05.01.2015 Views

download - KontraS

download - KontraS

download - KontraS

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

KABAR DAERAH<br />

Menentang Pemberian Bonus Pada Aparat Keamanan di Aceh Barat<br />

Kita patut memberikan apresiasi pada aparat Kepolisian Aceh<br />

Barat yang telah berhasil menangkap pelaku perampokan<br />

bersenjata api, yang terjadi pada (06/2), di Desa Putim,<br />

Kecamatan Kaway XVI, Kabupaten Aceh Barat.<br />

Namun, <strong>KontraS</strong> Aceh, GeRAK Aceh dan LBH Banda Aceh<br />

menentang keras sikap Pemerintah Kabupaten dan DPR<br />

Kabupaten Aceh Barat, yang menyatakan apresiasi tersebut<br />

dengan memberikan bonus berupa uang sebesar Rp. 40 juta pada<br />

pihak Kepolisian dan TNI. Bonus ini diberikan sebagai bentuk<br />

dukungan Pemkab dan DPRK setempat terhadap aparat<br />

keamanan, dalam membantu menindak pelaku tidak kriminal<br />

di wilayah tersebut. Pembiayaan bonus itu bersumber dari<br />

APBD Kabupaten Aceh Barat.<br />

Kita jelas menentang pemberian bonus ini. Karena, pemberian<br />

bonus pada aparat Kepolisian dan TNI telah mencederai<br />

profesionalisme aparat keamanan itu sendiri. Tindakan tersebut<br />

seharusnya tidak perlu dilakukan mengingat, menindak segala<br />

kejahatan kriminal yang terjadi di Aceh sudah menjadi fungsi<br />

dan tugas pokok Kepolisian sesuai dengan UU No. 02/2002<br />

tentang Polri, walaupun tanpa dukungan berupa bonus dari<br />

Pemerintah setempat.<br />

Sementara itu, upaya memotivasi masyarakat dalam menindak<br />

segala kejahatan merupakan tantangan tersendiri bagi pihak<br />

kepolisian yang bisa dilakukan dengan strategi Perpolisian<br />

Masyarakat (Polmas), demi menciptakan dukungan yang kuat<br />

dari masyarakat. Dimana, tindakan tersebut bertentangan dengan<br />

UU No. 02/2002 tentang Polri dan UU No. 34/2004, tentang TNI<br />

yang dengan tegas menyebutkan sumber pendanaan kedua<br />

instansi vertikal tersebut bersumber dari APBN.<br />

Mengejar material semata<br />

Dampak lainnya dari pemberian bonus tersebut adalah<br />

kekhawatiran akan penegakan hukum ke depan tidak lagi<br />

dilakukan atas dasar kesadaran dan tanggungjawab, tapi atas<br />

dasar mengejar material semata. Padahal, kepolisian<br />

merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara<br />

keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum,<br />

serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan<br />

kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan<br />

dalam negeri.<br />

Sedangkan, dari sisi anggaran tindakan pemberian bonus ini<br />

juga mengakibatkan terbebaninya anggaran untuk hal-hal<br />

yang bukan merupakan kebutuhan prioritas masyarakat<br />

Aceh Barat. Terlebih pula pemberian bonus tersebut tidak<br />

sesuai dengan peruntukkan yang telah ditetapkan oleh APBD.<br />

Hal lainnya adalah pemberian bonus ini berdampak pada<br />

Pemkab dan DPRK Aceh Barat telah mengembalikan polisi<br />

pada perpolisian konvensional (perpolisian tradisional) yang<br />

menekankan pada perpolisian yang bersifat reaktif (reactive<br />

policing) dalam rangka pencapaian kondisi keamanan dan<br />

ketertiban. Ini bertolak belakang dengan strategi perpolisian<br />

masyarakat saat ini, yaitu perpolisian modern yang<br />

mempraktekkan gaya perpolisian yang berorientasi atau<br />

menekankan pada penuntasan masalah (problem solving<br />

policing,) dan kegiatan yang sepenuhnya berorientasi pada<br />

pada pelayanan atau jasa-jasa publik (public service policing).<br />

Karena itu bentuk dukungan atau apresiasi terhadap<br />

keberhasilan kepolisian tidak seharusnya diberikan dalam<br />

bentuk bonus. Pemerintah Kabupaten dan DPRK Aceh Barat<br />

bisa memperjuangkan kebutuhan Kepolisian dan TNI dengan<br />

mendorong pemenuhan anggaran yang layak melalui DPR-<br />

RI, misalnya dengan meningkatkan gaji dan biaya operasional<br />

yang mencukupi. Sehingga APBD Aceh Barat dapat difokuskan<br />

pada otoritas daerah untuk menjawab keuangan dan otoritas<br />

Aceh Barat. Selain itu semua pihak juga seharusnya<br />

menghargai upaya reformasi dalam sistem keamanan dan<br />

pertahanan yang sedang dilakukan oleh Polri dan TNI,<br />

sehinggga tidak mencederai profesionalisme Polri dan TNI<br />

itu sendiri.***<br />

Sambungan dari hal 19<br />

meluas di kalangan masyarakat sipil, maka penuntasan kasuskasus<br />

pelanggaran HAM di Aceh menjadi penting untuk segera<br />

diupayakan.<br />

Hingga saat ini upaya pemerintah belum menunjukkan usaha<br />

penuntasan pelanggaran HAM di Aceh. Termasuk belum ada<br />

upaya optimal untuk mencegah berulangnya kekerasn yang<br />

meluas di Aceh. Padahal perjanjian Helsinki dan UUPA<br />

memandatkan pembentukan pengadilan HAM di Aceh dan<br />

Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Bahkan batas<br />

akhirnya pun telah dilewati.<br />

DPR memiliki peran strategis dalam mendorong penuntasan<br />

pelanggaran HAM di masa lalu dan pencegahan kekerasan di<br />

Aceh. Hal ini mengingat DPR merupakan pihak yang<br />

merumuskan UUPA bersama sejumlah kalangan. DPR pula<br />

yang memiliki fungsi pengawasan terhadap kinerja<br />

pemerintah, sebagaimana yang diatur dalam UUPA.<br />

Selain latar belakang historis dan peran konstusionalnya,<br />

DPR harus pula berpihak pada usaha membongkar<br />

kebenaran atas apa yang terjadi di Aceh terutama di masa<br />

konflik, memperbaiki kondisi para korban seoptimal<br />

mungkin dan mengadili para pelaku kejahatan-kejahatan<br />

serius yang merusak harkat dan martabat kemanusiaan.<br />

Karenanya, DPR, melalui Komisi III, segera mempertanyakan<br />

ke pemerintah perihal usaha penuntasan pelanggaran berat<br />

HAM di Aceh. Secara substansial dan adil bagi korban<br />

masyarakat sipil, terutama perempuan dan anak-anak.<br />

Penundaan penuntasan merupakan tindakan yang<br />

memperpanjang penderitaan dan membiarkan pelaku<br />

kejahatan berkeliaran.***<br />

22<br />

Berita Kontras No.01/I-II/2008

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!