download - KontraS
download - KontraS
download - KontraS
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
KABAR DAERAH<br />
Lagi TNI-POLRI Bentrok ! Tiga Orang Tewas<br />
Kota Masohi, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), terasa mencekam sepanjang Sabtu (2/<br />
2). Situasi itu menyeruak menyusul insiden berdarah yang menewaskan dua anggota Polres<br />
setempat dan seorang anggota TNI. Lagi-lagi bentrokan ini hanya dipicu oleh masalah<br />
sepele dan salah paham. Sejumlah anggota Yonif 731/Karebosi Maluku Tengah menyerbu<br />
Mapolres Malteng lantaran mengira seorang temannya ditahan di polres tersebut<br />
Insiden tersebut terjadi pada Sabtu dini hari sekitar pukul 03.00<br />
Wib ketika sekelompok anggota Batalyon Infanteri (Yonif) 731/<br />
Kabaressy menyerang Markas Polres Malteng. Tiga korban<br />
adalah Bripka Michael Wattimena, Bripda Musri Siomlibona<br />
serta Prada Raymond Runtho dari Yonif 731. Bentrokan ini<br />
mengakibatkan rumah dinas Kapolres Malteng AKBP Jacub<br />
Parjogo terbakar. Sedang kantor Mapolres Malteng juga rusak.<br />
Bentrokan ini tidak hanya mengakibatkan rusaknya fasilitas<br />
negara, namun yang lebih disayangkan lumpuhnya<br />
perekonomian di Masohi akibat trauma masyarakat setempat<br />
paska kejadian ini.<br />
Penyerbuan tentara terhadap markas<br />
polisi di Masohi tersebut tidak hanya<br />
patut kita sesalkan. Tapi, itu juga<br />
merupakan tindakan yang naif. Ironi<br />
dan tragis. Mengapa Sebab, peristiwa<br />
semacam itu bukan kali pertama terjadi<br />
di daerah Maluku, meski bukan di<br />
Masohi.<br />
Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol<br />
Sisno Adiwinoto, membenarkan adanya<br />
insiden itu. Ia menyesalkan<br />
digunakannya mortir dan senjata api<br />
dalam insiden itu. “Mortir dan senjata<br />
api kan aset negara, mengapa dipakai<br />
untuk melakukan perusakan. Saya tidak<br />
mau menyebut apakah itu polisi, TNI,<br />
atau aparat lain. Yang jelas penggunaan<br />
aset negara itu tidak dibenarkan.<br />
Siapapun yang melakukannya harus ditindak tegas, “ ujarnya.<br />
Sementara itu, anggota Komisi Pertahanan DPR, Andreas<br />
Pareira, mengingatkan, saat ini rakyat sudah bosan dengan<br />
bentrokan anggota TNI dan Polri, yang kerap terjadi. Bentrokan<br />
itu, kata dia, justru menganggu rasa keamanan dan kenyamanan<br />
masyarakat. “Itu juga bisa mengurangi kepercayaan masyarakat<br />
terhadap dua institusi negara ini, “ katanya.<br />
Sedang anggota Komisi Pertahanan lainnya, Arief Mudatsir<br />
Mandan, meminta dua institusi ini memiliki political will untuk<br />
mencegah terjadinya bentrokan. “Keduanya perlu mendapat<br />
pembinaan gratis, “ kataya.<br />
Belum terimplementasikan<br />
“Mortir dan senjata api<br />
kan aset negara, mengapa<br />
dipakai untuk melakukan<br />
perusakan. Saya tidak mau<br />
menyebut apakah itu<br />
polisi, TNI, atau aparat<br />
lain. Yang jelas penggunaan<br />
aset negara itu tidak<br />
dibenarkan. Siapapun yang<br />
melakukannya harus<br />
ditindak tegas, “ ujar<br />
Kadiv Humas Polri , Irjen<br />
Pol Sisno Adiwinoto<br />
Bentrokan yang dilatarbelakangi oleh masalah pribadi ini<br />
menjadi cerminan bagaimana reformasi di tubuh TNI dan Polri<br />
yang diamanatkan oleh Tap MPR No.VI/2000 tentang pemisahan<br />
TNI dan Polisi serta Tap MPR No.VII/ 2000 tentang peran TNI<br />
dan Polisi belum diimplementasikan secara komprehensif.<br />
Sedangkan Penempatan TNI di tengah-tengah masyarakat<br />
kontraproduktif dengan agenda reformasi TNI tentang<br />
penghapusan komando teritorial (Koter). Karena seringkali<br />
simpul-simpul kekuatan TNI yang berada di tengah kota ini<br />
menjadi pemicu bentrokan antara TNI dengan Polri maupun<br />
dengan masyarakat sipil. Sesuai dengan fungsinya sebagai<br />
pertahanan keamanan, TNI seharusnya ditempatkan dalam<br />
barak khusus atau di pulau-pulau terluar untuk menjaga<br />
kedaulatan NKRI.<br />
Di sisi lain pemerintah juga harus segera<br />
menertibkan bisnis militer di kalangan<br />
TNI yang rentan terhadap kekerasan dan<br />
pelanggaran HAM. Sementara polisi<br />
sebagai jargon utama keamanan<br />
masyarakat pun tidak seharusnya<br />
menampilkan perilaku yang<br />
mengedepankan kekerasan. Jika<br />
masyarakat sering dipertontonkan adegan<br />
kekerasan maka akhirnya budaya<br />
kekerasanlah yang tumbuh di tengah<br />
masyarakat.<br />
Bentrokan ini jelas mencerminkan bahwa<br />
budaya kekerasan masih sangat melekat<br />
dalam keseharian TNI/Polri. Pemahaman<br />
menyelesaikan masalah dengan kekuatan<br />
senjata masih terdoktrinasi dalam pola<br />
pendidikan TNI/Polri yang akhirnya<br />
menghambat proses reformasi sektor<br />
keamanan (RSK) yang sedang berjalan. Maka tak ada kata<br />
lain, pelaku harus dituntut agar perilaku arogansi dan<br />
premanisme seperti ini harus segera dihentikan dan tidak<br />
boleh dibiarkan, apalagi ditoleransi. Karena dalam setiap<br />
perkelahian yang terjadi, masyarakat sipil selalu menjadi<br />
korban.<br />
Selain itu, Kontras juga meminta Kapolri dan Panglima TNI<br />
agar terus menjunjung tinggi profesionalisme dalam<br />
menjalankan tugasnya di lapangan. Kapolri dan Panglima<br />
TNI juga harus segera menidak tegas anggota TNI/Polri yang<br />
terlibat bentrokan dengan memecat dan menghukum pelaku<br />
sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Ukuran<br />
reformasi TNI/Polri yang paling mudah ialah berkurangnya<br />
penyalahgunaan senjata dan tindak kekerasan aparat,<br />
penegakan hukum pidana dan sanksi keprajuritan yang tegas<br />
bagi setiap pelanggaran. Termasuk berkonsentrasi hanya<br />
pada tugas pokok masing-masing. Pertanyaannya adakah hal<br />
tersebut telah menjadi komitmen dari TNI/Polri kita. ***<br />
24<br />
Berita Kontras No.01/I-II/2008