Kebijakan Desentralisasi Fiskal - Direktorat Jenderal Anggaran ...
Kebijakan Desentralisasi Fiskal - Direktorat Jenderal Anggaran ...
Kebijakan Desentralisasi Fiskal - Direktorat Jenderal Anggaran ...
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Bab V<br />
<strong>Kebijakan</strong> <strong>Desentralisasi</strong> <strong>Fiskal</strong><br />
beban bagi masyarakat secara berlebihan. Selain penetapan batas maksimum, ditetapkan<br />
pula ketentuan tarif minimum untuk menghindari terjadinya perang tarif antardaerah<br />
terutama untuk objek pajak yang mudah bergerak seperti kendaraan bermotor.<br />
(3) Memperbaiki sistem pengelolaan PDRD melalui kebijakan bagi hasil pajak provinsi kepada<br />
kabupaten/kota, insentif pemungutan PDRD, dan earmarking penerimaan pajak daerah.<br />
<strong>Kebijakan</strong> earmarking dimaksudkan untuk meningkatkan akuntabilitas pengenaan<br />
pungutan dimana sebagian hasil penerimaan pajak dialokasikan untuk mendanai<br />
kegiatan yang berkaitan dengan pajak tersebut. Sebagai contoh, sebagian penerimaan<br />
Pajak Penerangan Jalan dialokasikan untuk mendanai penerangan jalan, paling sedikit<br />
10 persen dari penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dialokasikan untuk pembangunan<br />
dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum.<br />
(4) Dalam rangka mengefektifkan pengawasan PDRD, mekanisme pengawasan diubah dari<br />
represif menjadi preventif. Setiap peraturan daerah tentang PDRD sebelum dilaksanakan<br />
harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Pemerintah. Selain itu, terhadap daerah<br />
yang menetapkan kebijakan di bidang PDRD yang melanggar ketentuan peraturan<br />
perundang-undangan yang lebih tinggi akan dikenakan sanksi berupa penundaan dan/<br />
atau pemotongan DAU dan/atau DBH atau restitusi.<br />
UU Nomor 28 Tahun 2009 mengatur tentang 16 (enam belas) jenis pajak yang menjadi<br />
kewenangan pemerintah daerah, yaitu 5 (lima) jenis pajak provinsi dan 11 (sebelas) jenis<br />
pajak kabupaten/kota. Sedangkan jenis retribusi yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah<br />
meliputi 14 (empat belas) jenis retribusi jasa umum, 11 (sebelas) jenis retribusi jasa usaha<br />
dan 5 (lima) jenis retribusi perizinan tertentu.<br />
Penetapan jenis PDRD tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa jenis PDRD tersebut<br />
secara umum dipungut hampir disemua daerah dan secara teori maupun praktik merupakan<br />
jenis pungutan yang baik serta memenuhi kriteria sebagai pungutan daerah. Pemerintah<br />
daerah boleh tidak memungut jenis PDRD sebagaimana yang tercantum dalam UU tersebut<br />
dengan pertimbangan, antara lain, apabila potensi jenis PDRD di daerah tersebut tidak<br />
memadai. Jenis pajak daerah dan retribusi<br />
daerah berdasarkan UU Nomor 28 Tahun<br />
2009 masing-masing dapat dilihat pada<br />
Tabel V.3 dan Tabel V.4.<br />
Sama halnya dengan pajak daerah,<br />
pemerintah daerah juga tidak<br />
diperkenankan untuk memungut jenis<br />
retribusi selain yang telah diatur dalam<br />
UU Nomor 28 Tahun 2009. Namun<br />
demikian, untuk mengantisipasi<br />
perkembangan keadaan, maka<br />
dimungkinkan untuk menambah jenis<br />
retribusi sepanjang memenuhi kriteria<br />
yang ditetapkan dalam UU dimaksud<br />
dengan menerbitkan Peraturan<br />
Pemerintah.<br />
TABEL V.3<br />
JENIS PAJAK DAERAH<br />
Provinsi<br />
Kabupaten/Kota<br />
1. Pajak Kendaraan Bermotor 1. Pajak Hotel<br />
2. Bea Balik Nama<br />
2. Pajak Restoran<br />
Kendaraan Bermotor<br />
3. Pajak Bahan Bakar 3. Pajak Hiburan<br />
Kendaraan Bermotor<br />
4. Pajak Air Permukaan 4. Pajak Reklame<br />
5. Pajak Rokok 5. Pajak Penerangan Jalan<br />
6. Pajak Parkir<br />
7. Pajak Mineral Bukan Logam dan<br />
Batuan<br />
8. Pajak Air Tanah<br />
9. Pajak Sarang Burung Walet<br />
10. PBB Perdesaan dan Perkotaan<br />
11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah<br />
dan Bangunan<br />
Sumber: UU Nomor 28 Tahun 2009<br />
V-14 Nota Keuangan dan RAPBN 2011