modul pembelajaran seni rupa.pdf - Staff UNY - Universitas Negeri ...
modul pembelajaran seni rupa.pdf - Staff UNY - Universitas Negeri ...
modul pembelajaran seni rupa.pdf - Staff UNY - Universitas Negeri ...
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
sebagai unsur pendidikan <strong>seni</strong> <strong>rupa</strong>. Materi yang diberikan mencakup <strong>seni</strong> lukis, <strong>seni</strong> patung,<br />
<strong>seni</strong> grafis, dan sebagainya, yang lebih banyak menjamin ekspresi diri.<br />
Lima tahun kemudian muncul buku Viktor Lowenfeld yang berjudul Creative and Mental<br />
Growth, yang menggolongkan anak-anak dalam tahap-tahap perkembangan <strong>seni</strong> <strong>rupa</strong>.<br />
Perkembangan <strong>seni</strong> <strong>rupa</strong> anak-anak ini didasarkan pada usia dan karakteristik hasil gambarnya.<br />
Pengetahuan mengenal gambar anak-anak ini melengkapi konsep child as artist. Periodisasi<br />
gambar anak-anak Viktor Lowenfeld ini lebih rinci dibandingkan dengan periodisasi yang telah<br />
dibuat sebelumnya. Dengan munculnya konsep gambar anak-anak yang baru ini, pendidikan<br />
<strong>seni</strong> <strong>rupa</strong> telah mencapai konsep pendidikan yang modern, dan perkembangan-perkembangan<br />
selanjutnya hingga sekarang me<strong>rupa</strong>kan penyempurnaannya.<br />
Pendidikan <strong>seni</strong> <strong>rupa</strong> ini di Indonesia juga telah ada sejak masa lampau, terbukti dengan<br />
adanya peninggalan purbakala seperti candi-candi, <strong>seni</strong> bangun, <strong>seni</strong> lukis, dan <strong>seni</strong> hias. Para<br />
<strong>seni</strong>man tentu telah mewariskan keahliannya dari satu generasi ke generasi berikutnya, yang<br />
mungkin juga menggunakan sistem magang atau pencantrikan. Pendidikan <strong>seni</strong> <strong>rupa</strong> di<br />
Indonesia ini selanjutnya mendapat pengaruh dari pendidikan <strong>seni</strong> <strong>rupa</strong> yang berasal dari dunia<br />
Barat, yang dibawa oleh bangsa Spanyol, Portugis, dan Belanda.<br />
Pada tahun 1950 di Indonesia muncul sekolah kelas satu (sekolah dasar) yang lamanya<br />
lima tahun, khususnya untuk anak-anak para pamong praja. Di samping pelajaran membaca,<br />
menulis, berhitung, menyanyi, ilmu alam, bahasa Jawa dan Melayu, sekolah ini memberikan<br />
pelajaran menggambar. Pelajaran menggambar ini pada dasarnya didasarkan pada kurikulum<br />
sekolah Belanda, dengan metode <strong>pembelajaran</strong> mencontoh, bahkan mencontoh gambar-<br />
gambar dari negeri asalnya, seperti kincir angin, bunga tulip, dan sapi perahan. Metode ini tentu<br />
saja tidak cocok untuk anak-anak Indonesia, dan untuk mengatasi ketimpangan itu, Steenderen<br />
dan Toot menulis buku Gauwen Goed, yang memberikan latihan keterampilan menggambar.<br />
Teknik menggambar ini mirip dengan metode Ferdinand dan Alexander Dupuis di Perancis,<br />
yang dimulai dengan latihan menggambar bentuk-bentuk dasar seperti garis lurus, miring,<br />
lengkung, lingkaran. Tujuan kegiatan menggambar di sini adalah untuk mendapatkan<br />
kesenangan.<br />
Selain menggambar, di Indonesia juga telah diterapkan pelajaran <strong>seni</strong> kerajinan. Sejak<br />
tahun 1887 hingga 1889 F Graffland melakukan percobaan pengajaran kerajinan anyam di<br />
sekolah-sekolah di Ambon dan Menado. Oleh karena itu, sejak itu banyak orang Ambon<br />
mengenakan topi anyaman. Pada tahun 1904, J.H. Abendanon mendapat tugas menyelidiki<br />
kerajinan rakyat, dan kemudian menyarankan agar sekolah rendah memberikan pelajaran<br />
menggambar dan menganyam. Selanjutnya, R. Adolf mendapat tugas dari pemerintah Hindia