dia jalani nun jauh di Timur Tengah,<br />
tepatnya di Saudi Arabia. Sudah tiga kali perempuan belia ini menikah, sayang<br />
ketiganya kandas.<br />
Lahir pada 15 Februari 1971, Robi’ah adalah anak kedua dari lima bersaudara. Dia<br />
hanya berkesempatan belajar di sebuah pondok pesantren di Desa Gaddu,<br />
Pamekasan, sampai kelas empat MI (madrasah ibtidaiyah) atau setara kelas empat<br />
SD. Orangtuanya memintanya keluar dari sekolah karena seorang pria datang<br />
meminang Robi’ah.<br />
Pernikahan dini terjadi ketika Robi’ah masih 15 tahun. Hanya dua bulan rumah tangga<br />
ini berlangsung. Sang suami meninggalkan Robi’ah dan menikah dengan perempuan<br />
lain. Robi’ah pun kembali ke pondok pesantren.<br />
Setahun berselang, seorang lelaki dari Jember memikat hatinya. Robi’ah pun menikah<br />
untuk kali kedua. Awal perkawinan begitu indah. Benih cinta tertanam dalam rahim<br />
Robiah. Apes nasib Robi’ah, pada tahun kedua perkawinan, sang suami pergi tanpa<br />
pesan. Janin di dalam rahimnya baru berusia tujuh bulan ketika itu. Beruntung, orang<br />
tuanya terus memberinya semangat untuk menjalani hidup. Bahkan ketika anak<br />
pertama Robi’ah lahir, dukungan keluarganya begitu besar.<br />
Kehadiran si jabang bayi laki-laki disambut gembira. Tetapi, bertambahnya satu mulut<br />
mungil dalam keluarga itu menambah beban keluarga. Hidup terasa makin berat<br />
saja. Orang tuanya, yang cuma buruh tani dengan upah tak seberapa, kewalahan<br />
menyokong keseharian Robi’ah dan si buyung. Robi’ah pun gelisah. Masa depan<br />
suram mulai pekat membayang.<br />
Suatu hari, awal perubahan besar terjadi. Kyai Hasan, ini juga bukan nama sebenarnya,<br />
datang berkunjung ke rumah orang tua Robi’ah. Pemuka agama ini adalah pemimpin<br />
pondok pesantren tempat Robi’ah menuntut ilmu dulu. Sang kyai menawarkan<br />
pekerjaan di negeri jauh, Saudi Arabia.<br />
Berbilang hari Robi’ah merenung. Menimbang untung rugi bekerja di negeri orang.<br />
Sampai akhirnya, Robi’ah memutuskan untuk mengambil kesempatan kerja itu. Kondisi<br />
ekonomi keluarga, masa depan anaknya, adalah pertimbangan utama.<br />
Robi’ah kemudian mendatangi Kyai Hasan. Oleh Sang Kyai, dia diperkenalkan kepada<br />
Haji Jawwadi, bukan nama sebenarnya, seorang calo asal Desa Gaddu yang<br />
spesialisasinya adalah memberangkatkan buruh migran ke Saudi Arabia melalui jalur<br />
“umroh”. Nantinya, menurut Haji Jawwadi, di Saudi Arabia, Robi’ah tak hanya<br />
mendapat pekerjaan tetapi juga kesempatan menjalani ibadah umroh, bahkan naik<br />
haji<br />
63