Laporan Akhir - RarePlanet
Laporan Akhir - RarePlanet
Laporan Akhir - RarePlanet
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Lesan). Rata-rata curah hujan tahunan selama 30 tahun pencatatan (1971-2000)<br />
mencapai 2.012 mm dengan distribusi yang relatif merata sepanjang tahun yaitu tidak<br />
mempunyai bulan kering (curah hujan bulanan 200 mm) terjadi pada bulan Nopember, Desember, Januari dan Maret<br />
sedangkan sisanya merupakan bulan lembab (curah hujan antara 100 s/d 200 mm per<br />
bulan). Curah hujan terendah biasanya terjadi pada bulan Juli sampai September. Ratarata<br />
jumlah hari hujan per tahun mencapai 161 hari atau rata-rata tiap bulan terjadi 13 hari<br />
hujan. Jumlah hari hujan di bawah rata-rata biasanya terjadi pada bulan Mei sampai<br />
September.<br />
1.2.6 Kondisi Hidrologi<br />
Secara hidrologi Kawasan Lindung Sungai Lesan diapit oleh dua sungai yaitu Sungai Kelai<br />
di bagian Utara dan Sungai Lesan di bagian Timur. Sungai Kelai merupakan salah satu<br />
dari 2 (dua) sungai utama di Kabupaten Berau, dengan lebar kurang lebih 120 meter dan<br />
debit air yang stabil sepanjang tahun. Sungai Lesan dengan lebar 30 meter adalah salah<br />
satu sungai yang memberi kontribusi kepada Sungai Kelai, atau DAS Sungai Lesan<br />
merupakan Sub DAS Kelai (Bagian Utara). Di sebelah Timur dan Selatan Kawasan<br />
Lindung terdapat Sub DAS Letak, selain itu dalam kawasan juga terdapat beberapa sub<br />
DAS lain yaitu sub DAS Sungai Pesan dan sub DAS sungai Leja’.<br />
Melihat DAS Sungai Lesan merupakan salah satu Sub DAS utama dari DAS Sungai Kelai<br />
maka apabila terjadi gangguan terhadap keadaan penutupan lahan di kawasan DAS<br />
Sungai Lesan ini, dapat dipastikan akan berakibat secara langsung terhadap peningkatan<br />
laju erosi dan sedimentasi di sungai Kelai yang bermuara di Tanjung Redeb - Ibukota<br />
Kabupaten Berau. Ancaman lanjutan yang mungkin timbul bagi daerah Tanjung Redeb<br />
dan sekitarnya adalah terjadinya banjir karena pendangkalan muara sungai dan<br />
peningkatan debit air karena berkurangnya daerah tangkapan air di daerah hulu.<br />
1.2.7 Topografi<br />
Keadaan topografi kawasan sangat penting untuk menentukan status dari kawasan,<br />
seperti diketahui kelas kelerengan di atas 40% merupakan kategori utama untuk menjadi<br />
hutan lindung. Berdasarkan data RePPProT (1987) pada kawasan ini terdapat 10.664 ha<br />
atau sekitar 87 % areal memiliki kelas kemiringan lereng (slope) lebih dari 40%. Dari data<br />
tersebut juga dapat disimpulkan bahwa kemiringan lahan pada kawasan sangat ekstrim.<br />
Kelas kemiringan lahan seperti ini merupakan indikator dari tingkat bahaya erosi akan<br />
sangat berat sehingga kawasan hutan di daerah tersebut sudah seharusnya dijadikan<br />
hutan lindung. Secara rinci luas areal dan kemiringan seperti pada di bawah ini.<br />
Tabel 2. Kelas Kemiringan Lahan (Slope)<br />
Land System Kelas Lereng<br />
Luas<br />
Ha %<br />
Kategori<br />
MPS > 60 3,060 25 Sangat curam<br />
MPT 41 – 60 3,233 27 Sangat curam<br />
PDH 41 – 60 4,372 36 Sangat curam<br />
SST 26 – 40 1,085 9 Curam<br />
TWH 16 – 25 443 4 Agak curam<br />
Grand Total - 12,192 100 -<br />
(Sumber:RePProTahun 1987)<br />
5