Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007, Volume I, No. 2sosial. Secara konseptual aspek ini juga didasariteori coping strategies. Dalam penelitian ini,strategi dimaksud dapat dipilah menjadi duayakni strategi yang berkaitan dengan ekonomidan non-ekonomi (Tim Peneliti, 2003: 6).Coping strategies dalam mengatasigoncangan dan tekanan ekonomi terdapatberbagai cara yang ditempuh oleh keluarga yangditeliti. Cara-cara tersebut dapat dikelompokkanmenjadi tiga kategori, yaitu:a. Strategi AktifYaitu strategi yang mengoptimalkan segalapotensi keluarga untuk (misalnya melakukanaktivitas sendiri, memperpanjang jam kerja,memanfaatkan sumber atau tanaman liar dilingkungan sekitar dan sebagainya.b. Strategi PasifYaitu mengurangi pengeluaran keluarga(misalnya pengeluaran biaya untuk sandang,pangan, pendidikan, dan sebagainya).c. Strategi JaringanMisalnya menjalin relasi, baik secara informalmaupun formal dengan lingkungan sosialnyadan lingkungan kelembagaan (misalnya:meminjam uang tetangga, mengutang kewarung, memanfaatkan program antikemiskinan, meminjam uang ke rentenir ataubank, dan sebagainya).Adapun coping strategies dalam mengatasigoncangan dan tekanan non-ekonomi terdapatpula cara yang ditempuh oleh kepala keluarga.Strategi dimaksud dapat dikelompokkan menjaditiga kategori yakni:a. Strategi AktifYakni melakukan berbagai kegiatan untukmemperoleh dukungan emosional (misalnya:lebih giat dalam beribadah, mencari nasihatorang lain).b. Strategi PasifYaitu berusaha menghindari risiko yangdiakibatkan oleh goncangan non-ekonomi(misalnya mengurangi biaya sosial,kesehatan, pendidikan, dan pasrah kepadakeadaan).c. Strategi JaringanMisalnya menjalin relasi untuk memperolehbantuan baik secara informal maupun formaldari pihak lain (misalnya: teman, tetangga,sanak keluarga).METODE PENELITIANJenis penelitian yang akan dilakukanadalah pendekatan kualitatif dengan metode studikasus (case study) tipe deskriptif. Studi kasusmerupakan suatu pendekatan dalam penelitianstudi kasus yang penelaahannya terhadap satukasus dilakukan secara intensif, mendalam,mendetail, dan komprehensif. Studi kasus bisadilaksanakan atas individu atau kelompok(Sanapiah, 2003: 22).Adapun studi kasus tipe deskriptif dapatmelacak urutan peristiwa hubungan antarpribadi,menggambarkan subbudaya, dan menemukanfenomena kunci (Yin, 2003: 5). Hubungan antarpribadi dan subbudaya adalah hal-hal yanghampir pasti ditemukan dalam suatu strategiadaptasi sosial ekonomi. Itulah sebabnya, penelitimemilih mengaplikasikan jenis penelitian ini.Lokasi penelitian adalah di KelurahanPulo Brayan Kota, Kecamatan Medan Barat,Medan. Lokasi dipilih karena di sana terdapatcukup banyak keluarga miskin (sekitar 30% daritotal 1.154 KK, yakni sejumlah 346 KK) yangtetap dapat bertahan pascakenaikan harga BBMkarena mampu mengembangkan strategi adaptasisosial ekonomi tertentu.Unit analisis adalah keluarga miskin diKelurahan Pulo Brayan Kota, Kecamatan MedanBarat, Medan, yang berjumlah sekitar 346Rumah Tangga.Sedangkan kriteria informan keluargamiskin tersebut adalah:1. Tergolong miskin, dengan kriteria utamaberpendapatan sebesar Rp.143.595,/bulan/kapita. Apabila rata-rata anggota rumahtangga berjumlah 4,36 jiwa, maka rumahtangga/keluarga yang berpenghasilan Rp.626.000,-/bulan adalah dalam ambangkemiskinan atau dapat dikategorikan miskin.2. Merupakan suatu keluarga, yang terdiri atassuami, istri, anak, dan kerabat lain yangditanggung.3. Dapat mempertahankan kelangsungan hiduppasca kenaikan harga BBM denganmengembangkan cara atau strategi tertentu.DESKRIPSI HASIL PENELITIANKemiskinan tampaknya sudah menjadipersoalan klasik yang terus-menerus dihadapibangsa ini. Semenjak bangsa ini mengukuhkankemerdekaannya hingga berkali-kali terjadinya88
Wahyudi dan Sismudjito, Strategi Adaptasi Sosial Ekonomi...pergantian kepala negara, persoalan kemiskinantetap menjadi masalah yang tidak jugaterselesaikan.Berbagai pihak telah sepakat bahwakemiskinan mempunyai banyak dimensi. Agardapat memahami watak kemiskinan secara utuh,tidak cukup sekedar mendefinisikan kemiskinansebagai miskin diukur dari tingkat pendapatanatau konsumsi. Kemiskinan tidak semata-matadibatasi pada masalah pendapatan dan konsumsi,tetapi juga berkaitan dengan kesehatan,pendidikan, kerentanan terhadap goncangan,partisipasi dalam kegiatan sosial dan politik, danbanyak aspek kehidupan lainnya.Di Kelurahan Pulo Brayan Kota,Kecamatan Medan Barat, misalnya, sebagianbesar informan mengaku memiliki penghasilantetap setiap bulannya (dalam hal sumberperolehan maupun nominal). Namun, ada jugainforman yang tidak mempunyai penghasilantetap. Mereka biasanya hanya mengandalkanpekerjaan tidak tetap atau sesewaktu untukmemperoleh penghasilan.Untungnya, sebagian informan menyatakanbahwa ada pihak-pihak yang memberikanbantuan finansial secara rutin kepada mereka.Pihak tersebut bisa saja keluarga terdekat, sepertianak atau menantu yang telah mapan. Namun adajuga yang memperoleh bantuan