download - KontraS
download - KontraS
download - KontraS
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
REMPAH-REMPAHH<br />
Proyeksi Reformasi Sektor Keamanan 2008<br />
Reformasi sektor keamanan di Indonesia telah memasuki satu dasawarsa. Sayang, tetap<br />
belum terjadi perubahan signifikan di tingkat legislasi, institusi dan perilaku aktor-aktor di<br />
sektor keamanan. Hingga 2007 Otoritas Politik Sipil terkesan “cari aman” dalam membina<br />
relasi dan penataan sektor keamanan. Dampaknya kebijakan sektor keamanan berhenti<br />
pada pembentukan aturan semata-mata<br />
Menilik hal tersebut, maka ada beberapa capaian yang perlu<br />
diapresiasi dalam sektor keamanan seperti, dikeluarkannya TNI<br />
dan Polri dari lembaga legislatif, pemisahan secara kelembagaan<br />
TNI dan Polri, penetapan APBN sebagai satu-satunya sumber<br />
anggaran pertahanan dan penetapan Badan Pemeriksa<br />
Keuangan (BPK) sebagai lembaga yang berwenang melakukan<br />
audit, terakhir adalah penentuan batas waktu pengambialihan<br />
bisnis militer<br />
Sayangnya capaian-capaian tersebut, masih banyak yang<br />
berhenti pada tataran akomodasi dalam pasal-pasal peraturan<br />
perundang-undangan, dan miskin implementasi. Terbukti<br />
tenggat waktu yang diberikan undang-undang No 34 tahun 2004<br />
tentang TNI pasal 76 untuk pengambilalihan bisnis militer kian<br />
dekat, namun peraturan presiden yang akan menjadi panduan<br />
belum juga diterbitkan.<br />
Sedangkan APBN sebagai satu-satunya sumber anggaran<br />
pertahanan, belum direalisasikan. APBD-APBD dan BRR masih<br />
mengalokasikan dana untuk sektor keamanan. Hal ini termasuk<br />
masih berguritanya bisnis-bisnis militer, formal maupun non<br />
formal. Kemudian masalah penempatan Mabes TNI di bawah<br />
Dephan di counter dengan wacana penempatan Polri di bawah<br />
departemen dan tidak langsung di bawah presiden. Padahal,<br />
keterbatasan anggaran masih jadi kendala serius yang belum<br />
dapat komitmen penyelesaian.<br />
Karenanya ketika kesejahteraan prajurit komponen utama<br />
belum memadai, pemerintah sudah melirik pembentukan<br />
komponen cadangan yang notabene pasti akan membutuhkan<br />
alokasi sumberdaya yang sangat besar. Masaah lain, tidak<br />
kunjung dibentuknya Strategic Defense Review (SDR) dan Dewan<br />
Pertahanan Nasional, ketiadaan kemauan politik menyusun<br />
kebijakan intelijen negara dan masih tingginya kekerasan dan<br />
angka kriminal termasuk bentrok TNI-Polri.<br />
Kondisi geografis<br />
Seharusnya pertahanan negara disusun dengan memperhatikan<br />
kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Angkatan<br />
Laut yang kuat mampu menjadi ciri Indonesia sebagai negara<br />
kepulauan itu. Sayang, hingga kini orientasi pembangunan<br />
kapabilitas pertahanan yang demikian belum terlihat dengan<br />
jelas. Dengan dalih keterbatasan anggaran, orientasi<br />
pengembangan matra darat masih lebih kental. Beberapa<br />
komando teritorial baru di Papua dan di Ende Flores justru<br />
dibentuk kembali.<br />
Selain itu, dilanjutkannya tradisi pengangkatan menteri<br />
pertahanan dari tokoh sipil sejak jaman Presiden Gus Dur dan<br />
Presiden Megawati yang menjadi salah satu parameter<br />
diterapkannya prinsip supremasi sipil. Hal ini perlu ditingkat<br />
dengan integrasi Departemen Pertahanan dan Mabes TNI<br />
sebagaimana di tentukan dalam pasal 3 ayat (2) UU No 34<br />
tahun 2004 yang berbunyi: “Dalam kebijakan dan strategi<br />
pertahanan serta dukungan administrasi, TNI di bawah<br />
koordinasi Departemen Pertahanan.”<br />
Proyeksi 2008<br />
Berangkat dari setumpuk permasalah yang diungkapkan diatas,<br />
Kontras dan sejumlah LSM (INFID, Imparsial, HRWG, IDSPS,<br />
YLBHI, DEMOS, LBH Pers, ITP, JATAM, WALHI, ICW, Lespersi,<br />
Praxis, ELSAM , dan LBH Jakarta), menyampaikan sejumlah<br />
proyeksi sektor keamanan untuk tahun 2008, diantaranya,<br />
pertama, reformasi sektor keamanan harus menciptakan aktor<br />
aktor keamanan yang profesional, sesuai dengan tata nilai<br />
demokrasi dan berdasarkan pada prinsip good governance.<br />
Harapannya sistem keamanan dapat menjaga kemanan<br />
negara (state security) dan mampu memberikan rasa aman<br />
kepada warga negara (human security).<br />
Kedua, netralitas aktor keamanan ditengah upaya merebut<br />
dan atau mempertahankan kekuasaan oleh elit-elit politik<br />
mutlak harus ditegakkan.<br />
Ketiga, pemerintah harus segera menyusun grand strategi<br />
pertahanan Indonesia, sehingga proses pembangunan<br />
pertahanan dapat dilakukan secara terencana, terukur,<br />
berdasarkan prioritas dan kemampuan. Pembangunan<br />
Kapabilitas pertahanan yang tambal sulam menunjukkan<br />
pemerintah setengah dalam melakukan reformasi.<br />
Keempat, peningkatan bertahap anggaran pertahanan harus<br />
disertai dengan komitmen untuk mengurangi kebutuhan<br />
pertahanan yang tidak effektif dan tidak efisien secara<br />
sistematis. Pengurangan kebutuhan pertahanan ini bisa<br />
dilakukan dengan melakukan efisiensi biaya perawatan<br />
persenjataan terutama dengan melakukan pemusnahan<br />
sistem persenjataan (arms disposal) yang sudah tidak layak<br />
pakai atau yang tidak lagi relevan dengan perkembangan<br />
teknologi militer terkini.<br />
Kelima, lembaga yang memiliki otoritas untuk melakukan<br />
audit terhadap TNI, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus<br />
memperluas lingkup wilayah auditnya, seperti dalam<br />
pengadaan alat utama system persenjataan yang kerapkali<br />
membutuhkan anggaran sangat besar. Kami juga mendesak<br />
agar Badan Pemeriksa Keuangan untuk melakukan audit pada<br />
kegiatan TNI di wilayah konflik, untuk mengetahui adanya<br />
penyimpangan penggunaan dana APBN sektor pertahanan<br />
untuk tindak pelanggaran HAM. Peran Komisi<br />
Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut korupsi dan<br />
26<br />
Berita Kontras No.01/I-II/2008