05.01.2015 Views

download - KontraS

download - KontraS

download - KontraS

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

BERITA UTAMA<br />

diantaranya: Tjasman (korban 65), Budi Mulyono (korban<br />

Penembakan Misterius 1983), Wanma Yety (keluarga korban<br />

Tanjung Priok 1984 ), Ruminah dan Darwin (keluarga korban<br />

Tragedi Mei 98), Sumarsih (keluarga korban Semanggi). Para<br />

korban menerangkan berbagai penderitaan, peristiwa yang<br />

dialami selama masa orde baru berkuasa<br />

Hari kedua dilanjutkan dengan kesaksian para ahli: Sri Bintang<br />

Pamungkas, Fadjroel Rahman, Muchtar Pakpahan, dan saksi<br />

ahli yang lain. Saksi-saksi ini menceritakan bagaimana parahnya<br />

kondisi politik, sosial, hukum, ekonomi dan budaya bangsa<br />

Indonesia pada saat Soeharto berkuasa sehingga bangsa ini<br />

mengalami krisis multidimensi.<br />

Selain keluarga korban dan mahasiswa yang menghadiri acara<br />

tersebut, seribu nisan disusun mengelilingi tempat pengadilan.<br />

Tenda-tenda keprihatinan sebagai tempat menginap para aktivis<br />

memanjang mengitari nisan. Kuburan manusia bertuliskan<br />

kasus-kasus yang terjadi selama Orde Baru berkuasa<br />

menyimbulkan banyaknya peristiwa pelanggaran HAM yang<br />

terjadi.<br />

Akhir dari impunitas<br />

Kontras yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Adili<br />

Soeharto (Gemas) melihat bahwa kematian Soeharto, sekali lagi<br />

tidaklah dilihat sebagai akhir dari sebuah impunitas. Artinya,<br />

bukan akhir dari kewajiban pemerintah Indonesia untuk<br />

menuntaskan kasus-kasus pelanggaran berat HAM dan Korupsi.<br />

Kematian Soeharto harus menjadi momentum bagi<br />

pemerintah untuk terus bekerja keras mengungkap kebenaran<br />

dan mengadili pelaku-pelakunya<br />

Upaya mengungkap kebenaran dan mengadili pelaku (dalam<br />

hal ini Soeharto dan kroni-kroninya), tidak semata-mata<br />

merupakan kewajiban pemerintah, akan tetapi juga<br />

merupakan prasyarat perbaikan bangsa. Bangsa yang besar<br />

harus berani menghadapi kebenaran atas kesalahannya<br />

dimasa lalu. Karena dengan kesalahan tersebut sebuah<br />

bangsa bisa menghindari kesalahan yang sama, seperti<br />

kediktatoran pemerintah.<br />

Kematian Soeharto hanya menggugurkan kesempatan bagi<br />

almarhum untuk membela diri dan kewajiban untuk<br />

mempertanggungjawabkan kesalahan-kesalahannya secara<br />

individual. Lebih jauh, kematian tersebut tidak berimplikasi<br />

pada penghapusan pertanggung jawaban terhadap pejabatpejabat<br />

lain (kroni-kroni) yang terlibat dalam kejahatankejahatan<br />

yang sistematis.<br />

Karenanya, pengampunan atau pemaafan merupakan hak dari<br />

para korban dan keluarga korban. Pemaafan dan<br />

pengampunan hanya dapat diberikan kepada mereka yang<br />

dideritakan dan dirugikan oleh kebijakan dan perilaku orde<br />

baru. Pengampunan dan pemaafan kepada Soeharto tidak bisa<br />

diberikan oleh pemerintah karena kejahatan-kejahatan<br />

tersebut dilakukan dalam kapasitasnya sebagai Pemerintah<br />

(dimasa lalu). Jika pemaafan dan pengampunan diberikan<br />

maka akan terjadi pemaafan dan pengampunan bagi diri<br />

sendiri oleh pemerintah (self amnesty).***<br />

Keadilan Korban Harus Dikedepankan<br />

Keluarga Korban Peristiwa Tanjung Priok 1984, Talangsari Lampung 1989, Mei 1998, penembakan mahasiswa Trisakti<br />

1998, penembakan mahasiswa Semanggi 1998-1999, penculikan aktivis pro demokrasi 1997/1998, peristiwa 1965,<br />

menyatakan turut belasungkawa atas meninggalnya mantan Presiden Soeharto.<br />

Namun, kami lebih prihatin dengan rendahnya ketegasan sikap Pemerintah dan DPR RI apalagi ditambah<br />

berkembangnya ide “memaafkan Soeharto” dari berbagai kalangan tanpa pertimbangan-pertimbangan yang seimbang<br />

antara kemanusiaan bagi Soeharto dan keadilan bagi korban.<br />

Pada dasarnya, jika memang Pemerintah berniat sungguh-sungguh ingin menghadirkan keadilan pada korban, maka<br />

bukanlah hal yang sulit pula bagi keluarga korban untuk memaafkan Soeharto.<br />

Persoalan yang menjadi perhatian korban adalah penuntasan kasus-kasus pelanggaran berat HAM yang menimpa<br />

pada korban, anak-anak & sanak keluarga korban. Penuntasan itu adalah pengungkapan kebenaran atas apa yang<br />

sesungguhnya terjadi pada korban sebagai rangkaian kekerasan politik Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto.<br />

Keadilan harus lebih dimaknai lebih dari sekadar menghukum pelaku, baik di tingkat penanggungjawab maupun di<br />

tingkat lapangan. Keadilan juga penting mengembalikan hak-hak korban seoptimal mungkin seperti sediakala. Dan<br />

kewajiban menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu seperti digambarkan di atas menjadi tanggung jawab negara.<br />

Kita menyesalkan pula hingga saat ini tidak ada tindakan yang layak dari negara, terutama pemerintahan paska<br />

Soeharto, untuk segera menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran berat HAM. Padahal, hal inilah yang mengakibatkan<br />

perdebatan memaafkan Soeharto menjadi sulit diterima secara baik karena negara tak pernah secara resmi menjelaskan<br />

“dimaafkan atas kesalahan yang mana”.<br />

Karenanya, dalam momentum ini korban menuntut Pemerintahan SBY-JK memberikan pengakuan secara resmi dan<br />

terbuka atas kekeliruan-kekeliruan negara di masa lalu. Pengakuan negara menjadi penting sebagai niat awalan untuk<br />

menunjukkan keberpihakan pemerintahan saat ini pada persoalan kemanusiaan. Korban akan merasa semakin teraniaya,<br />

terdiskriminasi dan terjauhkan dari rasa keadilan jika kemanusiaan hanya ditujukan untuk Soeharto.***<br />

6<br />

Berita Kontras No.01/I-II/2008

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!