Laporan Akhir - RarePlanet
Laporan Akhir - RarePlanet
Laporan Akhir - RarePlanet
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
ersama dengan kesadaran penuh bahwa para stakeholder memang memerlukan<br />
kawasan perlindungan tata air, tanah dan kenakeragaman hayati yang ada di Hutan.<br />
Berdasarkan temuan dari pertemuan stakeholder (17 November 2007), hasil FGD (10, 12,<br />
14 dan 20 Desember 2007) dan dan Survei Pra-Kampanye (31 Januari-2 Februari 2008)<br />
maka diperoleh konsep model Kawasan Lindung Sungai Lesan sebagaimana tampak<br />
pada gambar. Dengan konsep model ini, diperoleh gambaran bahwa keberadaan<br />
kawasan Hutan Lindung Sungai Lesan sebagai kawasan konservasi di Kecamatan Kelay<br />
sangat penting keberadaanya. Hanya saja keberadaanya semakin terancam dengan<br />
adanya illegal logging, pembukaan lahan atau konversi lahan, perambahan kayu yang<br />
berlebihan perkebunan, kebakaran dan perburuan satwa dilindungi.<br />
Pembukaan lahan (konversi lahan) untuk perkebunan sawit yang sedang marak dilakukan<br />
di sekitar kawasan pada saat ini benar-benar menjadi isu pro dan kontra. Di awal<br />
negosiasi, alih fungsi lahan menjadi Kawasan Lindung Sungai Lesan mudah terjadi karena<br />
perencanaan lahan yang kurang jelas di tingkat Kampung, sehingga ketika ada investor<br />
yang datang dengan tidak adanya tata ruang jelas ini, maka masyarakat dengan mudah<br />
setuju menerima tawaran untuk memberikan lahan kampong untuk dikelola perusahaan.<br />
Padahal satu sisi, Masyarakat tidak dibekali pengetahuan yang cukup mendalam<br />
mengenai keuntungan maupun kerugian alih fungsi lahan tersebut. Bagi pemda tentunya<br />
hadirnya perusahaan ini merupakan pendapatan asli daerah (PAD) potensial. Tetapi bagi<br />
masyarakat, kesulitan berladang dan mendapatkan hasil hutan lainnya, terjadinya banjir<br />
yang lebih besar dan erosi memang dinilai sebagai dampak dari pembukaan lahan yang<br />
tidak ramah lingkungan. Satu sisi, dengan posisi tawar masyarakat yang tidak kuat dalam<br />
negosiasi juga membuat masyarakat telah menyadari bahwa keputusan alih fungsi lahan<br />
mestinya melalui perencanaan yang partisipatif. Dalam beberapa kasus pemberian<br />
rekomendasi kampung hanya melibatkan elit kampung yang akhirnya pemerintah<br />
menerbitkan ijin kelola lahan bagi perusahaan.<br />
Kesulitan untuk berladang, bahkan hasil ladang atau kebun yang semakin menurun<br />
khususnya di Kampung Merapun yang telah dibuka menjadi perkebunan sawit telah<br />
menjadi keresahan tetapi sayang posisi tawar masyarakat tidak begitu baik. Hal ini<br />
diperparah dengan dengan kondisi awal, masyarakat tidak dibekali pengetahuan selukbeluk<br />
perkebunan sawit. Potensi aktivitas pembukaan ladang/kebun yang menjadi tradisi<br />
lokal akhirnya akan merambat dalam kawasan (tata batas tidak jelas dengan kampung<br />
atau karena kurangnya pengetahuan) juga akhirnya akan menjadi ancaman langsung bagi<br />
keberadaan kawasan. Hal ini dipicu masalah keterbatasan lahan kelola masyarakat atas<br />
lahan hutan telah hilang/tidak ada.<br />
Kebakaran hutan yang potensial di dalam kawasan juga akan terjadi jika adanya<br />
pembukaan ladang yang tidak diawasi, kurangnya penegakan hukum serta akibat<br />
pembukaan lahan, selain tentunya karena faktor alam (misalnya kekeringan). Terjadinya<br />
perburuan satwa yang dilindungi di sekitar kawasan disebabkan kurangnya penegakan<br />
hukum dan kepedulian dan pengetahuan yang kurang mengenai satwa yang dilindungi.<br />
Dengan adanya akses dengan masuknya perusahaan, kurangnya pengawasan,<br />
pengetahuan dan fungsi BP Lesan serta kawasan yang rendah, ada pasar sebagai akibat<br />
kebutuhan bahan baku bangunan juga akan berdampak langsung adanya kegiatan<br />
penebangan liar dalam kawasan. Gaharu sebagai salah satu hasil hutan non kayu sering<br />
dirambah oleh pihak luar secara illegal dalam kawasan (informasi dari Megan Fox -<br />
Seorang Peneliti dan Abet (Pekoka) juga telah terjadi tahun 2008.<br />
36