finansial daripemerintah, dalam bentuk BLT (BantuanLangsung Tunai) atau program pengentasankemiskinan lainnya.Informan lainnya menerima bantuanfinansial, tapi sifatnya tidak rutin, hanyasewaktu-waktu saja. Ada juga informan yang takpernah memperoleh bantuan finansial dari pihakmanapun.Dalam rangka mengurangi subsidi bahanbakar minyak (BBM), pada 1 Oktober 2005,pemerintah Indonesia menetapkan kenaikanharga BBM. Tingkat kenaikan kali ini tergolongtinggi dibanding kenaikan-kenaikan harga BBMsebelumnya, yaitu bensin sebesar 87,5%, solar104,8%, dan minyak tanah 185,7%. Keputusanini dilatarbelakangi oleh:1. Peningkatan harga BBM di pasar dunia yangmelonjak tajam sehingga berakibat padamakin besarnya penyediaan dana subsidiyang dengan sendirinya makin membebanianggaran belanja negara.2. Pemberian subsidi selama ini cenderunglebih banyak dinikmati kelompok masyarakatmenengah ke atas.3. Perbedaan harga yang besar antara dalam danluar negeri memicu terjadinya penyelundupanBBM ke luar Indonesia.Sejak awal, sebenarnya pola subsidi yangdilekatkan pada sumber daya (resource-basedsubsidy) seperti berlaku pada BBM tersebutdikritik para pakar. Pola subsidi tersebut hanyaakan menguntungkan mereka yang berdaya belitinggi. Sementara masyarakat yang berdaya belirendah hanya sedikit sekali menikmatinya. Olehkarena itu, sebagai gantinya diusulkan agarsubsidi tersebut langsung diberikan kepadamereka yang tepat melalui mekanisme userbasedsubsidy. Pola ini pula yang diterapkandalam penyaluran dana Rp 800 milyar yangdiperoleh dari kenaikan harga BBM rata-rata12% tersebut, seperti dalam bentuk pembangunanprasarana dan bantuan kredit, penyaluran danabentuk tunai (cash transfer).Penghapusan subsidi BBM tersebut jugamerupakan konsekuensi langsung dari kesepakatanIndonesia dengan IMF (International MonetaryFund) yang tertuang dalam LOI (Letter of Intent),yang salah satu klausulnya menghendakipenyesuaian dan reformasi struktur ekonomi,termasuk penghapusan segala bentuk subsidiyang tidak efisien. Program penyesuaianstruktural yang dimaksud secara ringkas dapatdigambarkan sebagai upaya yang dilakukan suatunegara agar merampingkan ekonominya menujuekonomi pasar (market-driven economy).Namun, tak urung, pasca kenaikan hargaBBM per 1 Oktober 2005 lalu, seluruh informanmerasakan makin sulitnya memenuhi kebutuhanhidup. Bagaimana tidak, menyusul kenaikanharga BBM, harga barang-barang kebutuhanpokok pun turut meningkat. Padahal, penghasilaninforman tidak bertambah. Akibatnya, setiap hariinforman harus berjuang untuk sekedar bisamencukupi kebutuhan hidup.Kenaikan harga BBM menambah bebanhidup masyarakat. Mereka tidak hanyamenghadapi kenaikan harga BBM, tetapi jugakenaikan berantai berbagai harga barang dan jasakebutuhan sehari-hari yang mengikutinya.Kenaikan harga tersebut berpengaruh langsungpada penurunan daya beli sebagian besarmasyarakat, terutama rumah tangga miskin.Untuk mengurangi beban tersebut, pemerintahmengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 12Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Subsidi LangsungTunai (SLT) kepada Rumah Tangga Miskin.89
- Page 7 and 8: Khairifa, Komparatif tentang Pendek
- Page 9 and 10: Khairifa, Komparatif tentang Pendek
- Page 11 and 12: Khairifa, Komparatif tentang Pendek
- Page 13 and 14: Khairifa, Komparatif tentang Pendek
- Page 16 and 17: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 18 and 19: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 20 and 21: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 22 and 23: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 24 and 25: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 26 and 27: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 28 and 29: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 30 and 31: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 32 and 33: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 34 and 35: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 36 and 37: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 38 and 39: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 40 and 41: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 44 and 45: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 46 and 47: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 48 and 49: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 50 and 51: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 52 and 53: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 54 and 55: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 56 and 57: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 58 and 59: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 60 and 61: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 62 and 63: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 64 and 65: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007
- Page 66 and 67: Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007