You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
tidak mempunyai kebebasan, hukum menjadi “berhenti<br />
sementara” sampai kebebasan itu kita miliki kembali.<br />
Dalam kasus anjing di atas, anjing menjadi halal karena<br />
kita tidak mempunyai kebebasan memilih: memakan anjing<br />
atau ayam. Kalau ada ayam, di samping ada anjing, kita<br />
masih mempunyai kebebasan memilih anjing. Tapi jika<br />
kita memakan anjing, kita dikenai hukum “dosa”, karena<br />
kebebasan ada bersama kita.<br />
Kataku lagi: Lihatlah anak kecil dan orang gila, atau<br />
budak belian dulu. Kenapa mereka tidak menjadi subjek<br />
hukum? Mereka belum atau tidak memiliki kebebasan.<br />
Keimanan menjadi tidak bermakna kalau kita tidak<br />
diberikan kemerdekaan untuk tidak beriman. Pilihan kita<br />
untuk beriman baru bermakna kalau kita, pada saat yang<br />
sama, diberikan pilihan untuk menjadi kafir. Dengan tangan<br />
kita yang bebaslah kita memilih: mau beriman atau tidak.<br />
Manusia memiliki free will, kebebasan berkehendak, dan<br />
juga free act, kebebasan untuk berbuat. Kebebasan membuat<br />
pahala dan dosa menjadi mudah dipahami.<br />
Kebebasan itu, secara logis, niscaya memunculkan<br />
keterbatasan. Keterbatasan yang membebaskan. Keterbatasan<br />
yang membebaskan adalah hukum. Hukumlah yang<br />
menjamin semua orang, bukan sebagian orang, menjadi<br />
bebas. Hukumlah yang menjamin kebebasan orang agar<br />
tidak merusak kebebasan orang lain.<br />
Aku juga bilang kepada para peserta itu, Cak Nur:<br />
pentingnya kita mempelajari moyang-moyang pemikir<br />
liberal Eropa adalah untuk mengetahui aplikasi dari<br />
Bagian 2: Belajar darinya: Teologi Perdamaian Cak Nur |<br />
Democracy Project<br />
99