bergantung tali rapuh cokelat.pmd - International Labour Organization
bergantung tali rapuh cokelat.pmd - International Labour Organization
bergantung tali rapuh cokelat.pmd - International Labour Organization
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Bergantung pada Tali Rapuh<br />
66<br />
bercerita tentang teman-temannya yang bekerja menggunakan paspor resmi dan memiliki<br />
kontrak kerja terikat,<br />
”Ada itu pembantu yang bilang ke saya. Dulu disuruh buka pintu. Kenapa? Saya diusir<br />
didorong-dorong sama majikan. Saya mau lari kemana, saya gak tahu? Begitu dia bilang.<br />
Beda dengan saya. Kalau saya ditangkap polisi kan tidak ada hasilnya. Kalau kamu<br />
ditangkap polisi, gampang. Bilang ke dia (polisi –Red), saya ini bukan pelarian, saya diusir<br />
dari rumah majikan. Saya ke sini bukan mau apa, tapi karena saya dipanggil, dia (majikan<br />
–Red) yang mengontrak saya. Nah, gitu kalau orang cerdik kan, saya memang mengajari<br />
anak itu”.<br />
Memang Robi’ah berani menghadapi majikan yang melecehkannya. Ketiadaan kontrak<br />
kerja rupanya membawa hikmah. Robi’ah memiliki kebebasan untuk bisa keluar masuk<br />
dari majikan satu ke majikan lain. Tapi, kebebasan ini tidak sepenuhnya menjamin Robi’ah<br />
selalu dalam posisi aman. Banyak sopir taksi yang genit-genit dan suka menganggu buruh<br />
migran perempuan asal Indonesia.<br />
Halimah, bukan nama sebenarnya, teman Robi’ah yang juga asal Jember, termasuk yang<br />
kena rayuan sopir taksi. Berikut kisahnya,<br />
”Ada teman saya Halimah orang Jember. Dia kalau bepergian selalu berdandan menor.<br />
Yang diganggu bukan saya. Kami dibawa ke tengah gunung. “Robi’ah kamu ini bagus<br />
biar di depan aja, kamu kan besar jadi nggak takut ketahuan istri saya” kata sopir. ”Ada<br />
apa? “endak hanya didepan aja, saya tidak mau ganggu, demi Allah saya tidak mau<br />
ganggu”. Gak tau nya teman saya yang menor dibelakang “dikerjain” di tengah gunung.<br />
Seiring dengan berjalannya waktu, Robi’ah pun semakin piawai menilai majikan yang<br />
baik dan tidak baik. Biasanya, perlu waktu sepuluh hari bagi Robi’ah untuk mengetahui<br />
kualitas majikan. Ciri-ciri majikan yang baik, menurut Robi’ah, terutama adalah kesediaan<br />
sang majikan meminjamkan telepon untuk berkomunikasi.<br />
Robi’ah pun akhirnya menemukan majikan terbaik. Seorang majikan dari Mesir yang<br />
memberinya kesempatan belajar seusai kerja. Majikan ini bahkan memberinya kesempatan<br />
mengikuti kelas agama, antara lain untuk ilmu tafsir dan fikih.<br />
Ketika bekerja untuk majikan dari Mesir inilah Robi’ah menemukan tambatan hati, yakni<br />
seorang laki-laki berdarah Turki. Per<strong>tali</strong>an ini berawal dari seorang teman sesama penghuni<br />
penampungan (mas’ul) yang memberikan nomor telepon seluler Robi’ah kepada si pria<br />
idaman. Setelah lama berkomunikasi melalui telepon seluler, akhirnya Robi’ah menikah<br />
secara sah. Bahkan, ayah Robi’ah datang ke Saudi untuk menikahkan sang putri.<br />
“Teman yang memberitahukan nomer telepon saya. Saya dari kecil sampai besar tidak<br />
pernah pacaran. Saya tahu fotonya dari HP, keesokan harinya bertemu lusa langsung<br />
kawin”.<br />
Setelah menikah, Robi’ah keluar dari rumah penampungan. Suaminya, lelaki Turki itu,<br />
menjalankan restoran yang dibeli dengan uang mereka berdua. Sementara sang suami<br />
menjalankan usaha, Robi’ah tinggal di apartemen. Menurut Robi’ah, suaminya tergolong<br />
setia. Meskipun si suami punya pekerjaan sampingan sebagai tabib atau tukang urut,<br />
dengan pasien cantik-cantik, Robi’ah yakin suaminya tidak berselingkuh.