Pelanggaran Hak Perempuan Adat dalam Pengelolaan Kehutanan
BUKU-2-PELANGGARAN-HAK-PEREMPUAN-ADAT-DALAM-PENGELOLAAN-KEHUTANAN
BUKU-2-PELANGGARAN-HAK-PEREMPUAN-ADAT-DALAM-PENGELOLAAN-KEHUTANAN
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
20<br />
<strong>Pelanggaran</strong> <strong>Hak</strong> <strong>Perempuan</strong> <strong>Adat</strong> <strong>dalam</strong> <strong>Pengelolaan</strong> <strong>Kehutanan</strong><br />
b. Lemahnya partisipasi perempuan adat<br />
<strong>dalam</strong> pengambilan keputusan<br />
Pengalaman perempuan adat tidak selalu masuk <strong>dalam</strong> kalkulasi<br />
perhitungan ganti rugi ketika masyarakat hukum adat melakukan<br />
negosiasi ganti rugi dengan investor atau pemerintah. Penyebab utama<br />
karena perempuan tidak masuk <strong>dalam</strong> proses pengambilan keputusan<br />
di komunitasnya untuk mewakili kepentingannya. <strong>Perempuan</strong> adat tidak<br />
disertakan <strong>dalam</strong> konsultansi publik <strong>dalam</strong> pembuatan kebijakan yang<br />
berkaitan dengan penentuan tapal batas, peralihan fungsi dan peralihan<br />
hak atas tanah dan atau hutan adat mereka yang berada di kawasan hutan.<br />
Para pihak <strong>dalam</strong> seluruh proses inkuiri nasional tidak pernah merasa<br />
perlu untuk melibatkan dan mengidentifkasikan kepentingan perempuan<br />
<strong>dalam</strong> konsultasi pembuatan kebijakan penetapan fungsi kawasan<br />
hutan, karena merasa tidak ada aturan yang mengharuskannya.<br />
Masyarakat hukum adat sendiri merasa tidak penting untuk mengangkat<br />
kepentingan perempuan <strong>dalam</strong> kasus-kasus yang mereka hadapi.<br />
Dalam Dengar Keterangan Umum di region Jawa, masyarakat hukum<br />
adat yang hadir –beberapa diantaranya perempuan – merasa tidak ada<br />
masalah <strong>dalam</strong> kehidupan perempuan adat.<br />
Padahal perempuan menanggung beban berlapis agar dapat bertahan<br />
hidup, baik untuk dirinya, keluarganya, maupun komunitasnya. Untuk itu<br />
perempuan adat ada yang terpaksa alih profesi, menjadi Pekerja Rumah<br />
Tangga (PRT) di <strong>dalam</strong> dan di luar negeri, menjadi buruh tani atau buruh<br />
perusahaan yang menggunakan tanah/hutan adat mereka.<br />
c. Hilangnya pengetahuan asli <strong>Perempuan</strong> <strong>Adat</strong><br />
Hilangnya hutan, juga mengakibatkan hilangnya tanam-tanaman yang<br />
berfungsi sebagai obat-obatan, misalnya di Intan Jaya kehilangan<br />
tanaman untuk menghentikan pendarahan pada saat persalinan. Juga<br />
kehilangan bahan ajar tentang adat, sehingga terputusnya rantai<br />
pengetahuan dan peradaban adat. Generasi muda adat tidak tahu<br />
asal-usulnya lagi.<br />
Kemenyan itu ibarat perempuan yang harus dibujuk,<br />
tidak bisa diperlakukan kasar, jika dia diperlakukan kasar<br />
dia tidak dapat mengeluarkan getah.<br />
(DKU Region Sumatera)