Kebijakan Desentralisasi Fiskal - Direktorat Jenderal Anggaran ...
Kebijakan Desentralisasi Fiskal - Direktorat Jenderal Anggaran ...
Kebijakan Desentralisasi Fiskal - Direktorat Jenderal Anggaran ...
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
<strong>Kebijakan</strong> <strong>Desentralisasi</strong> <strong>Fiskal</strong><br />
Bab V<br />
Dalam RAPBN 2011, alokasi DBH direncanakan mencapai Rp82,0 triliun, atau 1,4 persen<br />
terhadap PDB. Jumlah tersebut berarti secara nominal lebih rendah Rp7,6 triliun atau 8,5<br />
persen dari alokasi DBH dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp89,6 triliun. Penurunan DBH<br />
dalam RAPBN 2011 tersebut disebabkan oleh lebih rendahnya alokasi DBH Pajak karena<br />
adanya pengalihan BPHTB menjadi pajak kabupaten/kota, serta lebih rendahnya alokasi<br />
DBH SDA terutama karena menurunnya target penerimaan minyak bumi dan gas bumi<br />
yang dibagihasilkan. Alokasi DBH tahun 2011 tersebut terdiri dari alokasi DBH Pajak sebesar<br />
49,4 persen dan alokasi DBH SDA sebesar 50,6 persen.<br />
DBH Pajak<br />
DBH Pajak terdiri atas 4 jenis yaitu DBH dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan PPh<br />
Pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN), Pajak Bumi dan<br />
Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Cukai Hasil<br />
Tembakau (CHT). Dengan diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak<br />
Daerah dan Retribusi Daerah, dalam tahun anggaran 2011, BPHTB tidak lagi termasuk<br />
dalam DBH, karena jenis pajak ini telah dialihkan menjadi Pajak Daerah. Selain itu, sebagian<br />
objek PBB, yaitu sektor perdesaan dan perkotaan mulai tahun 2014 juga akan dialihkan<br />
menjadi Pajak Daerah.<br />
Berdasarkan ketentuan Pasal 13 UU Nomor 33 Tahun 2004, serta Pasal 8 PP Nomor 55<br />
Tahun 2005, DBH PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 25/29 WPOPDN, yang merupakan bagian<br />
daerah adalah sebesar 20 persen. DBH dari penerimaan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 25/29<br />
WPOPDN yang diserahkan kepada daerah tersebut, dibagi dengan imbangan sebesar 12<br />
persen untuk kabupaten/kota dan 8 persen untuk provinsi. Bagian kabupaten/kota tersebut,<br />
dibagi 8,4 persen untuk daerah penghasil dan 3,6 persen dibagi secara merata untuk seluruh<br />
kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan. Daerah penghasil ditentukan berdasarkan<br />
tempat wajib pajak terdaftar.<br />
Berdasarkan ketentuan Pasal 12 ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor 33 Tahun 2004 serta<br />
Pasal 5 dan Pasal 6 PP Nomor 55 Tahun 2005, bagian daerah atas PBB ditetapkan sebesar<br />
90 persen dengan rincian 64,8 persen untuk kabupaten/kota, 16,2 persen untuk provinsi,<br />
dan 9 persen untuk Biaya Pemungutan (BP), sedangkan sisanya sebesar 10 persen merupakan<br />
bagian Pemerintah Pusat. Biaya Pemungutan sebesar 9 persen tersebut dibagi antara pusat,<br />
provinsi dan kabupaten/kota dengan persentase yang berbeda-beda untuk setiap sektor PBB.<br />
Bagian Pusat sebesar 10 persen tersebut dibagi lagi ke daerah secara merata sebesar 6,5<br />
persen dan sebagai insentif sebesar 3,5 persen. Berdasarkan rencana penerimaan PBB yang<br />
ditetapkan dalam APBN, DBH PBB untuk masing-masing daerah ditetapkan dengan<br />
Peraturan Menteri Keuangan.<br />
Selanjutnya, Sesuai ketentuan Pasal 66A UU Nomor 39 Tahun 2007 dan Keputusan<br />
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 54/PUU-VI/2008 tanggal 14 April 2009,<br />
DBH CHT dibagikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau dan provinsi penghasil<br />
tembakau sebesar 2 persen dari penerimaan negara dari cukai hasil tembakau. Penerimaan<br />
DBH CHT tersebut dibagi kepada Kabupaten/kota di wilayah provinsi tersebut, dengan<br />
imbangan 30 persen untuk provinsi dan 70 persen untuk kabupaten/kota. Bagian kabupaten/<br />
kota, dibagi dengan imbangan 40 persen untuk kabupaten/kota penghasil dan 30 persen<br />
untuk kabupaten/kota lainnya.<br />
Nota Keuangan dan RAPBN 2011<br />
V-29