12.07.2015 Views

Terjangkau Angan Malind - Forest Peoples Programme

Terjangkau Angan Malind - Forest Peoples Programme

Terjangkau Angan Malind - Forest Peoples Programme

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

38 39negara-negara berkembang di mana biaya produksi jauh lebihrendah, dan di mana tanah dan air juga tersedia dalam jumlahyang banyak. Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi investasiadalah masalah kedekatan geografis dan kondisi iklim yang cocokuntuk tanaman pokok pilihan.Sementara itu, dalam rangka pemenuhan energi melaluipengembangan biofuel, sebagaimana ditulis Borras, et.al. (2010),beberapa perusahaan dari Eropa mengakui telah menguasai lahanseluas 5 juta ha di ‘dunia Selatan’. Brazil pun telah merencanakanakan memenuhi kebutuhan 10 % bahan bakar fosil dunia denganbioethanol (tebu) pada tahun 2025 mendatang. Indonesia danMalaysia akan memperluas perkebunan sawitnya untuk memenuhikebutuhan 20% biodoesel negara-negara Uni Eropa. India berencanaakan mengembangkan 14 juta ha kebun Janthropha (Jarak Pagar),Sementara Afrika akan mengembangkan sekitar 400 juta ha untukjenis tanaman yang sama. Ironisnya, perkembangan ini, tentusaja, akan memperburuk ketersediaan lahan untuk pengadaanbahan pangan yang dapat mendukung kehidupan masyarakat dipedesaan. Gerak investasi International tersebut tentu saja secaralangsung mengubah struktur agraria global. Hal ini patut didugaakan memperburuk tatanan keadilan dan kesejahteraan tingkatglobal pula. 56Di samping itu, kesepakatan dalam bidang lahan secaratransnasional menjadi bagian yang mempengaruhi perubahan nilaiekonomi dari tanah dan air yang besar. Harga hasil pertanian yanglebih tinggi umumnya menghasilkan harga tanah yang lebih tinggipula, karena harapan untuk meperoleh keuntungan pada setiappersil tanah meningkat pula. 57Menurut Aarts (2009), jika tidak dikelola dengan baik, ituartinya bahwa investasi besar-besaran di sektor pertanian itu bisamengabaikan ‘hak untuk memperoleh sumber kehidupan yangberkesinambungan di daerah perdesaan’ (right to a sustainablerural livelihood), dan persoalan ini akan melahirkan fenomena‘penjajahan baru’, di mana negara-negara kaya mengatur danmenikmati akses dan penggunaan sumberdaya secara leluasa,sementara negara-negara sedang berkembang itu sendiri akankehilangan kesempatan untuk menikmati keuntungan yang dapatdihasilkan dari proses-proses produksi maupun penjualan sejumlahkomoditi yang dihasilkan. 58Seperti dilaporkan Borras, et.al., (2010) karena begitumenakutkannya dampak perluasan proyek-proyek lapar lahan itu,sampai-sampai masyarakat adat di Amazon menyebut kebun-kebunsawit dan tebu yang telah menyingkirkan mereka dari tanahnyaitu sebagai ‘kebun setan’. Marginalisasi petani cq. proletarisasipetani dan depeasantization pun makin meluas dan mendalam.Sebagaimana diperkirakan Holt-Gimenez (2007) ‘kebun setan’penghasil tanaman untuk biofuel yang telah menggusur tanamanpangan itu juga hanya menyerap seper-sepuluh kebutuhanpertanian bahan pangan konvensional. 59Menurut von Braun dan Meizen-Dick (2009), dalam sepuluhtahun terakhir, akuisisi lahan di luar negeri telah didorong olehmotif mencari keuntungan dari sektor swasta di negara maju dansering berfokus pada penanaman tanaman tropis daripada bahanmakanan pokoknya. Cina mulai menyewa lahan untuk produksipangan di Kuba dan Meksiko, dan terus mencari peluang baru untukmenyiapkan bahan makanan bagi populasinya yang besar. Underuntilization menjadi kambing hitam dari negara-negara maju untukmemaksimalkan manfaat lahan di negara-negara berkembang. 60Pandangan yang demikian diamini oleh aktor pendukung ditingkat nasional. “Saat mendapat gelar adat Warku Gebze dandianggap Namek (saudara laki-laki) bagi masyarakat adat suku<strong>Malind</strong> Marori di Kampung Wasur, Merauke, Papua, pertengahanAgustus lalu, saya ‘ditikam’ sebuah kesadaran baru,” tulis ArifinPanigoro, pemilik ‘kerajaan bisnis’ Medco Group, 29 Agustus 2009lalu. “… Hamparan tanah seluas 11 juta hektar di Papua Selatan,Kabupaten Merauke, Asmat, Mappi, Boven Digoel, itu belumbanyak tersentuh tangan pertanian, misalnya, mengingatkanpenulis akan sempitnya sawah petani saat ini. Luas sawah direpublik tinggal sekitar 12 juta hektar. Jika tanah yang idle (tidakdikerjakan) di Merauke itu disentuh oleh tangan-tangan produktif,

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!