Pelanggaran Hak Perempuan Adat dalam Pengelolaan Kehutanan
BUKU-2-PELANGGARAN-HAK-PEREMPUAN-ADAT-DALAM-PENGELOLAAN-KEHUTANAN
BUKU-2-PELANGGARAN-HAK-PEREMPUAN-ADAT-DALAM-PENGELOLAAN-KEHUTANAN
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
8<br />
<strong>Pelanggaran</strong> <strong>Hak</strong> <strong>Perempuan</strong> <strong>Adat</strong> <strong>dalam</strong> <strong>Pengelolaan</strong> <strong>Kehutanan</strong><br />
Masyarakat Hukum <strong>Adat</strong> Region Papua<br />
1. Masyarakat Hukum <strong>Adat</strong> Daiget Arso vs PTPN II, Kabupaten<br />
Keerom, Papua.<br />
2. Masyarakat Hukum <strong>Adat</strong> Welani, Mae, dan Moi vs PT. Madina<br />
Qurata’ain Kabupaten Paniai, Papua.<br />
3. Masyarakat Hukum <strong>Adat</strong> Yerisiam vs PT. Jati darma, PT.<br />
Sariwarna Unggul Mandiri, PT. Adi Perkasa, PT. Nabire Baru dan<br />
PT. Mandiri Baru, Kabupaten Nabire, Papua.<br />
4. Masyarakat Hukum <strong>Adat</strong> Malind, vs PT. Dongin Prabawa,<br />
Kabupaten Merauke, Papua.<br />
5. Masyarakat Hukum <strong>Adat</strong> Wondama vs PT. Wapoga Mutiara<br />
Timber, PT. Kurnia Tama Sejahtera, Kabupaten Teluk Wondama,<br />
Papua Barat.<br />
Komnas <strong>Perempuan</strong> memandang penting untuk terlibat <strong>dalam</strong><br />
proses Inkuiri Nasional ini, karena <strong>dalam</strong> pengalaman<br />
pemantauan Komnas <strong>Perempuan</strong> identifikasi pelanggaran hak<br />
perempuan akan tenggelam <strong>dalam</strong> narasi besar. Oleh karena itu,<br />
untuk pengungkapannya diperlukan metode yang khas dan<br />
khusus. Apalagi mengingat perempuan memiliki berbagai peran<br />
<strong>dalam</strong> komunitas, yang sering juga diabaikan oleh kebijakan<br />
Negara. Stereotype bahwa perempuan tidak memilki kapasitas,<br />
penyandang moral masyarakat, atau pun tidak cakap memberikan<br />
pendapat maupun menjadi pemimpin seringkali berujung kepada<br />
kondisi diskriminasi, penyingkiran maupun pengabaian eksistensi<br />
perempuan tersebut yang bermuara kepada kekerasan terhadap<br />
perempuan.<br />
Komnas <strong>Perempuan</strong> meyakini bahwa kekerasan terhadap<br />
perempuan merupakan pelanggaran HAM sesuai dengan.<br />
1. Rekomendasi Umum 19 (ayat 1) Komite Penghapusan Diskriminasi<br />
terhadap <strong>Perempuan</strong> (1992) menyatakan bahwa kekerasan berbasis<br />
gender adalah sebuah bentuk diskriminasi yang secara serius<br />
menghalangi kesempatan perempuan untuk menikmati hak-hak<br />
dan kebebasannya atas dasar persamaan hak dengan laki-laki.<br />
2. Konferensi Dunia mengenai <strong>Hak</strong> Asasi Manusia ke-2 yang<br />
diselenggarakan di Wina, Austria pada tahun 1993 mencanangkan<br />
bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran