Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007, Volume I, No. 22) Penyesuaian terhadap norma-norma untukmenyalurkan ketegangan.3) Proses perubahan untuk menyesuaikandengan situasi yang berubah.4) Mengubah agar sesuai dengan kondisi yangdiciptakan.5) Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatasuntuk kepentingan lingkungan dan sistem.6) Penyesuaian budaya dan aspek lainnyasebagai hasil seleksi alamiah.Dari batasan-batasan tersebut, dapatdisimpulkan bahwa adaptasi merupakan prosespenyesuaian. Penyesuaian dari individu,kelompok, maupun unit sosial terhadap normanorma,proses perubahan, ataupun suatu kondisiyang diciptakan.Lebih lanjut tentang proses penyesuaiantersebut, Aminuddin menyebutkan bahwapenyesuaian dilakukan dengan tujuan-tujuantertentu (Aminuddin, 2000: 38), di antaranya:a. Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.b. Menyalurkan ketegangan sosial.c. Mempertahankan kelanggengan kelompokatau unit sosial.d. Bertahan hidup.Proses perubahan dan penciptaan kondisipada umumnya sering terjadi di masyarakatperkotaan. Akses terhadap teknologi (informasi,telekomunikasi, dan transportasi) memungkinkanmasyarakat perkotaan untuk lebih cepatmengetahui serta menerima perubahandibandingkan kelompok masyarakat lain. Tidakmengherankan, jika masyarakat perkotaancenderung bersifat dinamis, terutama dalam halpenyesuaian karakteristik kehidupan sosial, yangmeliputi:a. Perubahan jumlah dan ukuran rumah tangga.b. Transisi atau peralihan lapangan pekerjaan.c. Penyesuaian dalam cara-cara pemenuhankebutuhan.d. Perubahan peran serta individu dalamangkatan kerja.e. Peningkatan mobilitas penduduk.Akan tetapi, tidak semua lapisanmasyarakat perkotaan dapat sedemikian mudahmenyesuaikan diri terhadap perubahan, baik ituperubahan yang bersumber dari faktor internalmaupun eksternal, disengaja ataupun tidakdisengaja. Masyarakat miskin, misalnya,memiliki keterbatasan dalam mencari danmenerapkan alternatif-alternatif untuk adaptasisosial. Akibatnya, masyarakat miskin mungkinhanya memiliki sedikit sekali prospek kemajuan.Meski menyadari perlunya diadakanperubahan atas keadaannya sekarang, masyarakatmiskin kerap mengalami kesulitan untukmenjajaki kemungkinan-kemungkinan yangtersedia. Potensi perubahan dengan menggunakansumber daya internal sangat minimal, karenatidak ada surplus yang dapat disisihkan ataudigunakan demi keperluan lain (Baross, 1999: 1).Dalam menghadapi berbagai kesulitan,masyarakat miskin tampaknya memiliki danmengembangkan strategi tertentu untuk dapatmempertahankan kelangsungan hidupnya. Apayang dalam pandangan pihak luar merupakantindak irasional, dalam kenyataannya, mungkinmerupakan satu-satunya pemecahan darihimpitan kesulitan sosial ekonomi.Strategi adaptasi dimaksud, oleh EdiSuharto, seorang pengamat masalah kemiskinandari Institut Pertanian Bogor (Suharto, 2002: 1),disebut juga dengan istilah coping strategies.Secara umum, coping strategies dapatdidefinisikan sebagai kemampuan seseorangdalam menerapkan seperangkat cara untukmengatasi berbagai permasalahan yangmelingkupi kehidupannya. Dalam kontekskeluarga miskin, strategi penanganan masalah inipada dasarnya merupakan kemampuan segenapanggota keluarga dalam mengelola ataumengelola berbagai aset yang dimilikinya. Bisajuga dipersamakan dengan kapabilitas keluargamiskin dalam menanggapi goncangan dantekanan (shock and stress). Beberapa pengamatmasalah sosial mengistilahkannya dengan nama“aset portfolio management”.Berdasarkan konsepsi ini, Moser (dalamSuharto, 2002) membuat kerangka analisis yangdisebut “The Aset Vulnerability Framework”.Kerangka ini meliputi berbagai pengelolaan asetyang dapat digunakan untuk melakukanpenyesuaian atau pengembangan strategi tertentudalam mempertahankan kelangsungan hidupseperti:1. Aset Tenaga Kerja (Labour Asets)Misalnya meningkatkan keterlibatan wanitadan anak-anak dalam keluarga untuk bekerjamembantu ekonomi rumah tangga.2. Aset Modal Manusia (Human Capital Asets)Misalnya memanfaatkan status kesehatanyang dapat menentukan kapasitas oranguntuk bekerja atau keterampilan dan86
Wahyudi dan Sismudjito, Strategi Adaptasi Sosial Ekonomi...pendidikan yang menentukan umpan balikatau hasil kerja (return) terhadap tenaga yangdikeluarkannya.3. Aset Produktif (Productive Asets)Contohnya menggunakan rumah, sawah,ternak, tanaman untuk keperluan hidupnya.4. Aset Relasi Rumah Tangga atau Keluarga(Household Relation Asets)Misalnya memanfaatkan jaringan dandukungan dari sistem keluarga besar, kelompoketnis, migrasi tenaga kerja dan mekanisme“uang kiriman” (remittances).5. Aset Modal Sosial (Social Capital Asets)Misalnya memanfaatkan lembaga-lembagasosial lokal, arisan, dan pemberi kreditinformal dalam proses dan sistemperekonomian keluarga.Sebagian besar penelitian mengenaicoping strategies menggunakan keluarga ataurumah tangga sebagai unit analisis, misalnyapenelitian Ellis (1998), Chambers dan Conway(1992), dan Suharto (2002). Meskipun istilahkeluarga dan rumah tangga sering dipertukarkan,keduanya memiliki sedikit perbedaan. Keluargamenunjuk pada hubungan normatif antara orangorangyang memiliki ikatan biologis. Sedangkanrumah tangga menunjuk pada sekumpulan orangyang hidup satu atap namun tidak selalu memilikihubungan darah. Baik anggota keluarga maupunrumah tangga umumnya memiliki kesepakatanuntuk menggunakan sumber-sumber yangdimilikinya secara bersama-sama.Konsep mata pencaharian (livelihood)sangat penting dalam memahami copingstrategies karena merupakan bagian dari ataubahkan kadang-kadang dianggap sama denganstrategi mata pencaharian (livelihood strategies).Suatu mata pencaharian meliputi pendapatan(baik yang bersifat tunai maupun barang),lembaga-lembaga sosial, relasi gender, hak-hakkepemilikan yang diperlukan guna mendukungdan menjamin kehidupan.Suatu kehidupan ditunjang oleh interaksiantara orang, aset nyata dan aset tidak nyata.Orang menunjuk pada kemampuan mencarinafkah (livelihood capabilities), aset nyatamenunjuk pada simpanan (makanan, emas,tabungan) dan sumber-sumber (tanah, air, sawah,tanaman, binatang ternak), sedangkan aset tidaknyata menunjuk pada klaim dan akses yangmerupakan kesempatan-kesempatan untukmenggunakan sumber, simpanan, pelayanan,informasi, barang-barang, teknologi, pekerjaan,makanan dan pendapatan.Pada mulanya, konsep coping strategiessering dipergunakan untuk menunjukkan strategibertahan hidup (survival strategies) keluarga dipedesaan negara-negara berkembang dalammenghadapi kondisi kritis, seperti bencana alam,kekeringan, gagal panen dan sebagainya.Belakangan ini, beberapa penelitian menunjukkanbahwa konsep ini ternyata dipraktikkan juga olehkeluarga di wilayah perkotaan dan tidakhanya di negara berkembang, melainkan puladi negara-negara maju (Suharto, 2002: 1).Di wilayah perkotaan, keluarga miskincenderung menghadapi masalah yang lebih beratdan kompleks. Di perkotaan, sumber daya alamumumnya tidak dapat digunakan secara bebas,sistem kekerabatan lebih lemah, kondisilingkungan juga lebih berat dan kerap berbahaya(polusi, kejahatan). Dalam garis besar, beberapabentuk coping strategies keluarga miskin dapatdikelompokkan menjadi tiga, yakni:a. Peningkatan AsetMelibatkan lebih banyak anggota keluargauntuk bekerja, memulai usaha kecil-kecilan,memulung barang-barang bekas, menyewakankamar, menggadaikan barang, meminjamuang di bank atau lintah darat.b. Pengontrolan Konsumsi dan PengeluaranMengurangi jenis dan pola makan, membelibarang-barang murah, mengurangi pengeluaranuntuk pendidikan dan kesehatan, mengurangikunjungan ke desa, memperbaiki rumah ataualat-alat rumah tangga sendiri.c. Pengubahan Komposisi KeluargaMigrasi ke desa atau ke kota lain,meningkatkan jumlah anggota rumah tanggauntuk memaksimalkan pendapatan, menitipkananak ke kerabat atau keluarga lain baiksecara temporer maupun permanen.Sedangkan penelitian yang dilakukanoleh Tim Peneliti Departemen Sosial RI di 17Propinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,Jawa Timur, <strong>Sumatera</strong> <strong>Utara</strong>, <strong>Sumatera</strong> Barat,<strong>Sumatera</strong> Selatan, Lampung, Banten, KalimantanTengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat,Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, danMaluku <strong>Utara</strong>) menunjukkan bahwa kapabilitaskeluarga miskin dalam menanggapi goncangandan tekanan (shock and stress) merupakan aspekpenting dalam menunjukkan keberfungsian87
- Page 7 and 8: Khairifa, Komparatif tentang Pendek
- Page 9 and 10: Khairifa, Komparatif tentang Pendek
- Page 11 and 12: Khairifa, Komparatif tentang Pendek
- Page 13 and 14: Khairifa, Komparatif tentang Pendek
- Page 16 and 17: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 18 and 19: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 20 and 21: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 22 and 23: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 24 and 25: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 26 and 27: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 28 and 29: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 30 and 31: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 32 and 33: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 34 and 35: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 36 and 37: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 38 and 39: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 42 and 43: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 44 and 45: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 46 and 47: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 48 and 49: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 50 and 51: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 52 and 53: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 54 and 55: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 56 and 57: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 58 and 59: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 60 and 61: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 62 and 63: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 64 and 65: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 66 and 67: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007