Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007, Volume I, No. 22. Pola memiliki-melepaskan, pola inididasarkan atas beberapa besar sikapprotektif orang tua terhadap anak. Pola inibergerak dari sikap orang tua yangoverprotektive dan memiliki anak sampaikepada sikap mengabaikan anak sama sekali.3. Pola demokratif-otokrasi, pola ini didasarkanatas taraf partisipasi anak dalam menentukankegiatan-kegiatan dalam keluarga. Polaotokrasi berarti orang tua bertindak sebagaidiktator terhadap anak, sedangkan dalamkeluarga demokrasi sampai batas-batastertentu, anak dapat berpartisipasi dalamkeputusan-keputusan orang tua.Peran orang tua juga dibutuhkan seoranganak dalam hal sosialisasi norma-norma danaturan yang berlaku di masyarakat. Orang tuajuga wajib memberi pegangan hidup baik dannilai-nilai dasar kehidupan kepada anak untukbekal anak dikemudian hari. Sosialisasi adalahproses interaksi sosial di mana calon anggotamasyarakat mengenal cara-cara berfikir,berperan, dan berperilaku, sehingga dapatberperan secara efektif di dalam masyarakat yangdipelajarinya, dalam sosialisasi mengajarkannilai-nilai, norma-norma dan simbol (Ihromi,1990). Hal yang sama juga dijelaskan olehWirotomo (1994: 11) bahwa sosialisasimerupakan suatu proses yang amat penting dalamkehidupan bermasyarakat, bahkan proses palingdasar dari terbentuknya masyarakat. Sosialisasidalam keluarga bisa disebut primarysocialization, yaitu sosialisasi yang palingpertama diterima oleh seorang anak. MenurutParson dalam Wirotomo (1994: 11). Sosialisasiprimer dalam keluarga menghasilkan personalitystructure di mana pola orientasi nilai yangditanamkan pada seseorang akan sulit untukdiubah lagi sepanjang kehidupannya.Penelitian ini adalah penelitian deskriptifdengan menggunakan pendekatan kualitatif. Halini dimaksudkan untuk dapat memahamipermasalahan atau yang diteliti sehingga dapatmemberikan gambaran yang lebih mendalamtentang gejala-gejala dan fenomena yang ditelitidan diharapkan diperoleh data sesuai denganyang diperlukan.Yang menjadi unit analisis dalampenelitian ini adalah anak yang berusia 8-20tahun, yang orang tuanya bercerai di KecamatanMedan Sunggal. Pemilihan informan dilakukandengan cara Purposive sampling, di manainformannya telah ditentukan terlebih dahuludengan menentukan kriteria informan yangdianggap berkompeten untuk dijadikan sebagaisumber data yang sesuai dengan tujuanpenelitian. Adapun kriteria-kriteria informandalam penelitian ini adalah:1. Anak yang berusia 8-20 tahun2. Belum menikahUntuk jumlah informan tidak ditentukan,penentuannya adalah data, artinya apabila datayang diperoleh dari informan sudah dianggapcukup mendukung penelitian, maka pengumpulandata dari informan akan dihentikan.Deskripsi Hasil PenelitianPerceraian di Kecamatan Medan Sunggalkebanyakan dilakukan dengan cara kekeluargaan,cara ini dilakukan dengan alasan keterbatasanekonomi, menginginkan proses yang cepat danmurah, dan juga karena proses birokrasi yangberbelit sehingga terkesan mempersulit. Adapunfaktor-faktor terjadinya perceraian di KecamatanMedan Sunggal ini adalah: faktor ekonomi,faktor perselingkuhan, faktor keterlibatan orangtua (mertua) dalam rumah tangga, faktor tidakada cinta dan yang terakhir adalah faktor bedaprinsip.Perceraian orang tua menyebabkanberubahnya tempat tinggal anak sehingga statustempat tinggal anak bersama ayahnya, ibuataupun dengan familinya, yang terlebih dulutelah dilakukan penentuan dengan siapa sanganak tinggal. Setelah dilakukan penelitian dilapangan penentuan tempat tinggal anakdiputuskan oleh pihak kedua keluarga besarnyadengan sistem musyawarah. Penentuan tempattinggal ini pun tidak mengalami permasalahanyang berarti, di mana setelah diputuskan statustempat tinggal anak tidak terjadi rebutan anakbaik dari pihak ayah maupun pihak ibu. Tempattinggal anak sesuai hasil putusan perceraiandengan tempat tinggal anak sekarang pun masihmengalami ”kesesuaian”.Orang tua yang tidak mendapatkan hakasuh anak terkesan tidak perduli kepada kondisianak tersebut, hal ini terbukti pada pemenuhankebutuhan sang anak pasca-perceraian.Pemenuhan kebutuhan anak baik kebutuhanekonomi maupun kebutuhan pendidikankhususnya pembiayaan untuk sang anak yangdiberikan orang tua (ayah dan ibu) tidakseimbang, karena selama ini kebutuhan yang66
