download - KontraS
download - KontraS
download - KontraS
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Pasca Meninggalnya Husaini<br />
Mempertanyakan Keabsahan Analisa Dokter dan Polisi<br />
KABAR DAERAH<br />
Kembali jatuh korban akibat penyiksaan oleh aparat kepolisian. Meski jelas terdapat sejumlah bekas luka<br />
akibat penyiksaan, aparat menyatakan korban meninggal karena sakit. Selama ditahanpun korban tidak boleh<br />
dikunjungi keluarga. Penyiksaan demi penyiksaan nyatanya terus terjadi<br />
Keabsahan hasil analisa dokter dan pernyataan polisi yang<br />
menyatakan bahwa Husaini meninggal karena mengalami sakit<br />
paru-paru, kiranya patut dipertanyakan. Mengapa Hasil tersebut<br />
jelas bertolak belakang dengan kesaksian keluarga dan warga<br />
yang turut mengurus jasad Husaini sebelum dikebumikan. Dimana<br />
pada jasadnya ditemukan beberapa bekas penyiksaan. <strong>KontraS</strong><br />
Aceh sendiri juga memiliki rekaman audio visual jasad Husaini<br />
yang gambarnya diambil beberapa saat sebelum jenazah<br />
dikebumikan. Pada jasad tersebut terlihat jelas bekas memar dan<br />
bekas luka akibat pemukulan di badan, kaki dan bagian mukanya.<br />
Kita juga menyayangkan proses pemeriksaan Husaini oleh<br />
Kepolisian yang tidak menyertai pengacara atau penasehat hukum<br />
sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan. Keluarga<br />
Husaini juga mengakui bahwa selama dalam tahanan kepolisian<br />
mereka tidak diizinkan untuk menjenguk Husaini. Dari beberapa<br />
fakta tersebut, maka patut diduga bahwa kepolisian telah<br />
melanggar prosedur hukum yang berlaku dalam proses<br />
pemeriksaan atau penyidikan terhadap Husaini. Pihak kepolisian<br />
juga diduga telah melakukan tindakan penyiksaan terhadap<br />
Husaini dalam proses pemeriksaan.<br />
Kategori penyiksaan<br />
Tanjong Beuridi, Indra Makmur, dll), dapat dikatakan bahwa telah<br />
terjadi kegagalan pihak kepolisian dalam menjalankan fungsinya,<br />
dan patut diduga polisi telah melakukan tindak pelanggaran berat<br />
HAM kategori penyiksaan.<br />
Kita juga masih mengingat kesaksian Utusan Khusus PBB untuk<br />
Penghapusan Penyiksaan, Manfred Nowak ketika melakukan<br />
kunjungan di Indonesia pada bulan November 2007. Sebuah media<br />
massa memberitakan bahwa Nowak tiba di kantor polisi ketika<br />
pemukulan sedang berlangsung. Dia mengaku prihatin dengan<br />
adanya beberapa bentuk intimidasi yang terjadi di tempat<br />
penahanan. Beberapa jenis penganiayaan yang dilaporkan kepada<br />
Nowak dan dikuatkan analisis dari ahli medis pun variatif. Antara<br />
lain, pemukulan dengan tangan kosong, tongkat rotan atau tongkat<br />
kayu, kabel, batang besi, dan palu<br />
Berdasarkan hal di atas, <strong>KontraS</strong> Aceh mendesak Komnas HAM<br />
sebagai lembaga yang berwenang untuk melakukan penyelidikan<br />
terhadap semua temuan kasus-kasus penyiksaan yang terjadi<br />
selama ini, terutama untuk kasus Husaini. Penyelidikan melalui<br />
mekanisme biasa tidak akan efektif karena selama ini kepolisian<br />
cenderung menutupi dan melindungi pelaku.***<br />
Mengingat kejadian serupa telah terjadi berulangkali sejak masa<br />
konflik sampai dengan dua tahun perdamaian berlangsung (kasus<br />
Sidang Lanjutan Delapan Staf LBH<br />
Pengadilan Negeri Langsa kembali melanjutkan persidangan<br />
