12.07.2015 Views

Terjangkau Angan Malind - Forest Peoples Programme

Terjangkau Angan Malind - Forest Peoples Programme

Terjangkau Angan Malind - Forest Peoples Programme

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

122 123kebijakan ini tidak pernah dimintai pendapat. Proses konsultasiyang diintrodursir RUU ini bersifat sangat formalitas, karenakonsultasi tidak diarahkan untuk mendapatkan persetujuan darimasyarakat mengenai apakah mereka setuju atau tidak setuju.RUU Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk KepentinganUmum ini, menyisakan banyak masalah. Diantaranya adalah :Pertama, dengan lahirnya UU semacam ini, penggusuran yangselama ini telah menjadi kejadian sehari-hari akan semakin banyakterjadi. Tentu saja potensi pelanggaran HAM di dalamnya sangatbesar. Mengingat sebagian besar tanah-tanah masyarakat hanyasedikit saja yang telah dilindungi dokumen hukum yang lengkap.Dari 85 juta bidang tanah (belum termasuk tanah-tanah yang beradadi kawasan hutan dan kawasan yang dikuasai oleh masyarakat adat)yang tercatat pada tahun 2004, baru 26 juta bidang yang bersertifikat(30%). Tahun 2005–2008 terjadi penambahan 13 juta sertifikat,sehingga sampai dengan tahun 2008 jumlah bidang tanah yangtercatat pada tahun 2004 saja masih 60 % yang belum bersertifikat.Lantas, Jika kepemilikan dengan bukti sertifikat yang menjadi dasarganti rugi tanah yang diambil, bagaimana dengan tanah-tanah yangtanpa sertifikat yang jumlahnya jauh lebih banyak?Kedua, RUU ini akan mempertajam konflik atas tanah, termasukkonflik-konflik yang terjadi di tanah-tanah adat yang diakibatkanoleh minimnya pengakuan Negara terhadap hak masyarakat adatatas tanah. Dalam situasi demikian, Pemerintah seharusnya terlebihdahulu membuat sebuah regulasi yang memperjelas status hakmasyarakat adat atas tanah yang bersifat komunal (tanah ulayat)bukan regulasi semacam RUU ini. Tahun 2010 ini di PerkebunanKelapa Sawit terdata 106 orang mengalami kekerasan oleh aparatkeamanan yang diakibatkan oleh konflik lahan (Sawit Watch, 2010)Ketiga, Cepatnya pembahasan RUU ini menandakan bahwapemerintah kita begitu ramah dan mudah disetir oleh pengusaha.Bayangkan, menurut data BPN ada 7.2 juta hektar lahan yangditerlantarkan oleh pengusaha. Tapi, para pengusaha masihmengeluh untuk mendapatkan tanah.Keempat, dalam RUU ini tata cara ganti rugi yang kelak akandipakai terlalu menguntungkan pengusaha. Sehingga posisi rakyatsemakin lemah ketika tanah-tanahnya ditetapkan menjadi kawasanpembangunan untuk kepentingan umum.Kelima, RUU ini berdalih seolah-olah proyek yang didorongadalah kepentingan umum, padahal proyek tersebut adalahinfrastruktur yang sepenuhnya dibiayai dan dimiliki dan dikelolaoleh swasta, bahkan asing. Proyek tersebut seperti jalan tol,bendungan, pasar modern, pelabuhan, bandara adalah proyekproyekyang selama ini terbuka untuk swasta dan asing. Kepentinganumum menjadi selubung yang menutupi proyek-proyek tersebut(baca kepentingan modal) dalam beroperasinya.Proyek-proyektersebut bahkan akan mengancam tanah-tanah persawahan diJawa, jaringan irigasi yang akhirnya akan mengancam ketahananpangan. Hal yang paling jelas terlihat dalam RUU ini adalah gagalmendefinisikan kepentingan umum.Keenam, RUU ini ternyata sarat dengan pesanan asing,ditemukan dokumen-dokumen yang menyebutkan bahwa RUUini didorong oleh ADB dan Bank Dunia. Sejak tahun 2005, BankDunia, Asian Development Bank (ADB) dan Japan Bank forInternational Cooperation (JBIC) adalah tiga lembaga kreditoryang memainkan peran kunci dalam mengarahkan kebijakanpembangunan infratruktur yang bercorak pasar di Indonesia.Ketiga lembaga tersebut sejak lama terlibat dalam penyediaanpendanaan bagi pembangunan infrastruktur serta bantuan teknisuntuk perubahan regulasi di bidang energi, jalan, komunikasi,bandar udara, air, dan pelabuhan. Lewat skema utang untuk”Program Pembangunan Reformasi Sektor Infrastruktur,” pihakkreditor mendorong pemerintah melakukan berbagai reformasikebijakan untuk menguatkan peran swasta melalui skema PublicPrivate Partnership (PPP) dan kebijakan liberalisasi.Ketujuh, selama ini pemerintah memiliki catatan buruk dalampengaturan dan pengadaan tanah karena selalu memakan korban.Berdasarkan kasus yang ditangani oleh LBH Jakarta, terjadikenaikan korban penggusuran dari 1883 KK pada 2006 menjadi6000 KK pada tahun 2007 di kawasan perkotaan.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!