Maryanti dan Rosmiani, Keluarga Bercerai dan Intensitas...diperlukan anak kebanyaan dipenuhi oleh sangibu. Padahal ayahlah yang seharusnyabertanggung jawab penuh terhadap kebutuhananak dan bila ayah kurang mampu dapat dibantuoleh ibu, status ibu hanyalah membantu tidakbertanggung jawab penuh, namun kenyataannyasang ibulah yang lebih peduli terhadap kebutuhananak. Hal ini tidak sesuai dengan UU PerkawinanNo. 1 Tahun 1974, Pasal 41 yang menyatakanbahwa akibat putusnya perkawinan adalah:a. Baik istri atau suami tetap berkewajibanmemelihara dan mendidik anak-anaknya,semata-mata berdasarkan kepentingan anak,bilamana ada perselisihan mengenaipenguasaan anak-anak, pengadilan memberiputusannya.b. Suami yang bertanggung jawab atas semuabiaya pemeliharaan dan pendidikan yangdiperlukan anak itu bilamana suami tidakdapat memberi kewajiban tersebut,pengadilan dapat menentukan bahwa istriikut memikul biaya tersebut.Setelah terjadi perceraian interaksi anakdengan orang tua yang terpisah masih tetapberlangsung, baik interaksi secara langsungbertatap muka maupun interaksi secara tidaklangsung lewat telpon, SMS, dan lain-lain.Kaitannya dengan hal ini adalah interaksi untukmenciptakan kepedulian, kasih sayang, masihditerima anak dari orang tuanya yang berpisah,jarangnya pertemuan tidak menentukan, dan yangterpenting adalah kualitas pertemuan tersebut, dimana dalam setiap pertemuan orang tua yangberpisah masih menjalankan peranannya sebagaiseorang yang mensosialisasikan nilai-nilai dannorma kepada anak-anaknya dengan baik, normadan nilai itu disosialisasikan sesuai denganperkembangan zaman seperti yang sedang marakdi kalangan remaja kaitannya dalam halpergaulan bebas, maupun mengenai narkobayang saat ini sangat digandrungi anak-anak mudabahkan anak-anak kecil yang masih duduk disekolah dasar.Orang tua juga masih mengingatkannorma dan kebiasaan-kebiasaan dahulu yangpernah diajarkan dan diterapkan di dalamkeluarga sebelum perceraian terjadi, kebiasaankebiasaanitu antara lain berupa kebiasaan jamistirahat (tidur siang) ini bagi anak yang belumberusia remaja alias masih sekolah dasar,kebiasaan-kebiasaan selanjutnya adalahmengingatkan supaya rajin sholat, rajin mengaji,serta mengarahkan hobi informan). Maka dari ituterbukti para informan setelah perceraian masihmempunyai perilaku yang positif (baik).PENUTUP1. Kepada orang tua yang bercerai hendaknyatetap memberikan pemenuhan kebutuhanpangan, sandang, papan (ekonomi), secaraseimbang dari kedua orang tuanya.2. Orang tua yang sudah bercerai hendaknyatidak hanya memberikan pendidikan umumsaja, tetapi juga pendidikan agama yang jugatidak kalah pentingnya dengan pendidikanumum. Pendidikan agama ini hendaknyadiajarkan oleh orang tua, melalui perilakuperilakuyang baik sehingga dapat dijadikanpanduan nilai dan moral sebagai peganganhidupnya.3. Kepada anak yang orang tuanya sudahberpisah diharapkan tetap menjalankan nilaidan moral yang baik dalam kehidupan seharihari,walaupun pengawasan dari orang tuatidak seintens dan seakrab dahulu.67
- Page 7 and 8: Khairifa, Komparatif tentang Pendek
- Page 9 and 10: Khairifa, Komparatif tentang Pendek
- Page 11 and 12: Khairifa, Komparatif tentang Pendek
- Page 13 and 14: Khairifa, Komparatif tentang Pendek
- Page 16 and 17: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 18 and 19: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 22 and 23: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 24 and 25: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 26 and 27: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 28 and 29: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 30 and 31: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 32 and 33: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 34 and 35: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 36 and 37: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 38 and 39: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 40 and 41: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 42 and 43: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 44 and 45: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 46 and 47: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 48 and 49: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 50 and 51: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 52 and 53: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 54 and 55: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 56 and 57: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 58 and 59: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 60 and 61: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 62 and 63: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 64 and 65: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 66 and 67: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007