delapan staf LBH Banda Aceh (pada 9/1) di Langsa, dengan agenda<br />
pembacaan putusan sela oleh majelis hakim. Persidangan tersebut<br />
terkait perkara tindak pidana menyiarkan, mempertontonkan,<br />
atau menempelkan tulisan yang isinya menghasut di muka umum<br />
dengan lisan atau tulisan, sebagaimana yang dimaksud dalam<br />
pasal 160 Jo 161 Jo 55 Jo 56 KUHPidana.<br />
Sebelumnya, 12 Desember 2007, persidangan telah dilakukan<br />
dengan agenda pembacaan eksepsi oleh kuasa hukum LBH Banda<br />
Aceh terhadap seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Imum Kejaksaan<br />
Negeri Kota Langsa. Dan pada 19 Desember persidangan<br />
dilanjutkan dengan jawaban Jaksa Penuntut Umum terhadap<br />
eksepsi kuasa hukum LBH Banda Aceh.<br />
Atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum, kuasa hukum LBH Banda<br />
Aceh dan delapan staf LBH Banda Aceh yang dijadikan terdakwa<br />
membacakan eksepsi yang pada pokoknya mengajukan keberatan<br />
atas dakwaan tersebut, yakni dakwaan dianggap kabur (Obcuur<br />
Libel) karena tidak memuat uraian yang cermat, jelas dan lengkap<br />
tentang tindak pidana yang didakwakan, dakwaan mengandung<br />
pertentangan hukum satu sama lainnya dan dakwaaan jaksa<br />
penuntut umum sangat bertentangan dengan semangat hukum<br />
dan penegakan hak asasi manusia, keadilan, perdamaian dan<br />
demokrasi yang selama ini dicita-citakan.<br />
Eksepsi juga menyatakan unsur penghasutan yang diatur dalam<br />
pasal 160 KUHP adalah ajakan untuk mendorong, mengajak,<br />
membangkitkan atau membakar semangat orang untuk<br />
melakukan perbuatan pidana atau melawan kekuasaan umum<br />
dengan kekerasan atau jangan mau menurut peraturan undangundang<br />
atau jangan mau mengikuti perintah yang sah menurut<br />
undang-undang. Unsur ini sama sekali tidak terlihat dalam uraian<br />
tindakan pidana yang didakwakan.<br />
Sedangkan, dakwaan jaksa justru berisikan ajakan para terdakwa<br />
agar siapapun yang membaca selebaran itu memperjuangkan hakhak<br />
rakyat dengan mengedepankan cara-cara jalur hukum dan tetap<br />
menjaga komitmen menjaga perdamaian. Tindakan para terdakwa<br />
merupakan upaya penegakan hukum dalam mengangkat kembali<br />
kasus penyerobotan tanah rakyat oleh PT Bumi Flora yang terjadi<br />
pada tahun 1991 yang selama ini tenggelam akibat konflik yang<br />
mendera Aceh.<br />
Karenanya, Aliansi Peduli Korban Bumi Flora (APKBF), meminta<br />
majelis hakim PN Langsa dapat melihat kasus ini secara objektif,<br />
mengingat tindakan yang dilakukan para terdakwa dalam kasus<br />
tersebut dengan semangat untuk menyelesaikan persoalan rakyat<br />
dalam rangka menjaga perdamaian di Aceh.<br />
Sebelumnya PT. Bumi Flora telah menunjukkan itikad baiknya dengan<br />
mencabut pengaduannya ke POLRES Langsa sehingga Pasal 335<br />
(Tindak Pidana Perbuatan Tidak Menyenangkan) yang merupakan<br />
delik aduan telah dicabut, namun oleh pihak Polres Langsa masih<br />
terus menindak lanjuti perkara tersebut terkait tindak pidana yang<br />
dimuat dalam pasal 160 dan 161.<br />
Ke delapan oranng staf LBH Banda Aceh tersebut adalah M. Jully<br />
Fuady SH, Kamaruddin SH, Mustiqal Syahputra SH, Mardiati SH,<br />
Sugiono, Juanda, Mukhsalmina SH, dan Yulisa Fitri SH.***<br />
Berita Kontras No.01/I-II/2008 23