14.03.2017 Views

Bioeconomy

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

maka disinilah peluang yang luas terbuka – terkait dengan ketrampilan yang sekilas nampak kuno tetapi<br />

sangat menjanjikan ini. InsyaAllah.<br />

Jalan Para Petani<br />

Kadang jalan itu begitu jelas tetapi kita mengabaikannya dan memilih jalan yang ruwet. Salah satu<br />

contohnya adalah jalan swasembada pangan dengan memakmurkan para petani. Tujuh puluh<br />

tahun setelah merdeka dan tujuh presiden berganti, kita belum bisa swasembada pangan dalam arti<br />

yang sesungguhnya – dan food security kita-pun berada di no urut 74 dari 109 negara yang diranking<br />

oleh The Economist. Bagaimana kita bisa mengatasinya ? salah satunya adalah dengan<br />

memberi petani hak pasarnya !<br />

Nampaknya ini sederhana, tetapi bila hak pasar petani ini dilanggar – maka petani akan kehilangan<br />

daya saing dan kemudian juga daya belinya. Petani yang kehilangan daya beli akan men-discourage<br />

mereka untuk terus bertani, anak-anak mereka tidak lagi mau menjadi petani – dan kemudian ujungnya<br />

kita tidak bisa swasembada pangan.<br />

Sebaliknya bila para petani makmur, mereka akan eager untuk terus mengembangkan pertaniannya –<br />

anak-anak mereka akan mengidolakan pekerjaan orang tuanya, dan dari waktu ke waktu kita akan<br />

semakin berkecukupan pangan – bahkan bisa membantu negeri-negeri lain yang kekurangan pangan,<br />

bukan malah sebaliknya berebut bahan pangan dengan mereka.<br />

Ini semua adalah dari pasar, petani punya hak atas pasar langsung yang selama ini diabaikan oleh<br />

siapapun yang berwenang di negeri ini dari pimpinan daerah sampai pusat. Hak pasar petani ini<br />

tertuang ringkas dalam hadits sahih sebagai berikut :<br />

“Dari Ibnu Abbas dia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melarang mencegat rombongan<br />

dagang sebelum sampai ke pasar, dan orang kota memborong dagangan orang desa.” Thawus<br />

berkata, “Saya bertanya kepada Ibnu Abbas, Kenapa seseorang tidak boleh memborong dagangan<br />

orang desa ?” dia menjawab : “dilarang menjadi tengkulak”.” (HR. Bukhari dan Muslim, dengan teks<br />

Muslim).<br />

Hadits yang senada jumlahnya sangat banyak dan didiriwayatkan oleh hampir seluruh perawi.<br />

Pesannya jelas bahwa orang desa – yang identik dengan petani karena mayoritas produksi dari<br />

pedesaan adalah produk-produk pertanian dalam arti luas termasuk peternakan, perikanan dlsb – harus<br />

memiliki akses langsung terhadap pasar.<br />

Tidak boleh tengkulak yang menguasai pasar sehingga bisa membeli hasil jerih payah para petani<br />

dengan harga murah, padahal harga di tingkat konsumennya tinggi. Bahkan tidak boleh siapapun<br />

mencegat dagangan para petani ini sebelum sampai ke pasar, sebelum mereka tahu benar harga yang<br />

sesungguhnya ada di pasar.<br />

Bayangkan sekarang bila hal ini bisa diimplementasikan di lapangan, para petani akan kembali<br />

bergairah menanam apa saja yang mereka bisa – karena selalu bisa dibawa ke pasar langsung dan<br />

memperoleh harga terbaiknya. Konsumen akhir juga diuntungkan karena mereka dapat membeli<br />

langsung kepada para produsennya.<br />

Apakah ini memungkinkan dilakukan di jaman ini ? Saya melihat kemungkinannya yang sangat besar.<br />

Pertama bisa melalui bazar segar secara fisik, yaitu para petani mengumpul secara berkala di suatu<br />

tempat dan menjajakan langsung barang dagangannya.<br />

Mengapa bentuknya bazar, bukan pasar ? Karena kalau harus berupa<br />

pasar yang permanen, diperlukan modal dan effort yang luar biasa<br />

besar untuk mengadakan tempatnya. Dampaknya kios-kiosnya menjadi<br />

sangat mahal dan tidak terjangkau oleh para petani langsung, akhirnya<br />

para tengkulak lagi yang bermain.<br />

81

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!