05.01.2015 Views

download - KontraS

download - KontraS

download - KontraS

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

JEJAK SANG PEJUANG<br />

Pollycarpus Diganjar Hukuman 20 Tahun Penjara<br />

Akhir Januari (25/1), majelis hakim mengabulkan permohonan PK kasus Munir. Polly<br />

mantan pilot Garuda itu terbukti bersalah dan divonis penjara 20 tahun. Sedang Indra<br />

Setiawan diganjar satu tahun penjara. Sayang, Rohainil Aini divonis bebas karena tak<br />

terbukti bersalah. Polisi berjanji akan menyidik kembali nama-nama (penjabat BIN), yang<br />

terlibat dalam konspirasi pembunuhan ini, berdasarkan fakta yang ada di persidangan.<br />

Memasuki 2008, Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM)<br />

menilai keseriusan Kepolisian RI, Kejaksaan Agung dan<br />

Pengadilan khususnya Mahkamah Agung (MA) untuk<br />

mengungkap kasus konspirasi pembunuhan pejuang HAM,<br />

Munir mengendur. Sehingga beberapa perkembangan<br />

pengungkapan fakta yang cukup menjanjikan di tahun 2007<br />

tereduksi.<br />

Berdasarkan perkembangan persidangan untuk tersangka Indra<br />

Setiawan (mantan Dirut Garuda) dan Rohainil Aini (Secretary<br />

Chief of Pilot Garuda), Kepolisian RI, Kejaksaan Agung dan<br />

Pengadilan belum sanggup menghadirkan saksi-saksi, yakni<br />

Agen BIN Budi Santoso, Mantan Deputi V BIN Muchdi<br />

Purwopranjono, Wakil Ketua BIN As’ad Ali Said, Mantan Ketua<br />

BIN Hendropriyono. Di sisi lain, dalam persidangan dengan<br />

terdakwa Pollycarpus Budihari Priyanto, MA tak kunjung<br />

mengeluarkan putusan Peninjauan Kembali (PK).<br />

KASUM juga menilai, hal penting yang harus segera dilakukan<br />

MA di awal 2008 adalah segera memutuskan PK bagi Polly.<br />

Putusan PK ini tidak hanya memutuskan Polly bersalah dengan<br />

membatalkan putusan majelis hakim MA sebelumnya, namun<br />

juga harus menggambarkan fakta-fakta yang ditemukan dalam<br />

persidangan yang memberikan gambaran dan bukti bahwa<br />

pembunuhan ini tidak hanya melibatkan Polly, namun juga<br />

beberapa pejabat penting yang ada dalam BIN. Demikian pula<br />

MA harus berani mengambil fakta persidangan yang muncul<br />

dalam sidang Indra Setiawan dan Rohainil Aini, terutama fakta<br />

yang berkaitan dengan para pejabat BIN.<br />

Sedangkan Jaksa Agung dengan timnya harus segera<br />

menghadirkan Budi Santoso di persidangan dan meminta Kepala<br />

BIN bekerjasama dalam proses hukum ini. Usaha ini merupakan<br />

bentuk dari keseriusan pihak kejaksaan untuk mengungkap<br />

konpirasi pembunuhan ini.<br />

Disamping kedua hal diatas, pemeriksaan oleh kepolisian<br />

terhadap As’ad Ali Said, Hendropriyono dan Muchdi PR menjadi<br />

penting. Terutama, setelah proses persidangan pada 2007 lalu<br />

berhasil mengungkap adanya benang merah upaya sistematis<br />

yang dilakukan oleh para pejabat BIN dalam menghilangkan<br />

nyawa Munir.<br />

Sekadar mengingatkan, pada proses persidangan 2007 tercatat<br />

beberapa fakta penting peranan Polly dan Muchdi PR yang tidak<br />

ditolak dan tidak terungkap pada sidang-sidang sebelumnya,<br />

yaitu bahwa penerbangan Polly (6 September 2004) dengan GA<br />

974 adalah kemauannya sendiri. Hal ini terungkap dalam sidang<br />

Indra Setiawan dengan agenda konfrontasi yang dihadiri oleh<br />

Rohainil Aini, Karmel Sembiring dan Ramelgia Anwar. Dengan<br />

demikian telah terjadi penyalahgunaan prosedur yang ada.<br />

Terungkap pula keterkaitan Polly dengan BIN dengan<br />

pengakuan bahwa penugasan Polly menjadi Aviation Security<br />

atas permintaan BIN. Terungkap pula keterkaitan Polly<br />

dengan Muchdi PR selaku Deputi V BIN serta keterlibatan<br />

beberapa pejabat dan agen BIN lainnya dalam pembunuhan<br />

ini.<br />

Berdasarkan evaluasi KASUM, di tahun 2007 lalu tim<br />

kepolisian yang baru telah menunjukkan kerja yang lebih<br />

baik dari tim sebelumnya, walaupun sampai saat ini belum<br />

ditunjukkan bukti konkret akan upaya penegakan hukum<br />

yang serius kepada pejabat BIN yang diduga kuat terlibat<br />

dalam pembunuhan ini.<br />

Tahun lalu juga membuktikan bahwa BIN yang dikepalai oleh<br />

Syamsir Siregar belum menunjukkan langkah yang kooperatif<br />

dalam penegakan hukum. Hal ini dibuktikan dengan “tidak<br />

bersedianya” anggota BIN Budi Santoso dipanggil kejaksaan<br />

untuk bersaksi.<br />

Atas dasar kemajuan dan hambatan di tahun 2007, KASUM<br />

mendesak Presiden SBY untuk memerintahkan Kepala BIN<br />

agar bekerjasama dalam penegakan hukum pengungkapan<br />

pembunuhan Munir dan memerintahkan Kejagung serta<br />

Kepolisian agar bersungguh-sungguh menggungkap fakta<br />

dan menghadirkan dalam persidangan. KASUM berharap<br />

Pengadilan dapat bekerja atas dasar keadilan dan kebenaran<br />

yang tidak hanya dilahirkan dalam dokument formal namun<br />

juga fakta yang berkembang di masyarakat dan publik luas.<br />

BIN harus umumkan<br />

Mengamati perkembangan tersebut, pengamat intelijen<br />

Suripto mengatakan bahwa BIN harus mengumumkan secara<br />

terbuka mengenai siapa orang atau pihak yang patut diduga<br />

membunuh Munir. “Di polisi kan ada intelijennya. Ya, harus<br />

mengumumkan secara terbuka, “ ujar Suripto.<br />

Yang dimaksudkan diumumkan secara terbuka adalah<br />

sejumlah bukti yang mengarah kepada terbunuhnya Munir,<br />

katanya. Suripto memberi contoh, kontak telepon yang<br />

intensif antara Polly dengan penjabat BIN Muchdi PR adalah<br />

bukti kunci untuk menguak tabir siapa yang bertanggung<br />

jawab di balik kematian Munir. “Isi percakapan tersebut<br />

adalah bukti kunci adanya konspirasi di balik kematian<br />

Munir, “ ujar Suripto.<br />

Kontak intensif antara Muchdi dan Polly tertuang dalam<br />

putusan majelis hakim PN Jakarta Pusat (20/12/2005). Kontak<br />

ini berlangsung selama 41 kali sambungan telepon antara<br />

telepon seluler milik Muchdi dan nomor telepon rumah dan<br />

telepon seluler Polly.<br />

10<br />

Berita Kontras No.01/I-II/2008

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!