12.07.2015 Views

Terjangkau Angan Malind - Forest Peoples Programme

Terjangkau Angan Malind - Forest Peoples Programme

Terjangkau Angan Malind - Forest Peoples Programme

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

88 89Demikian pula, sebagaimana yang dikemukakan KIARA (2010), 115MIFEE juga mempromosikan agribisnis perikanan budidayamaupun tangkapan yang didorong melalui minapolitan. Kebijakanini seolah mengindikasikan Indonesia bermasalah dengan produksisector perikanan. Padahal Indonesia tidak memiliki persoalantersebut. Pasokan ikan untuk kebutuhan konsumsi sudah dipenuhioleh nelayan tradisional. Nelayan-nelayan dengan tonase kapal dibawah 5 GT menyumbang rata-rata 92% dari total tangkapan ikan,atau lebih dari 3 juta ton. Sementara kapal-kapal dengan tonase diatas 5GT menyumbang kurang dari 60% dari total tangkapan ikan,atau sekitar 1,2 juta ton. Menteri Kelautan dan Perikanan kemudianmenyebutkan bahwa minapolitan memang berorientasi pasar diluar kebutuhan domestik. Sepertinya pemerintah memang memilihindustrialisasi perikanan secara utuh melalui penyeragamankomoditas. Kebijakan serupa pernah dipraktikkan dan gagal disektor pertanian, yakni Revolusi Hijau. 116Lalu, bagaimana bentuk dampak pada sektor ekonomi di tataranlokal? Pertama-tama, tentu saja, kehadiran MIFEE akan mengubahstruktur penguasaan dan peruntukan lahan. Sebagian besarlahan akan berpindah tangan dari penduduk setempat ke pihakperusahaan. Sebagaimana telah disebutkan di atas, berdasarkandata yang diperoleh dari Badan Promosi Investasi Daerah KabupatenMerauke, pada Mei 2010, luasan lahan yang telah memiliki izinprinsip dari 36 perusahaan yang tercatat sudah mencapai 2 juta halebih! Kemudian, pada saatnya nanti, juga akan berpindah kepadapara pendatang yang masuk seiring dengan pertumbuhan programMIFEE, sebagaimana yang terjadi di lokasi-lokasi transmigrasi disekitar Manokwari dan juga Merauke. 117Hal yang jauh lebih menyedihkan adalah proses peralihanpenguasaan lahan itu juga berlangsung dalam situasi yang tidaksehat. Perlaihan itu berlangsung dalam situai penuh ‘tipu daya’,dan yang lebih tragis lagi, tanpa kejelasan dan penjelasan tentangkemungkinan dampak negatif yang ditimbulkannya. 118 Salah-salah,sebagaimana yang telah terjadi di kampung Zenegi dan kampungBoepe, peralihan penguasan lahan itu sama saja artinya denganmenggadaikan kehidupan masa depan generasi yang hidup saatini, dan juga para keturunannya kelak. Melalui ‘teknik simulasi’sederhana yang dilakukan dalam kesempatan FGD di kampungZenegi, para pemimpin marga dan warga kebanyakan baru pahambahwa ‘uang penghargaan’ sebesar Rp. 300.000.000, itu tidak adaartinya jika dibandingkan dengan akses untuk bisa berburu danmeramu ke hutan-hutan adat mereka. ‘Uang penghargaan’ itu telahmereka bagi rata @ Rp. 2.000.000.- per keluarga dan untuk kas desa.Di kampung itu memang terdapat 105 keluarga. Namun, menurutpengakuan mereka, uang itu segera habis hanya dalam waktu duaminggu saja. Kebetulan, saat itu, memang tengah menjelang HariRaya Natal. ‘Piagam Penghargaan’ memang ditandatangani padatanggal 12 Desember 2009 lalu. Belakangan baru mereka sadarbahwa akses mereka terhadap sumber-sumber kehidupan yang adadi hutan-hutan yang digadaikan itu jauh lebih berharga dari uangdua juta dan sejumlah fasilitas umum dan janji-janji lain yang takkunjung datang itu. Tanpa uang tunai, namun dengan memilikiakses ke sumber-sumber kehidupan di hutan adat itu, mereka bisamemperoleh segala yang diperlukan untuk makan sehari-hari.Utamanya sagu dan daging. Bahkan, jika mereka lebih giat berburu,dengan hasil buruannya, mereka bisa menghasilkan uang tunaiyang lebih banyak melalui transaksi dengan para pedagang yangdatang menjemput hasil buruan itu. Hal yang sama dapat merekalakukan dengan pembeli kayu. Sekarang, dengan penerimaan tunai,katakanlah ada yang bisa bekerja di perusahaan, mereka harusmembeli daging ke pusat kecamatan. Begitu pula dengan bahanmakanan pokok lainnya. Ketika disimulasi, gaji yang mungkinditerima jauh lebih tidak mencukupi kebutuhan dibanding merekatetap memiliki akses ke sumber-sumber kehidupan berupa hutanadat itu.Demikian pula, perubahan tata guna lahan bisa berdampak padapengurangan lahan sagu dan ladang perburuan, Jika ini terjadimaka ketahanan dan kedaulatan pangan penduduk setempat punterganggu. “… Kampung Zanegi sekarang sudah seperti, orangsini bilang, pulau anyuk-anyuk,” kata Vikaris di Kampung Kalikimencoba memberikan analogi dampak yang telah muncul sebagaiakibat program MIFEE. Artinya, Kampung Zenegi hanya menyisakan

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!