14.03.2017 Views

Bioeconomy

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

konsumen, dengan harga yang berada dikisaran yang sama dengan makanan yang biasa mereka beli –<br />

tetapi kandungan proteinnya jauh lebih tinggi.<br />

Lantas apakah kita akan mengkampanyekan masyarakat makan kedelai panggang saja ? ya tentu saja<br />

tidak. Tetapi bayangkan dengan skenario keseharian kita sebagai berikut :<br />

Pagi hari karena buru-buru, nggak sempat sarapan yang komplit – kita sarapan bubur ayam instant atau<br />

oatmeal – kebutuhan protein baru tercukupi 4 % atau 5 %. Siang nggak sempat lagi makan yang<br />

normal di kantor, makan saja mie instant – proteinnya hanya 12% - 14 % dari kebutuhan protein harian.<br />

Makan malam Alhamdulillah normal, ada daging dlsb. protein sampai 25 % dari kebutuhan harian<br />

misalnya, maka sehari itu pemenuhan kebutuhan protein kita hanya di kisaran 41 % - 43 %. Inilah<br />

kurang lebih pola rata-rata pemenuhan kebutuhan protein yang ada di masyarakt Indonesia – yang<br />

membuat tinggi rata-rata kita terganggu seperti data tersebut di atas.<br />

Nah sekarang bila diatas kebiasaan makan rata-rata tersebut ditambahkan sekantong kecil kedelai<br />

panggang yang beratnya 126 gram, harganya kurang lebih setara dengan mie cup bakso tetapi dengan<br />

kandungan protein 100% dari kebutuhan harian - maka kita ngemil dan menghabiskan separuh<br />

kantong saja sehari – akan melengkapi kebutuhan protein harian kita.<br />

Steve Job yang produk telepon cerdasnya berhasil berkontribusi 0.5 % terhadap GDP negaranya<br />

mengungkapkan pengalamannya berjualan produk-produk legendaris-nya : “ People do not know what<br />

they want until you show it to them – masyarakat tidak tahu apa yang mereka inginkan sampai Anda<br />

tunjukkan kepada mereka !”.<br />

Maka inilah kesempatan untuk menunjukkan kepada masyarakat – bahwa sebenarnya mereka ingin<br />

produk makanan yang berprotein tinggi – karena mereka ingin keluarganya bisa tumbuh secara<br />

sempurna baik fisik maupun kecerdasannya, terjaga pula kebugarannya sampai tua, tetapi ini tidak<br />

harus mahal – inilah yang disebut inovasi nilai – dan bisa dilakukan di berbagai bidang kehidupan<br />

lainnya! Siapa yang mau mengambil peluangnya ?.<br />

Agar Visi Tidak Sekedar Mimpi<br />

Untuk kesekian kalinya pekan lalu dalam acara Food Security Summit – 3 kita mendengar visi<br />

pemerintah, bahwa negeri ini akan bisa swasembada pangan dalam waktu tiga tahun. Visi seharusnya<br />

jelas, bisa dijabarkan detil ke dalam misi, strategy dan sampai action plan. Tanpa didetilkan, visi akan<br />

lebih mendekati mimpi – dan inilah yang terjadi selama ini. Swasembada pangan dijadikan visi dari satu<br />

kampanye ke kampanye, satu pemerintahan ke pemeritahan – tetapi hingga 70 tahun merdeka kita<br />

belum juga swasembada pangan.<br />

Lebih dari itu saya juga belum ketemu apa yang dimaksud pemerintah dengan swasembada pangan,<br />

tercukupi seluruh unsur pangan seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral ? atau sekedar<br />

cukup karbohidrat ?. Kalau yang di-udeg-udeg sekedar tidak lagi mengimpor beras, maka tidak bisa<br />

dihindari kesan bahwa pemerintah baru fokus ke karbohidrat – artinya baru satu dari setidaknya lima<br />

unsur pangan.<br />

Walhasil impor beras kadang memang bisa dihentikan atau dikurangi, tetapi impor sapi hidup, impor bijibijian<br />

dan buah-buahan terus meningkat. Lantas bagaimana pemerintah seharusnya men-detilkan visi<br />

swasembada pangan tersebut – agar tidak menjadi sekedar mimpi ?<br />

Berikut adalah breakdown dari visi swasembada pangan yang seharusnya bisa dilakukan oleh<br />

pemerintah bersama-sama dengan para pemangku kepentingan yang terkait, termasuk tentu saja aktor<br />

utamanya para petani seperti kita-kita.<br />

Pertama agar tidak mengambang, visi swasembada pangan harus didetilkan dalam bentu misi yang<br />

jelas – specifik, terukur, bisa dicapai secara wajar, relevan dan berbatas waktu. Misalnya dalam<br />

42

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!